- Beranda
- Stories from the Heart
AKU, KAMU, DAN LEMON
...
TS
beavermoon
AKU, KAMU, DAN LEMON
SELAMAT DATANG DI RUMAH BEAVERMOON
Hallo semua, salam hangat dari bawah Gorong-gorong Sudirman
Kali ini ane akan coba buat share cerita yang ane buat. Jadi, selamat menikmati cerita ini dan tetap dukung kami meskipun hasilnya ngga banget
Jangan lupa buat RATE jika berkenan di hati kalian dan KOMENG jika ada kritik dan saran

Spoiler for Tanya Jawab:
Tanya Jawab Seputar Cerita
Q: Ini cerita nyata atau fiksi?
A: Sebenernya cerita ini gabungan dari kisah nyata sama beberapa unsur fiksi
Q: Bagian yang nyata yang mana aja? Yang fiksi yang mana aja?
A: Nah, cerita ini dibuat agar para pembaca bisa berimajinasi secara individu. Jadi kalau di tanya yang nyata mana yang fiksi mana, ya coba bayangin aja sendiri
Q: Ini nama asli atau nama samaran?
A: Ada beberapa yang disamarkan karena privasi banget nget nget
Q: Kok banyak kentangnya sih? Kan jadi kesel
A: Tak kentang maka tak kenyang
Maklumlah namanya baru di dunia SFTH ini jadi ya banyakin kentangnya aja dulu
Q: Atas dasar apa cerita ini dibuat?
A: Asal mula bikin cerita ini sebenernya biar ngga gabut-gabut amat kalo malem kan daripada nontonin Saori Hara mulu mending bikin cerita
terus juga biar ngga galau galau amat belom lama menjadi jomblo lagi 
Q: Kok tampilan awalnya biasa aja sih?
A: Masih newbie ya, NI-U-BI!! Jadi belom ngerti ngerti amat apa yang harus ditampilin buat penghias tampilan awal cerita ini, kalo ada yang mau ngajarin ya monggo
Q: Ini cerita nyata atau fiksi?
A: Sebenernya cerita ini gabungan dari kisah nyata sama beberapa unsur fiksi

Q: Bagian yang nyata yang mana aja? Yang fiksi yang mana aja?
A: Nah, cerita ini dibuat agar para pembaca bisa berimajinasi secara individu. Jadi kalau di tanya yang nyata mana yang fiksi mana, ya coba bayangin aja sendiri

Q: Ini nama asli atau nama samaran?
A: Ada beberapa yang disamarkan karena privasi banget nget nget

Q: Kok banyak kentangnya sih? Kan jadi kesel

A: Tak kentang maka tak kenyang
Maklumlah namanya baru di dunia SFTH ini jadi ya banyakin kentangnya aja duluQ: Atas dasar apa cerita ini dibuat?
A: Asal mula bikin cerita ini sebenernya biar ngga gabut-gabut amat kalo malem kan daripada nontonin Saori Hara mulu mending bikin cerita
terus juga biar ngga galau galau amat belom lama menjadi jomblo lagi 
Q: Kok tampilan awalnya biasa aja sih?
A: Masih newbie ya, NI-U-BI!! Jadi belom ngerti ngerti amat apa yang harus ditampilin buat penghias tampilan awal cerita ini, kalo ada yang mau ngajarin ya monggo
Spoiler for Pembukaan:
AKU, KAMU, DAN LEMON
When life gives you lemons, make orange juice. Leave the world wondering how you did it
Cerita ini mengisahkan tentang remaja-remaja yang mulai beranjak dewasa. Konflik yang sering terjadi menjadi kisah mereka masing-masing. Mengejar mimpi, cita-cita, dan cinta mereka melengkapi kisah hidup mereka.
Pada dasarnya manusia diciptakan untuk berusaha dan mengejar apa yang mereka impikan. Jurang dalam yang menghadang dapat mereka tempuh dengan susah payah, namun hanya tinggal lubang kecil di depan mata, mereka menyatakan untuk menyerah.
