She finds it hard to trust someone,
She's heard the words cause they've all been sung.
She's the girl in the corner,
She's the girl nobody loved.
But I can't, I can't, can't stop thinking about you everyday,
And you can't, you can't,
you can't listen to what people say.
They don't know you baby,
Don't know that you're amazing,
But I'm here to stay.
When you lose your way and the fight is gone,
Your heart starts to break
And you need someone around now.
Just close your eyes while I put my arms above you,
And make you unbreakable.
She stands in the rain, just to hide it all.
If you ever turn around,
I won't let you fall down now.
I swear I'll find your smile,
And put my arms above you,
And make you unbreakable.
I'll make you unbreakable.
Cause she's the girl that I never had,
She's the heart that I wanted bad.
The song I heard on the radio
That made me stop and think of her.
And I can't, I can't, I can't concentrate anymore.
And I need, I need,
Need to show her what her heart is for,
It's been mistreated badly,
Now her world has started falling apart,
Falling apart.
When you lose your way and the fight is gone,
Your heart starts to break
And you need someone around now.
Just close your eyes while I put my arms above you,
And make you unbreakable.
She stands in the rain, just to hide it all.
If you ever turn around,
I won't let you fall down now.
I swear I'll find your smile,
And put my arms above you,
And make you unbreakable.
You need to know that somebody's there all the time,
I'd wait in line, and I hope it yours.
I can't walk away 'til your heart knows,
That it's beautiful.
Oh, I hope it knows, It's beautiful.
When you lose your way and the fight is gone,
Your heart starts to break
And you need someone around now.
Just close your eyes while I put my arms above you
And make you unbreakable.
She stands in the rain, just to hide it all.
If you ever turn around,
I won't let you fall down now.
I swear I'll find your smile,
And put my arms above you,
And make you unbreakable.
Cause I love, I love, I love, I love you darling.
Yes I love, I love, I love, I love you darling.
And I'll put my arms around you,
And make you unbreakable.
Kemarin-dulu, waktu masih terpisah jarak antara Semarang-Jakarta, hati gua nggak pernah merasakan hal yang seperti ini. Tapi, sekarang, kali ini, beda!
Dulu, walaupun terpisah jauh, tapi gua merasa selalu ada yang memperhatikan gua, selalu ada yang menjadi tempat berbagi cerita, selalu ada dia, selalu ada Marcella. Tapi, sekarang… Sejak Marcella pindah ke Bandung dan menyisakan sebuah catatan yang sulit untuk di mengerti, gua seperti memiliki perasaan aneh yang begitu nggak nyaman di hati. Semarang-Bandung bukanlah jarak yang terlalu jauh untuk disambangi oleh cinta, bahkan nggak lebih jauh daripada Semarang-Jakarta, tapi kini seakan jarak benar-benar menjadi pemisah.
Setelah sekian lama, barulah gua mengerti. Bahwa sejatinya bukanlah jarak yang jadi pemisah. Justru ‘cinta’ lah yang mampu mendekatkan yang terasa jauh.
Sekarang, semua terasa hampa. Setiap pagi gua bangun dan terduduk diatas Kasur sambil memandang nanar kearah ponsel diatas meja kecil disebelah tempat tidur. Berharap benda kecil itu bergetar sebentar sambil mengedipkan layar-nya, menerima pesan masuk dari Marcella; “Ayiiip.. bangun, solat subuh”, begitu pula saat tengah beraktifitas di kampus, nggak henti-hentinya gua berkali-kali mengerluarkan ponsel dari dalam saku kantong celana jeans, membuka kunci layar ponsel, berharap ada pesan masuk atau panggilan tak terjawab yang luput dari pendengaran gua. Tapi? Nihil.
Nggak ada lagi pesan pengingat solat, nggak ada lagi wejangan ‘belajar yang bener’, nggak ada lagi yang ‘ngomel’ kalau gua nggak ngasih kabar dan nggak ada lagi yang menghangatkan malam menjelang tidur dengan kata-kata sayang.
Penyesalan itu datangnya belakangan.
Memang! Dan nggak ada orang yang senang saat terjadi penyesalan. Gua pun begitu.
Fani, yang sebelumnya merupakan daya Tarik terbesar untuk mendua dari Marcella, kini nyaris nggak punya efek sama sekali buat gua. Tapi, justru hal yang dulu gua harapkan terjadi, malah datang disaat yang seperti sekarang.
“Rif…”
“…”Gua nggak menjawab, hanya menolehkan kepala kearah Fani yang duduk disofa disebelah gua. “Kenapa sih lo, diem aja belakangan ini?”
“Gapapa..” gua berbohong. “Ada masalah? Cerita dong…” Fani bertanya. “Nggak ada, bener..” Gua berbohong lagi, kali ini sambil tersenyum mencoba meyakinkannya.
