- Beranda
- The Lounge
Prediksi Bangkrutnya/Matinya Media Cetak : Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia
...
TS
xonet
Prediksi Bangkrutnya/Matinya Media Cetak : Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia
Bisnis Media Massa Indonesia
Quote:
Prediksi Bangkrutnya/Matinya Media Cetak : Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia

Gelegar media online dari berbagai nama besar situs berita , di prediksi akan mengalahkan media cetak " koran ,
majalah dan media-media cetak lainnya" hal itu telah banyak di bahas ahli-ahli media dari berbagai disiplin , pemerhati media di tanah air.
Bukti itu telah jelas di depan mata , seperti situs kebanggaan kita bersama kompasiana ini telah melakukan "perlawanan" pasti untuk gerakan media online di tanah air kita tercinta. Media - media besar yang tidak usah "Ke-sebut" namanya itu di prediksi akan bangkrut , karena peminat media cetak sekarang ini merangsek ke media online . Kita hitung dari perhitungan real saja, "empat tahun lalu" kita sebagai warga biasa yang hidup bermasyarakat secara biasa pula akan kesulitan mencatat nomor hanphone -nya tetangga kita sekalipun , karena memiliki telephone genggam itu harus "rada" punya duit berlebih , dan nyatanya mahal harga handphone tersebut kan,,?
kini mungkin kita akan aneh bila seseorang warga masyarakat (tetangga) kita misalnya apabila di tanya nomor handphone ternyata tidak punya handphonenya , karena sekarang alat komunikasi itu telah sangat beragam harga termurahnya , ada yang murah , ada yang rada murah dikit, dan ada yang murah sekali , dan kita patut berbangga bagi negara kita indonesia , kepemilikan alat komunikasi itu sangat tidak di atur dan pelintir jadi ajang yang "susah" memiliki alat komunikasi yang gampang di bawa tersebut. Sampai - sampai gelandangan yang hidupnya penomenal itupun sekarang pada punya handphne lho,,,!.
Nah , dari hal tersebut kita ke arah "memiliki" hal yang lebih maju lagi , kini era itu telah sedikit bergeser , warga negara kita telah bertanya rada meningkat " punya modem yang sinyalnya higbride engga?, laptopku lemot sekali , atau note book aku harus di instal neh , udah rada berat ,,!!" jadi pergeseran kepemilikan alat komunikasi yang mendunia telah beralih ke level rada hebat, dan otomatis dengan memiliki alat-alat komunikasi dan alat-alat elektronik dengan tingkat ITE yang lebih hebat lagi akan segera mengambil alih kepemilikan alat-alat berbau manual .
Dan ini nyata adanya, di barisan pemerintahan desa pun kini pemerintah daerahnya "berlomba" menyebar alat komunikasi canggih lainnya berencana untuk mengembangkan program yang berbau internet , dengan cara "menghimbau" untuk mengajukan profosal pengadaan laptop , notebook dan alat-alat tingkat ITE hebat lainnya. Prediksi kebangkrutan media cetak itu jelas di hadapan kita, dengan pemaparan yang telah di kemukakan di atas , maka jalur media pintar semacam kompasiana akan di buru situsnya , dengan keberadaannya maka pihak kompasiana sendiri harus lebih cerdik lagi membidik "hal tersebut" dengan membangun management untuk mengkompasianakan masyarakat indonesia , dengan tujuan agar negara kita semakin pintar dan memiliki wawasan yang lebih luas .
Managerial kompasiana mudah-mudahan paham adanya,(amiin,,) , perburuan bahan bacaan yang beragam dari berbagai ilmu,berita,dan kebutuhan akan bahan bacaan yang berbeda lainnya akan semakin di buru di arena media online , maka kebangkrutan media cetak telah "hampir mendekati hari H-nya, di prediksi dengan hitungan matematik online , maka media cetak mengalami kebangkrutan yang nyata karena koran,majalah,dan stensilan lainnya telah tidak akan mewakili emosi pembaca media cetak yang sekarang ini telah kelimpungan , karena medianya tidak pada di beli warga masyarakat , "ah,,mending cari di google saja berita pilpres mah,,," ujar seorang kakek tetanggaku yang punya HP android .
