Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

zitizen4rAvatar border
TS
zitizen4r
Nasaruddin Umar, Tokoh Islam Liberal Diangkat Jadi Imam Besar Masjid Istiqlal
Nasaruddin Umar, Tokoh Islam Liberal Diangkat Jadi Imam Besar Masjid Istiqlal
Sabtu, 23 Januari 2016



Mantan wakil menteri agama (wamenag) RI, Prof Dr Nasaruddin Umar, dikukuhkan sebagai imam besar Masjid Istiqlal Jakarta menggantikan KH Ali Mustafa Yaqub. Pengukuhan itu dilakukan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jumat (22/1/2016), di Jakarta. (Republika Online)

Siapakah Nasaruddin Umar?

Dalam Buku "50 Tokoh Islam Liberal Indonesia: Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme Agama" terbitan Hujjah Press (kelompok Penerbit Al Kautsar) nama Nasaruddin Umar masuk sebagai salah satu tokoh Islam Liberal Indonesia.

Gelar akademik tertinggi sebagai guru besar dalam bidang ilmu tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah diperoleh pada tanggal 12 Januari 2002 dengan judul pidato ilmiah “Bias Gender dalam Penafsiran Al-Qur’an”.

Seperti diwawancarai oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) dan dimuat di situsnya, Nasaruddin Umar menyatakan: “Semua kitab suci bias gender!”

Dalam soal Poligami, Nasruddin pernah mengatakan perlunya rekontruksi tafsir ayat soal poligami: "Jadi ada masa transisi yang digagas Islam sebagaimana juga persoalan poligami tadi. Yaitu transisi bagaimana Islam membebaskan umatnya dari masyarakat poligami. Dulu ada orang Arab yang punya istri sepuluh, lalu Nabi mensyaratkan untuk memilih empat diantara mereka kalau mau masuk Islam. Kalau Nabi mengatakan untuk memilih satu saja, tentu terlalu drastis."

Selain tentang perempuan, ada beberapa pendapat Nasaruddin Umar yang perlu dicatat, salah satu tentang pengertian Nabi yang “ummi”. Pendapat tersebut dapat dijumpai pada sebuah artikel yang ditulis pada edisi September 2005 majalah az-Zikra tentang definisi “ummi” bagi Nabi Muhammad SAW.

Menurut Nasaruddin Umar, “ummi” bukanlah berarti “tidak dapat membaca dan menulis, “sebagaimana yang dipahami para ulama Islam selama ini. Tapi, tulisnya, makna “ummi” yang benar ialah yang disebutkan dalam bahasa Ibrani, yakni “pribumi” (native).

Kata Nasaruddin Umar: “Saya cenderung memahami kata ummi dalam arti pribumi, mengingat suku dan keluarga Nabi Muhammad tidak termasuk golongan pembaca kitab. Yang masyhur sebagai pembaca kitab (Qori’) pada waktu itu ialah komunitas Yahudi dan Nashrani. Mereka bukan warga native di dunia Arab.

Jika pemahaman kita seperti ini, Nabi Muhammad tentu bukan sosok yang belum menganut paham salah satu kitab suci. Karenanya ia dipilih tuhan untuk menjadi Nabi dan Rasul. Orang secerdas Nabi sulit dipahami sebagai orang yang buta huruf atau orang yang tidak diperkenankan untuk membaca dan menulis.

Selengkapnya bisa dibaca di buku "50 Tokoh Islam Liberal di Indonesia" yang ditulis Budi Handrianto terbitan pertama tahun 2007.
http://www.portalpiyungan.com/2016/0...m-liberal.html


Imam Besar Masjid Istiqlal: “Syi’ah & Kelompok Jil Sudah Masuk ke PBNU”
11/07/2015 - 21:29 WIB13350



Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Ali Mustafa Yaqub mengungkapkan bahwa aliran sesat Syi’ah dan kelompok Islam Liberal (Islib) sudah masuk dan menyusup ke salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni PBNU.