Sabtu sore dipinggiran kota, aku duduk di sebuah kafe kecil di meja paling ujung. Mengaduk-aduk kopi yang sudah daritadi kupesan dan membiarkan gula dan kopinya terus beraduk layaknya pusaran air di lautan. Perkenalkan, namaku Bramantyo Satya Adjie, biasa dipanggil Bram. Aku adalah mahasiswa di sebuah universitas swasta di ibukota. Perawakanku tidaklah cukup baik, aku jarang untuk tersenyum pada hal-hal kecil.
When life gives you lemons, make orange juice. Leave the world wondering how you did it
Cerita ini mengisahkan tentang remaja-remaja yang mulai beranjak dewasa. Konflik yang sering terjadi menjadi kisah mereka masing-masing. Mengejar mimpi, cita-cita, dan cinta mereka melengkapi kisah hidup mereka.
Pada dasarnya manusia diciptakan untuk berusaha dan mengejar apa yang mereka impikan. Jurang dalam yang menghadang dapat mereka tempuh dengan susah payah, namun hanya tinggal lubang kecil di depan mata, mereka menyatakan untuk menyerah.
Sabtu sore dipinggiran kota, aku duduk di sebuah kafe kecil di meja paling ujung. Mengaduk-aduk kopi yang sudah daritadi kupesan dan membiarkan gula dan kopinya terus beraduk layaknya pusaran air di lautan. Perkenalkan, namaku Bramantyo Satya Adjie, biasa dipanggil Bram. Aku adalah mahasiswa di sebuah universitas swasta di ibukota. Perawakanku tidaklah cukup baik, aku jarang untuk tersenyum pada hal-hal kecil.
Spoiler for Index:
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20 - 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30-31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62 - 63
Part 64
Part 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70
Part 71
Part 72
Part 73
Part 74
Part 75 (FINALE)
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20 - 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30-31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62 - 63
Part 64
Part 65
Part 66
Part 67
Part 68
Part 69
Part 70
Part 71
Part 72
Part 73
Part 74
Part 75 (FINALE)
Diubah oleh beavermoon 14-02-2016 13:50
dodolgarut134 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
186.6K
Kutip
823
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#639
Spoiler for Part 69:
Aku naik ke atas membawakan segelas susu dan juga roti. Aku masuk ke dalam ruangan dan menaruhnya di atas meja. Aku menghampiri wanita yang sedang duduk di atas kursi roda menatap langit yang cerah hari ini.
“Aku bawain kamu sarapan tuh ada di atas meja...” Kataku
“Eh iya makasih ya Bram.” Katanya
Aku mendekapnya cukup erat pagi ini, suasana cukup sejuk dan panas belum terlalu terik. Dinda, maafkan atas apa yang telah aku lakukan kepadamu. Maafkan aku atas semua kesalahanku. Aku masih merasa sangat bersalah atas kejadian yang menimpamu saat ini, dan itu semua adalah kesalahanku.
Ia menyentuh pipiku dan kemudian ia menghapus air mata yang sudah menetes ke pipiku. Ia menyentuh bibirku dengan jari-jarinya, kemudian ia tersenyum kepadaku.
“Apa yang perlu kamu tangisin lagi Bram? Semuanya udah terjadi, dan aku bisa nerima semuanya.” Kata Dinda
“Maafin aku Din, ini semua salah aku. Kalo aja aku ngga ngelakuin hal itu mungkin aja.........”
Ia menutup bibirku dengan jari telunjuknya. Ia kembali tersenyum kepadaku, dan aku mencoba ikut tersenyum bersamanya. Dinda, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk mengembalikan kehidupanmu seperti dulu. Aku akan tetap berusaha bagaimana pun caranya. Bagaimana pun caranya...
Setelah itu aku dan Dinda berbincang mengenai pekerjaanku yang tidak terlalu berat. Kami banyak bercerita juga bagaimana keadaan Nanda dengan Irfan sekarang dan bagaimana Reza dan Zahra pergi meninggalkanku dengan alasan mereka masing-masing.
