natashyaaAvatar border
TS
natashyaa
I Am (NOT) Your Sister
Dear Warga SFTH.

Sebelumnya ijinkan gue untuk menulis sepenggal kisah hidup gue di SFTH. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi yang gue modifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk cerita karangan gue sendiri. Cerita ini ditulis dengan dua sudut pandang berbeda dari kedua tokohnya.
So... langsung saja.




Big thanks to quatzlcoatlfor cover emoticon-Smilie

Quote:
Diubah oleh natashyaa 20-01-2018 16:32
tukangdjagal
makola
imamarbai
imamarbai dan 6 lainnya memberi reputasi
7
461.8K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42KAnggota
Tampilkan semua post
natashyaaAvatar border
TS
natashyaa
#1332
F Part 48

“Pingsan?” Kata gue kaget mendengar ucapan anak perempuan yang bernama Rahmi yang mengaku sebagai teman Ani. Semua orang disana juga pada kaget, termasuk Egi dan teman-temannya.

“Iya kak.. sekarang dia bareng Pak Ujang di sana.” Kata Rahmi sambil menunjuk sebuah ruangan.

Gue pun segera berlari ke ruangan tersebut diikuti Egi and the bands dan juga Rahmi. Ketika gue memasuki ruangan tersebut gue lihat Ani sedang tergeletak tak sadarkan diri, ditemani Pak Ujang, guru olahraga kami dan juga Bu Dewi, guru BK.

“Pak, dia kenapa?” Tanya gue kepada Pak Ujang.
“Hey.. dia kenapa?” Tanya gue sekali lagi ke Rahmi dan gue mulai cemas. Gue tiba-tiba jadi mengkhawatirkan Ani. Ani yang gue lihat sudah sangat pucat kulitnya.
“Tenang dulu Felisha..” Ujar Bu Dewi menenangkan.

“Aku gak tau kak, tadi kami jalan bareng, tiba-tiba dia langsung jatuh tak sadarkan diri.” Ucap Rahmi.

“Fe.. ada apa..?” Seketika itu teman-teman gue, Andrea, Dania, dan Dania datang.
“Loh.. Ani..?” Ujar Andrea yang juga kaget melihat Ani.

Sementara di luar sedang ramai dengan acara, kami di sini sedang khawatir tentang Ani.

“Fe..cepat bawa ke rumah sakit!!” Desak Dania.

Gue sendiri bingung harus bagaimana. Gue kaget dan panik melihat dia, gue baru pertama kali melihat dia sakit seperti ini apalagi tak sadarkan diri. Gue takut kenapa-napa.

“Fee…? Kok jadi bengong.” Tanya Andrea.
“Hey..”
“Ah.. iyaa.. bawa aja ke mobil.” Ujar gue masih cemas.
“Woii.. lo cowok gotong dong..” Bentak Rani ke Egi and the bands.

Akhirnya Ani digotong oleh Pak Ujang, Egi, dan yang lainnya. Lalu dibawa keluar ruangan, gue yang cemas mengikutinya dari belakang. Pada saat dibawa keluar kami menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak, ditengah rame nya acara tiba-tiba ada seseorang yang sedang digotong karena pingsan. Tentu menjadi buah bibir dan pertanyaan bagi orang-orang yang ada disana.

“Fe… mana mobilnya?” Tanya Pak Ujang.
“Itu pak..” Tunjuk gue menunjuk mobil sedan accord bewarna hitam. Gue langsung berlari lalu membuka pintu belakang agar Ani bisa segera dimasukan ke dalam mobil.

Gue masih bingung apa yang harus gue lakukan selanjutnya karena Ani masih tak sadarkan diri.

“Hey.. Fe? Halow.” Ujar Egi membangunkan gue lagi dari lamunan.
“Kamu bawa saja ke rumah sakit, dekat dari sini kok.” Ujar Pak Ujang.
“Fe..?”
“Eh.. iya, sorry nih aku gak konsen.” Ujar gue.
“Udah hubungi orang tua belum?” Tanya Pak Ujang ke gue.
“Aduh pak, dia mah gak punya hp.” Ujar Andrea.
“Hah?” Tampak Egi dan the bands lainnya kaget mendengar gue gak punya hp. Gue sih gak mau mendebatnya saat itu karena gue sendiri lagi kebingungan.
“Fe.. biar gue aja yang bawa Ani ke rumah sakit. Lo kenapa dah kayak kesambet gitu.” Ujar Egi.
“Nih..” Gue ngasih kunci mobil ke Egi.
“Bareng elo juga lah.”
“Bareng gue?” Tanya gue.
“Iyalah, siapa lagi.”

Gue yang gak bisa berpikir jernih akhirnya masuk ke dalam mobil dan Egi yang menyetir mobil, sementara Ani masih terbaring tak sadarkan diri di kursi belakang. Sementara Pak Ujang kembali ke dalam menemui Bu Dewi untuk segera mengabarkan ke ibu gue yang ada di rumah. Bu Dewi soalnya tau nomor telepon ibu gue. Sementara teman Egi dan teman gue masih sibuk membicarakan apa yang terjadi, tentunya dengan narasumber si Rahmi.