”Ada pengurus PBNU yang selalu membela Syi’ah dan selalu hadir dalam acara-acara Syi’ah. Paling tidak dia selalu hadir dalam acara Asyura dan selalu menjadi pembicara utama,” kata Ali Mustafa, pada Jum’at (24/4/2015) siang.

Berbeda dengan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) yang menurut Ali Mustafa toleran terhadap perbedaan, aliran sesat Syi’ah hanya memberi dua pilihan. “Ikut saya atau saya bunuh,” ujar Ali Mustafa mencontohkan doktrin paham dan ajaran Syi’ah. Karena itu menurut dia, Syi’ah sangat bahaya jika berkembang di Indonesia.

Ali Mustafa mengungkapkan, indikasi aliran sesat Syi’ah sudah masuk ke dalam PBNU sangat jelas. ”Dulu Jamiyatul Qurra Wal Huffadz (Jamqur) pernah kerjasama dengan Syi’ah, saya sempat baca MoU-nya. Tapi akhirnya ketahuan lalu dibatalkan,” ungkapnya.

MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman antara PBNU dengan Syi’ah ini sempat heboh. Banyak media online melansir berita MoU PBNU dengan Universitas al-Mustafa al-’Alamiyah, Qom, Iran itu.

Dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Syuriah PBNU. Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia. KH Sahal Mahfudz yang saat itu menjabat sebagai Rais ‘Aam marah dan membatalkan MoU tersebut.

Karena itu, Ali Mustafa berharap jangan sampai pengurus PBNU yang sudah jelas sekali terindikasi sebagai pembela Syi’ah dipilih lagi dalam Muktamar NU mendatang. ”Kalau masih dipilih lagi, NU lampu merah, dan semua berdosa,” tandasnya.
http://www.harianaceh.co.id/2015/07/...masuk-ke-pbnu/


Pandangan Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub (Imam Besar Masjid Istiqlal) Terkait Propaganda JIN (Islam Nusantara)
July 22, 2015 979

Istilah ‘Islam Nusantara’ belakangan ini jadi perbincangan. Entah apa maksudnya, Islam dibagi-bagi seperti itu. Sampai-sampai ada yang setengah protes mengatakan, nanti ada ‘Islam Bandung’, ‘Islam Surabaya’, ‘Islam Solo’, ‘Islam A’, ‘Islam B’, dan seterusnya.

Sesungguhnya upaya meng-kotak-kotak-kan Islam tak hanya terjadi sekarang. Jauh sebelumnya di Indonesia khususnya, penjajah Belanda berupaya memecah kaum Muslimin. Sebab, perintang dan penghalang kaum penjajah di negeri ini adalah Islam dan kaum Muslimin. Semangat jihad umat Islam terbukti telah merontokkan upaya kaum penjajah untuk terus mengangkangi negeri ini.

Rais Syuriah Bidang Fatwa PBNU 2010-2015 Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub menjelaskan perihal topik yang sedang hangat jadi perbincangan di rezim Jokowi ini. Pegiat ‘Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)’ Andi Ryansyahdari jejakislam.net, berkesempatan berbincang dengan Imam Besar Majid Istiqlal ini pada Jumat (19/6) lalu di Jakarta, terkait ‘Islam Nusantara’.

“Kami hendak melihat kaitan antara Islam dan Nusantara, dan persoalan hangat lainnya, dari sudut pandang seorang ulama di Indonesia. Meski beberapa pembicaraan, sedikit keluar dari topik sejarah, namun besar manfaat yang dapat diperoleh sebagai cermin untuk menapak di masa kini,” kata Andi. Berikut petikan percakapannya:

Bagaimana pandangan Pak Kiai tentang istilah “Islam Nusantara”?

Kalau “Islam Nusantara” itu Islam di Nusantara, maka tepat. Kalau “Islam Nusantara” itu Islam yang bercorak budaya Nusantara, dengan catatan: selama budaya Nusantara itu tidak bertentangan dengan Islam, maka itu juga tepat. Namun kalau “Islam Nusantara” itu Islam yang bersumber dari apa yang ada di Nusantara, maka itu tidak tepat. Sebab sumber ajaran Islam itu Al-Qur’an dan Hadits. Apa yang datang dari Nabi Muhammad itu ada dua hal yaitu agama dan budaya. Yang wajib kita ikuti adalah agama: akidah dan ibadah. Itu wajib, tidak bisa ditawar lagi.

Tapi kalau budaya, kita boleh ikuti dan boleh juga tidak diikuti. Contoh budaya: Nabi pakai sorban, naik unta, dan makan roti. Demikian pula budaya Nusantara. Selama budaya Nusantara tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka boleh diikuti. Saya pakai sarung itu budaya Nusantara dan itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Shalat pakai koteka. Koteka juga budaya Nusantara, tapi itu bertentangan dengan ajaran Islam, maka itu tidak boleh. Jadi harus dibedakan antara agama dan budaya.

Tadi Pak Kiai menyatakan Islam yang bercorak budaya Nusantara itu tepat, padahal Pak Kiai tadi juga menyatakan sumber ajaran Islam bukan dari apa yang ada di Nusantara, jadi maksudnya apa Pak Kiai?

Maksud saya, Islam yang bercorak budaya Nusantara itu boleh saja sepanjang tidak bertentangan dengan Islam. Tapi kalau Islam yang bersumber dari apa yang ada di Nusantara, baik akidah maupun ibadah harus asli dari Nusantara, maka itu tidak tepat. Tapi saya katakan Islam itu bukan Arab sentris. Islam itu apa kata Al-Qur’an dan Hadits, bukan Arab sentris. Tidak semua budaya Arab harus kita ambil. Sebab ada budaya Arab yang bertentangan dengan ajaran Islam. Contohnya, orang-orang minum khamr di zaman Nabi dan beristri lebih dari empat.

Tadi saya katakan, Nabi pakai sorban, apa kita wajib pakai sorban? Tidak ada hadits yang menunjukkan keutamaan memakai sorban. Tidak ada hadits yang mengatakan memakai sorban itu mendapat pahala. Para ulama mengatakan sorban itu budaya Nabi, budaya kaum Nabi pada zamannya.

Pak Kiai bagaimana sebaiknya umat Islam memandang budaya?

Sepanjang budaya tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka kita boleh mengambilnya. Ini masuk wilayah muamalah. Silakan ikuti budaya Arab, silakan pakai sorban. Tapi jangan mengatakan orang yang tidak pakai sorban, tidak mengikuti Nabi. Saya pukul kalau ada orang yang mengatakan seperti itu. Silakan makan roti karena mengikuti budaya Nabi. Tapi jangan mengatakan orang yang makan nasi, tidak mengikuti Nabi.

Demikian juga budaya Nusantara. Sepanjang budaya Nusantara tidak bertentangan dengan Islam, silakan ambil. Islam sangat memberikan peluang bagi budaya, selama budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, boleh kita ambil. Silakan berkreasi dan ambil budaya apapun, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Kemunculan “Islam Nusantara” ini membuat sebagian orang membandingkan dengan “Islam Arab”, bagaimana menurut Pak Kiai?

Saya tidak sependapat dengan bandingan-bandingan seperti itu. Islam itu Islam saja.

Jadi istilah “Islam Nusantara” itu tidak ada ya Pak Kiai?

Ya, Islam itu Agama. Nusantara itu budaya. Tidak bisa disatukan antara Agama dan budaya.
http://www.tabayyunnews.com/2015/07/...lam-nusantara/

------------------------------------

Mungkin Pak Kyai Mustafa Yakub sudah uzur ... jadi perlu diganti yang lebih fresh gitu!


emoticon-Angkat Beer
0
22.2K
42
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Tampilkan semua post
nightrain77Avatar border
nightrain77
#6
Orang islam pemikirannya pinter dikit dilabeli liberal.Orang islam yg suka bunuh bunuhin orang dilabeli pahlawan jihad.Bagaimana islam mau maju...
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.