- Beranda
- Stories from the Heart
Cewek Kelinci (Usagi no Onna no Ko) ウサギの女の子
...
TS
NihonDamashii
Cewek Kelinci (Usagi no Onna no Ko) ウサギの女の子
Halo agan-agan,
Setelah sekian lama jadi silent reader di SFTH ini, akhirnya ane beranikan diri untuk ikut membuat thread dan menulis cerita.
Cerita ini adalah mix antara true story gw dengan fiksi.
Bagian mana yang true story, dan bagian mana yang fiksi, ane serahkan kepada agan untuk menebaknya aja ya
Tujuan ane nulis cerita ini, adalah semoga agan-agan disini terhibur.
Atau mungkin cerita ini bisa jadi temen agan minum kopi. Atau setidaknya, sambil menunggu cerita di thread laen yang belom di update sama suhu TSnya, bolehlah sekiranya agan mampir dulu disini, menunggu update-an dari mereka keluar
HARAP DIBACA DULU!
Oke deh, langsung aja ya. Selamat menikmati
INDEX:
BAB 1: Cieee.. Honeymoon Cieee...!!
- PART 1
- PART 2
- PART 3
- PART 4
- PART 5
BAB 2: Jepang, Aku Datang!
- PART 1
- PART 2
- PART 3
- PART 4 (With Japanese Translation)
BAB 3: Sendai dan Wortel?
- PART 1 (With Japanese Translation)
- PART 2
- PART 3 (With Japanese Translation)
- PART 4 (With Japanese Translation)
- PART 5 (With Japanese Translation)
- PART 6 (With Japanese Translation)
- PART 7 (With Japanese Translation)
- PART 8 (With Japanese Translation)
- PART 9 (With Japanese Translation)
- PART 10 (With Japanese Translation)
- PART 11 (With Japanese Translation)
- PART 12 (With Japanese Translation)
- PART 13 (With Japanese Translation)
BAB 4: Dia Datang!
- PART 1 (With Japanese Translation)
- PART 2
- PART 3
- PART 4 (With Japanese Translation)
- PART 5
- PART 6 (With Japanese Translation)
- PART 7 (With Japanese Translation)
- PART 8
- PART 9 (With Japanese Translation)
BAB 5: Pulang (Datang) Ke Indonesia!
- PART 1 (With Japanese Translation)
- PART 2 With Japanese Translation)
- PART 3
- PART 4 (End) (With Japanese Translation)
Cewek Kelinci (Special Part)
- PART - 1 Japanese Version -> Click Here
- PART - 2
Setelah sekian lama jadi silent reader di SFTH ini, akhirnya ane beranikan diri untuk ikut membuat thread dan menulis cerita.
Cerita ini adalah mix antara true story gw dengan fiksi.
Bagian mana yang true story, dan bagian mana yang fiksi, ane serahkan kepada agan untuk menebaknya aja ya

Tujuan ane nulis cerita ini, adalah semoga agan-agan disini terhibur.
Atau mungkin cerita ini bisa jadi temen agan minum kopi. Atau setidaknya, sambil menunggu cerita di thread laen yang belom di update sama suhu TSnya, bolehlah sekiranya agan mampir dulu disini, menunggu update-an dari mereka keluar

HARAP DIBACA DULU!
Quote:
Di bagian INDEX, ada part-part yang diberi keterangan: With Japanese Translation. Artinya ada 2 versi cerita yang ane tulis. Versi pertama adalah versi tanpa terjemahan bahasa Jepang, yang kedua adalah versi dengan terjemahan bhs Jepang.
Versi kedua ada di bawah versi pertama. Jadi tinggal scroll saja ke bawah.
Bagi yang tidak ingin ter-distract dan fokus pada isi cerita, silakan baca versi pertama.
Bagi yang ingin sekalian mengetahui bhs Jepang di setiap dialognya, silakan baca versi kedua.
Versi kedua ada di bawah versi pertama. Jadi tinggal scroll saja ke bawah.
Bagi yang tidak ingin ter-distract dan fokus pada isi cerita, silakan baca versi pertama.
Bagi yang ingin sekalian mengetahui bhs Jepang di setiap dialognya, silakan baca versi kedua.
Oke deh, langsung aja ya. Selamat menikmati

INDEX:
BAB 1: Cieee.. Honeymoon Cieee...!!
- PART 1
- PART 2
- PART 3
- PART 4
- PART 5
BAB 2: Jepang, Aku Datang!
- PART 1
- PART 2
- PART 3
- PART 4 (With Japanese Translation)
BAB 3: Sendai dan Wortel?
- PART 1 (With Japanese Translation)
- PART 2
- PART 3 (With Japanese Translation)
- PART 4 (With Japanese Translation)
- PART 5 (With Japanese Translation)
- PART 6 (With Japanese Translation)
- PART 7 (With Japanese Translation)
- PART 8 (With Japanese Translation)
- PART 9 (With Japanese Translation)
- PART 10 (With Japanese Translation)
- PART 11 (With Japanese Translation)
- PART 12 (With Japanese Translation)
- PART 13 (With Japanese Translation)
BAB 4: Dia Datang!
- PART 1 (With Japanese Translation)
- PART 2
- PART 3
- PART 4 (With Japanese Translation)
- PART 5
- PART 6 (With Japanese Translation)
- PART 7 (With Japanese Translation)
- PART 8
- PART 9 (With Japanese Translation)
BAB 5: Pulang (Datang) Ke Indonesia!
- PART 1 (With Japanese Translation)
- PART 2 With Japanese Translation)
- PART 3
- PART 4 (End) (With Japanese Translation)
Cewek Kelinci (Special Part)
- PART - 1 Japanese Version -> Click Here
- PART - 2
Quote:
BAB 1 Part 1
“Satu...dua...tiga...ya!” seru tukang foto keliling kepada kami.
“Wuuuhuuuuuu..!!!” “Hahahaha....!!!!” seru kami, tertawa lepas. Topi toga pun berseliweran ke atas.
Si bapak tukang foto Cuma bisa senyum sambil geleng-geleng kepala ngeliat tingkah laku kami.
