- Beranda
- Stories from the Heart
AKU, KAMU, DAN LEMON
...
TS
beavermoon
AKU, KAMU, DAN LEMON
SELAMAT DATANG DI RUMAH BEAVERMOON
Hallo semua, salam hangat dari bawah Gorong-gorong Sudirman
Kali ini ane akan coba buat share cerita yang ane buat. Jadi, selamat menikmati cerita ini dan tetap dukung kami meskipun hasilnya ngga banget
Jangan lupa buat RATE jika berkenan di hati kalian dan KOMENG jika ada kritik dan saran

Spoiler for Tanya Jawab:
Tanya Jawab Seputar Cerita
Q: Ini cerita nyata atau fiksi?
A: Sebenernya cerita ini gabungan dari kisah nyata sama beberapa unsur fiksi
Q: Bagian yang nyata yang mana aja? Yang fiksi yang mana aja?
A: Nah, cerita ini dibuat agar para pembaca bisa berimajinasi secara individu. Jadi kalau di tanya yang nyata mana yang fiksi mana, ya coba bayangin aja sendiri
Q: Ini nama asli atau nama samaran?
A: Ada beberapa yang disamarkan karena privasi banget nget nget
Q: Kok banyak kentangnya sih? Kan jadi kesel
A: Tak kentang maka tak kenyang
Maklumlah namanya baru di dunia SFTH ini jadi ya banyakin kentangnya aja dulu
Q: Atas dasar apa cerita ini dibuat?
A: Asal mula bikin cerita ini sebenernya biar ngga gabut-gabut amat kalo malem kan daripada nontonin Saori Hara mulu mending bikin cerita
terus juga biar ngga galau galau amat belom lama menjadi jomblo lagi 
Q: Kok tampilan awalnya biasa aja sih?
A: Masih newbie ya, NI-U-BI!! Jadi belom ngerti ngerti amat apa yang harus ditampilin buat penghias tampilan awal cerita ini, kalo ada yang mau ngajarin ya monggo
Q: Ini cerita nyata atau fiksi?
A: Sebenernya cerita ini gabungan dari kisah nyata sama beberapa unsur fiksi

Q: Bagian yang nyata yang mana aja? Yang fiksi yang mana aja?
A: Nah, cerita ini dibuat agar para pembaca bisa berimajinasi secara individu. Jadi kalau di tanya yang nyata mana yang fiksi mana, ya coba bayangin aja sendiri

Q: Ini nama asli atau nama samaran?
A: Ada beberapa yang disamarkan karena privasi banget nget nget

Q: Kok banyak kentangnya sih? Kan jadi kesel

A: Tak kentang maka tak kenyang
Maklumlah namanya baru di dunia SFTH ini jadi ya banyakin kentangnya aja duluQ: Atas dasar apa cerita ini dibuat?
A: Asal mula bikin cerita ini sebenernya biar ngga gabut-gabut amat kalo malem kan daripada nontonin Saori Hara mulu mending bikin cerita
terus juga biar ngga galau galau amat belom lama menjadi jomblo lagi 
Q: Kok tampilan awalnya biasa aja sih?
A: Masih newbie ya, NI-U-BI!! Jadi belom ngerti ngerti amat apa yang harus ditampilin buat penghias tampilan awal cerita ini, kalo ada yang mau ngajarin ya monggo
Spoiler for Pembukaan:
AKU, KAMU, DAN LEMON
When life gives you lemons, make orange juice. Leave the world wondering how you did it
Cerita ini mengisahkan tentang remaja-remaja yang mulai beranjak dewasa. Konflik yang sering terjadi menjadi kisah mereka masing-masing. Mengejar mimpi, cita-cita, dan cinta mereka melengkapi kisah hidup mereka.
Pada dasarnya manusia diciptakan untuk berusaha dan mengejar apa yang mereka impikan. Jurang dalam yang menghadang dapat mereka tempuh dengan susah payah, namun hanya tinggal lubang kecil di depan mata, mereka menyatakan untuk menyerah.
Sabtu sore dipinggiran kota, aku duduk di sebuah kafe kecil di meja paling ujung. Mengaduk-aduk kopi yang sudah daritadi kupesan dan membiarkan gula dan kopinya terus beraduk layaknya pusaran air di lautan. Perkenalkan, namaku Bramantyo Satya Adjie, biasa dipanggil Bram. Aku adalah mahasiswa di sebuah universitas swasta di ibukota. Perawakanku tidaklah cukup baik, aku jarang untuk tersenyum pada hal-hal kecil.
