- Beranda
- Stories from the Heart
Sometimes Love Just Ain't Enough
...
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini 
Semoga masih ada yang inget sama gue ya
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian

Semoga masih ada yang inget sama gue ya

Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian


*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
420.9K
1.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#276
PART 14
Gue dan Sherly berjalan agak jauh keluar dari gang tempat kosan kami berada, menuju ke deretan warung kaki lima yang ada di sekitar situ. Suasana di lingkungan itu selalu ramai, maklumlah daerah kampus, banyak mahasiswa yang ada disitu. Sambil memegangi dompet dan handphonenya, Sherly bertanya ke gue.
Gue memilih-milih makanan yang sebenernya udah pernah gue cobain semuanya karena itu deretan kaki lima yang paling dekat sama kosan, sehingga jadi andalan gue ketika gue males cari makan jauh-jauh. Pilihan gue jatuh ke nasi goreng langganan gue.
Kami berdua duduk di dalam warung itu, sambil memesan nasi goreng pedes favorit gue. Disitu gue merasa gak enak sama Sherly, masa gue makan sendiri, sementara dia gak makan, padahal gue yang ngajakin dia nemenin makan. Gue menawarkan makan sekali lagi ke Sherly, dan dia tetap menolaknya.
Gue langsung bereaksi cepat, dan meralat orderan gue ke mas-mas penjual nasi goreng.
Sherly kaget, dan gue menoleh ke arahnya sambil tertawa jahil.
Kemudian ada kebisuan beberapa saat diantara kami berdua. Gue sedikit melirik Sherly, gadis manis yang memiliki luka jahitan di pelipisnya. Mulut gue terasa gatal untuk bertanya-tanya tentang kehidupan pribadinya, tapi otak gue seakan punya sistem untuk melumpuhkan mulut gue, menghindarkan gue dari pertanyaan-pertanyaan bodoh yang mungkin akan merugikan gue sendiri.
Waktu itu gue berpikir sendiri, apakah Sherly juga sama penasarannya ke gue, seperti gue penasaran tentang dirinya. Selama ini memang Sherly belum pernah bertanya apapun ke gue, kecuali hal-hal yang justru aneh kalo gak ditanyain, seperti dimana kuliah gue, semester berapa dan darimana asal gue. Selebihnya, obrolan gue dan Sherly cuma mengalir berdasarkan apa yang kami alami pada waktu itu.
Gue menoleh ke Sherly.
Sejenak gue terdiam lagi. Gue memandangi tukang nasi goreng yang masih sibuk membuat nasi goreng entah pesanan siapa. Sambil mengaduk-aduk es teh, gue bertanya ke Sherly tanpa menoleh.
Sherly mengangguk-angguk kecil penuh makna, tapi gak menjawab omongan gue. Kemudian dia mengerling ke gue.
Malam itu, sambil menikmati nasi goreng berdua, gue merasa sedikit demi sedikit tabir kemisteriusan yang menutupi Sherly mulai terkuak. Seperti yang gue duga selama ini, Sherly orangnya ramah dan menyenangkan. Dia pinter banget cari bahan pembicaraan, dan menanggapi sesuatu dengan cerdas, semi retorikal. Kadang-kadang selera bercandaan kami juga sama.
Di perjalanan pulang ke kosan gue, setelah mengantar Sherly itu gue memandangi langit malam dan tersenyum sendiri. Gue menghela napas dan bersyukur, bahwa malam ini gue bisa sedikit lebih dekat dengan Sherly. Semoga Tuhan masih mengijinkan gue untuk bermimpi tentangnya.
Gue dan Sherly berjalan agak jauh keluar dari gang tempat kosan kami berada, menuju ke deretan warung kaki lima yang ada di sekitar situ. Suasana di lingkungan itu selalu ramai, maklumlah daerah kampus, banyak mahasiswa yang ada disitu. Sambil memegangi dompet dan handphonenya, Sherly bertanya ke gue.
Quote:
Gue memilih-milih makanan yang sebenernya udah pernah gue cobain semuanya karena itu deretan kaki lima yang paling dekat sama kosan, sehingga jadi andalan gue ketika gue males cari makan jauh-jauh. Pilihan gue jatuh ke nasi goreng langganan gue.
Quote:
Kami berdua duduk di dalam warung itu, sambil memesan nasi goreng pedes favorit gue. Disitu gue merasa gak enak sama Sherly, masa gue makan sendiri, sementara dia gak makan, padahal gue yang ngajakin dia nemenin makan. Gue menawarkan makan sekali lagi ke Sherly, dan dia tetap menolaknya.
Quote:
Gue langsung bereaksi cepat, dan meralat orderan gue ke mas-mas penjual nasi goreng.
Quote:
Sherly kaget, dan gue menoleh ke arahnya sambil tertawa jahil.
Quote:
Kemudian ada kebisuan beberapa saat diantara kami berdua. Gue sedikit melirik Sherly, gadis manis yang memiliki luka jahitan di pelipisnya. Mulut gue terasa gatal untuk bertanya-tanya tentang kehidupan pribadinya, tapi otak gue seakan punya sistem untuk melumpuhkan mulut gue, menghindarkan gue dari pertanyaan-pertanyaan bodoh yang mungkin akan merugikan gue sendiri.
Waktu itu gue berpikir sendiri, apakah Sherly juga sama penasarannya ke gue, seperti gue penasaran tentang dirinya. Selama ini memang Sherly belum pernah bertanya apapun ke gue, kecuali hal-hal yang justru aneh kalo gak ditanyain, seperti dimana kuliah gue, semester berapa dan darimana asal gue. Selebihnya, obrolan gue dan Sherly cuma mengalir berdasarkan apa yang kami alami pada waktu itu.
Gue menoleh ke Sherly.
Quote:
Sejenak gue terdiam lagi. Gue memandangi tukang nasi goreng yang masih sibuk membuat nasi goreng entah pesanan siapa. Sambil mengaduk-aduk es teh, gue bertanya ke Sherly tanpa menoleh.
Quote:
Sherly mengangguk-angguk kecil penuh makna, tapi gak menjawab omongan gue. Kemudian dia mengerling ke gue.
Quote:
Malam itu, sambil menikmati nasi goreng berdua, gue merasa sedikit demi sedikit tabir kemisteriusan yang menutupi Sherly mulai terkuak. Seperti yang gue duga selama ini, Sherly orangnya ramah dan menyenangkan. Dia pinter banget cari bahan pembicaraan, dan menanggapi sesuatu dengan cerdas, semi retorikal. Kadang-kadang selera bercandaan kami juga sama.
Di perjalanan pulang ke kosan gue, setelah mengantar Sherly itu gue memandangi langit malam dan tersenyum sendiri. Gue menghela napas dan bersyukur, bahwa malam ini gue bisa sedikit lebih dekat dengan Sherly. Semoga Tuhan masih mengijinkan gue untuk bermimpi tentangnya.
Diubah oleh jayanagari 22-10-2015 22:55
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
: nasi goreng aja. kamu mau?
: ya makan lagi juga gakpapa dong...
: ah enggak gendut kok kamu, yang bilang gendut siapa? kalo jadi gendut juga gakpapa, ntar aku tanggung jawab deh hahaha...
: emang ada yang bilang aku gendut? kan aku bilang kalo jadi gendut...
: yakin nih gak makan? masa aku doang yang makan...
: mas, tadi nasi gorengnya jangan pedes-pedes ya, secukupnya aja.
: ih ya udah gak usah dibayangin, serem tau... amit-amit ah...
: kenapa?