Hi, daughter. Terlalu banyak tabir kegelapan di peradaban ini, termasuk tabir kegelapan tentang derajat wanita. Dahulu kala sebelum derajat wanita dinaikkan, derajat wanita sama lah dengan seorang pembantu. Ayah berhak membunuh atau menjual anak perempuan kalau tidak diberkahi anak laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena dia yang membuat Adam terusir dari surga. Wanita adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia, wanita adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki. Wanita dianggap kutukan dan diantara kutukan terhadap perempuan yang paling monumental adalah menstruasi. Menstruasi selalu dihubungkan dengan koherensi peristiwa-peristiwa alam seperti bencana alam, kemarau panjang dan berkembangnya hama penyebab gagalnya panen. Jika wanita mengalami menstruasi maka harus hidup di dalam gubuk khusus atau mengasingkan diri dalam goa-goa, tidak boleh bercampur dengan keluarga, tidak boleh berhubungan seks, dan tidak boleh menyentuh jenis makanan tertentu. Yang lebih penting adalah tatapan mata dari mata wanita sedang menstruasi yang biasa disebut dengan “mata iblis”, harus diwaspadai karena diyakini bisa menimbulkan berbagai bencana. Dan khusus untuk keluarga raja cukup memakai pakaian yang menutupi seluruh anggota badan dan hanya menyisakan bagian mata saja sebagai pergantian fungsi dari pengangsingan diri di gubuk, lalu seiring waktu diikuti oleh wanita non bangsawan. Seiiring waktu, martabat wanita semakin bobrok dengan adanya sistem budaya yang menyamakan derajat manusia seperti hewan ternak. Budaya tersebut berasal dari peradaban kuno seperti : Mesir, Cina, India, Yunani dan Romawi dan berakar hingga ke peradaban-peradaban lain. Tidak saja menyamakan seperti hewan ternak, budaya tersebut juga membuat manusia mempunyai nilai jual yang sangat tinggi yang bisa diperjualbelikan di pasar-pasar sehingga manusia menjadi aset yang harganya bisa naik turun dan kalau sistem tersebut dihapuskan secara serentak dunia akan rugi berapa nilai? Apa akibatnya andaikan manusia tersebut sudah wanita dan nasibnya seperti hewan ternak? Terlalu tragis bukan? Ya, walaupun sistem tersebut tidak bisa dihapuskan secara serentak dan pasti, namun bisa dihilangkan secara perlahan-lahan tetapi menggunakan cara yang masih belum bisa diterima oleh akal sehat banyak orang zaman sekarang. Tetapi secara perlahan-lahan manusia pun merdeka dan dimerdekakan atau memiliki keturunan yang merdeka, sehingga derajat wanita pun dinaikkan dengan memuliakan dan memprilakukannya dengan sangat spesial , salah satunya dengan mewajibkannya untuk menutupi organ dan bagian tubuh wanita yang bisa menggoda nafsu pria, karena justru yang pantas disebut mata iblis itu sebenarnya ya mata pria yang selalu refleks melihat pemandangan yang menggoda. Karena berada di lingkungan yang panas dan penuh debu, wanita yang berada di keluarga “Sang Pemimpin” pun memakai kembali pakaian wanita generasi sebelumnya, generasi dimana wanita diasingkan dengan menutupi seluruh tubuh dan hanya menyisakan mata agar wajahnya tidak tersapu debu dan tersengat panasnya sinar matahari. Sayang sekali padahal Tuhan sangat sayang kepada umatnya untuk menutupi bagian tubuh yang disuruh dengan menyisakan bagian tubuh spesial sebagai tujuan identifikasi secara kasat mata maupun yang tak kasat mata agar bisa dikenali sebagai wanita dan juga sebagai rangka tubuh utama untuk beraktifitas yang dimiliki manusia, tetapi seiring “Sang Pemimpin” meninggal, muncul pemuka-pemuka umat dengan mahzab yang mewakili beberapa pemikirannya sehingga tercipta lagi sosok wanita dengan derajat dianggap lebih tinggi (katanya) dan berpahala karena mengikuti segala “gaya hidup” generasi sebelumnya namun terbelenggu atau dibatasi cara berpikir di antara lain pengalaman subjektif, sudut pandang, prasangka, prinsip, kepentingan, referensi pembanding, dan pemikiran-pemikiran keagamaan yang berkembang dan lebih memilih rasionalisasi daripada proyeksi, sebagai cara untuk melepaskan diri dari pertentangan atau konflik batin. Salah satu contohnya adalah adanya konstruksi kesadaran tentang “menghindari fitnah”dan cenderung membangun suatu penjelasan dan alasan-alasan, daripada meletakkan kesalahan pada pihak lain, dalam hal ini laki-laki. Bahkan beberapa wanita masih banyak menggunakan pakaian tersebut tetapi masih berusaha kolot untuk menjaga eksistensinya di dunia publik dan maya, menampang fotonya sedang ber-selfie close up, bahkan juga tidak segan untuk berbaur dengan kehirukpikukan aurat yang berhambur sehingga rasionalisasinya terhadap pertentangan atau konflik batin yang cenderung membangun suatu penjelasan dan alasan-alasan itu menjadi kabur dan bias.

