Warning !!! Catatan perjalanan ini sangat panjang dan bersambung....
Last Updated : 3 April 2016, Destinasi 20. TN Baluran (2)
Quote:
Akan ada sedikit perbedaan dengan yang ada di blog kami, disini ada tambahan catatan dari saya. Oya, catper ini sendiri di tulis oleh kawan saya, Efrat.
Perjalanan panjang ini di mulai pada tanggal 15 Juni 2014 dan berakhir pada tanggal 25 Juli 2014.
Sebagian besar, atau mungkin semua, destinasi kami pasti sudah sering di bahas di sini. Semoga masih bisa di nikmati, dengan versi kami tentu nya.
Spoiler for Preambul...:
Hidup ini memang serba mengejutkan. Saya bertemu dengan seseorang yang tidak pernah saya duga akan merubah pola pikir dan kemudian mungkin jalan hidup saya. Selama ini saya belum pernah bertemu dengan seseorang yang meskipun secara umur tidak bisa dikatakan muda, tetapi mempunyai mimpi layaknya seorang pemuda yang baru merasakan jatuh cinta. Ya, ia memang selalu jatuh cinta. Ia jatuh cinta pada keindahan alam negeri ini.
Namanya Agus. Ko Agus, demikian aku memanggilnya. Kami bertemu secara tidak sengaja ketika melakukan perjalanan ke Raja Ampat dengan bantuan biro perjalanan. Jalan hidup memang tidak bisa ditebak. Asal kami sama-sama dari Bogor. Namun malah baru kenal di Raja Ampat. Sama-sama tukang jalan, sama-sama gemar memotret, juga sama-sama cinta akan keindahan negeri ini. Kesamaan-kesamaan inilah yang akhirnya membuat kami melakukan perjalanan yang tidak lazim bagi kebanyakan orang Indonesia.
“Keliling Jawa-Bali yuk?”, tanyanya. Belum sempat menjawab apa-apa, ia sudah lanjut berkata, “Naik mobil gw. Sebulan lebih.”
Percakapan awal itu terlontar di penghujung tahun 2013 lalu. Saya pikir ini mungkin sekedar ajakan yang tidak akan pernah terwujud. Sama seperti rencana-rencana perjalanan sebelumnya yang pernah direncanakan bersama teman-teman lain dan belum pernah terwujud hingga saat ini.
Ternyata ia lebih daripada serius. Ia melakukan riset sedemikian detailnya sendirian hingga saya hanya tinggal berangkat saja. Ia sudah membuat itinerary perjalanan selama 40 hari. Empat puluh hari di jalan, kawan-kawan! Semua target lokasi yang akan dikunjungi per harinya, lengkap dengan rincian perkiraan biaya, koordinat GPS, daftar penginapan, beberapa contact person lokal, kuliner khas daerah, dan sebagainya. Lengkap. Jujur, saya sendiri sampai kaget, karena semua sudah begitu siap dan up-to-date.
“Kapan?”, tanyaku singkat.
“Pertengahan tahun ini. Pertengahan Juni (2014) kita berangkat. Gimana?”, ia kembali bertanya.
So, how if you were me? Would you answer Yes or No?
Sebagai seorang Sagitarius sejati, tentu saya tidak bisa menolak kesempatan ini. Meskipun keputusan baru bisa saya ambil di detik-detik akhir keberangkatan. hehehe….
Mungkin banyak yang akan bertanya, ngapain sih jalan-jalan sampai lama seperti itu? Ya tentu untuk merasakan sendiri dong keindahan Indonesia ini. Untuk menjadi lebih Indonesia dari sebelumnya. Untuk kembali jatuh cinta pada negeri ini dan masyarakat di dalamnya.
Lalu, seperti apa gambaran ketika melakukan perjalanan 42 hari nonstop keliling Jawa-Bali melalui jalur darat? Total jarak tempuh hampir 7000 km. Sebelas kali mengisi penuh tangki bahan bakar mobil. Lebih dari 15.000 foto sepanjang perjalanan. Empat puncak gunung, termasuk puncak paling tinggi di Jawa, kami daki. Dua spot snorkelling, kami renangi. Tiga air terjun. Dua sungai. Dua cagar alam. Empat taman nasional. Empat gua. Sepuluh pantai. Serta beberapa tempat lainnya yang bingung mau dimasukkan ke kategori mana. Kira-kira, seperti itulah gambaran perjalanan kami ini.
Inilah hasil perjalanan kami. Ekspedisi tanpa kepentingan lain selain mendokumentasikan dan menikmati keindahan alam negeri kita khususnya di Jawa-Bali. Kami persembahkan foto dan juga cerita selama perjalanan kami ini. Nikmati setiap cerita dan selamat meresapi (kembali) keindahan Indonesia. Salam. (NE)
Spoiler for Me... alias aku...:
Aneh memang, kita tinggal di kota yang sama, kenal nya malah di Papua. Kurang jauh kah? Itulah hidup, banyak hal tak terduga…
Efrat waktu itu tidak tahu, sebenar nya itinerarytersebut sudah saya susun jauh sebelum nya. Kira-kira mulai dari beberapa bulan sebelum penghujung tahun 2012, ya sudah lebih dari 1 tahun! Itinerary yang boleh di bilang sudah tutup buku, karena putus asa. Dalam kurun waktu itu tidak ada satu pun teman yang bisa ikut trip khayalan saya ini.