Hari ini adalah hari yang telah lama kami nantikan. Hari dimana para mahasiswa yang selama beberapa bulan kurang tidur, datang ke kampus dengan muka kusut, mata merah, dan mendadak akrab dengan para dosen, terutama dengan dosen-dosen pembimbing, melepaskan status mahasiswanya dan menjadi para wisudawan-wisudawati.
Selama beberapa bulan terakhir ini, kami, para mahasiswa jurusan sastra Jepang, telah menumpahkan segala kemampuan dan tenaga kami untuk menyelesaikan skripsi kami.
Penyelesaian skripsi yang setengah mati kami lakukan, masih harus ditambah lagi dengan sidang skripsi. Namun demi kelulusan, kami pantang menyerah. Bahkan tak sedikit yang rela mengorbankan sesuatu yang disukainya demi skripsi.
Rifki, teman gw yang hampir setiap hari main game di PC nya, berkorban untuk tidak menyentuh gamenya selama dia mengerjakan skripsi.
Boni, yang kerjaannya pacaran melulu, selama beberapa bulan terakhir ini jarang kelihatan berduaan dengan ceweknya. Dia bilang dia udah janji ke ceweknya untuk menyelesaikan skripsi tahun ini dan jadi sarjana. Jadi dia minta ke ceweknya untuk mengurangi waktu jalan-jalan dan apel malam minggu.
Ada juga seorang cewek di kelas gw yang mutusin pacarnya karena ingin fokus menyelesaikan skripsi. Gw agak kaget waktu ngedenger kabar itu dari temen-temen seper-gosip-annya. Gw gak ngerti, apa hubungannya nyelesaiin skripsi dengan mutusin pacar. Tapi ya udahlah. Gw gak mau ikut campur.
Gw? Gw sendiri gak berkorban begitu banyak dan ekstrim kayak temen-temen gw. Gw selama beberapa bulan terakhir ini Cuma berkorban waktu tidur aja. Skripsi gw berhasil membuat gw Cuma tidur 3-4 jam.
Tapi hari ini, dengan pakaian dan topi toga yang kami pakai, kami resmi menjadi sarjana S1. Sarjana Sastra.
Gw bakal punya waktu tidur yang banyak lagi. Si Rifki bakal bisa mesra-mesraan lagi sama komputernya. Si Boni bakal punya kebanggaan di depan calon mertuanya karena udah lulus S1.
Cuma ada 6 orang dari angkatan gw yang berhasil menyelesaikan skripsi tahun ini. Dan Alhamdulillah, gw termasuk salah satu di dalamnya.
“Ta! Kita foto berdua, yuk!” kata Gw pada Sinta setelah sesi foto rame-rame satu angkatan selesai.
“uhmm..OK,” jawab Sinta. “Mer, tolong fotoin kita, ya,” pinta Sinta pada Merta, temen sekelas kami.
“Cieee...foto prewed nih ceritanya.. Rangga dan Sinta,” goda Merta.
“Apaan sih.. Udah cepet fotoin,” seru Sinta sambil nyodorin hape gw. Gw Cuma bisa senyum.
“Iye, bawel,” Merta menurut. “Nih, udah,” katanya sambil mengembalikan hape ke gw.
“Jadi nih, kalian ke Jepang? Honeymoon nih yeee...” Goda Merta lagi.
Dan kalimat Merta tadi berhasil membuat temen-temen gw yang tadinya udah mau bubar, pada ngumpul lagi, ngerubungin gw dan Sinta.
“Elo berdua sekalian mau nikah disono, ya?” celetuk Rifki.
“Sok tau!” jawab Sinta sambil mencubit lengan Rifki.
“Aw! Sakit tau!” protes Rifki.
“Biarin!” Sewot Sinta.
“Udah...Udah...ribut mulu. Panas nih. Kita ke dalem lagi, yuk,” sela gw.
Kami semua pun mulai kembali ke dalam gedung.
“Eh, Ga, ntar kalo lo sama Sinta ke Jepang, lu lamar aja do’i,” bisik Rifki sambil berjalan.
“Anak orang maen lamar aja. Gw mau mikirin kerja dulu,” jawab gw.
“ah elo. Mikirin kerja mah abis ngelamar kan bisa,” seru Rifki tak mau kalah. “Lagian nih ya, kapan lagi lu sama Sinta bisa berduaan. Ke Jepang lagi. Jepang men..Jepang!” Tambah dia.
“Gimana ntar, deh” sahut gw.
“Tar kalo udah puropoozu*, kasih tau gw ya. Pokonya gw harus jadi orang pertama yang tau kalo kalian berdua tunangan.” Seru Rifki.
“Ho oh...,” jawab gw sambil ngeloyor meninggalkan Rifki. Kalo udah cerita tentang hubungan gw sama Sinta, itu anak emang berapi-api. Dan gw kadang gak bisa nanggepin omongan dia yang udah berapi-api itu. Gw suka jawab sekenanya aja. Bukan apa-apa, gw bukan tipe orang yang blak-blakan kalo ngomongin soal percintaan.
“Ga! Lo mau kemana?” Tanya Rifki yg gw tinggalkan di belakang gw.
“Makan,” jawab gw pendek.
==============================================================================================
*Puropoozu: ngelamar pasangan
“Satu...dua...tiga...ya!” seru tukang foto keliling kepada kami.
“Wuuuhuuuuuu..!!!” “Hahahaha....!!!!” seru kami, tertawa lepas. Topi toga pun berseliweran ke atas.
Si bapak tukang foto Cuma bisa senyum sambil geleng-geleng kepala ngeliat tingkah laku kami.
Hari ini adalah hari yang telah lama kami nantikan. Hari dimana para mahasiswa yang selama beberapa bulan kurang tidur, datang ke kampus dengan muka kusut, mata merah, dan mendadak akrab dengan para dosen, terutama dengan dosen-dosen pembimbing, melepaskan status mahasiswanya dan menjadi para wisudawan-wisudawati.
