Kaskus

Story

kesshouAvatar border
TS
kesshou
Mr.Mars & Miss.Venus
Mr.Mars & Miss.Venus

Pernahkah kalian bermimpi indah kemudian tiba-tiba terbangung dengan perasaan hampa di pagi hari ?
Pernahkah kalian merasakan bagaimana kehangatan cinta yang ternyata tidak sejalan dengan takdirNYA ?
Pernahkah kalian merasakan ketakutan dalam menghadapi esok ?
Pernahkah kalian merasakan kalau hidup tidak pernah adil ?
Pernahkah kalian merasakan kemarahan saat seseorang yang berharga pergi meninggalkanmu ?
Pernahkah kalian merasakan pahitnya kopi tidak sebanding dengan pahitnya hidup?
Kalau kalian bertanya kepadaku apakah aku pernah mengalami semua itu
maka jawabanku adalah
IYA....!!!!!
Aku pernah mengalaminya, sampai-sampai bosan dan muak dengan semua ini.
Namun saat itu tiba-tiba engkau datang dalam kehidupanku
Seolah memberikan sesuatu yang kucari selama ini
Sebuah jawaban akan semua penderitaan yang aku lalui
Dan
Engkaulah yang berhasil membuat kopi dalam cangkirku terasa manis.
Dan
Engkaulah yang membuat mataku terbuka lebar sehingga aku bisa melihat indahnya takdir Tuhan.


Hidup ini terlalu singkat dan berharga jika digunakan hanya untuk mengeluh dan bersedih.



Spoiler for Index:


Diubah oleh kesshou 17-05-2016 19:35
yusuffajar123Avatar border
SANTO.0281Avatar border
mahrsmello5680Avatar border
mahrsmello5680 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
677.8K
3K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
kesshouAvatar border
TS
kesshou
#364

Akhirnya setelah menunggu lumayan lama, kapal pun berangkat dari pelabuhan kartini menuju kep. Karimun jawa. Gue bener-bener excited banget sampai-sampai gue puterin tuh kapal sampe 3 kali seperti orang yang bertawaf saat haji, sampai akhirnya gue berhenti karena mabok laut dan menjadi bahan ejekan papanya adelia sepanjang perjalanan.

“Ih, kampungan banget sih kamu ndre sampai mabuk laut gini.” ledek adelia sambil mengoleskan minyak telon punyanya Airine di pinggir kepala gue.

“…” gue cuma bisa diam, rasanya ingin muntah kalau ngomong sedikit aja.

“Airine main sama mama dulu ya, jangan ganggu om ndut dulu kasian lagi sakit.” Ucap adelia kepada airine yang saat itu sedang ingin mengajak gue untuk bermain. Tapi setelah diberi tahu adelia dia cuma mengangguk dan memberikan gue stik coklat punyanya terus ngeloyor pergi ke bangku mamanya.

Sesampainya dipelabuhan karimun jawa, kami langsung diantarkan kepenginapan, lebih tepatnya sih homestay oleh orang yang sudah menunggu kami di pelabuhan itu. Sampai di homestay gue pun langsung berbaring di kasur, beberapa saat kemudian adelia mengetok pintu dan masuk kekamar gue.

“Gimana ndre? udah enakan?”tanya adelia.

“Lumayan del.” Ucap gue sambil bangun dari tempat tidur.

“O iya, ndre nanti kamu ambilin foto-foto aku, mama,papa sama airine ya.” ucap adelia sambil menyerahkan sebuah tas kecil ke gue.

“Lho jadi aku merangkap juga jadi tukang foto nih?” tanya gue

“Ya sama merangkap jadi baby sitternya airine sama aku.” jawab adelia sambil tertawa.

“Idih, udah gede kayak gini masih butuh baby sitter?”

“Bukan baby sitter sih, tapi babu pribadi.” Ucapnya cuek

“…”

“Kenapa sih kok mata kamu jadi sinis gitu ndre?” ucap adelia

“Nggak pa pa.” ucap gue sambil membuka tas kecil yang diberikan adelia ke gue. Ternyata isi dalam tas itu adalah kamera Digital berwarna silver dan hitam dengan tulisan Leica yang didalam lingkaran merah dan disampingnya terdapat tulisan M8, sejenak gue terdiam mengagumi bentuknya yang kecil, ringan dan…merknya. Gile, leica cui, ngeliat tulisan merknya aja gue udah kagum. Gue seumur-umur cuma bisa memandang kamera ini di etalase toko doang dan itu juga cuma di toko-toko kamera tertentu yang besar doang karena nggak di setiap toko ada ini kamera.

“Ini kameranya del?” tanya gue setelah puas memandangi kamera itu.

“Iya.” Ucap adelia singkat

“Serius?” tanya gue dengan mata tidak percaya ke adelia.

“Kamu kenapa sih ndre?”

“Aku takut del kalau rusak atau hilang gimana gantinya.” Ucap gue gemeter

“Makanya di jaga hati-hati, awas ya kalau kenapa-kenapa. Ginjal kamu bakalan aku jual.” Ancam adelia dengan wajah serius.