Tidak lama datanglah Nanda bersama dengan Irfan. Mereka langsung menuju kamar Dinda dan langsung menyapanya, menanyakan bagaimana keadaannya dan mereka berbincang dengan serunya. Aku turun menuju dapur untuk mempersiapkan sarapan untuk Nanda dan juga Irfan. Setibanya di dapur aku hanya terdiam dan lagi-lagi air mata ini kembali menetes. Meskipun Dinda sudah bisa menerima keadaannya saat ini, aku masih merasa bersalah karena aku lah yang membuatnya seperti ini.
“Udah Bang, jangan dipikirin lagi. Ka Din juga udah bisa nerima keadaannya.” Kata Nanda
“Tetep aja Abang ngerasa bersalah Nda atas semuanya.” Kataku
“Terus Abang mau apa sekarang? Kita udah ngga bisa ngapa-ngapain lagi.” Jelas Nanda
“Masih ada yang bisa Abang lakuin buat Dinda...”
Dan kemudian aku membawakan makanan beserta minuman ke atas kamar dibantu oleh Nanda. Kami sarapan bersama di kamar Dinda, terkadang kami masih menyempatkan untuk bersenda gurau mengenai Irfan yang harus kuat menghadapi sifat kekanak-kanakannya Nanda. Dan aku rasa Irfan bisa mengatasi Nanda.
Menjelang pukul sepuluh akhirnya aku putuskan untuk berangkat menuju kantor. Aku berpamitan dengan Dinda, Nanda dan juga Irfan. Ku nyalakan mesin mobil tua ini dan bergegas menuju kantor. Jalanan cukup padat meskipun sudah menjelang siang dan sekitar satu jam berikutnya aku sudah tiba di kantorku.
Aku menuju meja dimana tempat aku bekerja, dan sebelum duduk aku memandangi meja yang ada di sebelahku. Meja yang di tempati oleh Zahra saat itu, sudah tergantikan oleh orang lain.
“Bram, kita berangkat sekarang apa abis makan aja?” Tanya Diana teman satu divisiku
“Abis makan siang aja deh, masih macet tadi.” Kataku sambil duduk di bangku
Aku melihat beberapa lembar gambar kerja yang sudah siap untuk di antar menuju klien. Aku mengisi beberapa data agar dapat mempermudah klien membaca hasil kerja tim kami. Dan kemudian aku nyalakan komputer yanga ada di mejaku. Rasa sedih kembali muncul ketika aku melihat background layar komputer ini, ada sebuah foto dimana aku bersama Dinda sedang berada di sebuah restoran untuk merayakan hari ulang tahunnya saat itu. Dimana ia masih bisa untuk berjalan normal, bukan seperti saat ini. Aku kembali menyalahkan diriku atas apa yang telah menimpanya dan aku akan terus begini entah sampai kapan.
Setelah selesai dengan beberapa tugas, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas dan sebentar lagi adalah jam makan siang. Aku segera menuju pantry untuk memesan kopi hitam dan kemudian aku menuju sebuah ruangan yang dipenuhi oleh kepulan asap rokok. Aku masuk ke dalam dan memilih untuk duduk menghadap pemandangan kota siang ini, ku nyalakan sebatang rokok dan menghisapnya cukup dalam.
“Kamu kenapa Bram? Saya liat banyak pikiran...” Kata salah satu senior di divisiku
“Oh nggapapa Pak, cuma capek aja sama kerjaan.” Sanggahku
“Kinerja kita harus tetep dipertahanin ya jangan sampe klien kecewa.” Katanya
Aku mengangguk dan kemudian ia meninggalkanku untuk duduk bersama dengan senior-senior lainnya. Setelah menghabiskan secangkir kopi hitam dan beberapa batang rokok akhirnya aku keluar dari ruangan itu dan segera menghampiri rekan kerjaku
“Ayo makan dulu abis itu ke lapangan...” Kataku
“Oke bentar masukin bahan-bahannya dulu.” Katanya
Dan setelah itu kami berdua menuju sebuah kantin yang ada di lantai dasar gedung kantorku. Selesai dengan makan siang kami akhirnya kami menuju ke tempat klien kami berada. Cukup jauh hingga menempuh waktu sekitar satu jam bahkan disaat jalanan lengang.