Hi, daughter. Sekelumit di atas hanyalah tabir kegelapan di peradaban kuno tentang derajat wanita, tetapi di zaman modern pun derajat wanita masih terbelenggu maupun terkulai lemah dengan kebudayaan lokal maupun internasional yang tidak pernah mau untuk difilterisasi. Domestifikasi wanita membatasi ruang gerak atau aktualisasi berbagai peran perempuan secara sosial. Di satu sisi ada wanita yang menerima pasrah, tetapi di lain sisi ada wanita yang berjuang melawan takdir sosialnya bahkan juga takdir fitrahnya. Yang membedakannya dari laki-laki sebenarnya hanya beberapa hal kalau dilihat dengan kasat mata. Yaitu berupa alat kelamin wanita yang terdiri atas vagina, rahim dan kelenjar payudara. Selain yang disebut tadi, yang lain tidak jauh berbeda dengan laki-laki, bahkan bisa dianggap sama. Tetapi apa yang dihasilkan dari organ tersebut yang berupa hormon membuat banyak sekali perbedaan sehingga takdir wanita yang bisa disebutkan dengan ukuran, batasan dan kehormatan wanita menjadi suatu hal yang melekat secara penciptaan dalam diri wanita. Feminimisme, gender, dan emansipasi berulang kali mencoba “membesarkepalakan” wanita, apalagi gerakan tersebut sempat dibawakan oleh golongan ningrat di Bumi Pertiwi ini yang menjadi idola jutaan wanita di Indonesia hanya karena dia mempunyai rekan di luar negeri sana yang bisa membesarkan namanya dengan surat-suratnya dengan bahasa yang indah, padahal banyak sosok wanita lokal yang lebih berhak untuk dihargai jasanya tersebut namun malah terlupakan oleh zaman. Sesungguhnya feminimisme dan emansipasinya adalah sah dan benar adanya, tetapi kalau dibenarkan, feminimisme dan emansipasi malah menimbulkan dualitas karena takdir fitrahnya wanita itu sendiri meminta dikhususkan dan eksklusif. Artinya, my daughter. Boleh kamu berjuang untuk melawan takdir sosialmu, tetapi selalu ingat dengan batasan takdir fitrahmu karena mau tidak mau, suka tidak suka, secara kodrat, wanita dan pria memang berbeda. Sudah sebagai makhluk yang mementingkan perasaan daripada logika, dan apa jadinya kalau ditambah dengan memiliki sifat selfish dan keras kepala? Apalagi menaruh kesalahan sepenuhnya kepada pria, pria dan pria tanpa mau peduli dengan jalan dan kesalahannya sendiri yang telah dipilih dan dibuat. Di satu sisi ada wanita yang selalu menutup dan menjaga kehormatannya, di lain sisi ada wanita yang rela mengobral kehormatannya, keindahan, kemolekan tubuhnya, belahan dada dan pahanya yang mulus namun di saat mata iblis pria melihat dengan mata yang melotot menikmati pemandangan indah yang dipamerkan oleh wanita secara cuma-cuma tetapi wanita tersebut malah tidak menerima dan marah dengan laki-laki tersebut, sehingga menimbulkan dualitas lagi. Kuharap nantinya kamu tumbuh dengan hati yang lunak dan senantiasa menjaga kehormatanmu.

