http://www.wsj.com/articles/indonesi...age-1444915638

JAKARTA—
Indonesia mulai mengontrol isu buruh dalam paket ekonomi terakhirnya yang ditujukan untuk menstimulasi ekonomi yang melempem dan menarik investasi asing, dengan merumuskan kenaikkan upah buruh dengan cara lebih teratur.

Paket ekonomi ini adalah yang ke-4 kalinya dalam satu bulan yang dirilis Presiden Jokowi untuk membalikkan ekonomi yang menurun, terlambat dalam 6 tahun seiring menurunnya demand dari China untuk komoditas Indonesia.

Pemerintah juga melebarkan target pinjaman mikro dan memperpanjang kredit ekspor untuk perusahaan kecil dan menengah. Menko Darmin Nasution mengatakan kebijakan ini untuk meningkatkan lapangan perkerjaan dan menaikkan kesejahteraan pekerja.

Formula kenaikkkan upah buruh yg diperuntukkan agar memberikan kepastian untuk pengusaha, akan menghitung perubahan dari upah minimun tahunan di tiap propinsi berdasarkan kenaikkan inflasi dan pertumbuhan domestik bruto.

Saat ini kenaikkan upah ditentukan tiap tahun berdasarkan survey 34 barang kebutuhan pokok di tiap propinsi.

Banyak perusahaan mengeluh bahwa ketidakpastian dalam kenaikkan upah buruh dan demonstrasi terus2an telah menambah biaya dan membuat Indonesia tidak kompetitif sebagai pusat manufaktur.

Greg Chen sekjen Asosiasi Outsourcing Indonesia mengatakan dampak dari rumus upah ini belum jelas, namun tampaknya ditujukan untuk menyederhanakan prediksi upah.

Beberapa serikat buruh memrotes aturan ini, mengatakan bahwa kebijakan ini akan menghilangkan peran buruh dalam negosiasi kenaikkan upah.

"Perusahaan2 itu terlalu serakah" kata Said Iqbal, ketua Konfederasi Buruh Indonesia. Paket sebelumnya sudah memberi keuntungan bagi perusahaan, sambungnya.

Wellian Wiranto, ekonom OCBC mengatakan semua tergantung pelaksanaan terutama di level propinsi tp ini merupakan langkah awal yg baik.
Langkah ini katanya adalah inisiatif yg positif dimana perancangannya didasarkan gontok2an tahunan antara pengusaha dan buruh,

Ekonom dan analis bisnis mengatakan bahwa kebijakan ini baik, namun belum menjawab penyebab terbesar sakit kepala para pengusaha: regulasi yg tidak jelas dan suka berubah2, rintangan untuk investor asing, dan pelaksanaan hukum yang tidak konsisten.