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nokia.com/...331104568b4c85
Quote:
Satu Persatu Koran di Indonesia Tutup Usia

Serikat Penerbit Suratkabar Indonesia pernah mengungkapkan pandangan bahwa televisi dan internet tidak akan membunuh media cetak. Pandangan ini menjadi benang merah pada Seminar Media Industry Outlook 2010 sebagaimana diberitakan Kompas, 20 Januari 2010.
Hanya berselang lima tahun sejak pernyataan itu diungkapkan, sudah beberapa media cetak yang akhirnya gulung tikar.
Memang belum bisa dipastikan, apakah internet menjadi penyebab utama banyaknya media cetak yang tutup atau krisis finansial yang menghantam media cetak dari segala penjuru. Bisa jadi kedua-duanya, sehingga tidak ada jalan lain untuk mengakhiri penderitaan media cetak bersangkutan kecuali ditutup.
Per 31 Oktober 2015, satu lagi media cetak yang harus tutup, diusia yang masih belia. Ialah Harian Bola yang khusus mengusung konsep olahraga utamanya sepakbola. Harian Bola menyusul rekan-rekannya yang lain, yang tutup lebih awal, misalnya Soccer yang tutup di 2014.

harian bola
Foto Merdeka.com
Harian Bola sebenarnya tidak tutup secara permanen, namun bertransformasi menjadi media mingguan dengan nama Bola Sabtu. Pernyataan penutupan Harian Bola ini dipasang di media tersebut dengan judul “Harian Bola Pamitan” di cover belakang pada edisi terakhirnya.
Selain dua media cetak diatas, beberapa anak usaha Kompas Gramedia juga tercatat ada yang ditutup, seperti Majalah Fortune, Chip dan Jeep. Beberapa media cetak yang berbasis mingguan dan bulanan juga tak terhitung jumlahnya yang harus terseok-seok hingga akhirnya ditutup dalam rentang waktu 2010 hingga 2015.
Harian Jurnal Nasional atau Jurnas juga mengalami masalah tragis. Per 1 November 2014 lalu, media ini juga harus tutup usia dan berubah seutuhnya menjadi media online. Hampir sebagian besar karyawan media cetak ini diberhentikan oleh pemilik modal yang tidak sanggup lagi bertahan ditengah gempuran media online.
Di Sulawesi Selatan, juga tercatat ada dua media cetak yang harus tutup di 2015. Keduanya masih berusia sangat muda, yakni Koran Celebes dan Koran Inilah Sulsel. Harian Cakrawala juga pernah ditutup oleh pemilik modalnya karena krisis finansial hingga akhirnya terbit kembali dengan nama The New Cakrawala. Media ini pun masih harus berjuang untuk hidup.
Sejumlah media cetak harian di Sulawesi Selatan juga terus mengurangi jumlah halaman per-edisinya, bahkan ada media yang dulunya terbit nonstop setiap hari, harus mengurangi penerbitan di hari Minggu. Sekaliber Koran Tempo pun telah menghilangkan edisi minggunya, entah untuk efesiensi atau memang lagi penghematan.
Tantangan media cetak saat ini memang sangat berat. Memang beberapa pengiklan masih tetap menggunakan media cetak untuk berpromosi, namun tidak sedikit pula yang perlahan-lahan menarik diri dan mengalihkan iklannya ke media online. Selain penyebarannya yang luas, target sasaran juga bisa dipilih oleh pengiklan.
Strategi marketing media cetak juga kadang tidak terukur secara baik oleh calon pengiklan, karena data yang disampaikan kadang dimanipulasi untuk mencapai kesepakatan harga yang tinggi. Sementara media online, pengiklan bisa langsung mengecek kebenaran datanya. Sangat minim kemungkinan untuk bisa memanipulasi data.
Hal inilah yang menjadi pembeda media cetak dan media online, sehingga banyak media cetak yang tidak mampu berinovasi harus pasra tergerus perkembangan.
Lihat Juga: Pengguna Internet Indonesia Telah Menggurita
Salah satu negara yang paling menonjol ketimpangan medianya adalah Amerika. Media cetak di negara ini dengan massifnya dihancurkan oleh media online, bahkan The New York Times pun harus mengakui kehebatan media online. Media cetak dengan oplah terbesar inipun harus rela mengakui bahwa oplahnya saat ini tengah berkurang dengan sangat drastis.