Hi, daughter. Mungkin kamu lah yang kuspesialkan di antara saudara laki-lakimu. Aku tidak bisa sepenuhnya memberimu kebebasan penuh saat umurmu sudah produktif. Karena menjagamu adalah komitmen penuh orangtua sampai komitmen itu diserahkan kepada suamimu, orang yang pantas mencintai, dicintai olehmu dan memilikimu. Tetapi andaikan kehendakku dikalahkan oleh keras kepalamu yang menganggap dirimu adalah wanita yang independent, tolong, tolong untuk selalu mengingat batasan-batasan, batasan untuk membedakan yang mana yang haq dan yang mana yang bathil. Batasan untuk selalu berbuat haq, menjaga kehormatanmu, jangan sampai terjerumus dengan jurang kebathilan, dan jangan sampai merusak nama baik dua orang yang telah membesarkanmu. Aku ingin kamu seperti Khaylila dan anak perempuan di lirik “Lihat, dengar, rasakan”. Mudah-mudahan hidupmu bisa dimudahkan, diterangi dan dirahmatin oleh-Nya dan ketika tumbuh besar tidak menjadi kaum yang materialistis dan hedonis. Aku ingin kamu bisa seperti Khaylila yang selalu mau berbagi dengan apa yang sudah menjadi hak orang lain, tumbuh dengan segala keingintahuan dan selalu ceria, berjuang melawan takdir sosial tetapi selalu mawas diri dengan takdir fitrahmu. Tetapi yang kutakutkan adalah… wanita itu makhluk yang rumit, dengan adanya sosok anak perempuan mungkin bisa menjadi penolong bagiku di hari tua kelak, karena jika kamu memasuki umur seperempat abad artinya kamu sudah bertambah tua dan dewasa, begitu juga dengan orang tuamu. Akupun akan ikut tua dan pastinya akan berpenyakit di umur yang sudah renta. Anak perempuan adalah sosok dualitas yang sosoknya sangat menjadikannya bak malaikat diantara saudara laki-lakinya kerena dia lah yang lebih telaten untuk merawat orang tuanya, tetapi bisa juga menjadi sosok yang tidak mau peduli karena tertutupi kemarahan oleh kesalalahan orang tua di masa lalu yang tidak bisa mau untuk dimaafkan atau malah tidak mau peduli karena sudah tertutupi kenyamanan dengan keluarga barunya. Jadilah sosok yang pemaaf, selalu pikirkan kenangan yang indah yang pernah kamu jalani bersamaku, apapun kejelekan orang tua, dia masih orang tuamu dan apapun kejelekanmu, kamu pun masih anak perempuanku.

Hi, daughter. Seiring pubertas dan menuju kedewasaan semakin panjang jalan yang kau lalui mengisi waktu lajangmu hingga mendapatkan pria yang tepat untukmu. Dari kamu mengenyam pendidikan, mencari rejeki hingga bersosialisasi dengan rekan dan sahabat. Di masa-masa itu wanita kadang menjadi sosok yang dualitas lagi dan lagi. Di satu sisi dia adalah makhluk yang rapuh yang juga tidak akan tega melihat orang lain rapuh karenanya, namun di lain sisi menjadi makhluk yang kejam hingga menusuk dan menyakitkan sampai ke lubuk hati yang paling dalam dengan segala ketidakpedulian dan kebohongannya. Janganlah menjadi sosok “chameleon” yang selalu berubah warna ketika menempel dimanapun kamu suka ataupun bersikap seolah-olah suka dengan cara yang memaksa, beradaptasi dengan bermacam-macam topeng lalu setelah tidak membutuhkan, hilang begitu saja. Di momen ketika kamu menjalani konsep relativitas jodohmu, kadang menjadi sesuatu yang sangat merumitkan karena selalu yang dipentingkan adalah perasaan dan emosi daripada logika, lebih terbuai dengan gombalan, hanyut dalam rayuan syahdu, terlalu gampang menikmati joke-joke murahan yang terlontar manis dengan terselip rayuan gombal hingga otakmu sampai bertengkuk lutut dengan banyaknya endorphin berlimpah ruah yang terus dihasilkan tanpa memerlukan bantuan nikotin, mau tidak mau, suka tidak suka endorphin di kepalamu berkuasa sepenuhnya membuatmu untuk selalu candu, merasakan relaks, nyaman dan euphoria saat bersamanya, tidak peduli pria itu badass, bajingan, atau penjahat kelamin yang mencintaimu tidak murni hanya karena cinta tetapi juga berniat untuk mengambil kesenangan dan kenikmatan darimu hingga ke organ intimmu. Sangat disayangkan andaikan banyak pria baik di luar sana yang mencintaimu dengan setulus hati tanpa dicampur adukkan dengan nafsu namun kamu sia-siakan hanya karena perbedaan pemikiran, perbedaan pendapat, intovert atau ekstrovert, kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, apa yang kamu cari di dunia ini? Tidak ada manusia yang 100% mempunyai pemikiran yang sama dalam segala aspek dan segalanya yang kamu inginkan ada di dalam satu orang. Di lain sisi lagi ada wanita yang menginginkan pria yang “imam keluarga-able” tetapi dia malah terlalu rakus, sibuk mencari dan memilih sosok seorang nabi. Jadikan segala kelebihanmu sebagai bentuk syukur dan rahmat. Segala kelebihan yang ada pada dirimu, baik itu kecantikan, jabatan, pendidikan, pengetahuan, atau levelitas imanmu janganlah membuat dirimu untuk menjadi sosok yang selalu menyebalkan dan gila hormat, selalu gila untuk dikejar-kejar & diperjuangkan, dan memandang pengorbanan seseorang dengan hanya sebelah mata padahal kamu tak akan mengetahui sebesar apa di balik pengorbanan tersebut. Selalu senantiasa mengingat regulator saat mencintai seseorang, bahwa levelitas cinta itu sangat diperlukan adanya, jangan buat anugrah yang sudah diberikan Tuhan menjadi cacat. Levelitas dalam bercinta adalah pondasi utama untuk kamu self-reminder, agar di kemudian kamu tidak menyesal atas segala tindakanmu dalam memilih dan mengambil keputusan di masa lalu.