Setibanya di sana kami langsung melihat sejauh mana pekerjaan itu dibuat, dan rupanya pembangunan ini lancar tanpa ada masalah. Aku memastikan tidak ada yang salah dari pengerjaan tersebut satu per satu. Hingga akhirnya aku pastikan tidak ada yang terlewatkan
“Semuanya aman nih Rin...” Kataku
“Jam tiga kita balik dulu ke kantor buat ngasih laporan ya, abis itu baru balik.” Kata Rini
Setelah itu aku dan juga Rini menuju tempat kami membahas tentang progress dari bangunan ini bersama dengan tim yang lain. Cukup puas dengan hasil laporan lapangan, kami menyempatkan untuk berbincang sesaat.
“Bram, liat deh itu ada cewe cantik.” Kata Yohan
Aku segera melihat ke arah Yohan menunjuk dan benar saja, aku melihat ada seorang wanita cantik yang sedang memasuki wilayah proyek tanpa alat pengaman sekalipun. Sebagai orang yang memiliki tanggung jawab dengan proyek ini aku putuskan untuk menghampiri wanita itu. Sudah hampir tiga minggu pembangunan ini dimulai dan aku belum pernah melihat wanita ini di proyek.
“Siang Mba, ada perlu apa ya?” Tanyaku
“Saya mau liat-liat aja kok pembangunannya...” Jawabnya
“Mohon maaf Mba, proyek ini ngga terbuka buat umum jadi yang tidak berkepentingan dilarang masuk.” Jelasku
“Tapi penjaga di depan ngizinin saya masuk...” Katanya sambil menunjuk penjaga yang ada di depan
Aku sempat berpikir, seharusnya jika ia tidak mempunyai kepentingan di proyek ini dia tidak akan mendapatkan akses untuk masuk ke dalam sini. Namun faktanya dia mendapatkan izin dari penjaga di depan.
“Boleh saya tau nama Mba siapa?” Tanyaku penasaran
“Anindita...” Jawabnya singkat
“Anindita? Anindita Suherman?” Tanyaku setengah kaget
Ia mengangguk dan kemudian tersenyum kepadaku. Mataku terbuka dengan cukup lebar mengetahui siapa wanita ini, dia adalah anak dari salah satu pemegang saham pembangunan proyek yang sedang aku kerjakan.
“Oh Mba Anindita silahkan kalau perlu apa-apa saya bantu. Dan mohon maaf sebelumnya kalo Mba harus pake alat pengaman terlebih dahulu. Jadi bisa ikut saya ke tempat itu.” Jelasku
Ia mengikutiku dari belakang. Setibanya di ruangan meeting, aku langsung memperkenalkan siapa wanita yang bersamaku ini dan tentu saja reaksi mereka juga ikut kaget mendengarnya. Dan kemudian setelah aku memberikan beberapa alat pengaman seperti helm, rompi tamu dan juga masker akhirnya aku menemaninya untuk melihat keadaan sekitar proyek. Aku sempat menebak-nebak bahwa ia adalah anak mahasiswa yang bidangnya sama denganku dan ia ingin mempelajari lebih lanjut dengan cara datang langsung ke proyek yang sedang berjalan.
“Oh iya Masnya namanya siapa? Aku belum kenalan..” Tanyanya kepadaku
“Nama saya Bramantyo, panggil aja Bram Mba.” Kataku menyalaminya
“Kalo gitu panggil aku Anin aja ya Mas..” Katanya
“Mas? Emang saya lebih tua ya Mba?” Tanyaku penasaran
“Aku baru wisuda tahun ini jadi pasti Masnya lebih tua kan?” Tanyanya
“Bener juga sih...” Kataku pelan
Setelah itu aku kembali menuju ruang meeting bersama dengan Anin dan melanjutkan perbincangan kami. Anin memutuskan untuk pulang karena dia ada keperluan, dan aku memutuskan untuk mengantarnya hingga di parkiran. Ia masuk ke dalam mobilnya dan sempat membuka kaca jendelanya
“Mas Bram, aku minta kontaknya dong jadi kalo aku ke sini lagi ada temennya.” Katanya
Selesai dengan urusan itu akhirnya ia pergi meninggalkan proyek ini. Seorang wanita cantik rela untuk menerima debu dan panasnya matahari, wanita yang luar biasa menurutku. Dan mungkin saja dia akan sehebat Ayahnya nanti. Aku kembali masuk ke dalam proyek untuk menyelesaikan tugas hari ini.
