- Beranda
- Berita dan Politik
Inilah Memo CIA Soal Peristiwa 30 September 1965
...
TS
aghilfath
Inilah Memo CIA Soal Peristiwa 30 September 1965
Spoiler for Inilah Memo CIA Soal Peristiwa 30 September 1965:

TEMPO.CO,Jakarta- Badan IntelijenAmerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA) membuka kepada publik memo rahasianya yang dihasilkan pada tahun 1961-1969, Rabu 16 September 2015. Dari ratusan dokumen itu, beberapa di antaranya berisi laporan soal peristiwa 30 September 1965.
Memo CIA itu sebagian diberi cap "For the President's Eyes Only", alias hanya untuk diketahui oleh presiden, merupakan berkas-berkas yang dikirim setiap hari oleh CIA ke Gedung Putih untuk disampaikan ke presiden. Memo itu dikenal dengan nama Brifing Harian Presiden (President's Daily Brief-PDB), yang merangkum pemantauan CIA atas situasi dari seluruh dunia.
Memo CIA soal peristiwa 30 September 1965 terdapat dalam PDB CIA pada tanggal 1 Oktober 1965. Laporan hari itu meliputi informasi dari 8 negara, dan situasi tentang Indonesia berada di peringkat paling atas, yang disusul oleh Vietnam Selatan, Republik Dominika, Kuba, Brazil, Prancis, Mesir, dan Yunani.
Dalam laporan soal situasi Indonesia itu dikatakan bahwa kudeta 30 September 1965 itu diikuti oleh upaya kontra-kudeta.
"Situasinya sejauh ini masih membingungkan dan hasilnya masih tidak pasti. Jika ada peran Sukarno, itu masih merupakan salah satu pertanyaan yang tak terjawab. Kedua pihak mengklam bahwa mereka setia kepada presiden dan mengatakan sama-sama melindungi presiden," tulis PDB itu.
Laporan itu juga menulis bahwa "Enam jenderal, termasuk pemimpin militer Yani, tampaknya disandera oleh pelaksana kudeta. Setidaknya dua dari perwira militer dikatakan terbunuh dan lainnya, termasuk Yani dan Menteri Pertahanan Nasution, terluka. Mayor Jenderal Suharto memimpin kontra-kudeta beberapa jam kemudian. Dia mengambilalih radio Jakarta...."
"Belum jelas apakah Partai Komunis akan bereaksi. Salah satu laporan mengatakan bahwa partai bersiap untuk bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Militer juga mencari peluang untuk melemahkan kekuatan PKI saat ada kesempatan."
"Semua tergantung pada kondisi sukarno. Jika ia meninggal atau tak berdaya secara serius, bisa berujung pada perang sipil berdarah. Kemungkinan lainnya adalah adanya upaya baru dari pulau lain, khususnya Sumatera, untuk keluar dari dominasi Jawa.
"Laporan satu halaman itu memang tak utuh. Di paragraf kedua laporan itu masih ada editing, dengan cara diblok putih sehingga kalimatnya takterbaca. Dalam paragraf empat juga terdapat editing yang sama.
Sumber : http://m.tempo.co/read/news/2015/09/...september-1965
CIA akhirnya membuka arsip G30S1965, siapa gulingkan Sukarno?
Spoiler for CIA akhirnya membuka arsip G30S 1965, siapa gulungkan Sukarno:
Merdeka.com -Tiga hari lalu, Badan Intelijen Luar Negeri Amerika Serikat (CIA) membuka arsip memo singkat harian untuk presiden (PDB) periode 1961-1965. Surat kabar the Washington Post melaporkan, Jumat (18/9), arsip-arsip mengenai upaya kudeta di Indonesia, yang selama ini disebut-sebut didalangi politbiro Partai Komunis Indonesia, termasuk jenis laporan rutin disampaikan pada pemimpin Negeri Paman Sam.

Ada 19 ribu halaman memo harian CIA yang merujuk UU harus dibuka pada publik, karena status rahasia negaranya telah kedaluwarsa.Terkait informasi soal gerakan 30 September diJakarta, CIA tidak pernah secara terbuka mengaku terlibat, seperti teori beberapa akademisi, misalnya John Roosa. Dalam memo-memo itu, intelijen AS melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto serta perwira yang loyal pada PKI.
Merujuk dalam salah satu paragraf memo tentang Gestok 1965, CIA menyatakan "Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan kekuatan PKI.
"CIA memberi rekomendasi Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya melapangkan jalan bagi Orde Baru itu.
"Situasi Indonesia sementara ini membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden.

"Memo itu, walau kini bisa diakses, sebagian tetap disensor dengan cara kalimat tertentu distabilo putih. CIA menyatakan ada informasi yang tetap sensitif hingga 50 tahun masa kedaluwarsa.
Selain informasi soal Indonesia, ribuan memo CIA banyak memberi laporan soal pergerakan Uni Soviet. Khususnya skandal penempatan rudal balistik di Kuba pada 1962 yang nyaris memicu perang nuklir. Uniknya, memo ini sama sekali tidak menyinggung pembunuhan Presiden John F. Kennedy di Kota Dallas pada 25 November 1963.
Beberapa sejarawan meyakini peristiwa 30 September 1965 adalah manuver politik terkait perang dingin. Sikap Soekarno yang mulai merapat ke Uni Soviet setidaknya membuat CIA khawatir.
Teori keterlibatan Amerika Serikat itu setidaknya diulas oleh sejarawan Petrik Matanasi, penulis buku, 'Tjakrabirawa'. Sasaran penculikan adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Justru, kelompok G30S meyakini Amerika sedang berusaha mengobok-obok Indonesia.
Para jenderal yang diculik sebagian besar tokoh penting menentukan arah perkembangan Angkatan Darat. Kolonel Untung, aktor utama G30S, menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno dan dekat dengan Amerika Serikat.
Dalam penjelasan Petrik, Pada 1 Oktober sekitar pukul 02.00 dini hari 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dalam arahan itu, Dul Arif menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno . Karenanya sangat penting sekali untuk menangkapi para Jenderal itu untuk menyelamatkan Presiden Soekarno .
Semua anggota pasukan cukup percaya dengan wacana ini. Gerakan pasukan ini yang kemudian diserang balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin Kostrad.
Setelah drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de facto menguasai pemerintahan. Tragedi 1965 berakhir menyedihkankarena setidaknya satu juta warga sipil di pelbagai provinsi yang dituding anggota atau bersimpati pada PKI, sehingga dianggap mendukung G30S, dibantai dalam periode 18 bulan saja. Ratusan orang dipenjara tanpa pengadilan. Pelanggaran HAM berat itu sampai sekarang tidak pernah terselesaikan.

Ada 19 ribu halaman memo harian CIA yang merujuk UU harus dibuka pada publik, karena status rahasia negaranya telah kedaluwarsa.Terkait informasi soal gerakan 30 September diJakarta, CIA tidak pernah secara terbuka mengaku terlibat, seperti teori beberapa akademisi, misalnya John Roosa. Dalam memo-memo itu, intelijen AS melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto serta perwira yang loyal pada PKI.
Merujuk dalam salah satu paragraf memo tentang Gestok 1965, CIA menyatakan "Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan kekuatan PKI.
"CIA memberi rekomendasi Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya melapangkan jalan bagi Orde Baru itu.
"Situasi Indonesia sementara ini membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden.

"Memo itu, walau kini bisa diakses, sebagian tetap disensor dengan cara kalimat tertentu distabilo putih. CIA menyatakan ada informasi yang tetap sensitif hingga 50 tahun masa kedaluwarsa.
Selain informasi soal Indonesia, ribuan memo CIA banyak memberi laporan soal pergerakan Uni Soviet. Khususnya skandal penempatan rudal balistik di Kuba pada 1962 yang nyaris memicu perang nuklir. Uniknya, memo ini sama sekali tidak menyinggung pembunuhan Presiden John F. Kennedy di Kota Dallas pada 25 November 1963.
