- Beranda
- Stories from the Heart
Not All About Love
...
TS
propanol.12
Not All About Love
Assalamualaikum Wr Wb
Sebelumnya gw ucapkan permisi dan terima kasih kepada mimin, momod dan seluruh penghuni forum SFTH ini. Setelah lama jadi SR akhirnya ada keinginan juga dari gw untuk membagikan kisah gw yang absurd dan serba gag jelas ini. Sebuah kisah pahit manis gw dalam menemukan jati diri gw dan menemukan seseorang yang bakal selalu ada disisi gw. Sebelumnya gw tekankan disini gw bukan seorang penulis jadi mohon maaf kalau dalam penulisan gw nanti banyak sekali kekurangan. Dan demi kenyamanan dan keprivasian tokoh yang bersangkutan maka semua nama tokoh dalam cerita gw ini disamarkan.

Quote:
Quote:
Ada kalanya aku harus mengalah dan mengorbankan zona nyaman dan amanku untuk bisa meraih sesuatu yang lebih berarti dan bermakna dalam hidupku. Aku egois, inilah ceritaku.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 18 suara
Siapakah nanti yang bakal jadi pasangan hidup gw?
Irina
17%
Mita
17%
Sandy
67%
Diubah oleh propanol.12 18-01-2016 20:17
anasabila memberi reputasi
1
11.4K
121
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
propanol.12
#78
Part 13 – What the?
Seperti biasanya setelah solat Maghrib gue pasti bersantai di balkon kost gue. Sambil ditemani kopi dan gorengan yang setia menemani gue menikmati alam pedesaan yang asri. Ah alam pedesaan memang selalu mempesoan bagi gue. Yah walaupun emang jauh dari kata ‘lengkap’ tapi ada semacam chemistry sendiri buat gue untuk hidup di kota.
Telepon pun berakhir. Gue masih memikirkan saran-saran dari dia. Bener juga sih yang dikatakan si Mita. Pasti Irina butuh banget support saat ini. Dan kayaknya emang posisi gue memang yang paling bisa diandalkan untuk mensupport dia. Ah pinter juga nih anak ngomongnya bikin gue bingung aja.
Gue pun beranjak dari balkon dan kemudian masuk ke kamar gue. Gue membuka dompet gue dan ngelihat foto gue sama Irina yang saat ini masih gue pajang. Sebuah foto usang yang kita ambil saat awal bersama dulu. Gue coba membuka memori gue lagi saat bersama dia. Ah kenangan indah yang memang terlalu pahit untuk gue rasakan sekarang.
****
****
Itu merupakan kenangan gue dan Irina saat mengambil foto yang sekarang gue pajang di dompet gue sekarang. Ah sebuah memori yang sangat indah dan mungkin bakal selalu membekas di fikiran gue.
“Kenapa sih Rin, hubungan kita seperti ini. Kenapa kita tidak mencoba untuk sedikit membuka jalan agar perjuangan kita itu tidak terkesan sia-sia. Kenapa kamu nampaknya hanya pasrah menerima keputusan ini. Apa segitu patuhnya kamu sehingga dengan mudah kamu memilih keputusan ini tanpa mempertimbangkan perjuangan kita.” Fikir gue dalam lamunan gue yang masih tetap memandang foto gue dan dia.
Saat melamun telepon gue pun berbunyi. Dan gue lihat identitas penelponnya adalah Irina. Ah baru dibayangkan sudah nelpon aja orangnya. Apa ini yang dinamakan ikatan batin itu? Dan (mungkin) karena gue mempertimbangkan saran dari Mita akhirnya gue angkat itu telepon.
Seperti biasanya setelah solat Maghrib gue pasti bersantai di balkon kost gue. Sambil ditemani kopi dan gorengan yang setia menemani gue menikmati alam pedesaan yang asri. Ah alam pedesaan memang selalu mempesoan bagi gue. Yah walaupun emang jauh dari kata ‘lengkap’ tapi ada semacam chemistry sendiri buat gue untuk hidup di kota.
Quote:
Telepon pun berakhir. Gue masih memikirkan saran-saran dari dia. Bener juga sih yang dikatakan si Mita. Pasti Irina butuh banget support saat ini. Dan kayaknya emang posisi gue memang yang paling bisa diandalkan untuk mensupport dia. Ah pinter juga nih anak ngomongnya bikin gue bingung aja.
Gue pun beranjak dari balkon dan kemudian masuk ke kamar gue. Gue membuka dompet gue dan ngelihat foto gue sama Irina yang saat ini masih gue pajang. Sebuah foto usang yang kita ambil saat awal bersama dulu. Gue coba membuka memori gue lagi saat bersama dia. Ah kenangan indah yang memang terlalu pahit untuk gue rasakan sekarang.
****
Quote:
****
Itu merupakan kenangan gue dan Irina saat mengambil foto yang sekarang gue pajang di dompet gue sekarang. Ah sebuah memori yang sangat indah dan mungkin bakal selalu membekas di fikiran gue.
“Kenapa sih Rin, hubungan kita seperti ini. Kenapa kita tidak mencoba untuk sedikit membuka jalan agar perjuangan kita itu tidak terkesan sia-sia. Kenapa kamu nampaknya hanya pasrah menerima keputusan ini. Apa segitu patuhnya kamu sehingga dengan mudah kamu memilih keputusan ini tanpa mempertimbangkan perjuangan kita.” Fikir gue dalam lamunan gue yang masih tetap memandang foto gue dan dia.
Saat melamun telepon gue pun berbunyi. Dan gue lihat identitas penelponnya adalah Irina. Ah baru dibayangkan sudah nelpon aja orangnya. Apa ini yang dinamakan ikatan batin itu? Dan (mungkin) karena gue mempertimbangkan saran dari Mita akhirnya gue angkat itu telepon.
Quote:
0
”