Pukul tiga tepat aku memutuskan untuk pulang kembali menuju kantor bersama dengan Rini.
“Tadi anaknya Pak Suherman beneran?” Tanya Rini kepadaku
“Iya, soalnya dia pernah cerita ke gue kalo apartemen ini udah siap huni salah satunya bakalan dimilikin sama anak perempuannya yaitu Anin. Dan kebetulan wanita tadi itu namanya Anindita, jadi ya bisa lu simpulin sendiri deh.” Jawabku
Rini mengangguk, dan kemudian aku lajukan mobil kantor ini kembali ke sarangnya. Pukul empat sore kami sudah tiba kembali di kantor dan bersiap-siap untuk pulang. Aku membereskan apa yang harus aku bawa pulang dan setelah itu barulah aku pulang menuju rumahku.
Aku mendapatkan kabar bahwa Dinda akan menginap malam ini dan sudah diantarkan oleh Nanda beserta Irfan. Ada rasa senang dan ada rasa sedih juga yang aku rasakan. Senang bahwa Dinda akan kembali menuju rumahku seperti dulu, dan sedih jika mengingat dari rumah ku lah semuanya berawal yang menyebabkan Dinda menjadi seperti ini.
Satu setengah jam menempuh perjalanan pulang dan akhirnya aku tiba di rumah, di sana sudah ada mobil milik Irfan yang terparkir dengan rapih. Aku segera memarkirkan mobilku dan masuk ke dalam rumah. Ternyata mereka sudah berada di kamarku sedang bersenda gurau. Aku cukup senang mereka bisa berbahagia, dan aku rasa itulah salah satu alasan mengapa Dinda bisa menerima semua ini.
“Abaaaang, nih ada kue. Mau ngga? Kalo ngga mau nanti aku abisin.” Kata Nanda
“Pantesan pipi kamu makin megar Nda, Abang ngga heran.” Kataku
“Ih Abang mah jahat...” Katanya sambil memukulku pelan
“Kamu kok jahat banget sih Bram ngomongnya.” Kata Dinda
Irfan hanya bisa tertawa melihat kejadian ini, dan setelah selesai dengan pukul-memukul akhirnya kami makan malam bersama di kamarku. Irfan memutuskan untuk pulang selesai makan karena besok dia harus masuk. Setelah berpamitan akhirnya Nanda mengantarkan Irfan menuju halaman depan.
Aku membawa Dinda menuju balkon kamarku dan kemudian ku peluk dengan erat dirinya. Jari jemarinya menyentuh pipiku dengan hangat dan aku mencium pipinya kali ini.
“Kamu ngga akan kemana-mana kan?” Tanya Dinda
“I’ll always one step behind you...” Kataku
Malam ini aku seperti mencintainya untuk yang kedua kali, dan tentu saja aku semakin mencintainya. Bukan tanpa alasan, namun karena ia sanggup bangkit dari semuanya dan aku di sini akan selalu menjaganya hingga nanti.
“Aku bawain kamu sarapan tuh ada di atas meja...” Kataku
“Eh iya makasih ya Bram.” Katanya
Aku mendekapnya cukup erat pagi ini, suasana cukup sejuk dan panas belum terlalu terik. Dinda, maafkan atas apa yang telah aku lakukan kepadamu. Maafkan aku atas semua kesalahanku. Aku masih merasa sangat bersalah atas kejadian yang menimpamu saat ini, dan itu semua adalah kesalahanku.
Ia menyentuh pipiku dan kemudian ia menghapus air mata yang sudah menetes ke pipiku. Ia menyentuh bibirku dengan jari-jarinya, kemudian ia tersenyum kepadaku.
“Apa yang perlu kamu tangisin lagi Bram? Semuanya udah terjadi, dan aku bisa nerima semuanya.” Kata Dinda
“Maafin aku Din, ini semua salah aku. Kalo aja aku ngga ngelakuin hal itu mungkin aja.........”