Bahkan untuk bertahan hidup, perusahaan ini menyewakan sebagian ruang di gedung kantor pusatnya di New York guna membantu biaya operasional. Koran ini pun akhirnya harus ikut tumbuh bersama media online dengan menerbitkan berita disaluran online.
Jika The New York Times masih bertahan dengan edisi cetaknya, sejumlah media tua di Amerika sama sekali tutup secara utuh dan beralih beroperasi secara online murni, diantaranya:
1. Surat kabar Tribune Co
Surat kabar Tribune mengalami masalah keuangan bahkan mengajukan perlindungan pailit pada awal Desember 2008. Akibat menurunnya pemasukan iklan untuk edisi cetak, Tribune memilih untuk fokus di berita online.
2. Majalah Newsweek
Setelah 80 tahun menyebarkan berita di Amerika Serikat, Newsweek mengakhiri edisi cetaknya pada pengujung akhir tahun 2012. Pihak Newsweek memilih untuk terbit dalam format online, Newsweek Global, pada 2013. Perpindahan format disebabkan kurangnya pemasukan iklan.
3. Majalah Reader’s Digest
Perjuangan perusahaan RDA Holding selama 91 tahun untuk menyebarkan berita melalui majalah Reader’s Digest akhirnya harus berakhir pada pertengahan Februari 2013 lalu. Reader’s Digest memilih untuk melayani pembacanya melalui edisi online.
4. Rocky Mountain News
Tepat pada tanggal 27 Februari 2009, surat kabar yang berdiri pada tahun 1859 ini resmi ditutup karena berbagai sebab. Sebelumnya, pada tahun 2008, E.W. Scripps & Co, pemilik harian ini, memilih untuk menjualnya. Akan tetapi, karena tidak ada yang membeli, Scripps memilih menutupnya.
5. The Washington Post
Surat kabar terkemuka di Amerika ini mengalami nasib yang sama dengan The New York Time. Jika The New York Time mampu bertahan dengan menyewakan ruang di gedungnya, The Washington Post harus mengumumkan bahwa pihaknya telah dijual karena masalah finansial.
Redaktur Pelaksana New York Times ,Jill Abramson diberitakan Tempo 16 Agustus 2013 mengatakan, pada awal Juni 2009 lalu sudah sekitar 40 koran di Amerika yang menghadapi kebangkrutan. Sebagian besar media cetak yang bangkrut karena pengiklan lebih memilih memasang iklan di media online ketimbang media cetak.
Data KPCB (Kleiner Perkins Caufield Byers) di 2014 lalu menunjukkan, penurunan jumlah pengiklan yang menggunakan media cetak di Amerika memang mengkhawatirkan. Sebaliknya, televisi tetap menguasai dan disusul media online yang trafiknya terus mengalami pertumbuhan.

Data KPCB (Kleiner Perkins Caufield Byers)
Ini menunjukkan, media cetak memang mengalami masalah besar. Utamanya di Amerika. Tapi tidak akan terlalu lama, hal ini akan juga menerpa Indonesia. Apalagi, pemerintah Indonesia di tahun 2015 akan menerbangkan balon internet di wilayah Indonesia timur berkat kerjasamanya dengan Google. Teknologi ini akan menambah jumlah pengguna internet di Indonesia.
Jika selama ini internet hanya massif di gunakan di Pulau Jawa dan Sumatra, maka tahun depan, keberimbangan penggunaan akan terlihat jelas. Itu artinya, pangsa pasar online di Indonesia timur akan besar dan menjadi tantangan media cetak. Saat ini media cetak di Indonesia Timur masih berjaya, apalagi di Makassar.
Media cetak memang tidak akan mati, tapi tantangan kedepannya akan semakin berat. Apalagi, jumlah pembaca fanatik media cetak terus mengalami penurunan, karena dominasi usia remaja. Remaja saat ini seperti tidak mengenal lagi media cetak. Smartphone telah mengambil alih seluruh fungsi informasi.
Quote:
Grup Kompas Gramedia Tutup 9 Media Miliknya?
EDITOR MONETER.CO 8 OKTOBER 2014 17:13

Grup Kompas Gramedia Tutup 9 Media Miliknya?
Moneter.co – Bisnis media yang kian sengit mulai memakan korban. Tak terkecuali bagi kelompok media besar. Beredar kabar, Kelompok Kompas Gramedia (KKG) menutup hampir sembilan media cetak miliknya. Informasi lain, tak hanya sembilan, tapi sepuluh media cetak.
Informasi yang didapat Moneterco, media yang ditutup mayoritas media cetak atau majalah berlisensi. Tercatat, beberapa media yang kabarnya ditutup antara lain Jeep, Chic, Soccer, hingga Majalah Fortune. Nama-nama itu, boleh dibilang, sudah tak asing lagi karena dari sisi usia sudah cukup lama. Kecuali Fortune yang baru berusia empat tahun.
Akibat penutupan beberapa media itu, kabarnya, tercatat 400 hingga 750 pekerja terpaksa diberhentikan. Hingga berita ini ditulis, belum ada penjelasan dari Kompas Gramedia guna menanggapi rumor yang berkembang tersebut.
Sekadar informasi, Kelompok Kompas Gramedia meluncurkan Majalah Fortune pada 27 Juli 2010 . Kala itu, KKG menyebut Fortune akan jadi panduan bagi pelaku bisnis dalam negeri mengenai apa saja yang perlu dilakukan dalam meningkatkan nilai perusahaan tanpa melupakan etika berbisnis.
“Orang yang akan menggunakan pendekatan optimis akan senantiasa mendapatkan pandangan yang cerah, seluruh tubuh akan terbawa ke arah optimisme juga, dan hidup menjadi jauh lebih berapi dan berarti. Optimisme juga dapat mengarahkan kepada keberuntungan. Agar lebih dekat pada keberuntungan, maka dekatlah dengan Fortune Indonesia,” ungkap CEO Kelompok Kompas Gramedia, Agung Adi Prasetyo, kala itu.
Quote:
Media cetak Indonesia bertumbangan, ada indikasi sindrom menular
Sabtu, 14 November 2015 08:12

Media cetak Indonesia bertumbangan, ada indikasi sindrom menular
Ilustrasi bisnis media cetak. ©2012 Merdeka.com
Merdeka.com - Tutupnya Harian Sinar Harapan per 1 Januari 2016, mengonfirmasi masalah serius yang membetot bisnis media di Indonesia. Sebelum koran sore itu gulung tikar, beberapa perusahaan lain sudah menutup sebagian lini cetaknya dalam dua bulan terakhir, seperti the Jakarta Globe, Koran Tempo Minggu, maupun Harian Bola.
Kepada merdeka.com, Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS) Indonesia, Asmono Wikan, menyatakan perkembangan teknologi cuma salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi media cetak. Masyarakat perlahan lebih rutin mengakes informasi lewat Internet, termasuk berita.
Namun yang lebih memukul perusahaan media, seperti dialami Sinar Harapan, adalah buruknya ekonomi sepanjang tahun ini. Perusahaan penerbitan media cetak harus berpikir keras menambal biaya produksinya. Pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I tak sampai 5 persen. Imbasnya sampai akhir tahun ini perusahaan swasta - sumber pendapatan iklan media massa - mengetatkan ikat pinggang.
"Media cetak tumbang karena mereka tak sanggup lagi menghadapi situasi ekonomi makro. Kemudian karena ekonomi melemah menyebabkan bahan percetakan menjadi mahal, contohnya kertas dan tintanya. Lalu, parahnya tidak diimbangi dengan iklan," kata Asmono saat dihubungi Kamis (12/11).
Media cetak yang mengambil ceruk pasar spesifik menurutnya juga lebih rawan. Di sinilah masalah lain Sinar Harapan, menurut Asmono. Target pasarnya pembaca isu nasional, tapi surat kabar ini terbit saban sore. "Jadi peluang untuk dibaca jarang sekali. Paling kalo iklan yang dibaca cuma jadwal bioskop, yang baca juga waktu-waktu senggang saja," ungkapnya.
Pengamat media dari Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Ignatius Haryanto, menambahkan catatan lain soal krisis yang kini melanda sebagian perusahaan media di Tanah Air. Pekerjaan rumah media cetak menyongsong era digital adalah selalu melakukan regenerasi pembaca. Isu ini sampai menurutnya belum berhasil diatasi, termasuk oleh pemain besar sekalipun.
"Remaja yang sekarang lebih ingin membaca media online dibanding membaca koran," tuturnya.
Masalah makin ruwet, karena prediksi ekonomi tahun depan masih lesu. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi paling sedikit 5,2 persen, lebih rendah dari patokan pemerintah 5,3 persen.
Di Indonesia hingga tahun lalu tercatat ada 567 media cetak, merujuk data Dewan Pers. Lebih detail lagi, bisnis cetak ini terdiri atas 312 media cetak harian, 173 media cetak mingguan dan 82 media cetak bulanan. Data itu belum dimutakhirkan dengan media-media yang tak lagi eksis dua bulan terakhir.
Persoalan lesunya bisnis cetak tak cuma menjangkit media nasional. Banyak surat kabar regional mengurangi oplah 20-30 persen, menurut data SPS. Padahal pertumbuhan oplah media nasional cuma 0,25 persen pada tahun lalu.
Ignatius khawatir masalah bisa memburuk jika anggaran iklan masih dihemat oleh perusahaan sampai tahun depan. Media yang sirkulasi dan cakupan pembacanya rendah, ditambah tak punya skenario konvergensi media, besar kemungkinan mengikuti jejak Sinar Harapan. "Jarang yang beriklan mempercepat (kebangkrutan)."
efek bangkrutnya media cetak amerika menular ke indonesia.....gara2 efek internet
Efek internet ;
dulu jual mobil, motor, tanah, rumah pasang iklan baris di koran.bayar per hari
sekarang pasang iklan di website iklan : gratis
dulu cari loker beli koran dulu , baca iklan satu2, kl ada yg mau di lamar, bikin cv , copy ini itu, masukin amplop, ke kantor pos , kirim , biaya 10rb/amlop.yg kaya kantor pos dl.ga tau suratnya sampe ga.
sekarang lihat website loker , daftar dulu, kl ada yg cocok klik aplly gratis, di jamin sampai ga pake lama, paling 10 detik.
dulu mau tau berita beli koran dulu, nunggu berita tv n radio, lambat, berita kadang di tambah/di kurangin tergantung pemerintah suka/ga
sekarang buka aja website berita...
dulu mau cari jodoh, kirim foto n biodata ke iklan jodoh di koran
sekarang daftar di website jodoh/kencan, lihat lihat calonnya kl suka kirim pesan ketemuan, kadang gratis, ada yg bayar
dulu saya cari kerja beli koran dulu
sekarang saya malas beli koran, iklan loker makin dikit.malas juga baca iklan baris bikin sakit mata
sekarang jaman google, dikit2 tanya google
apalagi ya :...
BERSAMBUNG KE POST 8
Diubah oleh xonet 14-11-2015 12:49
0
16.1K
Kutip
42
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•103.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
xonet
#7
Quote:
Perpisahan bola dan bacaan minggu
Sabtu, 14 November 2015 10:15

Perpisahan bola dan bacaan minggu
Harian Bola mengumumkan tutup. ©2015 Merdeka.com
Merdeka.com - Bimo Pratomo (28), karyawan swasta di Jakarta Selatan merasa kehilangan setelah mendengar Harian Bola berpamitan. Dibanding surat kabar olahraga sejenis yang terbit setiap hari, ulasan Bola jadi favoritnya.
"Harian Bola paling mendalam dan enak dibaca," ujarnya kepada merdeka.com, Jumat (13/11).
Setelah 2,5 tahun tetap mencoba peruntungan di era digital, Harian Bola yang bernaung di bawah Grup Kompas Gramedia akhirnya menyerah. Tabloid yang awalnya muncul sebagai mingguan ini menyatakan edisi 31 Oktober 2015 adalah yang terakhir. Selanjutnya, surat kabar ini hanya akan menerbitkan mingguan yang diberi nama 'Bola Sabtu'.
"Mengelola Harian Bola sungguh pengalaman indah dan mengasyikan, keindahan dan keasyikan itu juga pasti dirasakan oleh pembaca, pelanggan, dan rekan bisnis kami tercinta selama sekitar 2,5 tahun terakhir ini," demikian salam perpisahan Redaksi Harian Bola dalam halaman 16 edisi terakhirnya.
Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asmono Wikan, mengatakan Harian Bola terlibas media online yang kini bejibun membahas sepakbola. Peluang memimpin di pasar digital itu menurutnya terlambat diambil Kompas Gramedia. Sebab isu spesifik seperti sepakbola akan selalu menyasar anak muda.
"Dari segi market anak muda yang gemar olahraga lebih memilih membaca online dibanding koran," tandasnya.
Harian Bola bernasib tak jauh beda Soccer, juga dari Grup Kompas Gramedia, yang terpaksa beralih ke online sepenuhnya pada 30 Oktober 2014. Setidaknya Soccer 14 tahun bertahan di pasar, sementara Harian Bola tak sampai tiga tahun.
Susutnya pasar pembaca akhir pekan

Bacaan khusus akhir pekan yang menurut SPS ceruk pasar koran, kini juga menyusut. Koran Tempo resmi menghapus edisi Minggu 11 Oktober lalu. Redaksi mengatakan minat orang menyempatkan waktu membaca koran pada akhir pekan tak menggembirakan.
Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Daru Priyambodo, mengatakan oplah Minggu paling turun drastis dibanding Senin-Sabtu. Alhasil, edisi sabtu dan minggu disatukan, terbit dengan tajuk 'Edisi Akhir Pekan'.
Di hari kerja, surat kabar ini memiliki oplah kisaran 80 ribu hingga 90 ribu eksemplar. Sedangkan setahun terakhir, Koran Tempo Minggu sering cuma mencapai oplah 50 ribu eksemplar.
Situasi semakin tidak menguntungkan lini koran minggu, setelah direksi PT Tempo Inti Media Tbk memutuskan melakukan penghematan. "Tidak hanya pembaca yang berkurang, tetapi (penutupan ini) untuk menghemat biaya produksi koran," kata Daru.
Seandainya pasar bacaan akhir pekan membaik, Daru tidak menutup kemungkinan koran minggu akan dihidupkan kembali. "Tempo minggu akan terbit kembali dengan melihat peluang pasar dan iklan," tandasnya.
Quote:
Surat kabar Indonesia, mati satu layu seribu
Sabtu, 14 November 2015 07:08

Surat kabar Indonesia, mati satu layu seribu
Ilustrasi bisnis surat kabar. (c) shutterstock.com
Merdeka.com - Pesan berantai lewat aplikasi whatsapp beredar pada 6 November, mengabarkan Surat Kabar Sinar Harapan tidak lagi terbit per 1 Januari 2016. Bukan cuma edisi cetaknya, versi online koran itu (sinarharapan.co) ikut dilikuidasi.
Neraca keuangan media ini sejak diterbitkan ulang pada 2001 oleh jurnalis senior Aristides Katoppo dan H.G. Rorimpandey, ternyata tidak sehat. Investor melepas sepenuhnya kepemilikan, sehingga Sinar Harapan akhirnya bubar jalan. "Segala kewajiban terhadap seluruh karyawan serta kontributor tetap akan dipenuhi sesuai aturan yang berlaku," seperti tertulis dalam pesan itu.
Pembaca maupun sesama pelaku industri media ramai membahasnya di jejaring sosial. Sinar Harapan, terbit perdana 27 April 1961, termasuk sukses bertahan sekaligus dibaca lebih dari dua generasi penduduk Indonesia. Sepanjang 1970-1980-an, harian ini berani mengungkap dugaan korupsi pemerintah Orde Baru, sehingga berulang kali dibredel.
"Jaman dulu, siapa tak kenal 'Sinar Harapan', sebagai raja koran sore," tulis Iman Brotoseno, salah satu selebritas twitter lewat akun @imanbr.
Tapi kabar buruk dari Sinar harapan ini cuma satu dari sekian badai yang sedang menghantam industri media cetak di Tanah Air. Sebelum Sinar Harapan menyerah, beberapa kelompok perusahaan media skala nasional lainnya mengumumkan limbung.
BeritaSatu Holding termasuk yang ikut mengangkat tangan tahun ini. Harian berbahasa Inggris, the Jakarta Globe, menutup lini cetak sejak September lalu, beralih sepenuhnya ke media online.
Demikian pula langkah yang diambil PT Tempo Inti Media Tbk. Salah satu media mereka, Koran Tempo Minggu, dihentikan penerbitannya, untuk kemudian digabungkan dengan edisi Sabtu. Namanya diubah menjadi Koran Tempo akhir pekan.
Berikutnya Harian Bola milik Grup Kompas Gramedia ikut ambruk per akhir Oktober. Penutupan media olahraga populer ini seakan mengulang episode buruk tahun lalu, ketika delapan majalah dan dua unit usaha Kompas Gramedia ditutup, dengan alasan tak jauh beda: masalah finansial.
Alhasil, Oktober-November menjadi bulan kelabu industri media secara keseluruhan.
Mencermati semua rentetan peristiwa yang sedang melanda industri, merdeka.com memutuskan membuat laporan khusus membahas masa depan industri media, terkhusus, media cetak.
Tidak semua perusahaan mengungkap detail alasan di balik kebijakan bisnis itu. Dugaan sementara adalah perkembangan Internet yang masif, menggerogoti ceruk pembaca cetak. Pengguna Internet di Indonesia, termasuk yang memanfaatkannya untuk membaca berita, tahun lalu mencapai 88,1 juta orang. Sedangkan peningkatan oplah media cetak secara nasional tak sampai 0,5 persen.
Namun pengamat maupun pelaku industri yang dihubungi merdeka.com kurang menyepakati teori matinya koran lantaran sepenuhnya kalah bersaing dari media online. Biang kerok utamanya lebih pada pelemahan perekonomian nasional sepanjang 2015. Perusahaan memotong anggaran iklan dan promosi, merespon lesunya kondisi ekonomi Tanah Air.
Survei Nielsen menunjukkan pengiklan mulai mengurangi belanja ke media cetak, lebih besar dibanding format media lainnya. Sepanjang Januari-Juni 2015, baik koran dan majalah ataupun tabloid, belanja iklan yang diterima hanya 28,2 persen dari total kue iklan nasional atau setara Rp 16,12 triliun. Itu artinya pertumbuhannya minus delapan persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Hasil penelitian Media Care mengabarkan pemandangan tak jauh beda. Sepanjang 14 tahun terakhir, setidaknya lebih dari 1.300 penerbitan di seluruh provinsi terpaksa gulung tikar. Semua yang kini almarhum itu punya lini bisnis utama media cetak, baik harian, dwimingguan, ataupun majalah.
Informasi awal, dari lembaga pemantau iklan independen Indonesia, semua jenis bisnis media massa banyak mengalami target perolehan iklan yang meleset untuk triwulan III dan IV tahun ini, termasuk televisi yang paling digdaya merebut kue iklan.
Jika TV yang jaya saja penghasilannya menurun, adakah cara buat media cetak yang masih bertahan tidak menyusul ribuan lainnya yang sudah masuk kubur?
Di negara-negara berkembang Asia, bisnis media cetak sebetulnya sedang tumbuh. Misalnya Myanmar atau China. Tapi di Indonesia, sepertinya kemarau berkepanjangan, akan lebih sering menyambut pelaku industri.
Lebih dari itu, bagaimana situasi tahun depan, akankah ada pemain lain ikut limbung? Bagaimana pula nasib pemain kecil, utamanya agen dan loper, yang selama ini ikut menikmati berkah media cetak?
Kami menyajikan analisis atas pertanyaan-pertanyaan tersebut lewat liputan berseri. Sila meng-klik subjudul 'Bisnis Media Massa Indonesia' untuk mengikuti isu ini. Selamat membaca!
Quote:
Paceklik koran, agen tidur-tiduran loper kebingungan
Sabtu, 14 November 2015 09:15

Paceklik koran, agen tidur-tiduran loper kebingungan
Ilustrasi loper koran. ©2015 Merdeka.com
Merdeka.com - Merosotnya pendapatan iklan disebut-sebut sebagai biang kerok yang memicu beberapa media cetak gulung tikar, termasuk Sinar Harapan yang mengumumkan berhenti terbit awal 2016.
Di akar rumput, lesunya iklan di koran terendus sejak dua tahun terakhir. Salah satu yang merasakannya adalah Dea Agen, Biro Jasa iklan ke media massa berlokasi di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
"Sejak ada media online, omzet iklan jadi menurun," kata Memey (46) pemilik Dea Agency kepada merdeka.com saat ditemui di kantornya, Jumat (13/11).
Memey meyakini situasi memburuk agak parah tahun ini. Selama 15 tahun melakoni bisnis biro iklan, baru kali ini dia merasakan fenomena sepinya pengiklan. Padahal saban akhir pekan, dia biasanya menerima panen order iklan kepada tiga pemain besar seperti Pos Kota, Kompas, atau Tempo.
"Sekarang kita bisa tidur-tiduran deh kalau hari Jumat," ungkapnya.
Biro Iklan pun kini siap-siap banting setir melirik usaha lainnya. Dia menilai pengiklan telah melirik format lain, terutama online, untuk memajang pariwara.
"Saat ini yang langganan sama kita ya itu cuma showroom motor, mobil,dan penjual rumah diiklankan di Pos Kota sama Kompas," kata Memey.
Omzet anjlok, rugikan loper akar rumput
Yahya (56), loper koran biasa mangkal di Kemanggisan, Jakarta Barat, turut pusing karena omzet terjun bebas. Selama empat tahun sejak mulai membangun kios sendiri, baru tahun ini dia merasakan omset yang menurun.
Dia melihat Pos Kota dan Koran Tempo yang terhitung paling anjlok. "Dulu kayak Tempo dan Pos Kota masing-masing sehari bisa laku 12 eksemplar. Sekarang paling laku enam (eksemplar) juga enggak nyampe," kata Yahya. Selain koran, Yahya kini menjajakan mainan untuk menambah penghasilan.
Dari penjelasan SPS, satu dasawarsa terakhir saat bisnis media online di Indonesia perlahan meningkat, ada senjata rahasia bagi media cetak terus bertahan. Tentu rahasia itu bukan omzet penjualan atau angka langganan. Bila bicara pembaca, penetrasi surat kabar di Jawa pada 2014 sedang meyusut jadi 11 persen dari 15 persen setahun sebelumnya. Ini adalah tren negatif berturut-turut selama empat tahun.

Rahasia media cetak selama ini adalah pendapatan iklan yang lebih tinggi dibanding kompatriotnya yang berbasis Internet.
Untuk kota-kota besar di Jawa, iklan merupakan insentif utama yang menggerakkan bisnis media cetak. Sebut saja PT Tempo Inti Media Tbk yang pada 2014 meraih Rp 119,3 miliar dari iklan, berkat Majalah Tempo dan Koran Tempo. Angka yang fantastis, mengingat taipan Rupert Murdoch sempat meramal bisnis koran di seluruh dunia akan mati pada 2020.
Namun, Lembaga Riset PT Nielsen Indonesia menilai perolehan iklan media cetak tahun lalu lebih banyak terdongkrak pemilihan presiden. Terbukti sepanjang Januari-Juni tahun ini, media cetak hanya meraup 28,2 persen kue iklan nasional, setara Rp 16,12 triliun.
Angka ini merosot 8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dan perolehan Rp 16,1 triliun itu masih harus dibagi 567 media di seluruh Indonesia.
Memey, abai pada angka-angka itu, memilih menyekat ruangan biro iklannya menjadi dua. Ruangan 6X3 itu separuhnya dia sewakan untuk bisnis warung makan khas tegal.
"Kalau mengandalkan biro iklan, kita mau makan pakai apa. Sekarang semua orang ngandelin online bukan cetak," kata Memey.
jaman sudah berubah ke digital...serba cepat, orang maunya cepat tau berita, cepat kirim lamaran, cepat pasang iklan, , ,,n gratis
beli koran n majalah ga di baca semua, kebanyakan berita politik , males baca.ujung2nya koran n majalah bekas jadi bungkus di warung tegal, tukang gorengan.
Diubah oleh xonet 14-11-2015 12:59
0
Kutip
Balas