Tapi, bukannya yakin. Entah kenapa Fani malah seakan semakin curiga kalau ada yang gua sembunyikan. Dia lalu menepuk pundak gua; “Yaudah, kalo nggak mau cerita nggak apa-apa.. tapi ntar kalo lo berubah pikiran dan pengen cerita, pangil gue ya..”
---
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan.
Gua mulai terbiasa dengan padatnya jadwal kuliah, mulai terbiasa ngirit saat pertengahan bulan dan mulai terbiasa bangun pagi. Anehnya, rasa kehilangan gua terhadap Marcella nggak pernah hilang. Setiap hari, gua masih melakukan rutinitas yang sama, mengecek layar ponsel, berharap ada pesan dari-nya. Dalam ukuran ‘cinta’ bisa saja gua nekad untuk menyusul dan mencari Marcella ke Bandung. Tapi, dalam kapasitas gua yang saat ini ‘cuma’ mahasiswa yang banyak keterbatasan, apalagi soal ‘uang’ dan factor ‘membaca’ terkadang konsep ‘ke-nekad-an’ seperti itu acapkali gua abaikan. Biarlah, gua pasrah dan mengamini apa yang pernah diukatakan Marcella; kalau memang jodoh nanti pasti bertemu lagi.
Tapi, hidup kan harus tetap berjalan. Masa iya cuma gara-gara cinta lalu pendidikan gua putus ditengah jalan. Masa iya cuma gara-gara cinta, lalu gua enggan bergaul dan bersosialisasi. Justru, kesibukanlah yang membuat gua semakin lupa akan Marcella, nongkrong bareng teman-teman juga seringkali bikin jenuh dan perasaan menyesal yang masih tersisa sedikit terlupakan. Apalagi kalau sedang nongkrong bareng dengan si Exka dan Anang yang memang terkenal sebagai pasangan ‘nabi’ dilingkungan kos-kosan. Mereka di cap begitu, karena perilakunya di khalayak ramai bagaikan nabi yang tanpa cela. Penuh sopan santun dan selalu berbanding lurus dengan tuntunan agam. Padahal, kalau khalayak tau ‘penampakan’ asli-nya. Beuh.. dijamin pasti langsung pada syahadat ulang.
“Ka, gua punya pertanyaan buat lu..” Anang bicara ke Exka, sambil mengangkat jari telunjuknya.
Exka, lalu menganggukkan kepalanya seraya menggerakkan tangan, sebuah gestur mempersilahkan.
“Kalau ada orang yang minuman keras, tapi dia tetap menjalankan solat, bagaimana hukumnya?”
Exka lalu membenahi posisi duduknya yang tengah bersila, kemudian berdehem sebentar lalu mulai angkat bicara; “Sesungguhnya… barang siapa yang mabok-mabokan atau meminum khmar maka solatnya tidak akan diterima selama 40 hari..”
“Berarti, kalau habis mabok nggak usah solat dong selama 40 hari?” Gua lalu bertanya ke Exka.
“Oh tidak-tidak.. jadi, yang nggak diterima tuh pahala solat selama 40 hari sebelum-nya..” Exka menjelaskan sambil tanganya menggerakan jari telunjuknya kekiri dan kekanan. Setelah itu dia menghabiskan gelas kecil berisi Anggur merah dengan sekali teguk.
“Ah.. enak..” Exka menggumam sementara lidahnya keluar menjilati sisa anggur disudut bibirnya.
Buat kami; Gua, anang dan Fani. Pemandangan seperti ini merupakan hal lumrah dan paling biasa. Seperti yang gua bilang tadi, kalau dihadapan umum atau didepan khalayak ramai. Maka Exka, bakal menjelma menjadi mahasiswa soleh nan santun tapi saat berada di kamar kos atau ditempat yang sepi maka dia bakal menjadi mahasiswa yang seperti kebanyakan mahasiswa; Mabok, nonton bokep, nge-ganja bahkan bikin rencana nyolong makanan di warung. Lumrah! Pasalnya, si Exka ini, selama 6 tahun hidup dan dibesarkan dikalangan pesantren. Sejak kecil hidupnya sudahlah diisi dengan banyak ilmu dan pengetahuan agama. Nah, begitu keluar dan lulus dari pesantren, Exka bagaikan banteng yang baru dilepas dari kandang.
“Anggur? Haram!... sekali haram tetap haram..” Itu kata Exka dulu waktu pertama kali ditawari minuman anggur.
“Buset, minuman enak begini kok haram-ya?” Itu kata-kata Exka minggu berikutnya.
Pernah suatu kali saat tengah bulan puasa.
Gua yang memang nggak tahan banget puasa, akhirnya harus takluk dengan sinar matahari yang sedang terik-teriknya. Minumlah gua bergelas-gelas air pada waktu itu, tapi setelah dipikir-pikir kok sayang ya kalau batal puasa tapi cuma minum air putih doang. Tapi, mau ke warung buat beli mie instan, malu. Akhirnya gua ke kamar si Anang, siapa tau dia punya stok mie instan.
“Nang, punya indomie nggak?” Gua bertanya sambil membuka pintu kamarnya. Didalam kamar terlihat anang dan Exka tengah tidur-tiduran sambil menonton drama Korea; “Full House” di laptop.
“Nggak punya..” Anang menjawab santai.
“Emang lu nggak puasa?” Exka bertanya.
Gua nggak menjawab, hanya tersenyum.
“Gua mau beli ke warung.. tapi.. malu..”
“Malu sama siapa?” Exka bertanya lagi.
“Sama yang punya warung lah, masa tengah hari begini belanja indomie..” gua menjawab
Exka lalu duduk bersila, tanganya mengepal sementara telunjuknya mengarah ke atas; “Lu harusnya malu sama Allah.. ngapain lu malu sama yang punya warung..”
Males denger ceramah Exka, akhirnya gua bergegas menutup pintu. Mending beli sendiri.
“Woi, mau kemana lu?” Exka bertanya sambil berusaha mengejar gua.
Gua mengeryitkan dahi. “Kok bisa gua yang nggak setiakawan. Kan gua nggak ngajak-ngajak lu batal..”
“Ya gua nitip lah kalo mau beli Indomie…” Exka lalu menyodorkan uang lima ribuan ke arah gua.
Gua lalu berjalan kembali ke arahnya lalu berbisik kepadanya; “Bangke…”
---
Ya itu sih sedikit intermezzo aja mengenai betapa ‘bahagia-nya’ hidup di kos-kosan yang jauh dari orang tua. Oh iya, FYI aja, buat kalian yang punya saudara, pacar, kerabat atau teman yang kuliah di luar kota dan nge-kost. Gua jamin kehidupan mereka pasti nggak jauh dari tiga hal; Bokep, kesiangan dan Mie instan”. Jadi, se-santun, disiplin, alim, sehat dan rajinnya manusia kalau kulaih diluar kota, pasti mengalami salah satunya (atau bahkan ketiganya sekaligus). Pasti!
Nah, hal kayak gitulah yang kadang sedikit melunakkan masalah pelik tentang cinta. Dan hal-hal seperti yang sudah gua ceritakan diatas terjadi berulang-ulang kali hingga akhirnya gua dan kami semua lulus kuliah.
Fani?
Bagaimana dengan Fani?
Fani punya hati yang nggak keropos seperti gua. Kalau Fani goyah sedikit saja hatinya mungkin (bisa jadi) gua dan Fani bakal backstreet dengan catatan si Fani selingkuh. Tapi, Fani nggak seperti itu. Fani memegang teguh janji yang telah dibuat bersama pacaranya di Jakarta agar sama-sama setia. Atau bisa jadi, gua kurang tampan untuk bisa mengalihkan perhatian Fani dari cowoknya, entah.
Dan rasa kehilangan Marcella pun sedikit demi sedikit pudar. Beralih kebanyak hal lainnya, gua yang kini tengah menggeluti hobi fotografi sudah mulai asik sendiri dalam dunia ini. Apalagi tatkala hobi seperti ini bisa menjadi sumber penghasilan. Gua mulai terlena, perlahan bukan hanya Marcella yang terlupa, masa depan akan cinta pun seakan enggan hadir untuk gua.
AC/DC - Highway To Hell
Livin' easy
Lovin' free
Season ticket on a one way ride
Askin' nothin'
Leave me be
Takin' everythin' in my stride
Don't need reason
Don't need rhyme
Ain't nothin' that I'd rather do
Goin' down
Party time
My friends are gonna be there too
I'm on the highway to hell
On the highway to hell
Highway to hell
I'm on the highway to hell
No stop signs
Speed limit
Nobody's gonna slow me down
Like a wheel
Gonna spin it
Nobody's gonna mess me around
Hey, Satan
Payin' my dues
Playin' in a rockin' band
Hey, mamma
Look at me
I'm on the way to the promised land
I'm on the highway to hell
Highway to hell
I'm on the highway to hell
Highway to hell
Don't stop me
I'm on the highway to hell
On the highway to hell
I'm on the highway to hell
On the highway to hell
(highway to hell) I'm on the highway to hell
(highway to hell) highway to hell
(highway to hell) highway to hell
(highway to hell)
And I'm goin' down
All the way
I'm on the highway to hell