When life gives you lemons, make orange juice. Leave the world wondering how you did it
Cerita ini mengisahkan tentang remaja-remaja yang mulai beranjak dewasa. Konflik yang sering terjadi menjadi kisah mereka masing-masing. Mengejar mimpi, cita-cita, dan cinta mereka melengkapi kisah hidup mereka.
Pada dasarnya manusia diciptakan untuk berusaha dan mengejar apa yang mereka impikan. Jurang dalam yang menghadang dapat mereka tempuh dengan susah payah, namun hanya tinggal lubang kecil di depan mata, mereka menyatakan untuk menyerah.
Sabtu sore dipinggiran kota, aku duduk di sebuah kafe kecil di meja paling ujung. Mengaduk-aduk kopi yang sudah daritadi kupesan dan membiarkan gula dan kopinya terus beraduk layaknya pusaran air di lautan. Perkenalkan, namaku Bramantyo Satya Adjie, biasa dipanggil Bram. Aku adalah mahasiswa di sebuah universitas swasta di ibukota. Perawakanku tidaklah cukup baik, aku jarang untuk tersenyum pada hal-hal kecil.
Spoiler for Index:
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20 - 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30-31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62 - 63
Part 64
Part 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70
Part 71
Part 72
Part 73
Part 74
Part 75 (FINALE)
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20 - 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30-31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62 - 63
Part 64
Part 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70
Part 71
Part 72
Part 73
Part 74
Part 75 (FINALE)
Diubah oleh beavermoon 14-02-2016 13:50
dodolgarut134 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
186.6K
Kutip
823
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#663
Spoiler for Part 70:
Aku terbangun pagi ini, aku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul lima pagi. Aku melihat di kasurku masih ada Nanda dan juga Dinda yang masih terlelap dalam tidurnya. Aku segera mencuci muka di kamar mandi dan setelah itu ku buka pintu balkon duduk di bangku menghadap langit yang masih gelap.
Ku nyalakan sebatang rokok ini dan kemudian aku termenung. Entah mengapa aku masih merasa sangat bersalah atas apa yang telah terjadi. Memang Dinda sudah bisa menerimanya, namun rasanya semua yang ada di sekitarku ikut menyalahkanku. Aku tersiksa dengan keadaan ini dan rasanya aku ingin menggantikan posisi Dinda. Aku kembali mengingat apa yang telah terjadi beberapa minggu yang lalu, dimana semuanya terjadi.
“Bram? Kamu udah bangun?” Tanya Dinda dari tempat tidur
Aku segera mematikan rokok yang baru saja ku nyalakan dan kemudian aku menghampirinya. Aku duduk di sampingnya sambil membelai rambutnya. Ia memelukku dan aku juga memeluknya.
“Aku di sini kok...” Jawabku singkat
Ia tersenyum kepadaku. Cukup lama kami saling berpelukan hingga akhirnya Nanda bangun dari tidurnya. Aku menahan tawa melihat wajah Nanda yang baru saja bangun, acak-acakan dan penuh cetakan bantal mungkin karena pipinya yang sebesar bakpau isi coklat. Nanda membimbing Dinda untuk masuk ke dalam kamar mandi dan aku kembali ke balkon untuk menyalakan sebatang rokok lainnya.
“Abang bengong kenapa sih? Daritadi loh kita udah di sini tapi Abang masih ngga sadar juga.” Tanya Nanda
“Kangen Babon aja Nda...” Kataku
“Udah berapa lama ya dia berlayar?” Tanya Dinda
“Abang lupa Nda...” Jawabku singkat
Setelah itu kami menyempatkan untuk berbincang bersama dilanjutkan dengan sarapan bersama. Setelah itu aku bersiap-siap untuk berangkat kerja. Siap dengan semuanya aku berpamitan kepada Dinda dan juga Nanda. Dinda akan ditemani Nanda hari ini di rumahku karena Nanda tidak ada jadwal kuliah hari ini. Aku kemudikan mobil tuaku menuju proyek yang sedang aku tangani. Jalanan masih macet dan aku hanya bisa menikmatinya. Secara perlahan mobilku maju dan kemudian terdiam untuk waktu yang cukup lama. Hpku berdering dan kulihat hanya beberapa nomer dalam panggilan itu, dan kemudian aku menjawabnya
“Halo...”
“Ini nomernya Mas Bram kan?”
“Iya betul, ini siapa?”
“Aku Anin, masih inget kan?”
“Oh iyaiya, ada apa ya?”
“Aku udah di proyek sama Papa, tapi belom liat Mas Bram di sini...”
“Oh iya sebentar lagi sampe, masih macet jalanan.”
“Oke aku tunggu ya Mas...”
