- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#342
PART 36
Bentigo berjanji mengantarkan gue pulang ke kos setelah acara perkenalan antar mahasiswa baru selesai. Tapi sebelum pulang kita harus mengantarkan temen-temen cewek yang takut pulang sendirian. Karena cewek-cewek itu pada bawa mobil, akhirnya gue menjadi sopir di mobil mereka.
“Kamu orang mana?” tanya cewek pemilik mobil.
“Bekasi,” jawab gue. “Kenapa gitu?”
“Kamu tadi keren banget!” ucapnya sambil mengangkat jempol.
Gue menengok, “Lo sakit apa gimana? Orang ngusir setan dibilang keren.”
Karena merasa gerah, salah satu cewek yang duduk di belakan meminta menyalakan AC. Gue yang hanya menggunakan celana kolor menolak mati-matian. Berkali-kali itu cewek mencoba memutar tombol AC dari belakang, berkali-kali juga gue menepis tangannya. Gara-gara itu gue sering susah fokus dan mobil jalan belak-belok nggak jelas. Setelah pertarungan tangan yang sempat menyita konsentrasi gue, akhirnya itu AC nyala juga.
Dinginnya udara di dalam mobil membuat gue lebih susah fokus dengan jalanan. Berkali-kali gue mencuri kesempatan buat mematikan AC tapi akhirnya ketahuan juga. Terpaksalah gue bertahan di udara yang dingin ini dengan mengatupkan kedua paha gue.
Sesampainnya di kosan mereka, gue segera memarkirkan mobil dan keluar menuju mobil Bentigo. Saat gue berpamitan barulah gue sadar kalo ternyata cewek yang gue antar tadi adalah kelompoknya Grace, dan cewek yang mengobrol dengan gue di mobil tadi adalah Grace.
Masuk ke dalam mobil Bentigo gue segera mendapat sambutan yang tidak baik. Dia mencecar pertanyaan seputar apa yang gue lakukan di dalam mobil Grace dan kenapa tadi selama di perjalanan mobilnya goyang-goyang.
Gue menghembuskan rokok, “Serius gue tadi tuh kedinginan.”
“Enak banget Wi, kedinginan pas ada cewek-cewek kayak begituan.”
“Lo jangan mikir macem-macem, gue bener-bener kedinginan di dalem sana.”
“Iya iya, aku paham Wi.” dia menaik turunkan alis. “Emang asik ya anget-anget di dalem mobil.”
"Apaa sih?!"
Bentigo tidak menangkap apa yang gue maksud. Kedinginan yang gue maksud dengan bener-bener dingin disalah artikan oleh dia. Selain bertanya tentang persoalan dingin, dia juga menanyakan tentang ke-indigo-an gue. Jelas saja gue bantah kalo gue adalah bukanlah anak indigo. Gue juga menjelaskan bahwa gue tadi cuma pura-pura bisa mengusir setan dan tanpa sengaja si setan pergi sendiri. Tapi apa yang komentar yang gue dapat?
“Toplah kamu ini Wi, udah hebat masalah cewek, indigo pula, masih aja rendah hati,” kata Bentigo meninggalkan gue di depan kosan.
Ketika gue melihat hape, jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Gue segera membuka kunci pagar dan menguncinya kembali. Maksud gue, gue udah masuk ke dalam sebelum gue mengunci pagarnya lagi. Dan ketika gue berbalik melihat ke arah pintu gue dikejutkan oleh sesosok menyeramkan di depan pintu.
“Dari mana Wi?” tanya sosok itu. “Aku yo lagi pulang ini.”
“Ini mas baru balik dari biliard,” jawab gue. “Mas? Mas kenapa?”
Dia terjatuh dan mengguling-guling diteras, “Hahahaha!”
Apalagi kali ini ya Tuhan? Mas Roni kesurupan? Haruskah gue mengusir setan untuk kedua kalinya? Gue yang merupakan tukang usir setan gadungan mulai beraksi lagi. Setelah memejamkan mata, gue memanjatkan doa kembali. Sewaktu gue membuka mata, mas Roni malah makin menggila.
“Muahahahaha!” mas Roni meracau nggak jelas.
Mungkin arwah yang merasuki mas Roni lebih kuat. Seperti di tv, gue harus mengusap mukanyanagar dia sadar kembali. Gue berjalan mendekatinya dan bermaksud mengusap mukanya. Ketika tangan gue hampir mengusap, iba-tiba pintu depan kos terbuka.
“Kamu ngapain Wi?” tanya koh Wahyu. “Buruan masuk.”
Gue melongo melihat koh Wahyu, “Masuk? Lhah ini mas Roni kesurupan dibiarin?”
“Oh, biarin ajalah mas Roni,” koh Wahyu mendorong mas Roni dengan kaki. “Dia kalo mabok emang parah gitu.”
Orang mabok kalo gue usap mukanya sampe lecet juga percuma.
