- Beranda
- Stories from the Heart
I Am (NOT) Your Sister
...
TS
natashyaa
I Am (NOT) Your Sister
Dear Warga SFTH.
Sebelumnya ijinkan gue untuk menulis sepenggal kisah hidup gue di SFTH. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi yang gue modifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk cerita karangan gue sendiri. Cerita ini ditulis dengan dua sudut pandang berbeda dari kedua tokohnya.
So... langsung saja.
Sebelumnya ijinkan gue untuk menulis sepenggal kisah hidup gue di SFTH. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi yang gue modifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk cerita karangan gue sendiri. Cerita ini ditulis dengan dua sudut pandang berbeda dari kedua tokohnya.
So... langsung saja.
Quote:
Diubah oleh natashyaa 20-01-2018 23:32
itkgid dan 8 lainnya memberi reputasi
9
464K
3K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
natashyaa
#1441
F Part 59
Ketika gue mencoba mendekat, mereka menjauh, begitu sebaliknya. Padahal gue sudah sadar kalau gue salah, ujung-ujungnya pasti gue menyesal. Ibu gue memang pinter memainkan perasaan anaknya. Dahulu sebelum datang Ani, gue selalu mengalami kondisi seperti ini. Waktu itu gue sempat puasa bicara sama ibu karena ibu gue ngelarang gue untuk nonton acara musik padahal gue udah beli tiketnya, gue waktu itu kesal sekali dan ngambek sama ibu. Seperti biasa gue hanya mengurung diri di kamar. orang yang kenal gue tahu kalau gue ngambek pasti bisa keliatan secara langsung dari muka gue. Muka gue emang jutek, apalagi kalau ngambek, tambah jutek. Pada awalnya ibu mencoba untuk berdamai dan mencoba bicara dengan gue dan meminta maaf karena tidak mengijinkan gue untuk datang ke acara sekolah yang di gelar pada malam hari, dia bercerita kalau dia khawatir kalau gue pergi malam-malam, apalagi sendiri. Gue yang lagi ngambek sudah pasti gak bisa berpikir jenih, yang ada dipikiran gue ketika ibu bicara seperti itu adalah omong kosong. Dia gak pernah berkaca kepada dirinya sendiri yang selalu pulang larut malam kalau pergi keluar. Ibu gue waktu itu sudah deh, gak usah dibahas, parah!!!
Tapi ketika emosi gue mereda dan bisa berpikir jernih, gue bisa tau dan menangkap maksud tujuannya dia ngelarang gue waktu itu. Waktu itu gue masih awal-awal masuk SMA, ingin nonton konser band malam hari. Gue harus adu mulut sama ibu dan bahkan sempat memecahkan guci kecil di rumah.
“Kamu itu anak perempuan, pergi malam-malam. Gak ada yang takut nyulik apa?” Katanya dengan nada tinggi.
“Lah ibu juga selalu pergi malam, aku gak ngelarang!” Kata gue gak mau ngalah.
“Kamu masih anak-anak!! Ngapain coba ikut campur urusan ibu..”
“Urusan apa? Mabok? Ngejablay!”
Satu tamparan yang keras mendarat di pipi gue setelah gue ngomong seperti itu, lalu gue cuman bisa menahan emosi dan pergi mengurung diri ke kamar.
“Felisha? Buka pintunya…” ibu gue mengetuk pintu kamar.
“Ayolah sayang.. maafin ibu sayang…”
“Kamu masih ngambek sama ibu?” Ujarnya setiap kita makan bersama di meja makan sebelum berangkat sekolah.
Ketika gue sedang menonton tv, ibu datang menghampiri dan duduk di samping gue, gue langsung mematikan tv nya lalu pergi lagi ke kamar. Ya, kira-kira seperti itulah kalau gue dulu suka ngambek kepada ibu. Tapi, ketika gue sudah baikan dan ingin berdamai, giliran ibu gue yang ngambek dan nyuekin gue, gue tidak pernah dikasih uang jajan buat sekolah padahal gue udah minta, terkadang gue ditinggal sendirian selama beberapa hari, paling lama 3 hari, dan gue saat itu suka tidur di rumah sendirian. Ketika kembali ke rumah, kita sama-sama membisu, kita nyuekin masing-masing, bahkan berpapasan di dalam rumah pun kita hanya saling memandang. Kalau sudah seperti itu entah kenapa gue merasa jadi orang yang bersalah dan selalu gue yang harus minta maaf duluan agar kondisi bisa seperti semula.