Kemudian ia menutup panggilan tersebut. Apa yang ia lakukan sepagi ini bersama Pak Suherman di proyek? Dia baru saja wisuda, apa dia tidak mencari pekerjaan? Dan kesimpulan yang bisa aku ambil yaitu dia akan mewarisi perusahaan milik Orang Tuanya.
Setengah jam berlalu akhirnya aku tiba di wilayah proyek dan benar saja, aku melihat Pak Suherman bersama dengan Anin di sana. Dengan cepat aku keluar dari mobil dan mengenakan baju pengaman. Setelah itu aku langsung menghampirinya.
Tidak banyak yang kami bicarakan, hanya terkadang Pak Suherman menanyakan sejauh mana pembangunan ini dan bagaimana kondisinya. Aku menjelaskan sedetil dan semudah mungkin agar dapat mudah dipahami olehnya. Kami sedang melihat-lihat keadaan sekitar dan dari jauh aku melihat rekan-rekan kerjaku sudah memasuki wilayah proyek ini termasuk juga Rini. Mereka sudah memulai tugas mereka masing-masing.
“Oke kalo gitu mungkin minggu depan saya baru bisa liat ke sini lagi.” Kata Pak Suherman
“Baik Pak.” Jawabku singkat
“Dek, ayo kita ke kantor Papa.” Ajak Pak Suherman kepada Anin
“Kalo aku masih mau di sini dulu gimana Pa?” Tanyanya
“Loh nanti yang nganterin kamu siapa?” Tanya Pak Suherman
“Ada Mas Bram, boleh ya Pa...” Katanya
“Tapi saya harus mengawasi ini Pak.” Sanggahku
“Saya boleh minta tolong sama kamu Bram nanti antarkan Anin ke kantor saya, soal pekerjaan kamu biar saya bilang sama atasanmu nanti.” Katanya
Aku cukup kebingungan, bagaimana bisa aku meninggalkan tanggung jawabku untuk mengantar anak dari pemilik proyek ini. Dan benar saja, tidak lama aku mendapatkan kabar dari kantor bahwa aku harus menemani Anin dan tugasku akan digantikan oleh Rini. Aku hanya bisa mengiyakan apa yang atasanku bilang. Setelah Pak Suherman meninggalkan kami, aku sudah merubah statusku yang awalnya site manager menjadi pengawal pribadi wanita muda ini.
“Mas, temenin ke depan yuk. Aku belum sarapan.” Katanya
Aku hanya bisa menuruti kemauannya. Sebelumnya aku masuk ke dalam ruang meeting untuk melepas baju pengamanku.
“Susah deh jadi orang ganteng mah, langsung di sukain sama anak owner.” Kata rekanku
“Namanya juga Bramantyo, lelaki pujaan sejuta wanita.” Goda Rini
“Terus gue harus apa dong? Kan gue bingung jadinya.” Kataku
Mereka hanya tertawa dan aku memandang mereka dengan malas. Setelah itu aku menemani Anin mencari sarapan untuknya, dan ia menghampiri penjual nasi uduk di dekat proyek. Aku cukup terkejut melihat anak dari seorang owner proyek bisa makan di pinggir jalan seperti ini.
“Sini Mas Bram duduk, kenapa deh ngeliatinnya aneh gitu?” Tanyanya
“Nggapapa kok, kaget sedikit aja.” Kataku kemudian duduk di sampingnya
“Emang ngga boleh ya aku makan di sini? Boleh kan? Lagian nih ya yang kaya itu Papa bukan aku. Aku aja masih nyari kerjaan, sambilannya jualan onlline.” Katanya
“Sampe jualan online? Kamu ngga kerja di tempat Papa? Eh maksud aku Pak Suherman.” Kataku sambil menggaruk kepala
“Santai aja Mas, Papanya udah jalan. Nanti aja kalo emang aku udah ngga kuat lagi nyari kerjaan. Tapi sekarang harus usaha dulu gimana caranya.” Jelasnya lagi
Aku cukup kagum dengan Anin, meskipun ia anak dari pengusaha namun ia tidak hanya mengandalkan nama Orang Tuanya saja dan ia masih mau untuk berusaha. Kami mulai berbincang dengan akrabnya, bagaimana ia kuliah jurusan managemen di sebuah universitas swasta dan yang lainnya.
Setelah itu kami kembali ke proyek, aku melihat teman-temanku sudah mulai bekerja dengan seriusnya sedangkan aku hanya menemani Anin di dalam ruangan meeting ini. Ia mulai menanyakan beberapa hal tentang dunia pekerjaan yang aku dalami dan dengan sigapnya aku menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menjelang siang akhirnya aku mengantarkannya menuju kantor Pak Suherman.
