Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Yaudah, gue mati aja

Cover By: kakeksegalatahu


Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.





Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue



emoticon-Bettyemoticon-Betty emoticon-Betty



----------




SECOND STORY VOTE:
A. #teambefore
B. #teamafter
C. #teamfuture

PREDIKSI KASKUSER = EMIL



----------



PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.



----------


Spoiler for QandA:


WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+



NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY


Spoiler for Ilustrasi:


Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.


Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
JabLai cOYAvatar border
mazyudyudAvatar border
xue.shanAvatar border
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#103
PART 19


Hari pertama di Jogja gue manfaatkan untuk membersihkan kamar kos. Karena barang-barang gue masih belum dateng dari Bekasi, jadi kamar masih kosong dan gue bisa lebih leluasa membersihkan kamar. Gue bersihkan bagian lantai, dinding dan langit-langit kamar dengan teliti, gue nggak mau virus dari penghuni sebelumnya merasuk ke dalam diri gue.

Dimana Emil? Di dalem kamar gue. Bantuin gue bersihin kamar? Enggak. Emil di atas kasur nontonin gue bersih-bersih kamar. Yang jelas gue sebisa mungkin nggak pengin berinteraksi dengan dia. Sudah cukup engkau merampas ketenanganku di Jogja gadis muda.

Karena gue kurang suka warna oranye, dan gue ngerasa nggak cocok dengan warna kamar, gue bermaksud untuk melakukan cat ulang. Rencananya bakalan gue cat biru atau hijau sesuai warna favorit. Karena gue belum tau dimana tempat beli cat tembok di Jogja, jadi gue bertanya pada salah satu orang yang sepertinya cukup tau wilayah kota Jogja. Bapak kos? Bukan, gue nggak seberani itu buat tanya pada bapak kos. Untuk cari aman gue bertanya pada mas-mas yang semalem bukain pintu pagar buat gue. Untungnya gue bisa menemukan dia di ruang tamu kos.

“Misi mas, mau nanya dong,” sapa gue.
“Oh, nama ya … aku Roni,” balasnya.
“Bukan mas, mau nanya tempat yang jual cat tembok,” lanjut gue.
“….” Dia mengernyitkan dahi.
“Mau buat cat tembok kamar mas,” tambah gue.
“Kok kamu nyolot?”
“Ha? Maaf mas jangan salah paham,” gue mulai panik.
“Lain kali kenalin diri dulu baru ngomong.” Dia berdiri dari tiduran di sofa. “Yaudah, ayo tak anterin.”
“Makasih mas, sekali lagi maaf mas.”

Akhirnya gue dianterin sama itu mas-mas yang ngenalin diri tanpa ditanya. Mas Roni mengantar gue pake mobilnya. Meski sedikit pengap karena dia nggak nyalain AC, gue tetap bertahan karena gue dapet tumpangan gratis.

“Oh ya, namamu siapa?” tanya mas Roni.
“Aku Dawi mas,” balas gue sambil buka gps. “Toko catnya daerah mana mas?”
“Deket kok, daerah Gejayan,” jelasnya sambil mengemudikan mobil. “Abis ini mau kemana Wi?”
“Nggak kemana-mana sih mas,” jawab gue. “Mau jajan dulu nggak mas? Aku bayarin deh, itung-itung salam perkenalan.”

Pulang dari toko cat, gue dibawa sama mas Roni ke salah satu kafe yang nggak cukup jauh dari toko cat. Kafenya lumayan bagus dan sepertinya menu disana sedikit lebih mahal dari rata-rata. Gue sih nggak masalah, gue bawa duit banyak, nggak bakalan hari ini gue disuruh mencuci piring.
Setelah memarkirkan mobil, kita berdua masuk kafe dan langsung menuju smooking room.

“Ngerokok nggak Wi?” tanya mas Roni.
“Iya mas, tapi lagi nggak bawa ini,” gue jujur.
“Nih … rokok punyaku aja, cobain deh.” Dia mengeluarkan rokoknya. “Import tuh.”
“Okelah.” Gue ambil itu rokok lalu menyulutnya. “Kalo gitu, mas aja deh yang pilih menunya, bebas!”

Gue terlalu terbuai dengan perlakuan baik dari mas Roni. Mulai dari memberi tumpangan sampai membagi rokok yang katanya import. Hingga akhirnya gue tersadarkan oleh bill yang angkanya bikin gue harus narik duit di ATM. Jajan berdua sama cowok habisnya sampai tiga ratus ribu. Lebih mahal daripada jalan sama pacar sendiri, meskipun gue belum pernah jajan sama pacar.

Kita harus tetap berperasangka baik kepada orang lain. Itulah prinsip yang pernah bokap tanamkan pada pemikiran setiap anaknya. Gue mencoba berpikir dengan dingin. Nggak masalah kalo pertama kali keluar buat ngerayain perkenalan dengan cara hura-hura dikit.

“Makasih ya Wi, kayaknya kamu sedikit dermawan,” komentar mas Roni.
Gue cuma senyum-senyum geli mendapat pujian dari mas-mas si sebelah gue.

Di tengah perjalan, mobil mas Roni mogok.

“Wi, kayaknya ini mobil kudu didorong deh.”

Terpaksalah gue turun lalu mendorong mobil ldengan posisi dia tetap di dalam mobil. Panas-panas gini dorong mobil orang yang malemnya ngerjain gue dan siangnya morotin gue. SURGA!

Laju mobil yang gue dorong perlahan melambat. Bukan karena gue kecapean, bukan. Bukan juga karena si komo lewat, bukan. Tapi karena mobil di rem sama yang punya.

“Wi, kayaknya gara-gara bensinnya abis deh ini!” teriak mas Roni dari dalam mobil.
“Waduh, jadi aku harus dorong sampe kosan?! Bakalan geser ini engkel!” balas gue.
“Sebenernya di depan ada pom bensin sih Wi, tapi aku lagi nggak bawa dompet.”
“Bantuin dorong, nanti aku yang bayarin bensinnya!” teriak gue setengah megangin sendi yang sepertinya mulai geser.

Akhirnya kita berdua dorong mobil sampe ke pom bensin. Karena kecapean, gue menunggu mobil yang antre diisi bensin dengan duduk selonjoran di dekat mushola. Nggak lama kemudian mas Roni memanggil gue untuk membayar bensin.

Awalnya gue kira pandangan gue sedikit bermasalah gara-gara kecapean dorong mobil di bawah matahari yang terik. Tapi setelah mengedipkan mata berulang kali barulah gue sadar kalo dompet guelah yang berada dalam masalah.

Suatu kebodohan karena gue sudah berpikir kalo mas Roni adalah orang baik. Suatu kebodohan juga karena gue udah jajanin dia. Dan suatu kebodohan juga karena gue mempercayakan urusan finansial kepada orang yang baru gue kenal, terutama dia.

Sekitar jam setengah tiga sore kita sampe di kosan. Gue nggak mengucapkan sepatah kata pun selain kata terima kasih. Jalan sama mas Roni menguras kantong gue, nggak, lebih tepatnya menguras ATM gue hingga setengah juta. Gue yang udah terlanjur gondok langsung masuk kamar dan mulai melakukan pengecatan tembok untuk menyalurkan emosi gue. Bisa ditebak, hasilnya hancur.
Diubah oleh dasadharma10 05-02-2016 08:40
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.