Selama beberapa bulan terakhir ini, kami, para mahasiswa jurusan sastra Jepang, telah menumpahkan segala kemampuan dan tenaga kami untuk menyelesaikan skripsi kami.
Penyelesaian skripsi yang setengah mati kami lakukan, masih harus ditambah lagi dengan sidang skripsi. Namun demi kelulusan, kami pantang menyerah. Bahkan tak sedikit yang rela mengorbankan sesuatu yang disukainya demi skripsi.
Rifki, teman gw yang hampir setiap hari main game di PC nya, berkorban untuk tidak menyentuh gamenya selama dia mengerjakan skripsi.
Boni, yang kerjaannya pacaran melulu, selama beberapa bulan terakhir ini jarang kelihatan berduaan dengan ceweknya. Dia bilang dia udah janji ke ceweknya untuk menyelesaikan skripsi tahun ini dan jadi sarjana. Jadi dia minta ke ceweknya untuk mengurangi waktu jalan-jalan dan apel malam minggu.
Ada juga seorang cewek di kelas gw yang mutusin pacarnya karena ingin fokus menyelesaikan skripsi. Gw agak kaget waktu ngedenger kabar itu dari temen-temen seper-gosip-annya. Gw gak ngerti, apa hubungannya nyelesaiin skripsi dengan mutusin pacar. Tapi ya udahlah. Gw gak mau ikut campur.
Gw? Gw sendiri gak berkorban begitu banyak dan ekstrim kayak temen-temen gw. Gw selama beberapa bulan terakhir ini Cuma berkorban waktu tidur aja. Skripsi gw berhasil membuat gw Cuma tidur 3-4 jam.
Tapi hari ini, dengan pakaian dan topi toga yang kami pakai, kami resmi menjadi sarjana S1. Sarjana Sastra.
Gw bakal punya waktu tidur yang banyak lagi. Si Rifki bakal bisa mesra-mesraan lagi sama komputernya. Si Boni bakal punya kebanggaan di depan calon mertuanya karena udah lulus S1.
Cuma ada 6 orang dari angkatan gw yang berhasil menyelesaikan skripsi tahun ini. Dan Alhamdulillah, gw termasuk salah satu di dalamnya.
“Ta! Kita foto berdua, yuk!” kata Gw pada Sinta setelah sesi foto rame-rame satu angkatan selesai.
“uhmm..OK,” jawab Sinta. “Mer, tolong fotoin kita, ya,” pinta Sinta pada Merta, temen sekelas kami.
“Cieee...foto prewed nih ceritanya.. Rangga dan Sinta,” goda Merta.
“Apaan sih.. Udah cepet fotoin,” seru Sinta sambil nyodorin hape gw. Gw Cuma bisa senyum.
“Iye, bawel,” Merta menurut. “Nih, udah,” katanya sambil mengembalikan hape ke gw.
“Jadi nih, kalian ke Jepang? Honeymoon nih yeee...” Goda Merta lagi.
Dan kalimat Merta tadi berhasil membuat temen-temen gw yang tadinya udah mau bubar, pada ngumpul lagi, ngerubungin gw dan Sinta.
“Elo berdua sekalian mau nikah disono, ya?” celetuk Rifki.
“Sok tau!” jawab Sinta sambil mencubit lengan Rifki.
“Aw! Sakit tau!” protes Rifki.
“Biarin!” Sewot Sinta.
“Udah...Udah...ribut mulu. Panas nih. Kita ke dalem lagi, yuk,” sela gw.
Kami semua pun mulai kembali ke dalam gedung.
“Eh, Ga, ntar kalo lo sama Sinta ke Jepang, lu lamar aja do’i,” bisik Rifki sambil berjalan.
“Anak orang maen lamar aja. Gw mau mikirin kerja dulu,” jawab gw.
“ah elo. Mikirin kerja mah abis ngelamar kan bisa,” seru Rifki tak mau kalah. “Lagian nih ya, kapan lagi lu sama Sinta bisa berduaan. Ke Jepang lagi. Jepang men..Jepang!” Tambah dia.
“Gimana ntar, deh” sahut gw.
“Tar kalo udah puropoozu*, kasih tau gw ya. Pokonya gw harus jadi orang pertama yang tau kalo kalian berdua tunangan.” Seru Rifki.
“Ho oh...,” jawab gw sambil ngeloyor meninggalkan Rifki. Kalo udah cerita tentang hubungan gw sama Sinta, itu anak emang berapi-api. Dan gw kadang gak bisa nanggepin omongan dia yang udah berapi-api itu. Gw suka jawab sekenanya aja. Bukan apa-apa, gw bukan tipe orang yang blak-blakan kalo ngomongin soal percintaan.
“Ga! Lo mau kemana?” Tanya Rifki yg gw tinggalkan di belakang gw.
“Makan,” jawab gw pendek.
==============================================================================================
*Puropoozu: ngelamar pasangan
Diubah oleh NihonDamashii 17-12-2015 20:01
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
162.2K
Kutip
860
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
NihonDamashii
#681
UPDATE BAB 4 PART 7
Quote:
BAB 4 PART 7
Gw duduk bersandar di dekat pintu kaca geser yang terbuka. Sambil memandang langit yang kian temaram oleh tenggelamnya matahari, gw ngelamun, membayangkan kejadian tadi siang. Semakin dibayangin, semakin gw geli sendiri.
Siang tadi, setelah Keiko dan gw meminta maaf pada Sinta, kami bertiga bisa mengobrol dengan lebih santai.
Gw ceritakan pada Sinta bagaimana gw dan Keiko bertemu, dan Keiko pun bercerita tentang dirinya pada Sinta.
Entah seperti ada perasaan enggan yang sama antara gw dengan Sinta, kami berdua tidak menceritakan hubungan kami pada Keiko. Sinta hanya bercerita kalau dia adalah teman kuliah gw.
Dan sekarang, gw sendirian di kamar Seichi. Para cewek sedang ada di kamar Keiko, katanya sih mau masak makan malam.
Sedang asik-asiknya gw ngelamun, pintu kamar terbuka. Sinta muncul dari balik pintu.