“Nggak ah del, aku nggak bisa pegang barang kayak gini. Aku nggak mau nanti harus jual ginjal buat ganti kamera ini kalau kenapa-kenapa” ucap gue sambil menyerahkan kamera itu ke adelia.

“Ya ampun ndre, aku kan cuma becanda..hahaha..” ucap adelia sambil tertawa

“Udah tenang aja, kalau hilang ya udah berarti itu kamera bukan rejeki aku tapi rejekinya orang lain.” Ucapnya santai sambil memberikan kamera itu ke tangan gue.

“Serius kamu del?”

“Iya, udah ah jangan pikirin yang aneh-aneh.” Ucapnya sambil memberitahu gue fungsi tombol-tombol yang ada dikamera itu.

“Ndre, jalan-jalan yuk. Sekalian ngeliat sunset.” Ucap Adelia

“Boleh tuh.” Ucap gue sambil menggantungkan strap kamera itu ke leher gue

“Eh ndre, ada sepeda tuh.” Ucap adelia sambil menunjuk kearah sepeda ontel yang ada dibawah pohon. “Pakai itu aja yuk.” Lanjut adelia

“Sepeda orang itu del, jangan asal pake-pake aja ah ntar kamu di gebukin terus diarak keliling kampung gimana.” Ucap gue

“Makanya kamu maintain ijin sama orang yang punya sepeda ini.” Ucap adelia.

“Iya deh.” Ucap gue sambil mendatangin bapak-bapak yang duduk tidak jauh dari sepeda itu yang ternyata adalah pemilih homestay tempat kami menginap.

“Permisi pak.” Ucap gue memberi salam kepada bapak itu.

“Oh, iya mas. Ada apa ya mas?”

“Begini pak, temen saya yang disana itu mau jalan-jalan ke alun-alun pakai sepeda punyanya bapak ini. kalau bapak ijinkan, saya ingin meminjam sepedanya.” Ucap gue sopan.

“Iya..iya mas monggo mas. Pakai aja sepedanya, kebetulan juga lagi nggak dipakai kok.” Ucap bapak itu .

“Terima kasih ya pak.” Ucap gue sambil berjalan kearah adelia.

“Iya..ya mas.” Ucap bapak itu.

“Gimana ndre? boleh?” tanya adelia

“Boleh.” Ucap gue singkat.

“Ya udah cepetan ambil, nanti sunsetnya keburu hilang.” Ucap adelia sambil mendorong gue kearah sepeda itu.

Gue pun mengambil sepeda itu dan menaikinya, sedangkan adelia duduk dibelakang diatas besi yang disusun sedemikian rupa sehingga bisa untuk diduduki. Namun baru beberapa meter adelia sudah mengeluh karena tempat duduknya nggak nyaman dan menyakiti pantatnya. Kemudian dia meminta gue untuk bertukar tempat, jadi adelia yang membawa sepeda itu sedangkan gue yang digoncengnya.

“Del, kamu serius mau goncengin aku? berat lho.” Ucap gue

“Tenang aja. Ayo cepetan naik.” Ucap adelia sambil mulai menggoes sepeda itu. tepat seperti dugaan gue sebelumnya ternyata adelia nggak bisa mengendalikan sepeda itu dengan tambahan beban seperti gue, alhasil sepeda itu menjadi oleng dan hampir saja menabrak tembok rumah.

“Tuh kan apa aku bilang, udah mending kita jalan aja deh del.” Ucap gue

“Nggak ah, aku maunya sepedahan.” Ucapnya egois.

“Ya udah kalau gitu kamu yang naik sepeda aku yang jalan kaki deh.” Ucap gue.

“Sama aja boong. Nanti kelamaan dijalan.”

“Terus kamu maunya gimana? Di boncengin nggak mau, ngeboncengin nggak bisa.” Ucap gue

“Makanya cari jalan keluarnya dong.”

Heeeh, ni cewe rusuh bener deh. Mintanya aneh-aneh amat sih, bikin gue gemes aja.

“Lho mas, kok masih disini?” tanya bapak pemilik penginapan sesaat setelah dia muncul dari dalam rumahnya.

“Ini pak, temen saya ini kesakitan waktu di duduk disini.” Ucap gue tertawa sambil menunjuk kearah besi tempat penumpang.

“Ooh, bentar-bentar mas.” Ucap bapak itu sambil masuk kembali kedalam rumahnya. Beberapa menit kemudian bapak itu keluar dari rumahnya dengan membawa sebuah bantal kecil dan sebuah tali. Kemudian bantal tersebut diletakkan diatas besi itu sambil diikat kencang dengan tali.

“Nah kalau gini mudah-mudahan nggak sakit lagi.” ucap bapak itu sambil tertawa.

“Makasih banyak ya pak. Aduh saya nggak enak ini malah ngerepotin bapak.” Ucap gue salah tingkah

“Nggak apa-apa mas. Ya udah sana jalan-jalan mumpung masih terang.” Ucap bapak itu ramah.

“Iya pak. Kami berangkat dulu. Assalamualaikum.” Ucap gue dan adelia

“Walaikum salam.” Ucap bapak itu.

Gue dan adelia pun bersepeda berdua menyusuri jalan-jalan di pulau ini, asik juga bersepeda begini apalagi ditemani dengan sang Venus yang berada dibelakang gue sambil memegang pinggang gue.

“Gimana del? Nyaman?” tanya gue.

“Lumayan, nggak sesakit tadi.” Ucap adelia sambil menikmati semilir angin dan pemandangan di pulau ini. Sesekali kami berhenti karena adelia ingin mencicipi jajanan yang ada disekitar jalan yang kami lalui dan gue sibuk mengabadikan tingkah-tingkah Adelia dengan kamera yang diberikannya tadi. Gue bisa melihat bagaimana besarnya kebahagiaan Adelia saat itu yang terpancar dari raut wajah dan senyumnya yang selalu dia tebar di sepanjang perjalanan sore itu.

Akhirnya sepeda yang gue kayuh ini sampai ke sebuah dermaga kapal kecil yang letaknya tidak jauh dari alun-alun, gue pun menitipkan sepeda di salah satu rumah warga dan berjalan kaki menelusuri dermaga kecil itu bersama adelia, golden hour seperti ini tidak mungkin gue sia-siakan untuk tidak mengambil beberapa foto adelia lagi dari berbagai angle.

Mata adelia menatap lurus kedepan cakrawala yang diapit oleh lautan dan mentari yang semakin lama semakin menghilang dibalik sebuah garis lurus yang membatasi antara lautan dan langit itu, sepertinya dia sangat terpana akan pemandangan sore itu sehingga suara jepretan kamera dari gue tidak dihiraukannya.

Tiba-tiba saja air mata muncul dari bola matanya yang hitam itu, air mata itu meluncur dengan cepat jatuh membasahi pipinya yang halus itu tanpa terhalang oleh apapun.

“Ada apa del? Kamu sakit?” tanya gue

“Nggak apa-apa kok ndre, aku cuma keinget sama kakak aku aja.” Ucapnya lirih sambil menghapus air mata di sekitar kelopak matanya dan pipinya. “Dulu dia pengen banget untuk pergi ke pantai, melihat laut dan senja seperti ini tapi sayang mimpinya itu nggak akan bisa terwujud.” lanjutnya.

“Lah memangnya kakak kamu kemana?” tanya gue penasaran.

“Dia udah ada disana ndre.” ucap Adelia sambil menunjuk kearah langit.

“Maksud kamu del?” tanya gue bingung.

“Dia udah meninggal ndre.” ucap Adelia sambil tersenyum, namun senyum yang gue lihat saat itu bukanlah senyum bahagia seperti senyum yang ditunjukkannya tadi tapi sebuah senyuman yang penuh dengan kesedihan.

“Innalilahi wa inalilahi rojiun.” Ucap gue mendengar kata-kata dari Adelia barusan. “Maaf nih ya del, kalau boleh tau kakak kamu meninggal karena apa?” tanya gue penasaran.

“Demam ndre, sama dengan penyakit kamu kemarin. Makanya kemarin aku langsung membawa kamu ke rumah sakit seperti itu. Dia itu mirip kamu ndre, benci banget sama yang namanya dokter terus nggak mau orang lain tau sama penyakitnya karena dia nggak suka merepotkan mama atau nenek aku ndre, tapi hanya sama aku dia mau ngomong itu semua namun dia selalu mengancam aku untuk nggak ngasih tau penyakitnya sama sakitnya itu ke orang lain termasuk sama mama . Tapi karena itulah yang membuat aku merasa bersalah seperti ini ndre karena aku nggak bisa berbuat apa-apa untuk menolong dia. Andai aku dulu bisa berani untuk bertindak, mungkin kakak aku sekarang udah disini melihat pemandangan yang di impi-impikannya itu.” Ucap Adelia sedih.

“Aku nggak mau ndre melihat seseorang yang aku kenal, seseorang yang aku sayangi pergi lagi didepan mataku terus aku cuma diam karena nggak tau harus ngapain lagi. Aku nggak mau lagi berbuat kesalahan yang sama ndre. Aku nggak mau lagi kalau harus menerima rasa sakit seperti itu lagi.” ucap Adelia sambil menangis. Tangisannya saat itu terlihat seperti meluapkan semua kesedihan masa lalu yang disimpannya sampai saat ini.

Gue pun mendekatinya dan memeluknya sembari mengelus kepala adelia yang menangis semakin keras di dada gue. Gue nggak nyangka kalau gadis periang, egois dan jahat seperti dia ini mempunyai sebuah luka yang sangat dalam di masa lalunya dan gue juga merasa bersalah akibat keingin tahuan gue itu gue malah membuka kembali luka masa lalunya Adelia itu.

Dan warna merah di langit senja kala itu seolah menjadi sebuah saksi bisu akan kesedihan Adelia.
Diubah oleh kesshou 26-12-2015 18:40
khodzimzz
khodzimzz memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.