tambal.panciAvatar border
TS
tambal.panci
Dinilai Gagal, Jokowi Harus Segera Ganti Jaksa Agung
Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari, Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengganti Jaksa Agung (Jakgung) HM Prasetyo karena dinilai tak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Koordinator Kontras, Haris Azhar menilai Prasetyo tidak memiliki kemampuan. Terbukti, dengan tidak ketahui pengalaman dan kontribusinya dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), pemberantasan korupsi ataupun di bidang hukum, kecuali berasal dari jaksa karier.

"Dalam satu tahun pemerintahan Jokowi, orang ini (Prasetyo) lebih banyak membuat blunder di bidang hukum. Justru pemerintahan Jokowi memelihara jamur gaduh itu pada sosok HM Prasetyo. Dia sebenarnya jamur gaduh itu," ungkap Haris saat jumpa pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (25/10).

Terbukti, ungkap Haris, Prasetyo malah membentuk tim rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di luar proses hukum. Padahal, menurut nawacita dan RPJMN (Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional) penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat adalah agenda pemerintah. Sehingga, disebut mengkhianati janji Presiden.

Kemudian, Prasetyo disebut tidak pernah mau melakukan penyidikan atas 7 berkas perkara pelanggaran HAM berat yang telah selesai diselidiki oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM. Padahal, sudah mendapat persetujuan politik dari DPR dan juga Presiden.

Bahkan, Haris menyebut bahwa Prasetyo sebagai Jaksa Agung menyetujui hancurnya penegakan hukum di bidang pemerantasan korupsi. Sebab, terbukti ikut dalam rapat di rumah Hendropriyono untuk mengkriminalkan AS (Abraham Samad) dan BW (Bambang Widjojanto). Sebagaimana, disebut sebuah majalah.

Oleh karena itu, Haris meminta supaya Prasetyo segera bersiap untuk membereskan barang-barangnya.

Sementara itu, dari sisi pemberantasan korupsi, Peneliti Bidang Hukum ICW Lalola Easter menyebut bahwa kinerja Kejaksaan dibawah kepemimpinan Prasetyo tidak memuaskan. Terbukti, dengan beberapa indikasi.

Pertama, ada 12 poin dari 17 poin Strategi Nasional Percepatan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.7/2015 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2015.

Kedua, berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014, Kejaksaan masih memiliki piutang uang pengganti kurang lebih Rp 13 triliun yang belum dieksekusi padahal kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap. Contoh, belum diekskusi aset Yayasan Supersemar sebesar Rp 4,4 triliun. Padahal, putusan Mahkamah Agung (MA) sudah keluar sejak September 2015.

Ketiga, kerja Satuan Tugas Khusus Penanganan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus Tipikor) yang dibentuk Prasetyo tidak maksimal. Terbukti, mangkraknya kasus dugaan korupsi Transjakarta yang menjerat Udar Pristono dan kandasnya kasus korupsi Dahlan Iskan karena putusan praperadilan.

Keempat, institusi Kejaksaan masih tidak transparan. Terbukti, proses pengisian jabatan strategis di kejaksaan belum dilakukan dengan proses lelang.

"Dalam Surat Keputusan Jaksa Agung No: Kep-074/A/JA/05/2014 tanggal 13 Mei 2015, ada 16 pejabat eselon II dan III yang akan dirotasi. Begitu pula dengan Bayu Adhinugroho yang ditunjuk sebagai koordinator Kejaksaan Tinggi DKI tanpa kejelasan kompetensinya. Padahal, yang bersangkutan adalah anak dari Prasetyo. Ini menunjukkan proses yang tidak transparan," ujar Lalola dalam acara yang sama.

Koordinator bidang hukum YLBHI, Julius Ibrani menambahkan bahwa Prasetyo sebagai jaksa agung cenderung melanggengkan kriminalisasi terhadap 49 orang yang diperiksa, ditangkap, ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, selama tahun 2015. Di antaranya, kasus hukum yang menjerat Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non-aktif, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Selain itu, penujukkan Prasetyo sebagai Jaksa Agung dinilai lebih kepada proses politis. Sebab, lebih mencerminkan bagi-bagi kursi kepada parpol pendukung dalam pemilihan Presiden tahun 2014. Terbukti, pemilihannya tidak melibatkan penelurusan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil mendesak agar Jokowi segera mengganti Prasetyo dengan sosok lain yang lebih berkompeten dan tidak berafiliasi dengan partai politik apapun

http://www.beritasatu.com/nasional/3...ksa-agung.html


ayo nastak bantu bapak kita paloh pertahankan kursi nasdem

0
947
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.2KThread40.5KAnggota
Tampilkan semua post
tars.Avatar border
tars.
#6
Quote:


wani emoticon-Ngakak
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.