“Ga, bantuin kita yuk,” pinta Sinta.
Gw pun mengikuti Sinta ke kamar Keiko.
Di dapur, Keiko sedang asyik memotong-motong sayuran sambil sesekali mengaduk-aduk sesuatu di panci.
Aroma masakan tercium sangat menggoda.
"Mau aku bantuin?" tanya gw.
Keiko menoleh, rupanya gak sadar dengan kehadiran gw.
"Kalo gitu tolong siapkan piring-piringnya ya," sahut Keiko.
"OK,"
Sambil menyiapkan piring, mangkok, dan sumpit, gw lihat Sinta dan Keiko seperti tim yang kompak. Yang satu memotong-motong, yang satu memasak, lalu secara bergantian hilir mudik mengambil ini dan itu.
“Ambilin mangkok yang besar itu, dong, Ga,” pinta Sinta.
Gw hampiri Sinta dan menyodorkannya.
“Senangnya dalam hati, kalau beristri dua...,” tiba-tiba Sinta nyanyi sambil melirik dan mengedipkan sebelah matanya ke gw.
Awalnya gw gak ngerti, tapi akhirnya gw nyengir, ngerti apa maksud Sinta.
"Eh lagu apa itu? Aku juga mau nyanyi dong!" tiba-tiba Keiko nyeletuk.
"Boleh..boleh...nih aku ajarin ya..," ujar Sinta.
"Su..nang..nya.. daram... hati..?" Keiko mengulang apa yang diajarkan Sinta dengan terbata-bata.
Gw gak bisa nahan senyum dan tawa ngeliat mereka berdua.
Dua cewek yang sedang bersama gw saat ini memang bukan siapa-siapanya gw. Tapi gw ngerasa senang bisa deket dengan cewek-cewek secantik mereka. Bener juga ternyata nyanyian dari Sinta ini
Masakan pun akhirnya siap. Kami bertiga makan sambil mengobrol obrolan ringan.
Setelah beres makan dan cuci-cuci piring, gw dan Sinta pamit ke kamar Seichi.
“Keiko itu orangnya lucu ya,” Kata Sinta sambil merebahkan dirinya duduk bersandar.
“Ya gitulah. Tapi tingkahnya kadang bikin aku gak abis pikir,” sahut gw, sambil duduk santai di dekat Sinta.
“Kamu suka sama dia, ya?”
Pertanyaan Sinta yang gak pernah gw duga sebelumnya.
“Biasa aja,” elak gw.
“Aku tau kok. Cara kamu ngeliatin dia tadi beda, lho, Ga,” ujar Sinta ringan.
“Masa?”
“Aku tau kamu, Ga. Bukan setahun-dua tahun aku kenal kamu,” lanjut Sinta.
“Dulu kamu pernah bilang kalo kamu suka sama Ueto Aya kan? Yang main di Attention Please. Kalo diliat-liat, Keiko itu mirip Ueto Aya yang ada di dorama itu ya,”
“Mirip apanya?” tanya gw.
“Rambutnya, sifatnya...,”
“Hmm....” gumam gw.
“Cieee..cieee....,” goda Sinta.
“Apaan sih. Biasa aja,” sergah gw.
“Hihihi...,”
Udara makin dingin. Suhu di kamar pun semakin menurun. Tapi obrolan gw dan Sinta ini seolah menghangatkan suhu di kamar ini.
“Ga... Aku mau ngomong sesuatu,” ucap Sinta. Nadanya terdengar serius.
“Apaan?”
“Sebenernya, kedatangan aku kesini karena aku mau ngasih tau kamu,”
“Ngasih tau apa?”
“Aku..udah punya seseorang,” Sinta mengecilkan sedikit suaranya.
Gw lihat wajah Sinta yang sedang sedikit menunduk. Lalu seolah tau dirinya sedang gw perhatikan, Sinta mendongakkan wajahnya dan melihat gw.
Gw tersenyum. Mengangguk.
“Berat banget sebenernya waktu aku akan mutusin apakah aku harus ngasih tau kamu tentang hal ini dan datang ke Sendai. Tapi semakin lama aku mikirin hal ini, semakin aku gak enak sama kamu,”
Gw cuma memperhatikan dia tanpa berucap apa-apa.
“Lalu akhirnya aku putusin untuk nemuin kamu. Tapi setelah datang ke Sendai, dan ngeliat kamu lagi, aku makin gak tau gimana cara aku nyampein hal ini,”
Ada jeda sebelum Sinta melanjutkan kalimatnya.
“Tapi begitu ketemu Keiko, semuanya seperti ringan, Ga,” lanjutnya.
“Gomen, aku gak bermaksud mau ngelibatin Keiko. Tapi setelah tadi aku ketemu Keiko, dan ngeliat kamu dan dia bisa sedekat ini, aku jadi punya keberanian untuk ngomong ini ke kamu,”
“Aku ngerasa lega ngeliat cara kamu mandang dia, cara kamu ngomong sama dia, cara kamu becanda sama dia,”
“Aku seneng kamu bisa ketemu Keiko, Ga,” lanjut Sinta. Dari wajahnya, gw tahu Sinta bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Gw tersenyum.
Ternyata inilah alasan Sinta jauh-jauh datang ke Sendai. Dan sekarang, semuanya sudah terjawab.
Awalnya gw mendengar penjelasan dari Sinta ini, gw memang terkejut. Tapi anehnya gw gak merasa sedih, sakit hati, atau bahkan marah.
Mendengar Sinta punya hubungan baru dengan seseorang, ternyata gw bisa menerimanya.
Gw tahu, cepat atau lambat salah satu dari kami akan mendapatkan pasangan baru. Memiliki kisah yang baru.
Dan kalau boleh jujur, perasaan menerima yang gw rasakan ketika Sinta mengutarakan hal ini, adalah berkat Keiko juga.
Kalau Sinta bilang berkat Keiko dia bisa merasa lega hingga punya keberanian untuk menjelaskan hal ini, gw juga akan bilang kalau berkat Keiko gw bisa menerima penjelasan Sinta.
