- Beranda
- Stories from the Heart
Sometimes Love Just Ain't Enough
...
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini 
Semoga masih ada yang inget sama gue ya
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian

Semoga masih ada yang inget sama gue ya

Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian


*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
421.1K
1.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#837
PART 35
Gue mengancingkan jaket dan memasukkan tangan ke kantong jaket, sambil berdiri di sudut sebuah lobi luas. Di hadapan gue ada beberapa pintu yang terbuka, dimana masing-masing pintu itu memberikan pemandangan yang sama, yaitu ruangan kantor yang sibuk. Banyak orang keluar masuk, dan kebanyakan mahasiswa. Gue sedikit menggigil kedinginan, dan menahan pusing di kepala, karena sebenernya gue belum sembuh dari penyakit semalam.
Gak lama kemudian sosok yang gue tunggu muncul dari sebuah lorong di seberang gue, dengan membawa tas di bahunya dan senyum mengembang di wajahnya. Melihat dia datang, gue pun tersenyum menyambutnya.
Gue menoleh ke belakang, dan melihat ada ruangan yang cukup ramai. Ternyata ini akademiknya. Tanpa pikir panjang lagi gue masuk ke dalam, diikuti Tita di belakang gue. Sambil celingukan gue berjalan pelan-pelan di antara meja-meja karyawan akademik kampus. Gue kemudian berbisik pelan ke Tita.
Gue dan Tita langsung menuju ke sana. Pembicaraan gue awali dengan memperkenalkan diri dan berbasa basi sebentar. Kemudian gue langsung bertanya tentang status kemahasiswaan Sherly, apakah masih aktif atau cuti. Sayangnya jawaban yang gue terima gak memuaskan. Pegawai tersebut menjawab dengan agak arogan, dan gue masih belum mendapatkan kepastian tentang itu, meskipun secara tersirat gue menangkap kalo Sherly masih aktif kuliah.
Gue bertanya lagi dan lagi tentang segala hal yang mungkin gue tanyakan tentang Sherly, seperti alamat dan segala macam, tapi sekali lagi gue seperti terbentur tembok. Pegawai tersebut menjawab kalo dia gak dalam kapasitasnya untuk ngasih informasi, kecuali kalo gue bawa surat resmi yang isinya minta keterangan tentang mahasiswa. Gue dan Tita kemudian meninggalkan tempat itu dengan lesu. Gue menarik napas panjang.
Gue cuma bisa tersenyum ke Tita, dan kami berdua berjalan keluar dari gedung kampus itu, menuju ke arah kampus gue. Dengan sedikit menahan dinginnya angin, gue menoleh ke Tita. Gue lihat Tita berjalan di samping gue, sambil memegangi tali tasnya dengan satu tangan. Sambil memandangi paving block dibawah kaki kami dan tersenyum, Tita bertanya ke gue.
Gue cuma bisa tersenyum lemah dan menggeleng-gelengkan kepala. Bukan bermaksud untuk menyangkal omongan Tita itu, tapi gue sedikit bertanya-tanya kenapa ini harus terjadi di hidup gue untuk yang kesekian kalinya. Kehilangan seseorang seakan jadi ritual hidup untuk gue. Kalo kejadian ini memang ujian buat gue untuk yang kesekian kalinya, gue berharap lulus dengan nilai yang memuaskan.
Agak jauh kedepan, gue dan Tita kemudian berpisah, karena dia udah kelar ngampus, sementara gue baru mau kuliah sejam lagi. Sebelum Tita pulang, sekali lagi gue berterimakasih atas kesediaannya nemenin gue di kampusnya, walaupun hasilnya gak sesuai harapan. Gue pun meminta kesediaannya untuk memberitahukan ke gue seandainya ada perkembangan tentang Sherly, sekecil apapun itu.
Beberapa hari kemudian.
Siang itu gue sedang menemani Fira fotokopi tugas-tugas dan materi kuliah yang bejibun itu. Menjelang ujian akhir semester gini biasanya emang koleksi materi kuliah berupa fotokopian meningkat drastis. Entah itu berupa fotokopian normal, atau fotokopian yang diperkecil biar gampang dimasukin ke kantong kemeja. Pokoknya yang namanya kreativitas mahasiswa emang gak ada matinya.
Fira tertawa. Gue kemudian beringsut keluar dari fotokopian yang sempit itu karena ada orang lain yang hendak masuk ke dalam. Karena udah diwakilin Fira, gue keluar dan menyalakan rokok sambil menunggu di trotoar. Gue menghembuskan asap rokok, dan memandangi deretan toko dan warung di seberang jalan. Siang itu jalanan cukup padat, dan ada kemacetan yang mulai terbentuk di sisi seberang jalan.
Gue mengamati orang-orang yang berlalu lalang di seberang, dan tersentak ketika ada satu sosok yang menarik perhatian gue. Seketika gue langsung memicingkan mata dan melihat dengan lebih jelas siapa sosok di seberang jalan itu. Ada sosok cewek yang barusan turun dari angkutan umum, dan beralih naik bis. Gue cuma bisa terpaku memandangi adegan itu, dan mengikuti setiap langkahnya tanpa bisa melakukan apapun. Sangat dekat, dan sangat nyata. Hingga gue baru tersadar saat bis yang berhenti di seberang gue tadi udah berjalan jauh dan hilang dari pandangan.
Kejadian itu berlangsung dengan cepat, dan jika penglihatan dan ingatan gue benar, cewek itu adalah Sherly.
Gue mengancingkan jaket dan memasukkan tangan ke kantong jaket, sambil berdiri di sudut sebuah lobi luas. Di hadapan gue ada beberapa pintu yang terbuka, dimana masing-masing pintu itu memberikan pemandangan yang sama, yaitu ruangan kantor yang sibuk. Banyak orang keluar masuk, dan kebanyakan mahasiswa. Gue sedikit menggigil kedinginan, dan menahan pusing di kepala, karena sebenernya gue belum sembuh dari penyakit semalam.
Gak lama kemudian sosok yang gue tunggu muncul dari sebuah lorong di seberang gue, dengan membawa tas di bahunya dan senyum mengembang di wajahnya. Melihat dia datang, gue pun tersenyum menyambutnya.
Quote:
Gue menoleh ke belakang, dan melihat ada ruangan yang cukup ramai. Ternyata ini akademiknya. Tanpa pikir panjang lagi gue masuk ke dalam, diikuti Tita di belakang gue. Sambil celingukan gue berjalan pelan-pelan di antara meja-meja karyawan akademik kampus. Gue kemudian berbisik pelan ke Tita.
Quote:
Gue dan Tita langsung menuju ke sana. Pembicaraan gue awali dengan memperkenalkan diri dan berbasa basi sebentar. Kemudian gue langsung bertanya tentang status kemahasiswaan Sherly, apakah masih aktif atau cuti. Sayangnya jawaban yang gue terima gak memuaskan. Pegawai tersebut menjawab dengan agak arogan, dan gue masih belum mendapatkan kepastian tentang itu, meskipun secara tersirat gue menangkap kalo Sherly masih aktif kuliah.
Gue bertanya lagi dan lagi tentang segala hal yang mungkin gue tanyakan tentang Sherly, seperti alamat dan segala macam, tapi sekali lagi gue seperti terbentur tembok. Pegawai tersebut menjawab kalo dia gak dalam kapasitasnya untuk ngasih informasi, kecuali kalo gue bawa surat resmi yang isinya minta keterangan tentang mahasiswa. Gue dan Tita kemudian meninggalkan tempat itu dengan lesu. Gue menarik napas panjang.
Quote:
Gue cuma bisa tersenyum ke Tita, dan kami berdua berjalan keluar dari gedung kampus itu, menuju ke arah kampus gue. Dengan sedikit menahan dinginnya angin, gue menoleh ke Tita. Gue lihat Tita berjalan di samping gue, sambil memegangi tali tasnya dengan satu tangan. Sambil memandangi paving block dibawah kaki kami dan tersenyum, Tita bertanya ke gue.
Quote:
Gue cuma bisa tersenyum lemah dan menggeleng-gelengkan kepala. Bukan bermaksud untuk menyangkal omongan Tita itu, tapi gue sedikit bertanya-tanya kenapa ini harus terjadi di hidup gue untuk yang kesekian kalinya. Kehilangan seseorang seakan jadi ritual hidup untuk gue. Kalo kejadian ini memang ujian buat gue untuk yang kesekian kalinya, gue berharap lulus dengan nilai yang memuaskan.
Agak jauh kedepan, gue dan Tita kemudian berpisah, karena dia udah kelar ngampus, sementara gue baru mau kuliah sejam lagi. Sebelum Tita pulang, sekali lagi gue berterimakasih atas kesediaannya nemenin gue di kampusnya, walaupun hasilnya gak sesuai harapan. Gue pun meminta kesediaannya untuk memberitahukan ke gue seandainya ada perkembangan tentang Sherly, sekecil apapun itu.
* * *
Beberapa hari kemudian.
Siang itu gue sedang menemani Fira fotokopi tugas-tugas dan materi kuliah yang bejibun itu. Menjelang ujian akhir semester gini biasanya emang koleksi materi kuliah berupa fotokopian meningkat drastis. Entah itu berupa fotokopian normal, atau fotokopian yang diperkecil biar gampang dimasukin ke kantong kemeja. Pokoknya yang namanya kreativitas mahasiswa emang gak ada matinya.
Quote:
Fira tertawa. Gue kemudian beringsut keluar dari fotokopian yang sempit itu karena ada orang lain yang hendak masuk ke dalam. Karena udah diwakilin Fira, gue keluar dan menyalakan rokok sambil menunggu di trotoar. Gue menghembuskan asap rokok, dan memandangi deretan toko dan warung di seberang jalan. Siang itu jalanan cukup padat, dan ada kemacetan yang mulai terbentuk di sisi seberang jalan.
Gue mengamati orang-orang yang berlalu lalang di seberang, dan tersentak ketika ada satu sosok yang menarik perhatian gue. Seketika gue langsung memicingkan mata dan melihat dengan lebih jelas siapa sosok di seberang jalan itu. Ada sosok cewek yang barusan turun dari angkutan umum, dan beralih naik bis. Gue cuma bisa terpaku memandangi adegan itu, dan mengikuti setiap langkahnya tanpa bisa melakukan apapun. Sangat dekat, dan sangat nyata. Hingga gue baru tersadar saat bis yang berhenti di seberang gue tadi udah berjalan jauh dan hilang dari pandangan.
Kejadian itu berlangsung dengan cepat, dan jika penglihatan dan ingatan gue benar, cewek itu adalah Sherly.
Diubah oleh jayanagari 08-12-2015 22:34
pulaukapok dan 3 lainnya memberi reputasi
4
: nah ketemu juga, hehe, sorry yah ngerepotin lo.
: yang mana, Ta?
: tuh, yang di sebelah kanan, ibu-ibu pake kacamata.
: pokoknya yang lo bawa tadi gue belom punya semuanya dah. Fotokopiin aja atu-atu.
: dih banyak banget dong kalo gitu….
: pokoknya akhir semester gini emang bikin bokek ya…