- Beranda
- Stories from the Heart
Sometimes Love Just Ain't Enough
...
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini 
Semoga masih ada yang inget sama gue ya
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian

Semoga masih ada yang inget sama gue ya

Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian


*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
421.1K
1.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#564
PART 25
Kami berdua tiba di Jakarta pagi-pagi buta. Dengan ngantuk kami menggendong ransel, dan turun dari kereta untuk mencari angkutan umum menuju ke rumah gue di daerah Jakarta Timur. Pagi-pagi itu belum begitu ramai, karena ini weekend. Di atas bus yang membawa kami menuju daerah perumahan tempat gue tinggal, gue menoleh ke Sherly yang masih berwajah ngantuk.
Gue menggaruk-garuk rambut sambil meringis, merasa bersalah atas ketidakpedulian gue akan keluarga. Gue membuka jendela bus, dan merasakan angin yang masuk. Sherly yang duduk di samping jendela, menikmati hembusan angin itu sambil memandangi deretan bangunan-bangunan di sepanjang perjalanan kami. Kemudian dia menoleh ke gue sambil tersenyum manis.
Beberapa lama kemudian, kami sampai di rumah gue. Kami berdua berjalan cukup jauh, dari pinggir jalan besar tempat bus berhenti, masuk ke dalam komplek perumahan gue. Untung hari itu masih pagi, belum terlalu panas bagi kami untuk jalan. Ketika kami berdua akhirnya sampai di rumah, gue membuka pagar perlahan, dan berjalan masuk ke dalam pekarangan kecil rumah gue, diikuti Sherly.
Gue mengetuk pintu, dan nyokap gue membuka pintu, memandangi gue dengan terkejut. Gue mencium tangan nyokap.
Nyokap memandangi Sherly di belakang gue, kemudian bertanya ke gue.
Gue melongo.
Gue kemudian mempersilakan Sherly masuk ke dalam rumah, dan duduk di ruang tengah gue sementara gue mempersiapkan kamar untuknya. Sherly tidur bareng adik gue, Annisa, yang biasa dipanggil Nisa, atau Anis. Nisa yang waktu itu lagi di kamar mandi, terkejut melihat gue udah di rumah, bareng cewek lagi. Dia cengengesan.
Kemudian Nisa menghampiri Sherly, dan berkenalan ala kadarnya dengan Sherly. Gue tahu Nisa mau mewawancarai Sherly lebih banyak, tapi gue yakin Nisa juga gak segila itu buat mewawancarai Sherly di kesempatan pertama ketemu dengannya. Nyokap kemudian menyuruh kami semua untuk sarapan.
Di meja makan, suasana cukup hangat dengan obrolan kami. Nyokap dan Nisa merupakan orang-orang yang ramah dan gak canggung meskipun dengan orang baru, apalagi dengan seorang Sherly yang menyenangkan dan pintar mencari bahan pembicaraan. Sampai akhirnya pertanyaan nyokap menjurus ke keluarga Sherly.
Sherly menunda jawabannya sebentar, kemudian tersenyum sangat manis ke nyokap.
Seketika nyokap gue terkejut, dan langsung meminta maaf ke Sherly atas pertanyaan yang barusan dilontarkan. Nisa juga terkejut, dan menyampaikan simpatinya ke Sherly. Sementara itu Sherly hanya tertawa lembut dan menenangkan hati nyokap dan Nisa.
Setelah makan, gue dan Sherly duduk di salah satu sudut teras, tempat motor milik Nisa diparkir. Tempat itu cukup tertutupi oleh rimbunnya tanaman milik nyokap, dan sedikit kerai bambu. Gue dan Sherly duduk di sebuah bangku panjang. Gue menoleh ke Sherly.
Gue tersenyum. Sherly kemudian bertanya ke gue.
Gue tersenyum, dan menunduk sambil memainkan jemari gue yang gue silangkan satu sama lain. Gue menoleh ke Sherly, yang masih memandangi gue sambil tersenyum. Perlahan, tubuh kami saling mendekat, dan kepala kami berada sangat dekat. Gue bisa merasakan hembusan lembut napasnya dan mulai sedikit memejamkan matanya.
Kami berdua tiba di Jakarta pagi-pagi buta. Dengan ngantuk kami menggendong ransel, dan turun dari kereta untuk mencari angkutan umum menuju ke rumah gue di daerah Jakarta Timur. Pagi-pagi itu belum begitu ramai, karena ini weekend. Di atas bus yang membawa kami menuju daerah perumahan tempat gue tinggal, gue menoleh ke Sherly yang masih berwajah ngantuk.
Quote:
Gue menggaruk-garuk rambut sambil meringis, merasa bersalah atas ketidakpedulian gue akan keluarga. Gue membuka jendela bus, dan merasakan angin yang masuk. Sherly yang duduk di samping jendela, menikmati hembusan angin itu sambil memandangi deretan bangunan-bangunan di sepanjang perjalanan kami. Kemudian dia menoleh ke gue sambil tersenyum manis.
Quote:
Beberapa lama kemudian, kami sampai di rumah gue. Kami berdua berjalan cukup jauh, dari pinggir jalan besar tempat bus berhenti, masuk ke dalam komplek perumahan gue. Untung hari itu masih pagi, belum terlalu panas bagi kami untuk jalan. Ketika kami berdua akhirnya sampai di rumah, gue membuka pagar perlahan, dan berjalan masuk ke dalam pekarangan kecil rumah gue, diikuti Sherly.
Gue mengetuk pintu, dan nyokap gue membuka pintu, memandangi gue dengan terkejut. Gue mencium tangan nyokap.
Quote:
Nyokap memandangi Sherly di belakang gue, kemudian bertanya ke gue.
Quote:
Gue melongo.
Quote:
Gue kemudian mempersilakan Sherly masuk ke dalam rumah, dan duduk di ruang tengah gue sementara gue mempersiapkan kamar untuknya. Sherly tidur bareng adik gue, Annisa, yang biasa dipanggil Nisa, atau Anis. Nisa yang waktu itu lagi di kamar mandi, terkejut melihat gue udah di rumah, bareng cewek lagi. Dia cengengesan.
Quote:
Kemudian Nisa menghampiri Sherly, dan berkenalan ala kadarnya dengan Sherly. Gue tahu Nisa mau mewawancarai Sherly lebih banyak, tapi gue yakin Nisa juga gak segila itu buat mewawancarai Sherly di kesempatan pertama ketemu dengannya. Nyokap kemudian menyuruh kami semua untuk sarapan.
Di meja makan, suasana cukup hangat dengan obrolan kami. Nyokap dan Nisa merupakan orang-orang yang ramah dan gak canggung meskipun dengan orang baru, apalagi dengan seorang Sherly yang menyenangkan dan pintar mencari bahan pembicaraan. Sampai akhirnya pertanyaan nyokap menjurus ke keluarga Sherly.
Quote:
Sherly menunda jawabannya sebentar, kemudian tersenyum sangat manis ke nyokap.
Quote:
Seketika nyokap gue terkejut, dan langsung meminta maaf ke Sherly atas pertanyaan yang barusan dilontarkan. Nisa juga terkejut, dan menyampaikan simpatinya ke Sherly. Sementara itu Sherly hanya tertawa lembut dan menenangkan hati nyokap dan Nisa.
Setelah makan, gue dan Sherly duduk di salah satu sudut teras, tempat motor milik Nisa diparkir. Tempat itu cukup tertutupi oleh rimbunnya tanaman milik nyokap, dan sedikit kerai bambu. Gue dan Sherly duduk di sebuah bangku panjang. Gue menoleh ke Sherly.
Quote:
Gue tersenyum. Sherly kemudian bertanya ke gue.
Quote:
Gue tersenyum, dan menunduk sambil memainkan jemari gue yang gue silangkan satu sama lain. Gue menoleh ke Sherly, yang masih memandangi gue sambil tersenyum. Perlahan, tubuh kami saling mendekat, dan kepala kami berada sangat dekat. Gue bisa merasakan hembusan lembut napasnya dan mulai sedikit memejamkan matanya.
Diubah oleh jayanagari 09-11-2015 11:41
pulaukapok dan 3 lainnya memberi reputasi
4
: lumayan...
: ya enggak lah, gak sopan dong, dateng-dateng langsung tidur. dirumah ada siapa aja? 
: yaa, liat kamu sih udah cukup buat aku paham kalo adik kamu berisiknya kayak gimana hahaha
: kok kayaknya?
: lhoooo, gimana sih...
: trus apa dong?
: oh iya lupa....
: liburan, Nak....
: BE-RI-ZIK.