Selama di perjalanan aku merasa semakin akrab dengannya. Anindita, menurutku ia sangat mudah mencairkan suasana. Pengetahuan yang ia miliki cukup membuatku kagum ditambah dengan sikapnya yang sangat baik dan sederhana.
Dan saat ini aku sudah tiba di kantor Pak Suherman. Anin segera turun dari mobil tuaku dan aku sudah membukakan pintu untuknya
“Makasih ya Mas Bram.” Katanya
“Iya sama-sama.” Jawabku singkat
“Kapan-kapan bisa ketemu lagi kan?” Tanyanya
“Kalo di proyek pasti kita ketemu kok.” Jawabku lagi
“Selain di proyek?” Tanyanya lagi
Selain di proyek? Aku cukup bingung untuk menjawabnya
“Nanti aku kabarin lagi ya Mas, aku masuk dulu ya.” Katanya
Ia masuk ke dalam kantor milik Ayahnya dan aku masih berdiri di sini kebingungan. Setelah itu aku masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil tuaku menuju rumah, karena hari ini aku tidak menjadi site manager seperti biasanya.
Tiba di rumah aku langsung naik ke atas kamar dan menemukan Nanda dan juga Dinda yang sama-sama berbaring di atas kasurku sambil mendengarkan lagu yang diputar melalui dvd playerku.
“Loh kok Abang udah pulang?” Tanya Nanda kebingungan
“Kamu udah pulang Bram?” Tanya Dinda juga
“Iya, hari ini jadi pengawal pribadi anak owner proyek.” Kataku
“Loh bisa gitu ya Bang?” Tanya Nanda lagi
“Abang juga ngga ngerti Nda, kalo ngga diturutin bisa dipecat nanti.” Kataku
“Yaudah kamu ganti baju abis itu makan siang.” Kata Dinda
Aku segera mengganti bajuku dan kemudian kami makan siang bersama. Tidak lama setelah makan siang, Nanda tertidur di atas kasurku sedangkan aku dan Dinda duduk di balkon kamarku. Ku hembuskan asap rokok ini ke atas dan kemudian aku melihat ke arah Dinda. Aku mencium keningnya dan sepertinya ia kaget.
“Kenapa Bram?” Tanyanya
“Aku sayang sama kamu...” Jawabku
Ia tersenyum dan kemudian ia menciumku tepat di bibirku. Ia sepertinya terkejut dengan apa yang ia lakukan
“Aku kira itu kening kamu Bram...” Katanya
Dan kemudian aku mengulangi apa yang ia lakukan. Ia tersenyum kepadaku dan aku memeluknya lagi. Bagaimana pun caranya, aku akan tetap mencintainya seperti dulu kala.
Ku nyalakan sebatang rokok ini dan kemudian aku termenung. Entah mengapa aku masih merasa sangat bersalah atas apa yang telah terjadi. Memang Dinda sudah bisa menerimanya, namun rasanya semua yang ada di sekitarku ikut menyalahkanku. Aku tersiksa dengan keadaan ini dan rasanya aku ingin menggantikan posisi Dinda. Aku kembali mengingat apa yang telah terjadi beberapa minggu yang lalu, dimana semuanya terjadi.
Spoiler for Flashback:
Aku sedang menunggu dan terus menunggu, bersama dengan Nanda dan juga Reza. Resah sudah bercampur aduk dengan marah atas kesalahanku sendiri, kesalahan yang telah membuat Dinda celaka dan itu memperkeruh semuanya
Dokter keluar dari ruangannya dan aku segera menghampirinya beserta Nanda dan juga Reza, aku ingin segera mengetahui bagaimana keadaan Dinda di dalam sana. Aku ingin segera meminta maaf kepadanya dan bertanggung jawab atas semuanya.
“Dok, gimana keadaan pasien?” Tanyaku resah
“Kalian ini dari pihak keluarganya? Karena ini sangat penting untuk disampaikan.” Kata Dokter itu
“Saya tunangan dari pasien tersebut Dok, jadi saya berhak tau semuanya.” Kataku
Dokter itu melihat ke arah kami bertiga sekali lagi, dan sepertinya ia sudah siap untuk memberi tahu keadaan Dinda yang sebenarnya
“Benturan pada kepalanya cukup berat, dan itu menyebabkan saraf penglihatan pasien terganggu. Sangat disayangkan beberapa pecahan kaca menusuk mata dari pasien hingga pasien harus mengalami kebutaan.” Jelas Dokter itu
Aku melemah, dan sepertinya aku tidak sanggup untuk berdiri saat ini. Apa yang harus aku katakan kepada Mamanya Dinda mengenai anaknya, dan ini semua adalah salahku. Aku lah yang menyebabkan semuanya terjadi, dan hanya aku lah yang pantas untuk di salahkan. Air mata ini kembali menetes, aku hanya bisa menyesali semuanya dan tidak ada yang dapat aku perbuat untuk mengembalikan semuanya seperti dulu kala. Aku telah menghancurkan masa depan Dinda. Dinda, aku minta maaf atas apa yang telah terjadi.