Beberapa sejarawan meyakini peristiwa 30 September 1965 adalah manuver politik terkait perang dingin. Sikap Soekarno yang mulai merapat ke Uni Soviet setidaknya membuat CIA khawatir.
Teori keterlibatan Amerika Serikat itu setidaknya diulas oleh sejarawan Petrik Matanasi, penulis buku, 'Tjakrabirawa'. Sasaran penculikan adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Justru, kelompok G30S meyakini Amerika sedang berusaha mengobok-obok Indonesia.
Para jenderal yang diculik sebagian besar tokoh penting menentukan arah perkembangan Angkatan Darat. Kolonel Untung, aktor utama G30S, menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno dan dekat dengan Amerika Serikat.
Dalam penjelasan Petrik, Pada 1 Oktober sekitar pukul 02.00 dini hari 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dalam arahan itu, Dul Arif menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno . Karenanya sangat penting sekali untuk menangkapi para Jenderal itu untuk menyelamatkan Presiden Soekarno .
Semua anggota pasukan cukup percaya dengan wacana ini. Gerakan pasukan ini yang kemudian diserang balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin Kostrad.
Setelah drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de facto menguasai pemerintahan. Tragedi 1965 berakhir menyedihkankarena setidaknya satu juta warga sipil di pelbagai provinsi yang dituding anggota atau bersimpati pada PKI, sehingga dianggap mendukung G30S, dibantai dalam periode 18 bulan saja. Ratusan orang dipenjara tanpa pengadilan. Pelanggaran HAM berat itu sampai sekarang tidak pernah terselesaikan.
http://m.merdeka.com/dunia/cia-akhir...litnews-1.html
Spoiler for Dokumen CIA:







Akhirnya dibuka juga dokumen rahasianya CIA, semoga ga nambah polemik tp menjadi pencerahan buat generasi penerus


Quote:
Original Posted By aghilfath►
Ratna Sari Dewi ungkap alasan CIA ingin bunuh Soekarno
Merdeka.com -Central Intelligence Agency (CIA) selalu mencoba menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Dalam dokumen yang baru diungkap, AS benar-benar memantau pergerakan politik di Indonesia. Termasuk menjelang dan sesudah tragedi 1965.
Berbagai cara dilakukan AS untuk mempengaruhi, mengamankan dan mengendalikan Indonesia. Namun, Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soekarno tak mau dikendalikan. Berbagai upaya pun dilakukan oleh AS untuk melengserkan Soekarno.
Istri Soekarno, Ratna Sari Dewi pernah mengungkapkan sejumlah item dokumen yang mengindikasikan kejatuhan Bung Karno atas campur tangan badan intelijen AS (CIA). Dokumen tersebut berupa folio 10 lembar.
Dalam wawancaranya dengan Japan Times terbitan 2008, Dewi menyatakan AS sangat membenci Bung Karno karena tidak mau dikendalikan. Bahkan, menurutnya, CIA pernah mencoba membunuh Bung Karno sebanyak lima kali.
"Amerika Serikat dan Uni Soviet mendominasi dunia sekitar tahun 1960-an melalui perang habis-habisan, embargo dagang atau operasi rahasia. AS butuh Indonesia, yang merupakan negara ketiga terkaya sumber daya alam. Tapi Sukarno baru saja mencapai kemerdekaan dari Belanda dan tidak mau dikendalikan," kata wanita Jepang yang bernama asli Naoko Nemoto ini.
"AS meminta agar Sukarno memungkinkan mereka untuk memiliki pangkalan militer di Indonesia untuk mengontrol Pasifik, tapi dia menolak, sementara Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Thailand, Filipina, Singapura, Australia dan Selandia Baru semua menerima pangkalan militer AS. Oleh karena itu Pentagon membenci Sukarno, dan CIA mencoba membunuh dia lima kali," kata Dewi.
Tercatat CIA membiayai dan mengirimkan senjata untuk para pemberontak PRRI dan Permesta di akhir tahun 1950. Seorang pilot bayaran CIA bernama Allan Pope berhasil ditembak jatuh oleh AURI di sekitar Ambon.
CIA juga mencoba merekayasa Pemilu 1955 agar Soekarno kalah. Namun langkah itu tak berhasil.
Saking kesalnya, CIA bahkan membuat film porno dengan pria yang dibuat mirip Soekarno untuk kampanye hitam.
http://m.merdeka.com/peristiwa/ratna...-soekarno.html
Ratna Sari Dewi ungkap alasan CIA ingin bunuh Soekarno
Merdeka.com -Central Intelligence Agency (CIA) selalu mencoba menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Dalam dokumen yang baru diungkap, AS benar-benar memantau pergerakan politik di Indonesia. Termasuk menjelang dan sesudah tragedi 1965.
Berbagai cara dilakukan AS untuk mempengaruhi, mengamankan dan mengendalikan Indonesia. Namun, Indonesia yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soekarno tak mau dikendalikan. Berbagai upaya pun dilakukan oleh AS untuk melengserkan Soekarno.
Istri Soekarno, Ratna Sari Dewi pernah mengungkapkan sejumlah item dokumen yang mengindikasikan kejatuhan Bung Karno atas campur tangan badan intelijen AS (CIA). Dokumen tersebut berupa folio 10 lembar.
Dalam wawancaranya dengan Japan Times terbitan 2008, Dewi menyatakan AS sangat membenci Bung Karno karena tidak mau dikendalikan. Bahkan, menurutnya, CIA pernah mencoba membunuh Bung Karno sebanyak lima kali.
"Amerika Serikat dan Uni Soviet mendominasi dunia sekitar tahun 1960-an melalui perang habis-habisan, embargo dagang atau operasi rahasia. AS butuh Indonesia, yang merupakan negara ketiga terkaya sumber daya alam. Tapi Sukarno baru saja mencapai kemerdekaan dari Belanda dan tidak mau dikendalikan," kata wanita Jepang yang bernama asli Naoko Nemoto ini.
"AS meminta agar Sukarno memungkinkan mereka untuk memiliki pangkalan militer di Indonesia untuk mengontrol Pasifik, tapi dia menolak, sementara Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Thailand, Filipina, Singapura, Australia dan Selandia Baru semua menerima pangkalan militer AS. Oleh karena itu Pentagon membenci Sukarno, dan CIA mencoba membunuh dia lima kali," kata Dewi.
Tercatat CIA membiayai dan mengirimkan senjata untuk para pemberontak PRRI dan Permesta di akhir tahun 1950. Seorang pilot bayaran CIA bernama Allan Pope berhasil ditembak jatuh oleh AURI di sekitar Ambon.
CIA juga mencoba merekayasa Pemilu 1955 agar Soekarno kalah. Namun langkah itu tak berhasil.
Saking kesalnya, CIA bahkan membuat film porno dengan pria yang dibuat mirip Soekarno untuk kampanye hitam.
http://m.merdeka.com/peristiwa/ratna...-soekarno.html
Diubah oleh aghilfath 12-11-2015 18:22
0
51.7K
Kutip
354
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
691.5KThread•56.8KAnggota
Tampilkan semua post
fathkids
#342
Vermonte: Larangan Diskusi 1965 di Forum Sastra Berlebihan
Quote:

Jakarta, CNN Indonesia-- Philips Jusario Vermonte, Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional Center for Strategic and International Studies, menyesalkan sikap pemerintah yang menarik Majalah Lentara edisi “Salatiga Kota Merah”, dan menyarankan pembatalan acara sesi 1965 pada Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2015 yang akan dihelat 28 Oktober-1 November.
Menurut Vermonte, pada era demokrasi seperti saat ini, pemerintah tak perlu menghalangi publik mendapatkan informasi.
"Itu berlebihan. Informasi bagian dari kebebasan pendapat. (Diskusi) digelar di forum sastra dan merupakan hasil dari pemikiran. Harus diubah cara pandang terhadap sejarah,” kata Vermonte di Jakarta, Minggu (25/10).
Apalagi, ujar Vermonte, saat ini publik sudah semakin terdidik. Selain itu, internet dan kecanggihan teknologi mempermudah masyarakat dalam mendapatkan informasi apa pun, termasuk mengenai sejarah peristiwa 1965.
"Seharusnya pemerintah memfasilitasi dan memberikan pemahaman. Sekarang bukan eranya untuk melarang-larang apalagi menggunakan aparat keamanan," kata dia.
Vermonte yang baru tiba dari Jerman untuk menghadiri pameran buku terbesar di dunia, Frankfurt Book Fair 2015, lantas membandingkan UWRF dengan Frankurt Book Fair yang di dalamnya Indonesia menjadi tamu kehormatan dan dapat membahas persoalan 1965 dengan terbuka.
Pada Frankfurt Book Fair, ujar Vermonte, penulis diberi kebebasan membahas satu topik. Di sana, dua penulis perempuan Indonesia, Leila S. Chudori dan Laksmi Pamuntjak, mendiskusikan novel karya mereka, Pulang dan Amba, yang berlatar peristiwa 1965.
“Itulah yang dibutuhkan di Indonesia. Ini bangsa yang mestinya dewasa, yang harusnya berbagai topik bisa didiskusikan agar ada ruang publik yangsehat,” kata Vermonte.
Hal serupa dikatakan oleh Eka Kurniawan, salah satu penulis yang mestinya mengisi diskusi panel “1965, Writing On”di UWRF.
“Ini sangat menyedihkan, menjengkelkan, dan membuat frustasi. Setelah 17 tahun reformasi, bangsa ini sekarang mundur ke belakang menuju Orde Baru dan pengekangan kebebasan berpendapat,” kata Eka.
Senada, sutradara film The Look of Silence (Senyap) yang batal diputar di UWRF, Joshua Oppenheimer, juga menyatakan kecewa dengan pembatalan seluruh sesi 1965 di UWRF. Ia berkata, ini adalah salah satu pukulan terkeras bagi kebebasan berpendapat di Indonesia.
"Sangat menjengkelkan, dan saya khawatir tindakan ini adalah upaya militer dan kekuatan bayangannya untuk memperoleh kembali kekuasaan, sebuah upaya untuk mengintimidasi dan membungkam publik. Saya harap saya salah," kata Oppenheimer.
Kepala Kepolisian Resor Gianyar, Ajun Komisaris Besar Farman, menyebut pembatalan sesi 1965 tersebut dilakukan oleh panitia, bukan Kepolisian. Polisi, kata dia, hanya memberi masukan kepada panitia, bukan mengeluarkan instruksi pelarangan.
“Tidak ada intervensi dan larangan. Kami sifatnya mengimbau, mengingatkan. Ini kan festival sastra dan budaya yang sudah berjalan 12 tahun. Tapi kenapa baru sekarang mau mengangkat masalah PKI. Sastranya mau mengarah ke mana?” kata Farman.
Panitia UWRF mengatakan diskusi soal 1965 sesungguhnya dilakukan untuk menghormati para korban. Namun panitia akhirnya memilih untuk “Mengalah demi kelangsungan Festival ke depannya.
”Sebelum gonjang-ganjing UWRF itu, di Salatiga, Majalah Lentera terbitan pers mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang memuat investigasi dampak peristiwa Gerakan 30 September 1965 terhadap Kota Salatiga ditarik dari peredaran dan dilarang diterbitkan lagi.
http://m.cnnindonesia.com/nasional/2...ra-berlebihan/
Diubah oleh fathkids 25-10-2015 21:55
0
Kutip
Balas