Keiko. Seseorang yang baru saja datang dalam kehidupan gw dan Sinta, tapi mampu membuat perasaan kami berdua menjadi lebih baik.
Dengan mengetahui semua ini, gw merasa seolah beban berat yang selama ini gw rasakan telah terangkat. Dada gw terasa ringan.
“Makasih udah mau ngomong ini ke aku,” ucap gw.
Sinta tersenyum dan mengangguk. Gw membalas senyumannya.
“Solat dulu gih. Aku ke kamar Keiko dulu ya,” Sinta beranjak dari duduknya dan pergi keluar.
Gw duduk bersandar di dekat pintu kaca geser yang terbuka. Sambil memandang langit yang kian temaram oleh tenggelamnya matahari, gw ngelamun, membayangkan kejadian tadi siang. Semakin dibayangin, semakin gw geli sendiri.
Siang tadi, setelah Keiko dan gw meminta maaf pada Sinta, kami bertiga bisa mengobrol dengan lebih santai.
Gw ceritakan pada Sinta bagaimana gw dan Keiko bertemu, dan Keiko pun bercerita tentang dirinya pada Sinta.
Entah seperti ada perasaan enggan yang sama antara gw dengan Sinta, kami berdua tidak menceritakan hubungan kami pada Keiko. Sinta hanya bercerita kalau dia adalah teman kuliah gw.
Dan sekarang, gw sendirian di kamar Seichi. Para cewek sedang ada di kamar Keiko, katanya sih mau masak makan malam.
Sedang asik-asiknya gw ngelamun, pintu kamar terbuka. Sinta muncul dari balik pintu.
“Ga, bantuin kita yuk,” pinta Sinta.
Gw pun mengikuti Sinta ke kamar Keiko.
Di dapur, Keiko sedang asyik memotong-motong sayuran sambil sesekali mengaduk-aduk sesuatu di panci.
Aroma masakan tercium sangat menggoda.
"Mau aku bantuin?" tanya gw.
Keiko menoleh, rupanya gak sadar dengan kehadiran gw.
"Kalo gitu tolong siapkan piring-piringnya ya," sahut Keiko.
"OK,"
Sambil menyiapkan piring, mangkok, dan sumpit, gw lihat Sinta dan Keiko seperti tim yang kompak. Yang satu memotong-motong, yang satu memasak, lalu secara bergantian hilir mudik mengambil ini dan itu.
“Ambilin mangkok yang besar itu, dong, Ga,” pinta Sinta.
Gw hampiri Sinta dan menyodorkannya.
“Senangnya dalam hati, kalau beristri dua...,” tiba-tiba Sinta nyanyi sambil melirik dan mengedipkan sebelah matanya ke gw.
Awalnya gw gak ngerti, tapi akhirnya gw nyengir, ngerti apa maksud Sinta.
"Eh lagu apa itu? Aku juga mau nyanyi dong!" tiba-tiba Keiko nyeletuk.
"Boleh..boleh...nih aku ajarin ya..," ujar Sinta.
"Su..nang..nya.. daram... hati..?" Keiko mengulang apa yang diajarkan Sinta dengan terbata-bata.
Gw gak bisa nahan senyum dan tawa ngeliat mereka berdua.
Dua cewek yang sedang bersama gw saat ini memang bukan siapa-siapanya gw. Tapi gw ngerasa senang bisa deket dengan cewek-cewek secantik mereka. Bener juga ternyata nyanyian dari Sinta ini

Masakan pun akhirnya siap. Kami bertiga makan sambil mengobrol obrolan ringan.
Setelah beres makan dan cuci-cuci piring, gw dan Sinta pamit ke kamar Seichi.
“Keiko itu orangnya lucu ya,” Kata Sinta sambil merebahkan dirinya duduk bersandar.
“Ya gitulah. Tapi tingkahnya kadang bikin aku gak abis pikir,” sahut gw, sambil duduk santai di dekat Sinta.
“Kamu suka sama dia, ya?”
Pertanyaan Sinta yang gak pernah gw duga sebelumnya.
“Biasa aja,” elak gw.
“Aku tau kok. Cara kamu ngeliatin dia tadi beda, lho, Ga,” ujar Sinta ringan.
“Masa?”
“Aku tau kamu, Ga. Bukan setahun-dua tahun aku kenal kamu,” lanjut Sinta.
“Dulu kamu pernah bilang kalo kamu suka sama Ueto Aya kan? Yang main di Attention Please. Kalo diliat-liat, Keiko itu mirip Ueto Aya yang ada di dorama itu ya,”
“Mirip apanya?” tanya gw.
“Rambutnya, sifatnya...,”
“Hmm....” gumam gw.
“Cieee..cieee....,” goda Sinta.
“Apaan sih. Biasa aja,” sergah gw.
“Hihihi...,”
Udara makin dingin. Suhu di kamar pun semakin menurun. Tapi obrolan gw dan Sinta ini seolah menghangatkan suhu di kamar ini.
“Ga... Aku mau ngomong sesuatu,” ucap Sinta. Nadanya terdengar serius.
“Apaan?”
“Sebenernya, kedatangan aku kesini karena aku mau ngasih tau kamu,”
“Ngasih tau apa?”
“Aku..udah punya seseorang,” Sinta mengecilkan sedikit suaranya.
Gw lihat wajah Sinta yang sedang sedikit menunduk. Lalu seolah tau dirinya sedang gw perhatikan, Sinta mendongakkan wajahnya dan melihat gw.
Gw tersenyum. Mengangguk.
“Berat banget sebenernya waktu aku akan mutusin apakah aku harus ngasih tau kamu tentang hal ini dan datang ke Sendai. Tapi semakin lama aku mikirin hal ini, semakin aku gak enak sama kamu,”
Gw cuma memperhatikan dia tanpa berucap apa-apa.
“Lalu akhirnya aku putusin untuk nemuin kamu. Tapi setelah datang ke Sendai, dan ngeliat kamu lagi, aku makin gak tau gimana cara aku nyampein hal ini,”
Ada jeda sebelum Sinta melanjutkan kalimatnya.