Bentigo berjanji mengantarkan gue pulang ke kos setelah acara perkenalan antar mahasiswa baru selesai. Tapi sebelum pulang kita harus mengantarkan temen-temen cewek yang takut pulang sendirian. Karena cewek-cewek itu pada bawa mobil, akhirnya gue menjadi sopir di mobil mereka.
“Kamu orang mana?” tanya cewek pemilik mobil.
“Bekasi,” jawab gue. “Kenapa gitu?”
“Kamu tadi keren banget!” ucapnya sambil mengangkat jempol.
Gue menengok, “Lo sakit apa gimana? Orang ngusir setan dibilang keren.”
Karena merasa gerah, salah satu cewek yang duduk di belakan meminta menyalakan AC. Gue yang hanya menggunakan celana kolor menolak mati-matian. Berkali-kali itu cewek mencoba memutar tombol AC dari belakang, berkali-kali juga gue menepis tangannya. Gara-gara itu gue sering susah fokus dan mobil jalan belak-belok nggak jelas. Setelah pertarungan tangan yang sempat menyita konsentrasi gue, akhirnya itu AC nyala juga.
Dinginnya udara di dalam mobil membuat gue lebih susah fokus dengan jalanan. Berkali-kali gue mencuri kesempatan buat mematikan AC tapi akhirnya ketahuan juga. Terpaksalah gue bertahan di udara yang dingin ini dengan mengatupkan kedua paha gue.
Sesampainnya di kosan mereka, gue segera memarkirkan mobil dan keluar menuju mobil Bentigo. Saat gue berpamitan barulah gue sadar kalo ternyata cewek yang gue antar tadi adalah kelompoknya Grace, dan cewek yang mengobrol dengan gue di mobil tadi adalah Grace.
Masuk ke dalam mobil Bentigo gue segera mendapat sambutan yang tidak baik. Dia mencecar pertanyaan seputar apa yang gue lakukan di dalam mobil Grace dan kenapa tadi selama di perjalanan mobilnya goyang-goyang.
Gue menghembuskan rokok, “Serius gue tadi tuh kedinginan.”
“Enak banget Wi, kedinginan pas ada cewek-cewek kayak begituan.”
“Lo jangan mikir macem-macem, gue bener-bener kedinginan di dalem sana.”
“Iya iya, aku paham Wi.” dia menaik turunkan alis. “Emang asik ya anget-anget di dalem mobil.”
"Apaa sih?!"
Bentigo tidak menangkap apa yang gue maksud. Kedinginan yang gue maksud dengan bener-bener dingin disalah artikan oleh dia. Selain bertanya tentang persoalan dingin, dia juga menanyakan tentang ke-indigo-an gue. Jelas saja gue bantah kalo gue adalah bukanlah anak indigo. Gue juga menjelaskan bahwa gue tadi cuma pura-pura bisa mengusir setan dan tanpa sengaja si setan pergi sendiri. Tapi apa yang komentar yang gue dapat?
“Toplah kamu ini Wi, udah hebat masalah cewek, indigo pula, masih aja rendah hati,” kata Bentigo meninggalkan gue di depan kosan.
Ketika gue melihat hape, jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Gue segera membuka kunci pagar dan menguncinya kembali. Maksud gue, gue udah masuk ke dalam sebelum gue mengunci pagarnya lagi. Dan ketika gue berbalik melihat ke arah pintu gue dikejutkan oleh sesosok menyeramkan di depan pintu.
“Dari mana Wi?” tanya sosok itu. “Aku yo lagi pulang ini.”
“Ini mas baru balik dari biliard,” jawab gue. “Mas? Mas kenapa?”
Dia terjatuh dan mengguling-guling diteras, “Hahahaha!”
Apalagi kali ini ya Tuhan? Mas Roni kesurupan? Haruskah gue mengusir setan untuk kedua kalinya? Gue yang merupakan tukang usir setan gadungan mulai beraksi lagi. Setelah memejamkan mata, gue memanjatkan doa kembali. Sewaktu gue membuka mata, mas Roni malah makin menggila.
“Muahahahaha!” mas Roni meracau nggak jelas.
Mungkin arwah yang merasuki mas Roni lebih kuat. Seperti di tv, gue harus mengusap mukanyanagar dia sadar kembali. Gue berjalan mendekatinya dan bermaksud mengusap mukanya. Ketika tangan gue hampir mengusap, iba-tiba pintu depan kos terbuka.
“Kamu ngapain Wi?” tanya koh Wahyu. “Buruan masuk.”
Gue melongo melihat koh Wahyu, “Masuk? Lhah ini mas Roni kesurupan dibiarin?”
“Oh, biarin ajalah mas Roni,” koh Wahyu mendorong mas Roni dengan kaki. “Dia kalo mabok emang parah gitu.”
Orang mabok kalo gue usap mukanya sampe lecet juga percuma.
Diubah oleh dasadharma10 14-02-2016 10:03
JabLai cOY dan phntm.7 memberi reputasi
2