Ternyata perjalanan ini di ijin kan, walau dengan cara yang aneh, harus ke Papua terlebih dahulu. Thanks God!!! Orang gila bertemu dengan orang sableng, klop deh bisa sejalan satu tujuan hehehe…
Sekarang ada sisi lain dari Bali yang hendak kami ceritakan, yaitu tentang budayanya. Masih di hari yang sama setelah melihat matahari terbit dari puncak Gunung Batur, sorenya kami pergi mengunjungi Uluwatu untuk menonton Tarian khas Pulau Dewata, Kecak.
Spoiler for Lanjutan...:
Kami sempat beristirahat di Denpasar sebelum kemudian berangkat ke Uluwatu di sore hari. Jalanan menuju Uluwatu ternyata lumayan padat. Maklum, Uluwatu merupakan salah satu landmark yang wajib didatangi di Bali. Kami tiba di parkiran pukul 17.20 WITA. Karena kami tidak tahu pasti pukul berapa pertunjukan akan dimulai, maka kami bergegas membeli tiket dan mengantri masuk.
Kami cukup kaget karena antrian untuk masuk lumayan padat dan juga kursi penonton terlihat sudah padat sekali. Hal ini wajar karena Tari Kecak di Uluwatu dilakukan di dekat tebing dengan panorama matahari terbenam langsung sebagai latar belakang panggung.
Karena sudah ramai, hal ini membuat saya dan Ko Agus gagal memilih spot untuk sudut pengambilan gambar terbaik. Tapi kami tetap sambil mencari tempat duduk dengan spot bagus yang masih tersisa.
Ternyata pertunjukan sudah dimulai ketika kami sedang mengantri masuk tadi. Namun, tidak perlu khawatir bila tidak mengerti jalan cerita, karena sebelum masuk, pamflet cerita pun dibagikan secara cuma-cuma. Bila membawa tamu atau teman dari negara lain, mereka juga memiliki leaflet dalam beberapa bahasa asing yang populer. Oh ya, jangan lupa bawa minum sendiri ya karena durasi pertunjukan sekitar satu jam lebih.
Karena budaya Bali berasal dari budaya Hindu, maka penampilan Tari Kecak di Uluwatu bercerita mengenai kisah Rama dan Shinta. Tepatnya ketika Shinta diculik oleh Rahwana, Raja dari Alengka. Singkat cerita, Hanoman (makhluk berwujud kera putih) membantu Rama dalam menyelamatkan Shinta. Ah, saya tidak mau terlalu banyak bercerita. Mari, datang dan saksikan saja sendiri pertunjukannya. hehehe
Saya sudah menonton tari kecak di Bali di beberapa tempat berbeda. Meskipun tergolong cukup mahal (saat itu harganya Rp. 100.000,- per orang), tapi sejauh ini Uluwatu menjadi tempat favorit bagi saya untuk menonton pertunjukan Tari Kecak. Bagaimana bisa seperti itu? Menurut saya demikian:
Jumlah penari Kecak yang tergolong banyak. Suara dari pemain kecaknya pun keras sehingga membuat suasana di panggung menjadi lebih meriah.
Latar belakang yang indah. Memang tidak ada kepastian bahwa langit akan cerah dan anda bisa menyaksikan matahari terbenam dengan indah, tapi tanpa matahari terbenam yang jelas pun, pemandangan di belakang panggung ini pun masih tetap menakjubkan.
Ada interaksi dengan penonton. Pertunjukan yang dilakukan benar-benar menghibur. Mereka sangat mahir membuat interaksi yang lucu-lucu sampai membuat peontonnya terpingkal-pingkal, khususnya Hanoman. Ia melompat ke tengah-tengah penonton, melakukan selfie bareng penonton, hingga mencari kutu di kepala penonton yang botak! Hahaha
Sebelum mencapai klimaks, ceritanya Hanoman tertangkap dan hendak dibakar. Kemudian seorang pedande (pemuka agama Hindu) masuk ke panggung, menaruh sesajen, dan kembali membaca doa. Ketika sang pedande keluar, barulah Hanoman beraksi meloloskan diri dan memorak-porandakan Kerajaan Alengka.
Tepuk tangan meriah diberikan oleh penonton atas pertunjukan yang sangat menghibur ini. Hari pun sudah gelap ketika pertunjukan usai. Kami pun segera kembali ke Denpasar untuk istirahat. Kalau ditanya, apakah saya merekomendasikan tempat ini untuk dikunjungi oleh teman-teman? Jawabannya adalah IYA. Kalau belum pernah, kalian wajib ke sini. Saranku, kalian bisa datang lebih awal untuk bisa melihat-lihat di sekitar Pura Uluwatu-nya terlebih dahulu dan baru kemudian menonton pertunjukan Tari Kecak-nya.
Ah, sayang sekali Edhy hanya bisa bersama dengan kami sampai hari ini. Besok ia sudah harus pulang ke Bandung karena musibah yang terjadi di rumahnya. Terima kasih sudah melakukan setengah perjalanan panjang ini bersama kami, Ed. Semoga lain waktu diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan bersama kembali. (NE)
Spoiler for Me...:
Jika berkunjung dan berkeliling di Uluwatu sebaiknya hindari memakai barang-barang yang mudah dirampas oleh monyet-monyet disana, seperti kacamata, topi, dll. Entah monyet disana memang agresif atau ada oknum yang melatih jadi seperti itu. Karena setelah itu biasa nya akan ada 'pawang(?)' yang akan meminta barang tersebut dan tentunya.... mendapat imbalan