“Tapi begitu ketemu Keiko, semuanya seperti ringan, Ga,” lanjutnya.
“Gomen, aku gak bermaksud mau ngelibatin Keiko. Tapi setelah tadi aku ketemu Keiko, dan ngeliat kamu dan dia bisa sedekat ini, aku jadi punya keberanian untuk ngomong ini ke kamu,”
“Aku ngerasa lega ngeliat cara kamu mandang dia, cara kamu ngomong sama dia, cara kamu becanda sama dia,”
“Aku seneng kamu bisa ketemu Keiko, Ga,” lanjut Sinta. Dari wajahnya, gw tahu Sinta bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Gw tersenyum.
Ternyata inilah alasan Sinta jauh-jauh datang ke Sendai. Dan sekarang, semuanya sudah terjawab.
Awalnya gw mendengar penjelasan dari Sinta ini, gw memang terkejut. Tapi anehnya gw gak merasa sedih, sakit hati, atau bahkan marah.
Mendengar Sinta punya hubungan baru dengan seseorang, ternyata gw bisa menerimanya.
Gw tahu, cepat atau lambat salah satu dari kami akan mendapatkan pasangan baru. Memiliki kisah yang baru.
Dan kalau boleh jujur, perasaan menerima yang gw rasakan ketika Sinta mengutarakan hal ini, adalah berkat Keiko juga.
Kalau Sinta bilang berkat Keiko dia bisa merasa lega hingga punya keberanian untuk menjelaskan hal ini, gw juga akan bilang kalau berkat Keiko gw bisa menerima penjelasan Sinta.
Keiko. Seseorang yang baru saja datang dalam kehidupan gw dan Sinta, tapi mampu membuat perasaan kami berdua menjadi lebih baik.
Dengan mengetahui semua ini, gw merasa seolah beban berat yang selama ini gw rasakan telah terangkat. Dada gw terasa ringan.
“Makasih udah mau ngomong ini ke aku,” ucap gw.
Sinta tersenyum dan mengangguk. Gw membalas senyumannya.
“Solat dulu gih. Aku ke kamar Keiko dulu ya,” Sinta beranjak dari duduknya dan pergi keluar.
VERSI TERJEMAHAN BAHASA JEPANG
Quote:
BAB 4 PART 7
Gw duduk bersandar di dekat pintu kaca geser yang terbuka. Sambil memandang langit yang kian temaram oleh tenggelamnya matahari, gw ngelamun, membayangkan kejadian tadi siang. Semakin dibayangin, semakin gw geli sendiri.
Siang tadi, setelah Keiko dan gw meminta maaf pada Sinta, kami bertiga bisa mengobrol dengan lebih santai.
Gw ceritakan pada Sinta bagaimana gw dan Keiko bertemu, dan Keiko pun bercerita tentang dirinya pada Sinta.
Entah seperti ada perasaan enggan yang sama antara gw dengan Sinta, kami berdua tidak menceritakan hubungan kami pada Keiko. Sinta hanya bercerita kalau dia adalah teman kuliah gw.
Dan sekarang, gw sendirian di kamar Seichi. Para cewek sedang ada di kamar Keiko, katanya sih mau masak makan malam.
Sedang asik-asiknya gw ngelamun, pintu kamar terbuka. Sinta muncul dari balik pintu.
“Ga, bantuin kita yuk,” pinta Sinta.
Gw pun mengikuti Sinta ke kamar Keiko.
Di dapur, Keiko sedang asyik memotong-motong sayuran sambil sesekali mengaduk-aduk sesuatu di panci.
Aroma masakan tercium sangat menggoda.
"Tetsudaouka?"
"Mau aku bantuin?"tanya gw.
Keiko menoleh, rupanya gak sadar dengan kehadiran gw.
"Ja,sara wo kazatte kureru?"
"Kalo gitu tolong siapkan piring-piringnya ya," sahut Keiko.
"Wakatta,"
"OK,"
Sambil menyiapkan piring, mangkok, dan sumpit, gw lihat Sinta dan Keiko seperti tim yang kompak. Yang satu memotong-motong, yang satu memasak, lalu secara bergantian hilir mudik mengambil ini dan itu.
“Ambilin mangkok yang besar itu, dong, Ga,” pinta Sinta.
Gw hampiri Sinta dan menyodorkannya.
“Senangnya dalam hati, kalau beristri dua...,” tiba-tiba Sinta nyanyi sambil melirik dan mengedipkan sebelah matanya ke gw.
Awalnya gw gak ngerti, tapi akhirnya gw nyengir, ngerti apa maksud Sinta.
"E? Sore nan no uta? atashi mo utaitai!"
"Eh lagu apa itu? Aku juga mau nyanyi dong!" tiba-tiba Keiko nyeletuk.
"Ii yo.. ja, oshieru ne...,"
"Boleh..boleh...nih aku ajarin ya..," ujar Sinta.
"Su..nang..nya.. daram... hati..?" Keiko mengulang apa yang diajarkan Sinta dengan terbata-bata.
Gw gak bisa nahan senyum dan tawa ngeliat mereka berdua.
Dua cewek yang sedang bersama gw saat ini memang bukan siapa-siapanya gw. Tapi gw ngerasa senang bisa deket dengan cewek-cewek secantik mereka. Bener juga ternyata nyanyian dari Sinta ini
Masakan pun akhirnya siap. Kami bertiga makan sambil mengobrol obrolan ringan.
Setelah beres makan dan cuci-cuci piring, gw dan Sinta pamit ke kamar Seichi.
“Keiko itu orangnya lucu ya,” Kata Sinta sambil merebahkan dirinya duduk bersandar.
“Ya gitulah. Tapi tingkahnya kadang bikin aku gak abis pikir,” sahut gw, sambil duduk santai di dekat Sinta.
“Kamu suka sama dia, ya?”
Pertanyaan Sinta yang gak pernah gw duga sebelumnya.
“Biasa aja,” elak gw.
