- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Tak Sempurna
...
TS
aldiansyahdzs
Kisah Tak Sempurna
Quote:

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Selamat pagi warga Kaskus di Seluruh Muka Bumi.
Terimakasih kepada Agan / Aganwati yang sudah mampir di Thread ini. Terimakasih pula untuk sesepuh dan moderator SFTH. Thread ini adalah thread pertama kali saya main kaskus . Saya berharap Thread pertama kali saya di Kaskus bisa membuat Agan / Aganwati terhibur dengan coretan sederhana saya ini.
Thread ini bercerita tentang kisah putih abu - abu seorang laki laki yang saya beri nama Erlangga. Dari pada penasaran, lebih baik langsung baca aja gan! Selamat galau eh selamat membacaaa.
NB; Kritik dan Saran sangat saya butuhkan agar saya dapat menulis lebih baik lagi.
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Keep in touch with me.
twitter: aldiansyahdzs
instagram : aldisabihat
twitter: aldiansyahdzs
instagram : aldisabihat
Diubah oleh aldiansyahdzs 17-06-2019 18:30
JabLai cOY dan 31 lainnya memberi reputasi
32
132.2K
879
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aldiansyahdzs
#450
Teduh – Part 5
Aku langsung mengambil smartphone milik Octa di dalam tas ku. Langsung saja ku serahkan kepada pemiliknya. “Ini barang kamu yang masih ketinggalan.” Ujarku, tapi dalam hatiku tidak berkata demikian hatiku berkata tolong kembalikan perasaanku setelah itu kamu bebas kemana saja. Si bule dan Dean saling menatap heran. Aku kembali tertunduk dingin lalu mengambil smartphone milikku kembali. Benar aku kini dingin, lebih dingin saat aku menjadi ketua mentor saat mos.
“Bentar ya honey aku mau ngomong sama dia.” Ujar Octa meminta izin kepada si bule. Tapi aku lebih cepat meninggalkan mereka bertiga. Aku memberikan kode kepada Dean jika aku akan langsung menuju mobil miliknya. Dia mengerti.
Dengan langkah yang cukup tergesa – gesa aku melewati keramaian. Octa dengan gaun yang kesusahan mengejarku. Alhasil ia mampu menahan tanganku.
Ia terus mengejarku tapi aku lebih dahulu masuk kedalam mobil lalu menguncinya. Aku meletakan kepalaku di dashboard. Octa mengetuk – ngetuk pintu namun aku tak mengubrisnya. Rasa sakit ini yang menahanku untuk tak membuka pintu mobil.
Octa sudah kehabisan akal untuk mengajakku berbicara, alhasil dia kini tak mengetuk pintu mobil lalu kembali ke acara ulang tahun si bule.
Dunia ini memang terasa sempit. Aku tak menyangka jika temannya Dean yang sedang berulang tahun itu alias si bule adalah kekasih Octa kini. Aku, Dean, Octa, dan si Bule. Kita bertemu mungkin bukan suatu kesengajaan, mungkin ini adalah suatu takdir dari sang Illahi. Ada luka yang kembali terbuka. Ada pedih yang mungkin tak dapat ku tahan lagi. Air mataku turun dari pipiku. Aku menahan agar tangisku tidak pecah.
Sepanjang perjalanan menuju pulang, handphoneku tak henti berdering. Risih dari tadi Octa menelponku.
Pesan tersebut aku abaikan, biarlah cukup sampai disini. Aku ingin mengakhiri segala kegamangan hatiku. Aku ingin kembali hidup tenang, tanpa gangguan, tanpa sedikit rasa sakit, dan aku ingin bahagia dengan kehidupanku sekarang. Dean yang tengah menyetir, sebelah tangannya memegang tanganku. Tanpa bicara aku pun balik mengenggamnya. Kami diam tanpa kata, namun saling mengetahui maksud satu sama lain. Terimakasih Dean, kamu teduhku saat hujan deras.
Kondisi psikis ku berangsur membaik, berkat do’a ku yang tak pernah terhenti. Allah mengabulkan rangkaian do’a sepertiga malamku. Begitu lemahnya sang makhluk saat tertimpa masalah. Kepada Allah kembalilah manusia harus meminta pertolongan, karena Ia Sang Penyayang makhluk ciptaanNya.
Setelah acara pra-event di salah satu SMA, Dean selalu mengajakku untuk menjadi partnernya diatas panggung. Aku yang dulu hanya bermain gitar, kini dengan suara pas – pasan aku ikut bersenandung dengan dia karena permintaannya. Ya lumayan, penghasilan dari panggung ke panggung cukup untuk jajan ku sehari – hari sehingga aku jarang meminta uang ke orang tua ku.
Selama ini Dean selalu memperhatikan penampilanku. Ia pun sering aku ajak aku belanja untuk memilih mana yang bagus untukku. Kadang aku setuju dengan rekomendasinya kadang juga aku tidak karena tidak sesuai dengan yang aku suka.
Aku yang asalnya masa bodo dengan apa yang aku kenakan kini sedikit memperhatikan apa yang aku kenakan. Aku tidak ingin terlihat murahan saat jalan bersama Dean. Penampilanku kali ini tidak terlalu kucel seperti dulu. Aku berevolusi. Meskipun begitu, aku tetap mempertahankan penampilan kalemku yang hanya mengunakan jersey sepakbola.
Di ruangan musik milik Dean ini, kami rutin latihan 3 hari dalam seminggu. Dalam 3 hari agenda latihan kami bervariasi, mulai dari teknik vocal, teknik pengambilan nada, improvisasi lagu, mengubah aransemen lagu, namun kami sering bertukar fikiran bagus dan buruknya kami bermusik.
Yamaha CPX miliku dan Cort Jade 2 milik Dean tergantung gagah di sebuah stand. Di sebelah stand gitar tersebut Keyboard Korg melengkapi alat musik di ruangan ini. Dua alat ini yang menyatukan perbedaan kami dalam bermusik. Aku sendiri mempunyai feel ke music screamo, death metal, klasik, dan progressive. Sedangkan Dean ia lebih suka musik jazz, alternative, dan folk. Secara selera musik tentu kami berbeda jauh. Aku cenderung menyukai musik keras sedangkan Dean menyukai musik lembut. Tapi perbedaan ini kami lebur menjadi satu dalam sebuah genre musik akustik.
Aku langsung mengambil smartphone milik Octa di dalam tas ku. Langsung saja ku serahkan kepada pemiliknya. “Ini barang kamu yang masih ketinggalan.” Ujarku, tapi dalam hatiku tidak berkata demikian hatiku berkata tolong kembalikan perasaanku setelah itu kamu bebas kemana saja. Si bule dan Dean saling menatap heran. Aku kembali tertunduk dingin lalu mengambil smartphone milikku kembali. Benar aku kini dingin, lebih dingin saat aku menjadi ketua mentor saat mos.
“Bentar ya honey aku mau ngomong sama dia.” Ujar Octa meminta izin kepada si bule. Tapi aku lebih cepat meninggalkan mereka bertiga. Aku memberikan kode kepada Dean jika aku akan langsung menuju mobil miliknya. Dia mengerti.
Dengan langkah yang cukup tergesa – gesa aku melewati keramaian. Octa dengan gaun yang kesusahan mengejarku. Alhasil ia mampu menahan tanganku.
Quote:
Ia terus mengejarku tapi aku lebih dahulu masuk kedalam mobil lalu menguncinya. Aku meletakan kepalaku di dashboard. Octa mengetuk – ngetuk pintu namun aku tak mengubrisnya. Rasa sakit ini yang menahanku untuk tak membuka pintu mobil.
Octa sudah kehabisan akal untuk mengajakku berbicara, alhasil dia kini tak mengetuk pintu mobil lalu kembali ke acara ulang tahun si bule.
Dunia ini memang terasa sempit. Aku tak menyangka jika temannya Dean yang sedang berulang tahun itu alias si bule adalah kekasih Octa kini. Aku, Dean, Octa, dan si Bule. Kita bertemu mungkin bukan suatu kesengajaan, mungkin ini adalah suatu takdir dari sang Illahi. Ada luka yang kembali terbuka. Ada pedih yang mungkin tak dapat ku tahan lagi. Air mataku turun dari pipiku. Aku menahan agar tangisku tidak pecah.
Quote:
Sepanjang perjalanan menuju pulang, handphoneku tak henti berdering. Risih dari tadi Octa menelponku.
Quote:
Pesan tersebut aku abaikan, biarlah cukup sampai disini. Aku ingin mengakhiri segala kegamangan hatiku. Aku ingin kembali hidup tenang, tanpa gangguan, tanpa sedikit rasa sakit, dan aku ingin bahagia dengan kehidupanku sekarang. Dean yang tengah menyetir, sebelah tangannya memegang tanganku. Tanpa bicara aku pun balik mengenggamnya. Kami diam tanpa kata, namun saling mengetahui maksud satu sama lain. Terimakasih Dean, kamu teduhku saat hujan deras.
***
Kondisi psikis ku berangsur membaik, berkat do’a ku yang tak pernah terhenti. Allah mengabulkan rangkaian do’a sepertiga malamku. Begitu lemahnya sang makhluk saat tertimpa masalah. Kepada Allah kembalilah manusia harus meminta pertolongan, karena Ia Sang Penyayang makhluk ciptaanNya.
Setelah acara pra-event di salah satu SMA, Dean selalu mengajakku untuk menjadi partnernya diatas panggung. Aku yang dulu hanya bermain gitar, kini dengan suara pas – pasan aku ikut bersenandung dengan dia karena permintaannya. Ya lumayan, penghasilan dari panggung ke panggung cukup untuk jajan ku sehari – hari sehingga aku jarang meminta uang ke orang tua ku.
Quote:
Selama ini Dean selalu memperhatikan penampilanku. Ia pun sering aku ajak aku belanja untuk memilih mana yang bagus untukku. Kadang aku setuju dengan rekomendasinya kadang juga aku tidak karena tidak sesuai dengan yang aku suka.
Aku yang asalnya masa bodo dengan apa yang aku kenakan kini sedikit memperhatikan apa yang aku kenakan. Aku tidak ingin terlihat murahan saat jalan bersama Dean. Penampilanku kali ini tidak terlalu kucel seperti dulu. Aku berevolusi. Meskipun begitu, aku tetap mempertahankan penampilan kalemku yang hanya mengunakan jersey sepakbola.
Di ruangan musik milik Dean ini, kami rutin latihan 3 hari dalam seminggu. Dalam 3 hari agenda latihan kami bervariasi, mulai dari teknik vocal, teknik pengambilan nada, improvisasi lagu, mengubah aransemen lagu, namun kami sering bertukar fikiran bagus dan buruknya kami bermusik.
Yamaha CPX miliku dan Cort Jade 2 milik Dean tergantung gagah di sebuah stand. Di sebelah stand gitar tersebut Keyboard Korg melengkapi alat musik di ruangan ini. Dua alat ini yang menyatukan perbedaan kami dalam bermusik. Aku sendiri mempunyai feel ke music screamo, death metal, klasik, dan progressive. Sedangkan Dean ia lebih suka musik jazz, alternative, dan folk. Secara selera musik tentu kami berbeda jauh. Aku cenderung menyukai musik keras sedangkan Dean menyukai musik lembut. Tapi perbedaan ini kami lebur menjadi satu dalam sebuah genre musik akustik.
Quote:
Diubah oleh aldiansyahdzs 13-12-2015 16:43
junti27 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup