- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#306
Side story - Dugem - Jan 2014
Sewaktu gue lagi bersihin kipas yang penuh debu selama 4 bulan, mas Roni ngajakin gue ngobrol.
Mas Roni duduk disebelah gue, "Lagi ngapain Wi?"
"Iki lho mas, bersihke kipas," jawab gue menggunakan logat Jawa.
"Jijiki suaramu! ra pantes blas!"
"Hahaha, bersihin kipas."
"Masuk mau nggak Wi?" tanya mas Roni.
"Masuk?" ucap gue rada bingung. "Masuk kemana?"
Mas Roni joget nggak jelas, "Dugem kitaaaa."
"Wah, enggak deh mas."
"Mumpung Emil sama Irma nggak ada lhoh."
"Mas, kata bokap, dugem itu bisa bikin ketagihan, padahal alkohol itu gak baik buat kesehatan," terang gue.
"Tak kenalin ke cewek disana," memperagakan penari striptease. "Hot!"
Gue menelan ludah, "Ta ... tapi mas, nggak seharusnya kita kesana!"
"Aku yang bayarin."
"Oke kita kesana!"
Malam harinya mas Roni beneran ngajakin gue buat pergi kesalah satu klub malam. Sebenernya gue ragu, tapi karena mas Roni bilang bakal bayarin, gue jadi ga bisa nolak. Setelah berdandan lama akhirnya gue siap.
"Kamu mau kemana Wi?"
Sedikit bingung gue tanya dia, "Katanya mau 'masuk'?"
"Dandananmu ... ndeso tenan."
Gue melihat kaca, "Ndeso?"
"Iyo, koyok gondes."
"Gondes?"
Mas Roni mendorong gue masuk ke dalam kamar gue. Dia membongkar lemari gue, mencari baju buat gue. Kaos polos, kemeja flanel, jeans, dan country boot menjadi pilihan dia. Setelah ganti pakaian, mas Roni memfoto gue. Kata dia, buat ngebandingin before after dugem.
Kita berangkat jam setengah dua belas, gue pikir kita bakal telat, ternyata baru mulai. Dasar ndeso. Sampai disana mas Roni langsung menghampiri salah satu waiter, dan kemudian diantar kesalah satu meja yang. Tidak terlalu lama,waiter itu kembali lagi membawa beer dengan tempat yang gede banget dan dua botol besar, black label dan satunya gue ga sempat merhatiin.
"Mas? ini nggak kebanyakan?" tanya gue.
"Udah ... tenang aja." Mas Roni menuangkan minuman dicampur beer, "Nih minum! nikmatin!"
Gue minum, pahit, gue keselek. Kampret! Gue kira beneran enak kayak di film-film. Nama doang yang keren, rasanya nyiksa.
Menurut gue dugem itu tempat yang rada aneh. Bayangin aja, minuman harga selangit tapi nggak ada yang enak, banyak orang joget tapi jogetnya nggak karuan, kalo pengin ngomong kita musti teriak, mungkin kalo bolot si pelawak doyan dugem, semisal ngobrol sama dia bakal perlu toa atau mic punya DJ, dan itu pun baru terdengar setelah kita sadar ludah kita berubah darah.
Tapi dari berbagai ketidak enakan itu, ada beberapa keenakannya juga. Salah satunya banyak cewek-cewek seksi nan kece disekeliling gue. Dan mereka bukan sekedar cewek yang ada diluaran sana yang sok jaim dan jual mahal. Cewek disini aktif, garang, dan nagih! Nggak jarang gue dikedipin cewek dan disenggo-senggol diajakin ngefloor.
Jujur, gue bener-bener canggung di tempat beginian. Gue beruntung karena mas Roni nggak beneran bawa kenalan cewek. Kalo beneran bawa kenalan cewek, pasti gue keliatan culun banget.
"Hai Ron!" sapa seorang cewek mencium pipi mas Roni.
"Dari mana aja, janjian jam 10 baru nongol." Mas Roni menuangkan minuman, "Kenalin, ini adekku."
"Hai, aku Putri."
Gue menjabat tangannya, "Aku Dawi."
Putri menaikkan sebelah alis, "Dawi? kayak temen kampusku."
"Oh ... iya ... nama aku emang pasaran gitu."
"He ehm... ganteng sih dia, cuma rada aneh gitu, masa bisa ngeliat setan."
Mampus! Dawi bisa ngeliat setan?! Itu kan emang gue! Mana mungkin ada Dawi lain yang bisa ngeliat setan juga?! Wah gila, gue musti kabur sebelum besok pagi nama gue tercoreng sebagai indigo tukang dugem.
"Mas, kayaknya kita musti pulang deh," ajak gue.
"Baru juga sebotol, nikmatin dulu lah."
Biar minuman cepet abis, gue meminum itu botol cepat-cepat. Gue nggak peduli mas Roni ngedumel apa. Gue harus segera menyelamatkan reputasi gue.
Sayangnya semua diluar kendali gue. Saking cupunya, gue nggak sadar kalo alkohol itu memabukan. Makin banyak gue minun itu botol, makin berat kepala gue. Botol abis, gue teler.
Gue nggak bisa berpikir jernih lagi. Satu hal yang gue inget, Putri ngajakin gue ngefloor dan menyerang gue secara ganas.