“Aku tau kok. Cara kamu ngeliatin dia tadi beda, lho, Ga,” ujar Sinta ringan.
“Masa?”
“Aku tau kamu, Ga. Bukan setahun-dua tahun aku kenal kamu,” lanjut Sinta.
“Dulu kamu pernah bilang kalo kamu suka sama Ueto Aya kan? Yang main di Attention Please. Kalo diliat-liat, Keiko itu mirip Ueto Aya yang ada di dorama itu ya,”
“Mirip apanya?” tanya gw.
“Rambutnya, sifatnya...,”
“Hmm....” gumam gw.
“Cieee..cieee....,” goda Sinta.
“Apaan sih. Biasa aja,” sergah gw.
“Hihihi...,”
Udara makin dingin. Suhu di kamar pun semakin menurun. Tapi obrolan gw dan Sinta ini seolah menghangatkan suhu di kamar ini.
“Ga... Aku mau ngomong sesuatu,” ucap Sinta. Nadanya terdengar serius.
“Apaan?”
“Sebenernya, kedatangan aku kesini karena aku mau ngasih tau kamu,”
“Ngasih tau apa?”
“Aku..udah punya seseorang,” Sinta mengecilkan sedikit suaranya.
Gw lihat wajah Sinta yang sedang sedikit menunduk. Lalu seolah tau dirinya sedang gw perhatikan, Sinta mendongakkan wajahnya dan melihat gw.
Gw tersenyum. Mengangguk.
“Berat banget sebenernya waktu aku akan mutusin apakah aku harus ngasih tau kamu tentang hal ini dan datang ke Sendai. Tapi semakin lama aku mikirin hal ini, semakin aku gak enak sama kamu,”
Gw cuma memperhatikan dia tanpa berucap apa-apa.
“Lalu akhirnya aku putusin untuk nemuin kamu. Tapi setelah datang ke Sendai, dan ngeliat kamu lagi, aku makin gak tau gimana cara aku nyampein hal ini,”
Ada jeda sebelum Sinta melanjutkan kalimatnya.
“Tapi begitu ketemu Keiko, semuanya seperti ringan, Ga,” lanjutnya.
“Gomen, aku gak bermaksud mau ngelibatin Keiko. Tapi setelah tadi aku ketemu Keiko, dan ngeliat kamu dan dia bisa sedekat ini, aku jadi punya keberanian untuk ngomong ini ke kamu,”
“Aku ngerasa lega ngeliat cara kamu mandang dia, cara kamu ngomong sama dia, cara kamu becanda sama dia,”
“Aku seneng kamu bisa ketemu Keiko, Ga,” lanjut Sinta. Dari wajahnya, gw tahu Sinta bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Gw tersenyum.
Ternyata inilah alasan Sinta jauh-jauh datang ke Sendai. Dan sekarang, semuanya sudah terjawab.
Awalnya gw mendengar penjelasan dari Sinta ini, gw memang terkejut. Tapi anehnya gw gak merasa sedih, sakit hati, atau bahkan marah.
Mendengar Sinta punya hubungan baru dengan seseorang, ternyata gw bisa menerimanya.
Gw tahu, cepat atau lambat salah satu dari kami akan mendapatkan pasangan baru. Memiliki kisah yang baru.
Dan kalau boleh jujur, perasaan menerima yang gw rasakan ketika Sinta mengutarakan hal ini, adalah berkat Keiko juga.
Kalau Sinta bilang berkat Keiko dia bisa merasa lega hingga punya keberanian untuk menjelaskan hal ini, gw juga akan bilang kalau berkat Keiko gw bisa menerima penjelasan Sinta.
Keiko. Seseorang yang baru saja datang dalam kehidupan gw dan Sinta, tapi mampu membuat perasaan kami berdua menjadi lebih baik.
Dengan mengetahui semua ini, gw merasa seolah beban berat yang selama ini gw rasakan telah terangkat. Dada gw terasa ringan.
“Makasih udah mau ngomong ini ke aku,” ucap gw.
Sinta tersenyum dan mengangguk. Gw membalas senyumannya.
“Solat dulu gih. Aku ke kamar Keiko dulu ya,” Sinta beranjak dari duduknya dan pergi keluar.
Gw duduk bersandar di dekat pintu kaca geser yang terbuka. Sambil memandang langit yang kian temaram oleh tenggelamnya matahari, gw ngelamun, membayangkan kejadian tadi siang. Semakin dibayangin, semakin gw geli sendiri.
Siang tadi, setelah Keiko dan gw meminta maaf pada Sinta, kami bertiga bisa mengobrol dengan lebih santai.
Gw ceritakan pada Sinta bagaimana gw dan Keiko bertemu, dan Keiko pun bercerita tentang dirinya pada Sinta.
Entah seperti ada perasaan enggan yang sama antara gw dengan Sinta, kami berdua tidak menceritakan hubungan kami pada Keiko. Sinta hanya bercerita kalau dia adalah teman kuliah gw.
Dan sekarang, gw sendirian di kamar Seichi. Para cewek sedang ada di kamar Keiko, katanya sih mau masak makan malam.
Sedang asik-asiknya gw ngelamun, pintu kamar terbuka. Sinta muncul dari balik pintu.
“Ga, bantuin kita yuk,” pinta Sinta.
Gw pun mengikuti Sinta ke kamar Keiko.
Di dapur, Keiko sedang asyik memotong-motong sayuran sambil sesekali mengaduk-aduk sesuatu di panci.
Aroma masakan tercium sangat menggoda.
"Tetsudaouka?"
"Mau aku bantuin?"tanya gw.
Keiko menoleh, rupanya gak sadar dengan kehadiran gw.
"Ja,sara wo kazatte kureru?"
"Kalo gitu tolong siapkan piring-piringnya ya," sahut Keiko.
"Wakatta,"
"OK,"
Sambil menyiapkan piring, mangkok, dan sumpit, gw lihat Sinta dan Keiko seperti tim yang kompak. Yang satu memotong-motong, yang satu memasak, lalu secara bergantian hilir mudik mengambil ini dan itu.