“Woii.. Fe, kok bengong terus dari tadi, ada apa?” Kata Egi dalam mobil.
“Ah.. enggak..”
“Nggak apa-apa..”
“Kenapa lo? Baru pertama kali gue lihat lo panik atau cemas seperti ini, gak biasanya.”
“….” Gue mendiamkan Egi…
“Woii… Fe…”
“Iyalah BEGO!!! GUE KHAWATIR APA YANG TERJADI AMA ANI!!!” Teriak gue di depan muka si Egi. Si Egi langsung diam.
“Maaf, Fe.” Ujar dia.
Gue terus berpikir apa yang sedang terjadi, kenapa Ani bisa pingsan, padahal sebelumnya dia baik-baik saja. Terus apa yang harus gue bilang ke ibu dan ayahnya. Gue menggigit bibir sambil merem dan arghhhh.

………..

“Ani…?” Ujar Egi tiba-tiba sambil melihat spion tengah.
“Ani…?” Gue tanya ke Egi.

Egi menepikan mobil ke sisi jalan. Gue membalikan badan ke belakang dan melihat Ani sedang siuman. Gue langsung membuka pintu mobil depan, lalu keluar dan masuk lagi ke mobil lewat pintu belakang agar gue bisa bersama Ani.

“Ani…” Ujar gue sambil menyentuh badan Ani.
“Ani…?”
“Kak.. aku dimana?” Ujar dia mulai siuman sambil mengucek-ngucek matanya seperti halnya orang yang baru saja bangun dari tidur.
“Ani… kamu bisa dengar kakak?”
“Iya.. kak..” Ani membuka matanya.
“Astaga syukurlah!!!!” Gue memeluk erat Ani di dalam mobil. Gue merasa senang ketika melihat Ani tiba-tiba siuman lalu sadar. Gue tidak menyangka sekarang sedang memeluknya karena perasaan khawatir. Mungkin Ani kaget, kenapa gue tiba-tibe memeluknya.

“Kamu tau gak? Kamu bikin khawatir semua orang!” Ujar gue haru sambil perlahan melepaskan pelukan gue.
“Aku kenapa emang kak?”
“Kamu gak inget?” Tanya gue.
“Kamu pingsan Ani.!”
“Loh ada kak Egi… loh aku di mobil????” Tanya Ani keherenanan.
Gue hanya bisa menjawabnya dengan anggukan.

“Kamu tadi kenapa Ani?” Tanya si Egi.
“Aku gak tau kak. Aku baru saja sampai di tempat acara ulang tahun sekolah. Sisanya aku gak tau kak, tiba-tiba terbangun disini.” Ujar Ani.
“Kak.. ulang tahunnya udah selesai belum?” Tanya Ani lagi.
“Belum.. Kamu serius kamu gak inget apa-apa Ni?” Tanya gue jadi heran.
“Ngak kak.. yah kak aku mau tampil bareng teman-teman sekelas..”
“Udah kita pulang aja, kamu tadi pingsan pokoknya. Gi lo tau kan rumah gue?”
“Tau nyonya”

Karena si Ani udah sadar, kita gak jadi ke rumah sakit, kita langsung saja pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, pernyataan Ani menjadi tanda tanya besar bagi gue, dan tentu juga si Egi. Masa si Ani gak inget apa-apa, yang dia inget dia katanya baru sampai di tempat setelah naik taksi. Rangkaian acara di dalam dia gak inget sama sekali, si Ani berangkat lebih awal dari gue, dan kelas Ani sudah tampil sebelum gue datang. Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya, kok tiba-tiba hilang ingatan. Gue hanya bisa menyembunyikan rasa keingintahuan tentang hal itu.


“Ani… kamu tidak apa-apa sayang?” Ujar ibu ketika kami sampai di rumah. Ibu memeriksa seluruh badan Ani, dan Ani nampaknya biasa aja tidak ada keluhan, kulitnya sudah tidak pucat lagi.
“Kata Bu Dewi tadi telepon kamu pingsan ya?” Ujar ibu.
Entah kenapa Ani saat itu tidak menjawab pertanyaan ibu.
“Ani perlu istirahat bu, sudahlah mungkin dia kecapean.” kata gue sambil mendorong semuanya untuk masuk ke dalam rumah.
Ibu kemudian menuntun Ani ke kamarnya sementara gue dan Egi masih di ruang tamu.

“Makasih yah Gi, udah nganterin kita ke rumah.”Ujar gue berterima kasih kepada Egi.
“Sama-sama.Oya, Fe…”
“Yaaa?”
“Ada yang harus gue ceritakan kepada lo tentang Ani.” Ujar Egi.
"Apa?'
………..


0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.