“Bu, maafin aku atuh ya, jangan ngambek ke aku lagi.” Kata gue sambil memeluk dia dari belakang. Kalau gue udah bilang seperti itu, esoknya ibu ceria dan baik lagi sama gue.
Jujur saja, kondisi sekarang lebih tenang dan damai di rumah ini semenjak Ani dan Bapaknya datang.
***
Kalah sudah kondisi seperti ini, gue sebenarnya sudah pasrah, tinggal minta maaf maka urusan selesai, tapi masalahnya gue tidak tahu harus minta maaf kemana, karena orang yang akan memaafkan gue itu tidak ada.
Gue cek di garasi, mobil tidak ada. Jelaslah mereka pergi dari rumah dan yang paling parah setelah gue sadari adalah pintu keluar rumah gue itu dikunci yang artinya gue benar-benar dikurung di rumah. Gue tidak bisa keluar rumah, jendela rumah gue semuanya pakai teralis, lewat halaman belakang, temboknya terlalu tinggi untuk gue lompati. Asli ini mah benar-benar parah. Belum lagi setelah gue dapati ternyata listrik di rumah juga dimatikan semuanya dari depan.
Sampai pada akhirnya gue speechless, gak tau harus berpikir apa, berbicara apa, dan berbuat apa lagi.
PERSETAN!!!!
…….
“Aduh..aduh, ratunya tidur di sofa..”
Gue mendengar langkah kaki dan suara. Gue tertidur saking stresnya lalu terbangun oleh suara tersebut.
“Wey, bangun kak!” Ani menghampiri gue dan membangunkan gue.
Kepala gue pusing, tenggorokan gue sakit, dan gue benar-benar lemas. Seharian mungkin hampir dua hari gue gak makan, rasanya lemas banget, berpikir tentang ibu dan Ani yang baru saja datang pun gue gak bisa karena lemah.
Gue kemudian memperbaiki posisi duduk gue lalu menyenderkan punggung gue ke sofa, memejamkan mata sambil menahan pusing.
“Kakak lapar? Nih makan kak, tadi beli dijalan.”
Tanpa berpikir gue melototi Ani yang memberikan satu kotak paket KFC. Jika gue bisa berpikir jernih saat itu pasti yang ada dipikiran gue adalah “Gila lo yak, darimana aja, gue kelaparan dan ditinggal sendirian” dan ingin menamparnya. Tapi karena mencium aroma dan tergoda oleh KFC, gue gak sampe berpikiran sampai kesana, gue langsung menerimanya dan memakan KFC itu.
“Jangan sekali-kali lagi, Awas..!” Ibu berjalan melewati gue.
“Hehehe…” Sambil makan gue tersenyum penuh dendam.
Tapi ketika emosi gue mereda dan bisa berpikir jernih, gue bisa tau dan menangkap maksud tujuannya dia ngelarang gue waktu itu. Waktu itu gue masih awal-awal masuk SMA, ingin nonton konser band malam hari. Gue harus adu mulut sama ibu dan bahkan sempat memecahkan guci kecil di rumah.
“Kamu itu anak perempuan, pergi malam-malam. Gak ada yang takut nyulik apa?” Katanya dengan nada tinggi.
“Lah ibu juga selalu pergi malam, aku gak ngelarang!” Kata gue gak mau ngalah.
“Kamu masih anak-anak!! Ngapain coba ikut campur urusan ibu..”
“Urusan apa? Mabok? Ngejablay!”
Satu tamparan yang keras mendarat di pipi gue setelah gue ngomong seperti itu, lalu gue cuman bisa menahan emosi dan pergi mengurung diri ke kamar.
“Felisha? Buka pintunya…” ibu gue mengetuk pintu kamar.
“Ayolah sayang.. maafin ibu sayang…”
“Kamu masih ngambek sama ibu?” Ujarnya setiap kita makan bersama di meja makan sebelum berangkat sekolah.
Ketika gue sedang menonton tv, ibu datang menghampiri dan duduk di samping gue, gue langsung mematikan tv nya lalu pergi lagi ke kamar. Ya, kira-kira seperti itulah kalau gue dulu suka ngambek kepada ibu. Tapi, ketika gue sudah baikan dan ingin berdamai, giliran ibu gue yang ngambek dan nyuekin gue, gue tidak pernah dikasih uang jajan buat sekolah padahal gue udah minta, terkadang gue ditinggal sendirian selama beberapa hari, paling lama 3 hari, dan gue saat itu suka tidur di rumah sendirian. Ketika kembali ke rumah, kita sama-sama membisu, kita nyuekin masing-masing, bahkan berpapasan di dalam rumah pun kita hanya saling memandang. Kalau sudah seperti itu entah kenapa gue merasa jadi orang yang bersalah dan selalu gue yang harus minta maaf duluan agar kondisi bisa seperti semula.
“Bu, maafin aku atuh ya, jangan ngambek ke aku lagi.” Kata gue sambil memeluk dia dari belakang. Kalau gue udah bilang seperti itu, esoknya ibu ceria dan baik lagi sama gue.
Jujur saja, kondisi sekarang lebih tenang dan damai di rumah ini semenjak Ani dan Bapaknya datang.
***
Kalah sudah kondisi seperti ini, gue sebenarnya sudah pasrah, tinggal minta maaf maka urusan selesai, tapi masalahnya gue tidak tahu harus minta maaf kemana, karena orang yang akan memaafkan gue itu tidak ada.
Gue cek di garasi, mobil tidak ada. Jelaslah mereka pergi dari rumah dan yang paling parah setelah gue sadari adalah pintu keluar rumah gue itu dikunci yang artinya gue benar-benar dikurung di rumah. Gue tidak bisa keluar rumah, jendela rumah gue semuanya pakai teralis, lewat halaman belakang, temboknya terlalu tinggi untuk gue lompati. Asli ini mah benar-benar parah. Belum lagi setelah gue dapati ternyata listrik di rumah juga dimatikan semuanya dari depan.
Sampai pada akhirnya gue speechless, gak tau harus berpikir apa, berbicara apa, dan berbuat apa lagi.
PERSETAN!!!!
…….
“Aduh..aduh, ratunya tidur di sofa..”
Gue mendengar langkah kaki dan suara. Gue tertidur saking stresnya lalu terbangun oleh suara tersebut.
“Wey, bangun kak!” Ani menghampiri gue dan membangunkan gue.
Kepala gue pusing, tenggorokan gue sakit, dan gue benar-benar lemas. Seharian mungkin hampir dua hari gue gak makan, rasanya lemas banget, berpikir tentang ibu dan Ani yang baru saja datang pun gue gak bisa karena lemah.
Gue kemudian memperbaiki posisi duduk gue lalu menyenderkan punggung gue ke sofa, memejamkan mata sambil menahan pusing.
“Kakak lapar? Nih makan kak, tadi beli dijalan.”
Tanpa berpikir gue melototi Ani yang memberikan satu kotak paket KFC. Jika gue bisa berpikir jernih saat itu pasti yang ada dipikiran gue adalah “Gila lo yak, darimana aja, gue kelaparan dan ditinggal sendirian” dan ingin menamparnya. Tapi karena mencium aroma dan tergoda oleh KFC, gue gak sampe berpikiran sampai kesana, gue langsung menerimanya dan memakan KFC itu.
“Jangan sekali-kali lagi, Awas..!” Ibu berjalan melewati gue.
“Hehehe…” Sambil makan gue tersenyum penuh dendam.
itkgid memberi reputasi
1