“Ambilin mangkok yang besar itu, dong, Ga,” pinta Sinta.
Gw hampiri Sinta dan menyodorkannya.
“Senangnya dalam hati, kalau beristri dua...,” tiba-tiba Sinta nyanyi sambil melirik dan mengedipkan sebelah matanya ke gw.
Awalnya gw gak ngerti, tapi akhirnya gw nyengir, ngerti apa maksud Sinta.
"E? Sore nan no uta? atashi mo utaitai!"
"Eh lagu apa itu? Aku juga mau nyanyi dong!" tiba-tiba Keiko nyeletuk.
"Ii yo.. ja, oshieru ne...,"
"Boleh..boleh...nih aku ajarin ya..," ujar Sinta.
"Su..nang..nya.. daram... hati..?" Keiko mengulang apa yang diajarkan Sinta dengan terbata-bata.
Gw gak bisa nahan senyum dan tawa ngeliat mereka berdua.
Dua cewek yang sedang bersama gw saat ini memang bukan siapa-siapanya gw. Tapi gw ngerasa senang bisa deket dengan cewek-cewek secantik mereka. Bener juga ternyata nyanyian dari Sinta ini

Masakan pun akhirnya siap. Kami bertiga makan sambil mengobrol obrolan ringan.
Setelah beres makan dan cuci-cuci piring, gw dan Sinta pamit ke kamar Seichi.
“Keiko itu orangnya lucu ya,” Kata Sinta sambil merebahkan dirinya duduk bersandar.
“Ya gitulah. Tapi tingkahnya kadang bikin aku gak abis pikir,” sahut gw, sambil duduk santai di dekat Sinta.
“Kamu suka sama dia, ya?”
Pertanyaan Sinta yang gak pernah gw duga sebelumnya.
“Biasa aja,” elak gw.
“Aku tau kok. Cara kamu ngeliatin dia tadi beda, lho, Ga,” ujar Sinta ringan.
“Masa?”
“Aku tau kamu, Ga. Bukan setahun-dua tahun aku kenal kamu,” lanjut Sinta.
“Dulu kamu pernah bilang kalo kamu suka sama Ueto Aya kan? Yang main di Attention Please. Kalo diliat-liat, Keiko itu mirip Ueto Aya yang ada di dorama itu ya,”
“Mirip apanya?” tanya gw.
“Rambutnya, sifatnya...,”
“Hmm....” gumam gw.
“Cieee..cieee....,” goda Sinta.
“Apaan sih. Biasa aja,” sergah gw.
“Hihihi...,”
Udara makin dingin. Suhu di kamar pun semakin menurun. Tapi obrolan gw dan Sinta ini seolah menghangatkan suhu di kamar ini.
“Ga... Aku mau ngomong sesuatu,” ucap Sinta. Nadanya terdengar serius.
“Apaan?”
“Sebenernya, kedatangan aku kesini karena aku mau ngasih tau kamu,”
“Ngasih tau apa?”
“Aku..udah punya seseorang,” Sinta mengecilkan sedikit suaranya.
Gw lihat wajah Sinta yang sedang sedikit menunduk. Lalu seolah tau dirinya sedang gw perhatikan, Sinta mendongakkan wajahnya dan melihat gw.
Gw tersenyum. Mengangguk.
“Berat banget sebenernya waktu aku akan mutusin apakah aku harus ngasih tau kamu tentang hal ini dan datang ke Sendai. Tapi semakin lama aku mikirin hal ini, semakin aku gak enak sama kamu,”
Gw cuma memperhatikan dia tanpa berucap apa-apa.
“Lalu akhirnya aku putusin untuk nemuin kamu. Tapi setelah datang ke Sendai, dan ngeliat kamu lagi, aku makin gak tau gimana cara aku nyampein hal ini,”
Ada jeda sebelum Sinta melanjutkan kalimatnya.
“Tapi begitu ketemu Keiko, semuanya seperti ringan, Ga,” lanjutnya.
“Gomen, aku gak bermaksud mau ngelibatin Keiko. Tapi setelah tadi aku ketemu Keiko, dan ngeliat kamu dan dia bisa sedekat ini, aku jadi punya keberanian untuk ngomong ini ke kamu,”
“Aku ngerasa lega ngeliat cara kamu mandang dia, cara kamu ngomong sama dia, cara kamu becanda sama dia,”
“Aku seneng kamu bisa ketemu Keiko, Ga,” lanjut Sinta. Dari wajahnya, gw tahu Sinta bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
Gw tersenyum.
Ternyata inilah alasan Sinta jauh-jauh datang ke Sendai. Dan sekarang, semuanya sudah terjawab.
Awalnya gw mendengar penjelasan dari Sinta ini, gw memang terkejut. Tapi anehnya gw gak merasa sedih, sakit hati, atau bahkan marah.
Mendengar Sinta punya hubungan baru dengan seseorang, ternyata gw bisa menerimanya.
Gw tahu, cepat atau lambat salah satu dari kami akan mendapatkan pasangan baru. Memiliki kisah yang baru.
Dan kalau boleh jujur, perasaan menerima yang gw rasakan ketika Sinta mengutarakan hal ini, adalah berkat Keiko juga.
Kalau Sinta bilang berkat Keiko dia bisa merasa lega hingga punya keberanian untuk menjelaskan hal ini, gw juga akan bilang kalau berkat Keiko gw bisa menerima penjelasan Sinta.
Keiko. Seseorang yang baru saja datang dalam kehidupan gw dan Sinta, tapi mampu membuat perasaan kami berdua menjadi lebih baik.
Dengan mengetahui semua ini, gw merasa seolah beban berat yang selama ini gw rasakan telah terangkat. Dada gw terasa ringan.
“Makasih udah mau ngomong ini ke aku,” ucap gw.
Sinta tersenyum dan mengangguk. Gw membalas senyumannya.
“Solat dulu gih. Aku ke kamar Keiko dulu ya,” Sinta beranjak dari duduknya dan pergi keluar.
Diubah oleh NihonDamashii 26-11-2015 22:00
0
Kutip
Balas