- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#102
PART 18
Jujur gue seneng ada cewek cakep yang ngintilin gue. Bahkan cewek cakep itu, maksud gue Emil, dia tidur di kamar kos gue. Tapi bukan berarti saking senengnya di intilin, gue jadi rela tidur di sofa ruang tamu kos kaya gini juga.
Berhubung tadi pagi bapak kos sedang tidak berada di rumah kos, jadi satu-satunya kamar kos yang bisa di pake tidur cuma kamar gue. Karena kasurnya cuma satu jadi gue mengalah pada Emil dan akhirnya gue tidur di sofa. Oke, gue ngaku. Gue ditendang keluar kamar, gue dipaksa Emil buat tidur di sofa. Harusnya gue yang tidur di kasur, minimal saling berbagi dan tidur berdua. Maksud gue, nggak ada salahnya dong, kasur itu juga cukup buat tidur dua sampai tiga orang, kalo dipake tidur vertikal dengan kaki menggantung.
“Dawi… bangun.”
“Apa sih Mil? Gue masih ngantuk,” jawab gue pada suara Emil.
“Kamu berat tau Wi.” Emil menggoyang-goyangkan badan gue.
“Ya … lo ngapain pake goyang-goyangin gue juga sih.”
“Coba deh melek dulu.” Emil membuka kelopak mata gue dengan telunjuknya.
Apa yang gue lihat? Muka Emil? Bukan, sesuatu yang lebih sangar dan garang. Emang ada? Untuk saat ini ada, bapak pemilik kos. Buru-buru gue lompat dari posisi tidur gue.
“Pagi pak!” jawab gue lantang.
“Kamu buta? nggak bisa lihat jam?!” bentak bapak kos.
“Maaf pak!”
“Cuci muka kamu!” bentaknya lagi.
Gue langsung lari ke kamar mandi di kamar gue dan cuci muka serta gosok gigi. Tidur baru berapa jam udah diganggu Emil dan kena bentak bapak kos yang notabennya mantan seorang prajurit kopasus. Udah bisa ditebak, hari ini gue bakal kena sial untuk kesekian kalinya di Jogja.
Setelah nafas gue enggak bau lagi dan muka sedikit agak mendingan, gue kembali menghadap bapak kos,
“Siang pak!”
“Sini kamu!” perintahnya.
Gue segera duduk di sofa depan bapak kos.
“Kemarin kamu bilang mau sampai kos jam berapa?” tanya bapak kos.
“Jam 2 pak!” jawab gue.
“Terus tadi pagi kamu sampai kos jam berapa?”
“….” Gue sama sekali nggak inget sampe di kos jam berapa.
“Jawab saya! Dan kenapa kamu bisa terlambat?” nada suara bapak kos meninggi.
“A… anu pak! Anu, sekitar jam setengah 4 pak! Semua ini gara-gara—”
BLETAK!
Kepala gue dilempar kaleng softdrink sama Emil.
Bapak kos menengok ke arah Emil, “Kenapa dilempar?”
“Maaf! tangan saya terpleset pak! tidak sengaja!” jawab Emil.
Jujur gue seneng ada cewek cakep yang ngintilin gue. Bahkan cewek cakep itu, maksud gue Emil, dia tidur di kamar kos gue. Tapi bukan berarti saking senengnya di intilin, gue jadi rela tidur di sofa ruang tamu kos kaya gini juga.
Berhubung tadi pagi bapak kos sedang tidak berada di rumah kos, jadi satu-satunya kamar kos yang bisa di pake tidur cuma kamar gue. Karena kasurnya cuma satu jadi gue mengalah pada Emil dan akhirnya gue tidur di sofa. Oke, gue ngaku. Gue ditendang keluar kamar, gue dipaksa Emil buat tidur di sofa. Harusnya gue yang tidur di kasur, minimal saling berbagi dan tidur berdua. Maksud gue, nggak ada salahnya dong, kasur itu juga cukup buat tidur dua sampai tiga orang, kalo dipake tidur vertikal dengan kaki menggantung.
“Dawi… bangun.”
“Apa sih Mil? Gue masih ngantuk,” jawab gue pada suara Emil.
“Kamu berat tau Wi.” Emil menggoyang-goyangkan badan gue.
“Ya … lo ngapain pake goyang-goyangin gue juga sih.”
“Coba deh melek dulu.” Emil membuka kelopak mata gue dengan telunjuknya.
Apa yang gue lihat? Muka Emil? Bukan, sesuatu yang lebih sangar dan garang. Emang ada? Untuk saat ini ada, bapak pemilik kos. Buru-buru gue lompat dari posisi tidur gue.
“Pagi pak!” jawab gue lantang.
“Kamu buta? nggak bisa lihat jam?!” bentak bapak kos.
“Maaf pak!”
“Cuci muka kamu!” bentaknya lagi.
Gue langsung lari ke kamar mandi di kamar gue dan cuci muka serta gosok gigi. Tidur baru berapa jam udah diganggu Emil dan kena bentak bapak kos yang notabennya mantan seorang prajurit kopasus. Udah bisa ditebak, hari ini gue bakal kena sial untuk kesekian kalinya di Jogja.
Setelah nafas gue enggak bau lagi dan muka sedikit agak mendingan, gue kembali menghadap bapak kos,
“Siang pak!”
“Sini kamu!” perintahnya.
Gue segera duduk di sofa depan bapak kos.
“Kemarin kamu bilang mau sampai kos jam berapa?” tanya bapak kos.
“Jam 2 pak!” jawab gue.
“Terus tadi pagi kamu sampai kos jam berapa?”
“….” Gue sama sekali nggak inget sampe di kos jam berapa.
“Jawab saya! Dan kenapa kamu bisa terlambat?” nada suara bapak kos meninggi.
“A… anu pak! Anu, sekitar jam setengah 4 pak! Semua ini gara-gara—”
BLETAK!
Kepala gue dilempar kaleng softdrink sama Emil.
Bapak kos menengok ke arah Emil, “Kenapa dilempar?”
“Maaf! tangan saya terpleset pak! tidak sengaja!” jawab Emil.
JabLai cOY memberi reputasi
1


