- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#7
PART 4
Ada juga kejadian saat gue lagi deket sama temen sekelas Inah, namanya Risti. Seperti kebanyakan cewek lucu lainnya, Risti suka mainin pipi, tapi pipi orang lain. Pertama kali gue kenal sama Risti adalah ketika dia nganterin Inah ke kelas gue buat pinjem hape. Malam setelah pertemuan itu, gue meminta nomor Risti pada Inah secara terang-terangan, dan untungnya dengan senang hati Inah memberikan nomor Risti.
Berawal dari yang tadinya cuma sms ‘hai’ dan ‘lagi apa?’ lama kelamaan sms gue berubah jadi ‘besok aku ke kelas kamu ya?’ Nggak butuh waktu lama, kita berdua lengket satu sama lain. Bahkan hubungan kita bukan kayak perangko dan amplop tapi kayak lem dan lem, nggak bisa dipisahin.
Menurut gue, Risti anaknya perhatian dan baik. Selain sering smsin gue malem-malem, dia juga sering dateng ke lapangan basket cuma buat nemenin gue. Nemenin gue nonton temen gue yang lagi latihan basket.
Satu hal yang gue catat dari Risti, dia suka banget nonton film, dan ini gue lihat sebagai peluang buat gue makin deket sama Risti. Gue gunakan kesempatan ini buat menyatakan perasaan gue ke dia.
Bagi gue hari penembakan adalah hari yang cukup sakral. Gue bakalan butuh sedikit privasi. Jadi gue memutuskan buat menonton film di rumah. Selain itu, uang saku gue juga nggak bakalan berkurang kalo nonton filmnya di rumah.
Minggu pagi adalah waktu buat keluarga gue pergi car free day buat olahraga, jadi ada waktu yang pas buat gue nonton berdua dengan Risti. Gue segera merencanakan segala sesuatu yang gue perlukan untuk hari penembakan. Setelah gue siap lahir dan batin, gue menghubungi dia dan mengutarakan maksud gue. Mungkin memang ini yang dinamakan saling suka, dia langsung menyanggupi ajakan gue buat nonton film.
Malam hari sebelum hari penembakan gue mengirim sms ke Risti, tapi karena pulsa gue habis jadi gue minta tolong Inah buat sms dia. Inah meminjamkan hape dengan muka ikhlas, tanpa pelit pulsa seperti biasanya. Bahkan Inah juga membantu gue merangkai kata-kata sms yang gue tujukan untuk Risti itu. Awalnya gue kira itu artinya Inah mendukung gue buat deketin salah satu temen baiknya, tapi ternyata gue salah.
Minggu pagi setelah keluarga gue berangkat pergi olahraga ke car free day, Risti datang ke rumah.
“Katanya mau ngajakin nonton? mau nonton apa?” tanya Risti lagi.
“Film baru, kata yang jual sih lucu gitu.” Gue ajak Risti ke ruang tengah.
“Oh, ok.”
“Itu cari aja film ATM dari Thailand, kemarin baru aku beli.” Gue menunjukan rak DVD lalu berjalan ke dapur bikin minum buat Risti.
“Kok cover DVDnya kayak gini ya?” seru Risti dari ruang tengah.
“Iya emang agak aneh, tapi bagus kok itu,” seru gue.
Setelah minuman jadi, gue masuk ke kamar gue mengambil bantal. Sambil membawa baki minum dan bantal, gue menyusul Risti ke ruang tengah.
“Kok belum di play?” tanya gue.
“Nungguin kakak,” kata Risti malu-malu.
Risti menekan tombol play dan kami berdua mulai menonton film itu. Betapa kagetnya gue karena adegan awal di film itu lebih mirip dengan film bokep daripada film komedi.
Gue mulai salah tingkah.
“Ini kok filmnya gini sih?” ucap Risti lirih.
Adegan selanjutnya ada dua orang pria yang membuka pakaiannya. Gue mencoba berpikir positif, mungkin ini komedi yang agak dewasa, jadi wajar saja kalo cuma adegan buka baju. Gue tetap menonton film itu, tentunya dengan sedikit cemas.
“Kamu nggak salah milih filmnya kan Ris?” tanya gue.
“Enggak! Ini film Thailand satu-satunya di rak kok!”
Adegan selanjutnya udah mulai nggak bener, kedua pria berbadan kekar itu sedang berhubungan badan. Gue shock melihat film dari DVD yang gue beli. Waktu gue tengok ke arah Risti, gue mendadak makin salah tingkah karena Risti nangis. Gue yakin banget, pasti dia berpikir kalo gue ini cowok nggak bener. Film yang seharusnya komedi percintaan berubah menjadi film dua orang pria Thailand yang saling bergantian menusukkan barangnya satu sama lain.
Dalam keadaan menangis Risti minta pulang, gue yang udah salah tingkah nggak karuan cuma bisa manggut-manggut. Gue telepon ojek langganan gue dan memintanya untuk segera datang ke rumah.
Suara film dan suara tangisan Risti bikin tingkah gue makin nggak karuan. Gue ambil remot bermaksud memelankan suara tv. Tapi begonya gue, bukannya menekan tombol minus, gue malah menekan tombol plus. Makin kencang suara tv, makin kencang juga suara tangis Risti.
“AKU MAU PULAAANG!” teriak Risti di tengah tangisnya.
“....”
“MAU PULAAAAANG!” dia makin histeris.
“I ... Iyaaa … sabar," kata gue menenangkan. "Tu ... tukang ojeknya belum sampe.”
Kejadian itu berlangsung lama. Risti nggak berhenti teriak sampe kuping gue banjir congek. Untungnya tukang ojek gue segera dateng dan Risti segera keluar dari rumah gue.
Setelah plat nomor tukang ojek nggak kelihatan lagi, gue segera kembali ke dalam rumah mematikan tv. Kaset DVD nggak jelas itu langsung gue keluarin dari DVD player. Betapa kagetnya gue, bukan DVD film komedi Thailand yang keluar melainkan DVD bokep Thailand yang entah dari mana asalnya. Spontan aja gue patahin itu DVD nggak jelas dan langsung gue buang ke tempat sampah nenek sebelah rumah.
Besoknya di sekolah gue temuin Risti bermaksud meminta maaf, gue berharap hubungan kita masih bisa dilanjutkan. Tapi sayangnya Risti berpendapat lain.
“Nggak ada yang perlu dimaafin kok. Kemarin Risti cuma shock aja, orang yang selama ini Risti suka ternyata bengkok,” ucap Risti dengan senyum lugu yang bikin gue makin terlihat homo.
Untungnya berita tentang gue homo nggak tersebar di sekolah. Gue bangga punya mantan gebetan kayak Risti, dia menghormati privasi orang. Hanya saja, setelah itu ada beberapa temen cowok gue yang tiba-tiba jadi suka elus-elus paha gue, dari bawah meja. Iya, dari bawah meja.
Ada juga kejadian saat gue lagi deket sama temen sekelas Inah, namanya Risti. Seperti kebanyakan cewek lucu lainnya, Risti suka mainin pipi, tapi pipi orang lain. Pertama kali gue kenal sama Risti adalah ketika dia nganterin Inah ke kelas gue buat pinjem hape. Malam setelah pertemuan itu, gue meminta nomor Risti pada Inah secara terang-terangan, dan untungnya dengan senang hati Inah memberikan nomor Risti.
Berawal dari yang tadinya cuma sms ‘hai’ dan ‘lagi apa?’ lama kelamaan sms gue berubah jadi ‘besok aku ke kelas kamu ya?’ Nggak butuh waktu lama, kita berdua lengket satu sama lain. Bahkan hubungan kita bukan kayak perangko dan amplop tapi kayak lem dan lem, nggak bisa dipisahin.
Menurut gue, Risti anaknya perhatian dan baik. Selain sering smsin gue malem-malem, dia juga sering dateng ke lapangan basket cuma buat nemenin gue. Nemenin gue nonton temen gue yang lagi latihan basket.
Satu hal yang gue catat dari Risti, dia suka banget nonton film, dan ini gue lihat sebagai peluang buat gue makin deket sama Risti. Gue gunakan kesempatan ini buat menyatakan perasaan gue ke dia.
Bagi gue hari penembakan adalah hari yang cukup sakral. Gue bakalan butuh sedikit privasi. Jadi gue memutuskan buat menonton film di rumah. Selain itu, uang saku gue juga nggak bakalan berkurang kalo nonton filmnya di rumah.
Minggu pagi adalah waktu buat keluarga gue pergi car free day buat olahraga, jadi ada waktu yang pas buat gue nonton berdua dengan Risti. Gue segera merencanakan segala sesuatu yang gue perlukan untuk hari penembakan. Setelah gue siap lahir dan batin, gue menghubungi dia dan mengutarakan maksud gue. Mungkin memang ini yang dinamakan saling suka, dia langsung menyanggupi ajakan gue buat nonton film.
Malam hari sebelum hari penembakan gue mengirim sms ke Risti, tapi karena pulsa gue habis jadi gue minta tolong Inah buat sms dia. Inah meminjamkan hape dengan muka ikhlas, tanpa pelit pulsa seperti biasanya. Bahkan Inah juga membantu gue merangkai kata-kata sms yang gue tujukan untuk Risti itu. Awalnya gue kira itu artinya Inah mendukung gue buat deketin salah satu temen baiknya, tapi ternyata gue salah.
Minggu pagi setelah keluarga gue berangkat pergi olahraga ke car free day, Risti datang ke rumah.
“Katanya mau ngajakin nonton? mau nonton apa?” tanya Risti lagi.
“Film baru, kata yang jual sih lucu gitu.” Gue ajak Risti ke ruang tengah.
“Oh, ok.”
“Itu cari aja film ATM dari Thailand, kemarin baru aku beli.” Gue menunjukan rak DVD lalu berjalan ke dapur bikin minum buat Risti.
“Kok cover DVDnya kayak gini ya?” seru Risti dari ruang tengah.
“Iya emang agak aneh, tapi bagus kok itu,” seru gue.
Setelah minuman jadi, gue masuk ke kamar gue mengambil bantal. Sambil membawa baki minum dan bantal, gue menyusul Risti ke ruang tengah.
“Kok belum di play?” tanya gue.
“Nungguin kakak,” kata Risti malu-malu.
Risti menekan tombol play dan kami berdua mulai menonton film itu. Betapa kagetnya gue karena adegan awal di film itu lebih mirip dengan film bokep daripada film komedi.
Gue mulai salah tingkah.
“Ini kok filmnya gini sih?” ucap Risti lirih.
Adegan selanjutnya ada dua orang pria yang membuka pakaiannya. Gue mencoba berpikir positif, mungkin ini komedi yang agak dewasa, jadi wajar saja kalo cuma adegan buka baju. Gue tetap menonton film itu, tentunya dengan sedikit cemas.
“Kamu nggak salah milih filmnya kan Ris?” tanya gue.
“Enggak! Ini film Thailand satu-satunya di rak kok!”
Adegan selanjutnya udah mulai nggak bener, kedua pria berbadan kekar itu sedang berhubungan badan. Gue shock melihat film dari DVD yang gue beli. Waktu gue tengok ke arah Risti, gue mendadak makin salah tingkah karena Risti nangis. Gue yakin banget, pasti dia berpikir kalo gue ini cowok nggak bener. Film yang seharusnya komedi percintaan berubah menjadi film dua orang pria Thailand yang saling bergantian menusukkan barangnya satu sama lain.
Dalam keadaan menangis Risti minta pulang, gue yang udah salah tingkah nggak karuan cuma bisa manggut-manggut. Gue telepon ojek langganan gue dan memintanya untuk segera datang ke rumah.
Suara film dan suara tangisan Risti bikin tingkah gue makin nggak karuan. Gue ambil remot bermaksud memelankan suara tv. Tapi begonya gue, bukannya menekan tombol minus, gue malah menekan tombol plus. Makin kencang suara tv, makin kencang juga suara tangis Risti.
“AKU MAU PULAAANG!” teriak Risti di tengah tangisnya.
“....”
“MAU PULAAAAANG!” dia makin histeris.
“I ... Iyaaa … sabar," kata gue menenangkan. "Tu ... tukang ojeknya belum sampe.”
Kejadian itu berlangsung lama. Risti nggak berhenti teriak sampe kuping gue banjir congek. Untungnya tukang ojek gue segera dateng dan Risti segera keluar dari rumah gue.
Setelah plat nomor tukang ojek nggak kelihatan lagi, gue segera kembali ke dalam rumah mematikan tv. Kaset DVD nggak jelas itu langsung gue keluarin dari DVD player. Betapa kagetnya gue, bukan DVD film komedi Thailand yang keluar melainkan DVD bokep Thailand yang entah dari mana asalnya. Spontan aja gue patahin itu DVD nggak jelas dan langsung gue buang ke tempat sampah nenek sebelah rumah.
Besoknya di sekolah gue temuin Risti bermaksud meminta maaf, gue berharap hubungan kita masih bisa dilanjutkan. Tapi sayangnya Risti berpendapat lain.
“Nggak ada yang perlu dimaafin kok. Kemarin Risti cuma shock aja, orang yang selama ini Risti suka ternyata bengkok,” ucap Risti dengan senyum lugu yang bikin gue makin terlihat homo.
Untungnya berita tentang gue homo nggak tersebar di sekolah. Gue bangga punya mantan gebetan kayak Risti, dia menghormati privasi orang. Hanya saja, setelah itu ada beberapa temen cowok gue yang tiba-tiba jadi suka elus-elus paha gue, dari bawah meja. Iya, dari bawah meja.
Diubah oleh dasadharma10 03-02-2016 09:47
aripinastiko612 dan JabLai cOY memberi reputasi
2