Sewaktu gue lagi bersihin kipas yang penuh debu selama 4 bulan, mas Roni ngajakin gue ngobrol.
Mas Roni duduk disebelah gue, "Lagi ngapain Wi?"
"Iki lho mas, bersihke kipas," jawab gue menggunakan logat Jawa.
"Jijiki suaramu! ra pantes blas!"
"Hahaha, bersihin kipas."
"Masuk mau nggak Wi?" tanya mas Roni.
"Masuk?" ucap gue rada bingung. "Masuk kemana?"
Mas Roni joget nggak jelas, "Dugem kitaaaa."
"Wah, enggak deh mas."
"Mumpung Emil sama Irma nggak ada lhoh."
"Mas, kata bokap, dugem itu bisa bikin ketagihan, padahal alkohol itu gak baik buat kesehatan," terang gue.
"Tak kenalin ke cewek disana," memperagakan penari striptease. "Hot!"
Gue menelan ludah, "Ta ... tapi mas, nggak seharusnya kita kesana!"
"Aku yang bayarin."
"Oke kita kesana!"
Malam harinya mas Roni beneran ngajakin gue buat pergi kesalah satu klub malam. Sebenernya gue ragu, tapi karena mas Roni bilang bakal bayarin, gue jadi ga bisa nolak. Setelah berdandan lama akhirnya gue siap.
"Kamu mau kemana Wi?"
Sedikit bingung gue tanya dia, "Katanya mau 'masuk'?"
"Dandananmu ... ndeso tenan."
Gue melihat kaca, "Ndeso?"
"Iyo, koyok gondes."
"Gondes?"
Mas Roni mendorong gue masuk ke dalam kamar gue. Dia membongkar lemari gue, mencari baju buat gue. Kaos polos, kemeja flanel, jeans, dan country boot menjadi pilihan dia. Setelah ganti pakaian, mas Roni memfoto gue. Kata dia, buat ngebandingin before after dugem.
Kita berangkat jam setengah dua belas, gue pikir kita bakal telat, ternyata baru mulai. Dasar ndeso. Sampai disana mas Roni langsung menghampiri salah satu waiter, dan kemudian diantar kesalah satu meja yang. Tidak terlalu lama,waiter itu kembali lagi membawa beer dengan tempat yang gede banget dan dua botol besar, black label dan satunya gue ga sempat merhatiin.
*sori kepotong inah minta dibeliin roti es krim tadi*
"Mas? ini nggak kebanyakan?" tanya gue.
"Udah ... tenang aja." Mas Roni menuangkan minuman dicampur beer, "Nih minum! nikmatin!"
Gue minum, pahit, gue keselek. Kampret! Gue kira beneran enak kayak di film-film. Nama doang yang keren, rasanya nyiksa.
Menurut gue dugem itu tempat yang rada aneh. Bayangin aja, minuman harga selangit tapi nggak ada yang enak, banyak orang joget tapi jogetnya nggak karuan, kalo pengin ngomong kita musti teriak, mungkin kalo bolot si pelawak doyan dugem, semisal ngobrol sama dia bakal perlu toa atau mic punya DJ, dan itu pun baru terdengar setelah kita sadar ludah kita berubah darah.
Tapi dari berbagai ketidak enakan itu, ada beberapa keenakannya juga. Salah satunya banyak cewek-cewek seksi nan kece disekeliling gue. Dan mereka bukan sekedar cewek yang ada diluaran sana yang sok jaim dan jual mahal. Cewek disini aktif, garang, dan nagih! Nggak jarang gue dikedipin cewek dan disenggo-senggol diajakin ngefloor.
Jujur, gue bener-bener canggung di tempat beginian. Gue beruntung karena mas Roni nggak beneran bawa kenalan cewek. Kalo beneran bawa kenalan cewek, pasti gue keliatan culun banget.
"Hai Ron!" sapa seorang cewek mencium pipi mas Roni.
"Dari mana aja, janjian jam 10 baru nongol." Mas Roni menuangkan minuman, "Kenalin, ini adekku."
"Hai, aku Putri."
Gue menjabat tangannya, "Aku Dawi."
Putri menaikkan sebelah alis, "Dawi? kayak temen kampusku."
"Oh ... iya ... nama aku emang pasaran gitu."
"He ehm... ganteng sih dia, cuma rada aneh gitu, masa bisa ngeliat setan."
Mampus! Dawi bisa ngeliat setan?! Itu kan emang gue! Mana mungkin ada Dawi lain yang bisa ngeliat setan juga?! Wah gila, gue musti kabur sebelum besok pagi nama gue tercoreng sebagai indigo tukang dugem.
"Mas, kayaknya kita musti pulang deh," ajak gue.
"Baru juga sebotol, nikmatin dulu lah."
Biar minuman cepet abis, gue meminum itu botol cepat-cepat. Gue nggak peduli mas Roni ngedumel apa. Gue harus segera menyelamatkan reputasi gue.
Sayangnya semua diluar kendali gue. Saking cupunya, gue nggak sadar kalo alkohol itu memabukan. Makin banyak gue minun itu botol, makin berat kepala gue. Botol abis, gue teler.
Gue nggak bisa berpikir jernih lagi. Satu hal yang gue inget, Putri ngajakin gue ngefloor dan menyerang gue secara ganas.
Diubah oleh dasadharma10 19-12-2016 22:11
0