Dokter keluar dari ruangannya dan aku segera menghampirinya beserta Nanda dan juga Reza, aku ingin segera mengetahui bagaimana keadaan Dinda di dalam sana. Aku ingin segera meminta maaf kepadanya dan bertanggung jawab atas semuanya.
“Dok, gimana keadaan pasien?” Tanyaku resah
“Kalian ini dari pihak keluarganya? Karena ini sangat penting untuk disampaikan.” Kata Dokter itu
“Saya tunangan dari pasien tersebut Dok, jadi saya berhak tau semuanya.” Kataku
Dokter itu melihat ke arah kami bertiga sekali lagi, dan sepertinya ia sudah siap untuk memberi tahu keadaan Dinda yang sebenarnya
“Benturan pada kepalanya cukup berat, dan itu menyebabkan saraf penglihatan pasien terganggu. Sangat disayangkan beberapa pecahan kaca menusuk mata dari pasien hingga pasien harus mengalami kebutaan.” Jelas Dokter itu
Aku melemah, dan sepertinya aku tidak sanggup untuk berdiri saat ini. Apa yang harus aku katakan kepada Mamanya Dinda mengenai anaknya, dan ini semua adalah salahku. Aku lah yang menyebabkan semuanya terjadi, dan hanya aku lah yang pantas untuk di salahkan. Air mata ini kembali menetes, aku hanya bisa menyesali semuanya dan tidak ada yang dapat aku perbuat untuk mengembalikan semuanya seperti dulu kala. Aku telah menghancurkan masa depan Dinda. Dinda, aku minta maaf atas apa yang telah terjadi.
“Bram? Kamu udah bangun?” Tanya Dinda dari tempat tidur
Aku segera mematikan rokok yang baru saja ku nyalakan dan kemudian aku menghampirinya. Aku duduk di sampingnya sambil membelai rambutnya. Ia memelukku dan aku juga memeluknya.
“Aku di sini kok...” Jawabku singkat
Ia tersenyum kepadaku. Cukup lama kami saling berpelukan hingga akhirnya Nanda bangun dari tidurnya. Aku menahan tawa melihat wajah Nanda yang baru saja bangun, acak-acakan dan penuh cetakan bantal mungkin karena pipinya yang sebesar bakpau isi coklat. Nanda membimbing Dinda untuk masuk ke dalam kamar mandi dan aku kembali ke balkon untuk menyalakan sebatang rokok lainnya.
Spoiler for Flashback:
“Lu tetep pergi?” Tanyaku kepada Reza
Ia mengangguk pelan, dan aku rasa tekadnya sudah bulat untuk pergi berlayar. Bukan tanpa alasan ia pergi, semuanya sudah ku buat hancur berantakan. Aku telah menghancurkan pertemananku dengan Zahra yang ternyata sangat menaruh hati kepadaku dan aku tidak pernah sekalipun mengetahuinya, ia pergi karena tidak ada lagi yang ia dapatkan dariku. Aku telah menghancurkan persahabatanku dengan Reza, sahabat yang bahkan sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri yang selama ini selalu bersama dan saling membantu. Bodohnya aku bahwa aku telah merenggut harapannya untuk kembali mencintai seorang wanita. Dan aku telah menghancurkan sebuah masa depan dari orang yang benar-benar aku cintai, Dinda. Cinta yang selama ini kami pertahankan dapat hancur begitu saja karena ulah bodohku, dan parahnya lagi aku telah merenggut penglihatannya.
Reza sudah bangun dari duduknya dan berdiri menghadapku. Ia melihatku dengan tatapan yang sangat tajam, dan aku rasa ia masih menyimpan dendam karena ulahku. Tapi dugaanku salah, ia memelukku dan kemudian ia menangis.
“Gue minta maaf Bram, ini semua salah gue...” Katanya
Aku terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa
“Kalo aja gue ngga protes soal itu, mungkin ngga kayak gini jadinya. Gue terlalu egosi, karena gue ngga bisa dapetin apa yang gue mau. Gue terlalu egois Bram, maafin gue...” Katanya
Aku melepaskan pelukannya, ia masih menangis dengan pelan. Aku keluarkan sebatang rokok dan menaruhnya diantara mulutnya, aku nyalakan rokok itu dan kemudian ku nyalakan untuk diriku sendiri
“Kita manusia Bon, pasti egois. Mana ada orang yang ngga pernah sekali pun egois. Pasti semua orang punya keinginan, pasti semua orang punya harapan, dan pasti semua orang punya cita-cita. Gue juga pernah ngalamin kayak gini beberapa tahun lalu pasti lu inget kan...” Kataku
Ia mengangguk dan kemudian mulai menghisap rokok yang telah aku nyalakan
“Lu sendiri yang bilang kalo gue udah kayak orang gila waktu itu, dan emang bener gue gila. Gue ngga bisa dapetin apa yang telah gue harapain dan gue perjuangin, dan keegoisan itu yang bener bikin gue kayak orang gila. Namun lama kelamaan gue sadar akan satu hal, bahwa harapan itu bisa muncul lagi. Butuh waktu cuma pasti dia akan kembali.” Jelasku lagi
Kemudian aku tersenyum kepadanya, ia masih menatapku dengan terdiam.
“Jaga diri lu baik-baik di sana, kalo ada waktu kabarin gue di sini.” Kataku sambil menepuk pundaknya
“Lu nggapapa gue tinggal?” Tanyanya
“Kejar cita-cinta lu...” Kataku
“Cita-cinta? Maksudnya?” Tanyanya lagi
“Kejar dulu cita-cita lu, baru temuin cinta sejati lu...” Jawabku
Ia tersenyum mendengar perkataanku. Dan pagi ini adalah pagi terakhir kami bersama karena sebentar lagi ia akan berangkat untuk berlayar, memang tidak terlalu jauh karena masih kawasan Asia Tenggara namun ia harus tetap berlayar selama sembilan bulan. Ia kembali memelukku dan kemudian ia pergi menuju tempat yang sudah seharusnya
Ia mengangguk pelan, dan aku rasa tekadnya sudah bulat untuk pergi berlayar. Bukan tanpa alasan ia pergi, semuanya sudah ku buat hancur berantakan. Aku telah menghancurkan pertemananku dengan Zahra yang ternyata sangat menaruh hati kepadaku dan aku tidak pernah sekalipun mengetahuinya, ia pergi karena tidak ada lagi yang ia dapatkan dariku. Aku telah menghancurkan persahabatanku dengan Reza, sahabat yang bahkan sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri yang selama ini selalu bersama dan saling membantu. Bodohnya aku bahwa aku telah merenggut harapannya untuk kembali mencintai seorang wanita. Dan aku telah menghancurkan sebuah masa depan dari orang yang benar-benar aku cintai, Dinda. Cinta yang selama ini kami pertahankan dapat hancur begitu saja karena ulah bodohku, dan parahnya lagi aku telah merenggut penglihatannya.
Reza sudah bangun dari duduknya dan berdiri menghadapku. Ia melihatku dengan tatapan yang sangat tajam, dan aku rasa ia masih menyimpan dendam karena ulahku. Tapi dugaanku salah, ia memelukku dan kemudian ia menangis.
“Gue minta maaf Bram, ini semua salah gue...” Katanya
Aku terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa
“Kalo aja gue ngga protes soal itu, mungkin ngga kayak gini jadinya. Gue terlalu egosi, karena gue ngga bisa dapetin apa yang gue mau. Gue terlalu egois Bram, maafin gue...” Katanya
Aku melepaskan pelukannya, ia masih menangis dengan pelan. Aku keluarkan sebatang rokok dan menaruhnya diantara mulutnya, aku nyalakan rokok itu dan kemudian ku nyalakan untuk diriku sendiri
“Kita manusia Bon, pasti egois. Mana ada orang yang ngga pernah sekali pun egois. Pasti semua orang punya keinginan, pasti semua orang punya harapan, dan pasti semua orang punya cita-cita. Gue juga pernah ngalamin kayak gini beberapa tahun lalu pasti lu inget kan...” Kataku
Ia mengangguk dan kemudian mulai menghisap rokok yang telah aku nyalakan
“Lu sendiri yang bilang kalo gue udah kayak orang gila waktu itu, dan emang bener gue gila. Gue ngga bisa dapetin apa yang telah gue harapain dan gue perjuangin, dan keegoisan itu yang bener bikin gue kayak orang gila. Namun lama kelamaan gue sadar akan satu hal, bahwa harapan itu bisa muncul lagi. Butuh waktu cuma pasti dia akan kembali.” Jelasku lagi
Kemudian aku tersenyum kepadanya, ia masih menatapku dengan terdiam.
“Jaga diri lu baik-baik di sana, kalo ada waktu kabarin gue di sini.” Kataku sambil menepuk pundaknya
“Lu nggapapa gue tinggal?” Tanyanya
“Kejar cita-cinta lu...” Kataku
“Cita-cinta? Maksudnya?” Tanyanya lagi
“Kejar dulu cita-cita lu, baru temuin cinta sejati lu...” Jawabku
Ia tersenyum mendengar perkataanku. Dan pagi ini adalah pagi terakhir kami bersama karena sebentar lagi ia akan berangkat untuk berlayar, memang tidak terlalu jauh karena masih kawasan Asia Tenggara namun ia harus tetap berlayar selama sembilan bulan. Ia kembali memelukku dan kemudian ia pergi menuju tempat yang sudah seharusnya
“Abang bengong kenapa sih? Daritadi loh kita udah di sini tapi Abang masih ngga sadar juga.” Tanya Nanda
“Kangen Babon aja Nda...” Kataku
“Udah berapa lama ya dia berlayar?” Tanya Dinda
“Abang lupa Nda...” Jawabku singkat
Setelah itu kami menyempatkan untuk berbincang bersama dilanjutkan dengan sarapan bersama. Setelah itu aku bersiap-siap untuk berangkat kerja. Siap dengan semuanya aku berpamitan kepada Dinda dan juga Nanda. Dinda akan ditemani Nanda hari ini di rumahku karena Nanda tidak ada jadwal kuliah hari ini. Aku kemudikan mobil tuaku menuju proyek yang sedang aku tangani. Jalanan masih macet dan aku hanya bisa menikmatinya. Secara perlahan mobilku maju dan kemudian terdiam untuk waktu yang cukup lama. Hpku berdering dan kulihat hanya beberapa nomer dalam panggilan itu, dan kemudian aku menjawabnya
“Halo...”
“Ini nomernya Mas Bram kan?”
“Iya betul, ini siapa?”
“Aku Anin, masih inget kan?”
“Oh iyaiya, ada apa ya?”
“Aku udah di proyek sama Papa, tapi belom liat Mas Bram di sini...”
“Oh iya sebentar lagi sampe, masih macet jalanan.”
“Oke aku tunggu ya Mas...”
Kemudian ia menutup panggilan tersebut. Apa yang ia lakukan sepagi ini bersama Pak Suherman di proyek? Dia baru saja wisuda, apa dia tidak mencari pekerjaan? Dan kesimpulan yang bisa aku ambil yaitu dia akan mewarisi perusahaan milik Orang Tuanya.
Setengah jam berlalu akhirnya aku tiba di wilayah proyek dan benar saja, aku melihat Pak Suherman bersama dengan Anin di sana. Dengan cepat aku keluar dari mobil dan mengenakan baju pengaman. Setelah itu aku langsung menghampirinya.
Tidak banyak yang kami bicarakan, hanya terkadang Pak Suherman menanyakan sejauh mana pembangunan ini dan bagaimana kondisinya. Aku menjelaskan sedetil dan semudah mungkin agar dapat mudah dipahami olehnya. Kami sedang melihat-lihat keadaan sekitar dan dari jauh aku melihat rekan-rekan kerjaku sudah memasuki wilayah proyek ini termasuk juga Rini. Mereka sudah memulai tugas mereka masing-masing.
“Oke kalo gitu mungkin minggu depan saya baru bisa liat ke sini lagi.” Kata Pak Suherman
“Baik Pak.” Jawabku singkat
“Dek, ayo kita ke kantor Papa.” Ajak Pak Suherman kepada Anin
“Kalo aku masih mau di sini dulu gimana Pa?” Tanyanya
“Loh nanti yang nganterin kamu siapa?” Tanya Pak Suherman
“Ada Mas Bram, boleh ya Pa...” Katanya
“Tapi saya harus mengawasi ini Pak.” Sanggahku
“Saya boleh minta tolong sama kamu Bram nanti antarkan Anin ke kantor saya, soal pekerjaan kamu biar saya bilang sama atasanmu nanti.” Katanya
Aku cukup kebingungan, bagaimana bisa aku meninggalkan tanggung jawabku untuk mengantar anak dari pemilik proyek ini. Dan benar saja, tidak lama aku mendapatkan kabar dari kantor bahwa aku harus menemani Anin dan tugasku akan digantikan oleh Rini. Aku hanya bisa mengiyakan apa yang atasanku bilang. Setelah Pak Suherman meninggalkan kami, aku sudah merubah statusku yang awalnya site manager menjadi pengawal pribadi wanita muda ini.
“Mas, temenin ke depan yuk. Aku belum sarapan.” Katanya
Aku hanya bisa menuruti kemauannya. Sebelumnya aku masuk ke dalam ruang meeting untuk melepas baju pengamanku.
“Susah deh jadi orang ganteng mah, langsung di sukain sama anak owner.” Kata rekanku
“Namanya juga Bramantyo, lelaki pujaan sejuta wanita.” Goda Rini
“Terus gue harus apa dong? Kan gue bingung jadinya.” Kataku
Mereka hanya tertawa dan aku memandang mereka dengan malas. Setelah itu aku menemani Anin mencari sarapan untuknya, dan ia menghampiri penjual nasi uduk di dekat proyek. Aku cukup terkejut melihat anak dari seorang owner proyek bisa makan di pinggir jalan seperti ini.
“Sini Mas Bram duduk, kenapa deh ngeliatinnya aneh gitu?” Tanyanya
“Nggapapa kok, kaget sedikit aja.” Kataku kemudian duduk di sampingnya
“Emang ngga boleh ya aku makan di sini? Boleh kan? Lagian nih ya yang kaya itu Papa bukan aku. Aku aja masih nyari kerjaan, sambilannya jualan onlline.” Katanya
“Sampe jualan online? Kamu ngga kerja di tempat Papa? Eh maksud aku Pak Suherman.” Kataku sambil menggaruk kepala
“Santai aja Mas, Papanya udah jalan. Nanti aja kalo emang aku udah ngga kuat lagi nyari kerjaan. Tapi sekarang harus usaha dulu gimana caranya.” Jelasnya lagi
Aku cukup kagum dengan Anin, meskipun ia anak dari pengusaha namun ia tidak hanya mengandalkan nama Orang Tuanya saja dan ia masih mau untuk berusaha. Kami mulai berbincang dengan akrabnya, bagaimana ia kuliah jurusan managemen di sebuah universitas swasta dan yang lainnya.
Setelah itu kami kembali ke proyek, aku melihat teman-temanku sudah mulai bekerja dengan seriusnya sedangkan aku hanya menemani Anin di dalam ruangan meeting ini. Ia mulai menanyakan beberapa hal tentang dunia pekerjaan yang aku dalami dan dengan sigapnya aku menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menjelang siang akhirnya aku mengantarkannya menuju kantor Pak Suherman.
Selama di perjalanan aku merasa semakin akrab dengannya. Anindita, menurutku ia sangat mudah mencairkan suasana. Pengetahuan yang ia miliki cukup membuatku kagum ditambah dengan sikapnya yang sangat baik dan sederhana.
Dan saat ini aku sudah tiba di kantor Pak Suherman. Anin segera turun dari mobil tuaku dan aku sudah membukakan pintu untuknya
“Makasih ya Mas Bram.” Katanya
“Iya sama-sama.” Jawabku singkat
“Kapan-kapan bisa ketemu lagi kan?” Tanyanya
“Kalo di proyek pasti kita ketemu kok.” Jawabku lagi
“Selain di proyek?” Tanyanya lagi
Selain di proyek? Aku cukup bingung untuk menjawabnya
“Nanti aku kabarin lagi ya Mas, aku masuk dulu ya.” Katanya
Ia masuk ke dalam kantor milik Ayahnya dan aku masih berdiri di sini kebingungan. Setelah itu aku masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil tuaku menuju rumah, karena hari ini aku tidak menjadi site manager seperti biasanya.
Tiba di rumah aku langsung naik ke atas kamar dan menemukan Nanda dan juga Dinda yang sama-sama berbaring di atas kasurku sambil mendengarkan lagu yang diputar melalui dvd playerku.
“Loh kok Abang udah pulang?” Tanya Nanda kebingungan
“Kamu udah pulang Bram?” Tanya Dinda juga
“Iya, hari ini jadi pengawal pribadi anak owner proyek.” Kataku
“Loh bisa gitu ya Bang?” Tanya Nanda lagi
“Abang juga ngga ngerti Nda, kalo ngga diturutin bisa dipecat nanti.” Kataku
“Yaudah kamu ganti baju abis itu makan siang.” Kata Dinda
Aku segera mengganti bajuku dan kemudian kami makan siang bersama. Tidak lama setelah makan siang, Nanda tertidur di atas kasurku sedangkan aku dan Dinda duduk di balkon kamarku. Ku hembuskan asap rokok ini ke atas dan kemudian aku melihat ke arah Dinda. Aku mencium keningnya dan sepertinya ia kaget.
“Kenapa Bram?” Tanyanya
“Aku sayang sama kamu...” Jawabku
Ia tersenyum dan kemudian ia menciumku tepat di bibirku. Ia sepertinya terkejut dengan apa yang ia lakukan
“Aku kira itu kening kamu Bram...” Katanya
Dan kemudian aku mengulangi apa yang ia lakukan. Ia tersenyum kepadaku dan aku memeluknya lagi. Bagaimana pun caranya, aku akan tetap mencintainya seperti dulu kala.
khuman dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas