Kaskus

Story

kesshouAvatar border
TS
kesshou
Mr.Mars & Miss.Venus
Mr.Mars & Miss.Venus

Pernahkah kalian bermimpi indah kemudian tiba-tiba terbangung dengan perasaan hampa di pagi hari ?
Pernahkah kalian merasakan bagaimana kehangatan cinta yang ternyata tidak sejalan dengan takdirNYA ?
Pernahkah kalian merasakan ketakutan dalam menghadapi esok ?
Pernahkah kalian merasakan kalau hidup tidak pernah adil ?
Pernahkah kalian merasakan kemarahan saat seseorang yang berharga pergi meninggalkanmu ?
Pernahkah kalian merasakan pahitnya kopi tidak sebanding dengan pahitnya hidup?
Kalau kalian bertanya kepadaku apakah aku pernah mengalami semua itu
maka jawabanku adalah
IYA....!!!!!
Aku pernah mengalaminya, sampai-sampai bosan dan muak dengan semua ini.
Namun saat itu tiba-tiba engkau datang dalam kehidupanku
Seolah memberikan sesuatu yang kucari selama ini
Sebuah jawaban akan semua penderitaan yang aku lalui
Dan
Engkaulah yang berhasil membuat kopi dalam cangkirku terasa manis.
Dan
Engkaulah yang membuat mataku terbuka lebar sehingga aku bisa melihat indahnya takdir Tuhan.


Hidup ini terlalu singkat dan berharga jika digunakan hanya untuk mengeluh dan bersedih.



Spoiler for Index:


Diubah oleh kesshou 17-05-2016 19:35
yusuffajar123Avatar border
SANTO.0281Avatar border
mahrsmello5680Avatar border
mahrsmello5680 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
677.8K
3K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.8KAnggota
Tampilkan semua post
kesshouAvatar border
TS
kesshou
#5

Steffany perlahan memasuki sebuah ruangan yang berada disebelah gedung aula sekolah, dari luar terlihat tampak sepi seolah tidak ada satu orangpun yang berada didalamnya. Semenit…dua menit berlalu sampai pada akhirnya munculah steffany keluar dari dalam, raut wajahnya berubah menjadi sedikit pucat, sepertinya aura kelam didalam telah menyerap energy kehidupannya. Steffany lalu menghampiriku, menatapku dengan wajah serius dan berkata “ Buntelan kentut, dosa kamu mungkin banyak kali ya. Sial banget kamu kali ini harus berhadapan dengan dia. Good luck ya..” sambil berjalan meninggalkanku sendiri terpaku didepan pintu dengan berbagai macam pertanyaan dan perasaan was-was. “Maksudnya apa sih, apa hubungannya dengan dosa gue? Perasaan dosa yang gue bikin ya gitu-gitu aja, nggak sampai buat Tuhan murka deh. Ah, bikin nyali gue ciut aja padahal gue udah coba iklas tadi.”

“Ngapain kamu berdiri didepan pintu. Cepet masuk.” Tiba-tiba terdengar suara cewe dari dalam ruangan itu yang membuat pikiran dalam otak gue buyar. Dengan sedikit mengumpulkan keberanian, gue melangkah masuk, langkah-langkah kaki sengaja kuperlambat sambil memperhatikan sekeliling ruangan. Ternyata luas juga ruangan ini padahal dari luar kelihatan sangat kecil, gumamku saat itu.

“Ngapain kamu celingukan gitu? Sini duduk.” Terdengar suara yang sama dengan suara cewe yang tadi meyuruhku untuk masuk kedalam, seketika itu pula aku menengok kearah sumber suara tersebut, alangkah takjubnya saat gue melihat kecantikan seorang cewe berkacamata merah sedang duduk di sebuah bangku kayu dengan rambut yang digulung keatas yang dijepit pena sebagai penahannya. Kecantikan wajahnya membuatku terpana, seakan-akan waktu disekitarku terhenti dan menjadi hening, namun aku segera tersadar saat wanita tersebut membentakku “Oii!!!!! Disuruh duduk malah diem. Gini ya, jujur aku lagi nggak ada banyak waktu, jadi cepet kamu sebutkan nama, dari kelompok mana dan apa kesalahan yang kamu perbuat.”

“Nama saya Andre dari kelompok tujuh, kesalahan saya nggak bawa buku dan peralatan tulis raka.” Jawabku sambil menundukkan wajah, saat itu gue ngerasa seperti seorang penjahat yang sedang ditanya oleh petugas kepolisian saat sedang menyusun BAP.

“Terus yang kamu bawa ditas kamu itu apa?” ucapnya sambil menunjuk kearah tas gue.

“Ng…ng…nggak ada apa-apa raka, ko…kosong kok isinya.” Jawabku gugup.

“Kamu gagap?” tanyanya lagi

“Ng…nggak kok raka. Cuma sedikit gugup aja.”

“Ya udah, bawa sini tasnya.”

“Buat apa raka? Tasnya kosong kok nggak ada apa-apa.” Jawabku kukuh.

“Bawel banget ya, kalau disuruh bawa sini ya bawa sini. Jangan sampai aku kasih tambahan hukuman karena melawan ya.” ucapnya dengan nada tinggi

Dengan berat hati gue serahkan tas yang berisi kamera itu kepadanya dan hanya bisa melihat saat tangan-tangan lentiknya mulai membuka dan mengaduk-aduk isi dalam tas gue. “Binggo, kayaknya aku nemu barang yang menarik nih.” Ucapnya sambil mengambil sebuah kamera dari dalam tas dan menunjukkannya kepada gue

“Maksud kamu bawa kamera ini apa? Mau untuk pamer? Atau mau untuk ngintip? HAH!!!?”

“Bukan gitu raka, sebenarnya gini…”

“Mau ngomong apa lagi? bukti udah ada, udah ya kamera kamu aku sita.”tong cewe berkacamata merah itu.

“Jangan gitu dong raka, tolong kasih saya kesempatan buat ngejelasin semuanya.”

“Ya udah cepetan ngomong. 5 menit , nggak lebih.”

“Ok.” Lalu aku mulai menjelaskan semuanya dengan detail mulai dari penyebab gue kesiangan sampai bagaimana tas itu tertukar dengan tas gue yang lainnya. Cewe itu mendengarkan ceritaku sambil mengotak-atik kamera itu, gue kaget waktu dia bisa membuka dan mengeluarkan isi film didalamnya. Jujur gue yakin banget jarang ada orang yang bisa mengeluarkan isi film didalamnya apalagi anak sekolahan karena mekanisme dikamera Hasselblad itu unik dan juga kamera ini sangat jarang ada yang punya, hanya orang-orang tertentu saja dan yang mempunyai dana lebih yang memilikinya.

Ditengah-tengah gue menjelaskan, tiba-tiba ada seorang cewe berambut pendek berbando biru kecil masuk kedalam ruangan. Dengan nafas yang tersengal-senggal dia berkata kepada cewe yang duduk didepan gue “Del…hah..hah..gawat nih del.”

“Gawat apaan sih sel, coba kamu minum air ini dulu.” ucapnya sambil menyerahkan segelas air putih yang langsung diteguk habis olehnya.

“Gawat del, si Haikal sakit malaria. Dia sekarang dirawat dirumah sakit.”

“Terus ? apanya yang gawat?”

“Jelas gawat lah del. Haikal masuk rumah sakit terus siapa yang nanti mau ngedokumentasiin MOS ini? Kamu tau sendiri kan kalau cuma dia yang punya kamera dan yang bisa makainya .”

“Wah…gawat kalau gitu sel. Bisa-bisa rencana yang kita susun bakalan berantakan dong.”

“Terus gimana dong Adel, pusing banget nih kepalaku, nggak bisa untuk mikir lagi.”

“Adel, itu apaan?” tanya cewe itu saat melihat kamera gue berada diatas meja dengan kondisi tempat filmnya sudah terlepas dari badan kamera.

“Ooh…ini kamera analog.”

“Punya siapa? Unik banget ya bentuknya, baru kali ini aku ngeliat ada kamera yang bentuknya kotak aneh gitu. Itu masih bisa dipakai kan del?”

“Tuh punya anak itu.” sambil menunjuk kearah gue. “Tapi nggak tau masih bisa dipakai atau nggak. Eh, ini kamera kamu masih bisa berfungsi nggak? Tanya cewe berkacamata merah itu kepada gue.

“Masih kok raka, tinggal dipasang sama film baru aja.”jawab gue

Tiba-tiba cewe yang tadi masuk keruangan menghampirinya lalu mereka berdua terlibat dalam sebuah diskusi yang tampaknya cukup serius, setelah itu cewe berbando biru itu mendatangi gue “Ya udah gini, kamera kamu ini nggak akan aku sita. Tapi kamu harus bantu kami untuk mengambil foto siswa-siswa MOS dan juga semua panitia MOS untuk dokumentasi nanti. Gimana?” gue lalu berpikir sejenak karena jujur selama ini gue belum pernah mengambil objek foto manusia.

“Kok malah diem? Mau kameranya kembali nggak sih?” bentak cewe berkacamata merah.

“I…iya raka saya mau bantu.” Jawabku spontan setelah mendengar bentakannya.

“Gitu dong, ngejawab gitu aja pakai mikir lama banget.” Ucap cewe berkacama merah itu. “Kalau gitu aku ambil sisa film yang ada di sekret dulu ya.” ucap wanita berbando biru itu seraya berlari meninggalkan aku dan wanita berkacamata merah berdua didalam ruangan. “Nanti setelah kamu selesai mengambil foto jangan lupa kesini lagi buat nyerahin filmnya.”

“Iya raka.” Jawab gue singkat.

Tidak lama kemudia cewe berbando biru itu kembali dengan membawa beberapa roll film, dan seperti yang gue duga sebelumnya kalau ukuran dari film yang dibawa cewe itu berbeda dengan ukuran film di kamera gue.

“Aduh gimana nih del, filmnya ukurannya nggak cocok.” Ucap cewe itu panik.

“Jangan panik gitu dong sel, aku juga kan jadi ikut-ikutan panik. Gini aja gimana kalau aku pergi beli film sama dia, waktunya masih ada kan sel?”

“Masih ada kok del.”

“ok, kalau gitu aku berangkat dulu.” ucap cewe berkacamata merah itu sambil bergegas keluar membawa tasnya

“Cepetan ya del.” teriak cewe berbando biru dari jauh.

Dengan cepat cewe itu berjalan menuju parkiran dan mematikan alarm kendaraannya, jujur gue kaget waktu melihat kendaraan miliknya, sebuah VW Beetle berwarna hitam pekat, sebuah kendaraan yang selama ini gue idam-idamkan dan hanya bisa gue lihat dari majalah otomotif kini sekarang gue bisa melihatnya langsung dan menaikinya…yeey. Boleh juga nih selera cewe ini.

“Bengong lagi, buruan masuk kedalam.” Ucap cewe berkacamata merah itu.

Mobil itu dipacunya dengan kencang dan meliuk-liuk melewati mobil lainnya dengan sangat lincah, sampai-sampai gue ngerasa ngeri dan hanya bisa mencengkram erat safety belt yang melingkar di tubuh. “Ra..raka, pelan-pelan dong bawa mobilnya, nanti kalau ketilang sama polisi kan malah repot lagian nggak akan lari kemana-mana kok tokonya.” Ucap gue coba membujuknya untuk menurunkan kecepatan kendaraannya. Jujur aja gue saat itu masih belum mau untuk mati muda, gue masih ingin ngerasain bagaimana nikmatnya nikah, merasakan rasanya memeluk bayi gue sendiri dan masih ingin traveling.

“Bener juga kata kamu, malah repot nanti kalau sampai ditilang sama polisi.” Ucap wanita berkacamata itu seraya membetulkan tata letak kacamata merahnya yang mungkin sedikit membuatnya tidak nyaman. “O…iya nama kamu tadi siapa ya? Kalau namaku Adelia” sambil menyodorkan tangan kirinya kepada gue, tapi pandangannya masih tetap fokus kearah depan.

“Andre…raka.” ucap gue

“Ayah kamu seorang fotografer?” tanyanya

“Bukan, kenapa raka bisa berpikiran gitu?”

“Cuma nebak aja, soalnya kamera yang kamu punya itu bisa dibilang sih cuma dipakai fotografer atau orang yang bener-bener serius akan hobby dalam dunia fotografi.”

“Ooh…kamera ini memang bukan punya aku atau keluargaku. Ini kamera punya temen aku waktu kecil dulu.”

“Kok bisa dia ngasih kamu kamera semacam itu? kamera itu kan harganya mahal banget.”

“Dulu waktu kecil aku suka main sama dia di tanah kosong deket rumah, waktu itu dia tiba-tiba aja bawa kamera itu terus dipakailah buat mainan.Waktu itu tanpa sengaja dia jatuh dan waktu dicoba untuk memutar filmnya ternyata macet. Tiba-tiba aja dia nangis terus ngomong kalau kamera itu punya kakeknya yang diambilnya diam-diam, dia takut dimarahin sama kakeknya karena menurutnya kakeknya kalau marah wajahnya nyeremin. Jadinya dia nitip kamera itu kepada saya raka untuk disimpan dulu, emang bandel banget anaknya, tiap hari sering berantem sama saya maklum lah anak cowo. Tapi besoknya saya nggak pernah ketemu lagi sama dia.”

“ooh gitu, kalau gitu beruntung banget kamu bisa dapat kamera gratis.”

“Beruntung dari mana, malah ini jadi beban buat saya raka. Gimana kalau misalnya saya nggak bakal ketemu lagi sama dia, terus kameranya nggak bisa saya kembaliin lagi dong. Malah jadi beban hutang kan.”

“Beban hutang dari mana? Aneh banget pikiran kamu itu, kalau orangnya udah nggak ada dimana berarti itu kan jadi hak milik kamu kan?”

“Yah terserah lo deh, lo emang nggak akan bisa ngerti.” Ucap gue dalam hati.

Akhirnya kamipun sampai ke toko kamera, dengan cepat gue memesan roll film yang sesuai dan yang membayar tentu saja adelia.

“Mbak minta 20 buah ya.” ucap adelia kepada salah seorang pelayan di toko itu.

“Nggak kebanyakan apa raka?” tanya gue kaget.

“Nggak kok, sekalian untuk cadangan daripada bolak-balikkan. Uangnya juga cukup kok.”

Yah, gue sih nurut aja toh bukan uang gue yang dipakai. Setelah barang sudah didapat, kami pun langsung bergegas menuju sekolah.

Diubah oleh kesshou 26-12-2015 10:30
Darpox
khodzimzz
Odhieobieoho
Odhieobieoho dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.