Ia menutup bibirku dengan jari telunjuknya. Ia kembali tersenyum kepadaku, dan aku mencoba ikut tersenyum bersamanya. Dinda, aku akan berusaha sebisa mungkin untuk mengembalikan kehidupanmu seperti dulu. Aku akan tetap berusaha bagaimana pun caranya. Bagaimana pun caranya...
Setelah itu aku dan Dinda berbincang mengenai pekerjaanku yang tidak terlalu berat. Kami banyak bercerita juga bagaimana keadaan Nanda dengan Irfan sekarang dan bagaimana Reza dan Zahra pergi meninggalkanku dengan alasan mereka masing-masing.
Tidak lama datanglah Nanda bersama dengan Irfan. Mereka langsung menuju kamar Dinda dan langsung menyapanya, menanyakan bagaimana keadaannya dan mereka berbincang dengan serunya. Aku turun menuju dapur untuk mempersiapkan sarapan untuk Nanda dan juga Irfan. Setibanya di dapur aku hanya terdiam dan lagi-lagi air mata ini kembali menetes. Meskipun Dinda sudah bisa menerima keadaannya saat ini, aku masih merasa bersalah karena aku lah yang membuatnya seperti ini.
“Udah Bang, jangan dipikirin lagi. Ka Din juga udah bisa nerima keadaannya.” Kata Nanda
“Tetep aja Abang ngerasa bersalah Nda atas semuanya.” Kataku
“Terus Abang mau apa sekarang? Kita udah ngga bisa ngapa-ngapain lagi.” Jelas Nanda
“Masih ada yang bisa Abang lakuin buat Dinda...”
Dan kemudian aku membawakan makanan beserta minuman ke atas kamar dibantu oleh Nanda. Kami sarapan bersama di kamar Dinda, terkadang kami masih menyempatkan untuk bersenda gurau mengenai Irfan yang harus kuat menghadapi sifat kekanak-kanakannya Nanda. Dan aku rasa Irfan bisa mengatasi Nanda.
Menjelang pukul sepuluh akhirnya aku putuskan untuk berangkat menuju kantor. Aku berpamitan dengan Dinda, Nanda dan juga Irfan. Ku nyalakan mesin mobil tua ini dan bergegas menuju kantor. Jalanan cukup padat meskipun sudah menjelang siang dan sekitar satu jam berikutnya aku sudah tiba di kantorku.
Aku menuju meja dimana tempat aku bekerja, dan sebelum duduk aku memandangi meja yang ada di sebelahku. Meja yang di tempati oleh Zahra saat itu, sudah tergantikan oleh orang lain.
“Bram, kita berangkat sekarang apa abis makan aja?” Tanya Diana teman satu divisiku
“Abis makan siang aja deh, masih macet tadi.” Kataku sambil duduk di bangku
Aku melihat beberapa lembar gambar kerja yang sudah siap untuk di antar menuju klien. Aku mengisi beberapa data agar dapat mempermudah klien membaca hasil kerja tim kami. Dan kemudian aku nyalakan komputer yanga ada di mejaku. Rasa sedih kembali muncul ketika aku melihat background layar komputer ini, ada sebuah foto dimana aku bersama Dinda sedang berada di sebuah restoran untuk merayakan hari ulang tahunnya saat itu. Dimana ia masih bisa untuk berjalan normal, bukan seperti saat ini. Aku kembali menyalahkan diriku atas apa yang telah menimpanya dan aku akan terus begini entah sampai kapan.
Setelah selesai dengan beberapa tugas, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas dan sebentar lagi adalah jam makan siang. Aku segera menuju pantry untuk memesan kopi hitam dan kemudian aku menuju sebuah ruangan yang dipenuhi oleh kepulan asap rokok. Aku masuk ke dalam dan memilih untuk duduk menghadap pemandangan kota siang ini, ku nyalakan sebatang rokok dan menghisapnya cukup dalam.
“Kamu kenapa Bram? Saya liat banyak pikiran...” Kata salah satu senior di divisiku
“Oh nggapapa Pak, cuma capek aja sama kerjaan.” Sanggahku
“Kinerja kita harus tetep dipertahanin ya jangan sampe klien kecewa.” Katanya
Aku mengangguk dan kemudian ia meninggalkanku untuk duduk bersama dengan senior-senior lainnya. Setelah menghabiskan secangkir kopi hitam dan beberapa batang rokok akhirnya aku keluar dari ruangan itu dan segera menghampiri rekan kerjaku
“Ayo makan dulu abis itu ke lapangan...” Kataku
“Oke bentar masukin bahan-bahannya dulu.” Katanya
Dan setelah itu kami berdua menuju sebuah kantin yang ada di lantai dasar gedung kantorku. Selesai dengan makan siang kami akhirnya kami menuju ke tempat klien kami berada. Cukup jauh hingga menempuh waktu sekitar satu jam bahkan disaat jalanan lengang.
Setibanya di sana kami langsung melihat sejauh mana pekerjaan itu dibuat, dan rupanya pembangunan ini lancar tanpa ada masalah. Aku memastikan tidak ada yang salah dari pengerjaan tersebut satu per satu. Hingga akhirnya aku pastikan tidak ada yang terlewatkan
“Semuanya aman nih Rin...” Kataku
“Jam tiga kita balik dulu ke kantor buat ngasih laporan ya, abis itu baru balik.” Kata Rini
Setelah itu aku dan juga Rini menuju tempat kami membahas tentang progress dari bangunan ini bersama dengan tim yang lain. Cukup puas dengan hasil laporan lapangan, kami menyempatkan untuk berbincang sesaat.
“Bram, liat deh itu ada cewe cantik.” Kata Yohan
Aku segera melihat ke arah Yohan menunjuk dan benar saja, aku melihat ada seorang wanita cantik yang sedang memasuki wilayah proyek tanpa alat pengaman sekalipun. Sebagai orang yang memiliki tanggung jawab dengan proyek ini aku putuskan untuk menghampiri wanita itu. Sudah hampir tiga minggu pembangunan ini dimulai dan aku belum pernah melihat wanita ini di proyek.
“Siang Mba, ada perlu apa ya?” Tanyaku
“Saya mau liat-liat aja kok pembangunannya...” Jawabnya
“Mohon maaf Mba, proyek ini ngga terbuka buat umum jadi yang tidak berkepentingan dilarang masuk.” Jelasku
“Tapi penjaga di depan ngizinin saya masuk...” Katanya sambil menunjuk penjaga yang ada di depan
Aku sempat berpikir, seharusnya jika ia tidak mempunyai kepentingan di proyek ini dia tidak akan mendapatkan akses untuk masuk ke dalam sini. Namun faktanya dia mendapatkan izin dari penjaga di depan.
“Boleh saya tau nama Mba siapa?” Tanyaku penasaran
“Anindita...” Jawabnya singkat
“Anindita? Anindita Suherman?” Tanyaku setengah kaget
Ia mengangguk dan kemudian tersenyum kepadaku. Mataku terbuka dengan cukup lebar mengetahui siapa wanita ini, dia adalah anak dari salah satu pemegang saham pembangunan proyek yang sedang aku kerjakan.
“Oh Mba Anindita silahkan kalau perlu apa-apa saya bantu. Dan mohon maaf sebelumnya kalo Mba harus pake alat pengaman terlebih dahulu. Jadi bisa ikut saya ke tempat itu.” Jelasku
Ia mengikutiku dari belakang. Setibanya di ruangan meeting, aku langsung memperkenalkan siapa wanita yang bersamaku ini dan tentu saja reaksi mereka juga ikut kaget mendengarnya. Dan kemudian setelah aku memberikan beberapa alat pengaman seperti helm, rompi tamu dan juga masker akhirnya aku menemaninya untuk melihat keadaan sekitar proyek. Aku sempat menebak-nebak bahwa ia adalah anak mahasiswa yang bidangnya sama denganku dan ia ingin mempelajari lebih lanjut dengan cara datang langsung ke proyek yang sedang berjalan.
“Oh iya Masnya namanya siapa? Aku belum kenalan..” Tanyanya kepadaku
“Nama saya Bramantyo, panggil aja Bram Mba.” Kataku menyalaminya
“Kalo gitu panggil aku Anin aja ya Mas..” Katanya
“Mas? Emang saya lebih tua ya Mba?” Tanyaku penasaran
“Aku baru wisuda tahun ini jadi pasti Masnya lebih tua kan?” Tanyanya
“Bener juga sih...” Kataku pelan
Setelah itu aku kembali menuju ruang meeting bersama dengan Anin dan melanjutkan perbincangan kami. Anin memutuskan untuk pulang karena dia ada keperluan, dan aku memutuskan untuk mengantarnya hingga di parkiran. Ia masuk ke dalam mobilnya dan sempat membuka kaca jendelanya
“Mas Bram, aku minta kontaknya dong jadi kalo aku ke sini lagi ada temennya.” Katanya
Selesai dengan urusan itu akhirnya ia pergi meninggalkan proyek ini. Seorang wanita cantik rela untuk menerima debu dan panasnya matahari, wanita yang luar biasa menurutku. Dan mungkin saja dia akan sehebat Ayahnya nanti. Aku kembali masuk ke dalam proyek untuk menyelesaikan tugas hari ini.
Pukul tiga tepat aku memutuskan untuk pulang kembali menuju kantor bersama dengan Rini.
“Tadi anaknya Pak Suherman beneran?” Tanya Rini kepadaku
“Iya, soalnya dia pernah cerita ke gue kalo apartemen ini udah siap huni salah satunya bakalan dimilikin sama anak perempuannya yaitu Anin. Dan kebetulan wanita tadi itu namanya Anindita, jadi ya bisa lu simpulin sendiri deh.” Jawabku
Rini mengangguk, dan kemudian aku lajukan mobil kantor ini kembali ke sarangnya. Pukul empat sore kami sudah tiba kembali di kantor dan bersiap-siap untuk pulang. Aku membereskan apa yang harus aku bawa pulang dan setelah itu barulah aku pulang menuju rumahku.
Aku mendapatkan kabar bahwa Dinda akan menginap malam ini dan sudah diantarkan oleh Nanda beserta Irfan. Ada rasa senang dan ada rasa sedih juga yang aku rasakan. Senang bahwa Dinda akan kembali menuju rumahku seperti dulu, dan sedih jika mengingat dari rumah ku lah semuanya berawal yang menyebabkan Dinda menjadi seperti ini.
Satu setengah jam menempuh perjalanan pulang dan akhirnya aku tiba di rumah, di sana sudah ada mobil milik Irfan yang terparkir dengan rapih. Aku segera memarkirkan mobilku dan masuk ke dalam rumah. Ternyata mereka sudah berada di kamarku sedang bersenda gurau. Aku cukup senang mereka bisa berbahagia, dan aku rasa itulah salah satu alasan mengapa Dinda bisa menerima semua ini.
“Abaaaang, nih ada kue. Mau ngga? Kalo ngga mau nanti aku abisin.” Kata Nanda
“Pantesan pipi kamu makin megar Nda, Abang ngga heran.” Kataku
“Ih Abang mah jahat...” Katanya sambil memukulku pelan
“Kamu kok jahat banget sih Bram ngomongnya.” Kata Dinda
Irfan hanya bisa tertawa melihat kejadian ini, dan setelah selesai dengan pukul-memukul akhirnya kami makan malam bersama di kamarku. Irfan memutuskan untuk pulang selesai makan karena besok dia harus masuk. Setelah berpamitan akhirnya Nanda mengantarkan Irfan menuju halaman depan.
Aku membawa Dinda menuju balkon kamarku dan kemudian ku peluk dengan erat dirinya. Jari jemarinya menyentuh pipiku dengan hangat dan aku mencium pipinya kali ini.
“Kamu ngga akan kemana-mana kan?” Tanya Dinda
“I’ll always one step behind you...” Kataku
Malam ini aku seperti mencintainya untuk yang kedua kali, dan tentu saja aku semakin mencintainya. Bukan tanpa alasan, namun karena ia sanggup bangkit dari semuanya dan aku di sini akan selalu menjaganya hingga nanti.
khuman dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas