- Beranda
- Stories from the Heart
Sometimes Love Just Ain't Enough
...
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini 
Semoga masih ada yang inget sama gue ya
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian

Semoga masih ada yang inget sama gue ya

Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian


*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
420.9K
1.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#809
PART 33
Waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa gue udah berada di penghujung semester. Kesibukan semakin meningkat, tentu saja, dan tanpa terasa pula udah hampir 3 bulan gue gak melihat Sherly. Gue udah pasrah, apakah gue masih akan bertemu Sherly lagi, atau memang dia hanya ditakdirkan sebagai salah satu figuran di hidup gue ini. Gue hanya bisa menebak-nebak kemana takdir akan membawa gue selanjutnya. Rasanya kehilangan udah jadi satu hal yang akrab di hati gue. Hari-hari ini rasanya jadi semakin berat untuk dijalani. Bukan maksud gue untuk mengeluh, tapi gue rasa itu hal yang wajar sebagai manusia, merasakan kekosongan ketika ditinggal oleh seseorang. Disamping itu, gue tetap harus menjalani kehidupan seperti biasa.
Kegiatan perkuliahan gue sepertinya mencapai titik tersibuknya ketika gue harus menghadapi ujian akhir semester di semester yang kebetulan krusial. Entah berapa macam tugas kuliah, baik itu tugas individu, kelompok maupun penelitian yang harus kami selesaikan demi melanjutkan ke semester selanjutnya. Rasanya waktu 24 jam itu kurang untuk menyelesaikan itu semua. Untungnya, temen-temen sekelompok gue dan temen sekelas cukup kompak. Kami saling melengkapi materi satu sama lain, meskipun ada satu-dua mahasiswa yang masih bertindak individual.
Gue gak tahu harus menganggap ini suatu berkah atau musibah, karena pada satu tugas kelompok di salah satu mata kuliah, gue ternyata satu kelompok dengan Fira. Ya, Fira. Cewek yang dulu pernah cukup mengecewakan gue, meskipun gue akui itu juga salah gue karena terlalu berharap.
Pada suatu siang setelah jam perkuliahan selesai, kami ngumpul-ngumpul di depan kelas untuk membicarakan tugas kelompok yang dijadwalkan untuk dikumpul sewaktu ujian. Gue dan beberapa anak lain duduk di sebuah pagar tembok pembatas rendah di depan kelas, sementara sebagian yang lain berdiri di hadapan kami. Salah satu yang berdiri itu adalah Fira. Dan beberapa kali gue menangkap dia mencuri-curi pandang ke gue. Kali ini gue gak mau kegeeran seperti di masa lalu. Gue pun santai aja menghadapi itu.
Selesai berdiskusi yang cukup panjang, gue memutuskan untuk balik ke kosan, dan berencana untuk mampir ke warung makan sebelum sampe di kos. Gue berjalan menuju parkiran motor, tanpa berpikir apa-apa. Gue sedang memakai helm, ketika sebuah suara memanggil dari balik punggung gue.
Gue menoleh, dan melihat Fira berdiri di belakang gue. Kali itu gue terkejut, bukan karena sosoknya yang ada di belakang gue, melainkan karena bahasa yang dia gunakan. Baru kali ini dia menggunakan “gue” ketika ngomong sama gue.
Gue berpikir-pikir sejenak, dan dengan muka yang biasa aja, gue mengiyakan permintaan Fira itu.
Buat gue, gak ada ruginya berbuat baik, pikir gue. Fira pun langsung membonceng motor gue, dan kami berdua keluar dari parkiran motor. Sesaat kemudian gue ingat rencana gue untuk mampir ke warung, dan dengan terpaksa gue tunda dulu untuk nganter Fira ke kosnya. Ketika akhirnya kami berdua sampai di kos Fira, dia turun dari motor dan berdiri di samping motor gue, sementara gue masih berada di atas motor. Dia tersenyum sambil menyilangkan kedua tangannya, membawa binder.
Gue tersenyum, dan mengangguk pelan.
Gue terdiam sebentar. Ya, bahasanya berubah. Gue yakin itu. Sesaat kemudian gue tersadar kembali, dan tersenyum.
Gue menjalankan motor, menjauhi kosan Fira dengan Fira masih berdiri di tempat yang sama. Gue menarik napas panjang, dan mensugesti pikiran gue sendiri bahwa apa yang gue lakukan ini adalah wajar. Bukan alasan buat gue untuk jatuh lagi di lubang yang sama. Dan semoga Fira bukanlah lubang yang membuat gue jatuh dan celaka. Terlalu jahat buat gue untuk berpikir seperti itu.
Beberapa hari kemudian.
Gue sedang di kampus, seperti biasa, dengan segudang tugas yang menunggu untuk dikerjakan. Gue duduk bersila di lantai, membungkuk menulis tugas di folio, sementara beberapa temen gue juga melakukan hal yang serupa di sekeliling gue. Banyak mahasiswa berlalu lalang di depan kami, tapi kami sama sekali gak menaruh perhatian. Mendadak ada sesosok wanita yang duduk di samping gue, sambil bersila dan membuka tasnya.
Fira berkata sambil menaruh beberapa lembar folio penuh dengan tulisan tangan di hadapan kami. Salah satu teman gue membuka-buka folio itu, dan dia berkata dengan takjub bahwa Fira beneran udah menyelesaikan tugas yang menurut gue gak manusiawi banyaknya itu. Gue menoleh ke Fira.
Gue menulis lagi beberapa saat, kemudian gue menoleh ke Fira yang masih duduk di samping gue, dan memainkan handphonenya.
Fira mengangguk-angguk sambil memonyongkan bibirnya, kemudian kami berdua sama-sama kembali hanyut ke kesibukan masing-masing. Gue melanjutkan menulis tugas yang masih banyak itu, sementara Fira bermain handphone sambil sesekali ngobrol dengan temen-temen yang berlalu lalang. Fira kemudian mencolek gue.
Begitulah. Akhirnya pada siang hari itu gue kembali makan dengan Fira, berdua. Sesuatu yang udah cukup lama gak gue lakukan. Kali ini gue berharap, sesuatu yang berbeda akan mendatangi kami semua. Yang pasti, bukan seperti di masa lalu.
Waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa gue udah berada di penghujung semester. Kesibukan semakin meningkat, tentu saja, dan tanpa terasa pula udah hampir 3 bulan gue gak melihat Sherly. Gue udah pasrah, apakah gue masih akan bertemu Sherly lagi, atau memang dia hanya ditakdirkan sebagai salah satu figuran di hidup gue ini. Gue hanya bisa menebak-nebak kemana takdir akan membawa gue selanjutnya. Rasanya kehilangan udah jadi satu hal yang akrab di hati gue. Hari-hari ini rasanya jadi semakin berat untuk dijalani. Bukan maksud gue untuk mengeluh, tapi gue rasa itu hal yang wajar sebagai manusia, merasakan kekosongan ketika ditinggal oleh seseorang. Disamping itu, gue tetap harus menjalani kehidupan seperti biasa.
Kegiatan perkuliahan gue sepertinya mencapai titik tersibuknya ketika gue harus menghadapi ujian akhir semester di semester yang kebetulan krusial. Entah berapa macam tugas kuliah, baik itu tugas individu, kelompok maupun penelitian yang harus kami selesaikan demi melanjutkan ke semester selanjutnya. Rasanya waktu 24 jam itu kurang untuk menyelesaikan itu semua. Untungnya, temen-temen sekelompok gue dan temen sekelas cukup kompak. Kami saling melengkapi materi satu sama lain, meskipun ada satu-dua mahasiswa yang masih bertindak individual.
Gue gak tahu harus menganggap ini suatu berkah atau musibah, karena pada satu tugas kelompok di salah satu mata kuliah, gue ternyata satu kelompok dengan Fira. Ya, Fira. Cewek yang dulu pernah cukup mengecewakan gue, meskipun gue akui itu juga salah gue karena terlalu berharap.
Pada suatu siang setelah jam perkuliahan selesai, kami ngumpul-ngumpul di depan kelas untuk membicarakan tugas kelompok yang dijadwalkan untuk dikumpul sewaktu ujian. Gue dan beberapa anak lain duduk di sebuah pagar tembok pembatas rendah di depan kelas, sementara sebagian yang lain berdiri di hadapan kami. Salah satu yang berdiri itu adalah Fira. Dan beberapa kali gue menangkap dia mencuri-curi pandang ke gue. Kali ini gue gak mau kegeeran seperti di masa lalu. Gue pun santai aja menghadapi itu.
Selesai berdiskusi yang cukup panjang, gue memutuskan untuk balik ke kosan, dan berencana untuk mampir ke warung makan sebelum sampe di kos. Gue berjalan menuju parkiran motor, tanpa berpikir apa-apa. Gue sedang memakai helm, ketika sebuah suara memanggil dari balik punggung gue.
Quote:
Gue menoleh, dan melihat Fira berdiri di belakang gue. Kali itu gue terkejut, bukan karena sosoknya yang ada di belakang gue, melainkan karena bahasa yang dia gunakan. Baru kali ini dia menggunakan “gue” ketika ngomong sama gue.
Gue berpikir-pikir sejenak, dan dengan muka yang biasa aja, gue mengiyakan permintaan Fira itu.
Quote:
Buat gue, gak ada ruginya berbuat baik, pikir gue. Fira pun langsung membonceng motor gue, dan kami berdua keluar dari parkiran motor. Sesaat kemudian gue ingat rencana gue untuk mampir ke warung, dan dengan terpaksa gue tunda dulu untuk nganter Fira ke kosnya. Ketika akhirnya kami berdua sampai di kos Fira, dia turun dari motor dan berdiri di samping motor gue, sementara gue masih berada di atas motor. Dia tersenyum sambil menyilangkan kedua tangannya, membawa binder.
Quote:
Gue tersenyum, dan mengangguk pelan.
Quote:
Gue terdiam sebentar. Ya, bahasanya berubah. Gue yakin itu. Sesaat kemudian gue tersadar kembali, dan tersenyum.
Quote:
Gue menjalankan motor, menjauhi kosan Fira dengan Fira masih berdiri di tempat yang sama. Gue menarik napas panjang, dan mensugesti pikiran gue sendiri bahwa apa yang gue lakukan ini adalah wajar. Bukan alasan buat gue untuk jatuh lagi di lubang yang sama. Dan semoga Fira bukanlah lubang yang membuat gue jatuh dan celaka. Terlalu jahat buat gue untuk berpikir seperti itu.
Beberapa hari kemudian.
Gue sedang di kampus, seperti biasa, dengan segudang tugas yang menunggu untuk dikerjakan. Gue duduk bersila di lantai, membungkuk menulis tugas di folio, sementara beberapa temen gue juga melakukan hal yang serupa di sekeliling gue. Banyak mahasiswa berlalu lalang di depan kami, tapi kami sama sekali gak menaruh perhatian. Mendadak ada sesosok wanita yang duduk di samping gue, sambil bersila dan membuka tasnya.
Quote:
Fira berkata sambil menaruh beberapa lembar folio penuh dengan tulisan tangan di hadapan kami. Salah satu teman gue membuka-buka folio itu, dan dia berkata dengan takjub bahwa Fira beneran udah menyelesaikan tugas yang menurut gue gak manusiawi banyaknya itu. Gue menoleh ke Fira.
Quote:
Gue menulis lagi beberapa saat, kemudian gue menoleh ke Fira yang masih duduk di samping gue, dan memainkan handphonenya.
Quote:
Fira mengangguk-angguk sambil memonyongkan bibirnya, kemudian kami berdua sama-sama kembali hanyut ke kesibukan masing-masing. Gue melanjutkan menulis tugas yang masih banyak itu, sementara Fira bermain handphone sambil sesekali ngobrol dengan temen-temen yang berlalu lalang. Fira kemudian mencolek gue.
Quote:
Begitulah. Akhirnya pada siang hari itu gue kembali makan dengan Fira, berdua. Sesuatu yang udah cukup lama gak gue lakukan. Kali ini gue berharap, sesuatu yang berbeda akan mendatangi kami semua. Yang pasti, bukan seperti di masa lalu.
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
: ooh, jadi lo belum makan ya.
: oke, ati-ati ya. Makasih udah nebengin.
: lah, udah kelar aja lo? cepet amat? kapan ngerjainnya?
: dimana-mana banyak mah dosen kayak gitu. yang enak ya yang kayak lo gini ini, tinggal nyalin... 
: lo gak pulang?
: bentar doaaaang....