Hi, Daughter. Suatu saat aku akan takut jika kamu akan mengeluh, bahwa orang akan mencapmu tidak bebas lagi. Karena rupanya, aku takut kalau orang-orang akan menyangka bahwa kebebasan wanita hanya diberikan ketika dia dapat menunjukkan rambutnya dan memamerkan tonjolan dan lekukan tubuhnya. Kamu pasti suatu saat akan merindukan momen itu dimana kamu masih anak-anak dan terbebas dari apa yang orang lain ragukan itu. Tetapi perlu kamu pastikan untuk orang-orang mengetahuinya bahwa, sejak kapan kebebasan itu bersifat inheren mengharuskanmu untuk menunjukkan bagian dari tonjolan dan lekuk tubuhmu, dan kamu tidak ingin orang lain untuk melihatnya? Kebebasanmu adalah bagaimana caramu memilih untuk melihat. Tanyakan ke mereka, apakah hal itu mengganggu mereka untuk mengetahui bahwa kamu memiliki kontrol atas apa yang kamu pilih untuk menunjukkan dan juga untuk menahannya dari dunia ini? Begitu ironis, ketika orang-orang yang seharusnya pro kebebasan tetapi tak henti-hentinya bersikeras untuk menyuruh melepas hijabmu dan dia menyuruhmu paksa serta mendikte pakaian apa yang pantas seperti yang dipakainya. Kalau begitu, kebebasan berarti untuk menyesuaikan diri dengan kriteria orang yang menyanggahmu tentang bagaimana kamu harus berpakaian. Apakah aku benar? Jilbab melambangkan imanmu, dan mereka ingin melarangmu? Oke kalau begitu mari kita melarang kegiatan amal, melarang tidak mementingkan diri sendiri, melarang kesetaraan di antara ras dan jenis kelamin, atau melarang hubungan baik antar manusia. Karena segala hal yang sama baiknya untuk manusia itu sendiri mengapa harus dilarang? Tetapi, tentu saja, ini bukan tentang kebebasan. Apakah kamu membuat mereka tidak nyaman karena hijabmu mengingatkan mereka bahwa kamu sedang mencoba untuk mematuhi Tuhan-mu? Dan bukan untuk mereka? Dan itu mengganggu mereka? Lihat, jika hijab memasuki mode berfashion yang mainstream, dimana hijab akan diartikan dengan seenaknya sebagai simbol kecantikan, fashion, endorse di instagram, sebagai daya tarik pria dengan close up nya di dunia maya, bahkan sebagai simbol pornografi yang sedang gencar-gencarnya dibuat untuk menebar fitnah, maka mungkin mereka tidak akan pernah protes lagi. Mereka tidak akan menyatakan bahwa kebebasanmu terancam atau berdumel tentang “penindasan”. Atau mungkin mereka menganggap kalau kamu memiliki fashion taste yang buruk? Oh come on, untuk masalah taste, mereka pasti akan move on untuk mengurusimu, karena taste setiap orang itu berbeda-beda. Aku yakin itu. Tetapi semenjak modis hijab disetarakan dengan iman, mereka malu untuk menamparmu. Mengakui ingin membebaskanmu. Oh, Come on Ladies and gents, selamat datang para ksatria modern, yang bersembunyi dari kefanatikan. Kamu bergantung kepada Tuhan-mu, tidak mengikuti analisa terbaru mereka untukmu. Karena, kamu lihat, melalui mereka juga, Tuhan sedang mengujimu.