- Beranda
- Stories from the Heart
Petrus Trilogi, Indonesian Action Thriller Story
...
TS
clowreedt
Petrus Trilogi, Indonesian Action Thriller Story
Quote:
Note About This Thread :
1. Thread ini berisi cerita Fiktif yang menyadur beberapa kejadian nyata tentang keberadaan Petrus di Indonesia
2. Sesuai Judulnya, Petrus Ttrilogi ane rencanakan terbagi menjadi 3 Act atau 3 Season ( Act 1 : Petrus Origin , Act 2 : Petrus New Wave, Act 3 : Petrus Final Act)
3. Seperti Agan-agan yang laen ane punya kesibukan pribadi agar Lebih nyaman untuk semua pihak jadi ane jadwalkan untuk memberikan updatenya setiap hari senin
4. Tokohnya merupakan tokoh fiktif dengan setting waktu saat ini atau tahun 2015
Spoiler for Interaktif Story For Kaskuser:
Ane memberikan kesempatan untuk Kaskuser yang membaca Thread atau Story ini untuk berkontribusi dalam hal story dengan Ketentuan
1. Membuat Tokoh Petrus original versi agan, dengan story Independent yang agan buat sendiri namun dengan setting tahun 2015. Contoh : Petrus origins versi story ane adalah penembak misterius yang beroperasi di Jawa tengah dengan keahlian sebagai seorang penembak jitu (Sniper). agan di persilahkan untuk membuat karakter petrus original versi agan sendiri yang beroperasi di daerah yang berbeda dengan keahliannya sendiri
2. Basic Cerita petrus origin agan harus mencakup : Identitas pertrus agan, Signature (kemampuan uniknya) sebagai seorang petrus (One On One Combat, Sniping, Melee weapon, Hacking, dll), Targetnya (Preman, gali, koruptor, pengusaha) dan dijelaskan pula dosa targetnya, bagaimana dia menghabisi musuhnya.
3, Petrus Origin buatan agan yang menarik atau unik jika memungkinkan akan ane gunakan sebagai salah satu petrus yang ikut bertempur dalam Act ke 3 atau final act bersama dengan petrus-petrus yang sudah ada dalam origin story ane
4. Sebagai pelengkap story origin buatan agan boleh di tambahkan adegan yang Gore/kejam maupun BB tapi mohon untuk jangan terlalu vulgar
5. Untuk Mebedakan Story origin Kaskuser Mohon Untuk memberi Tanda/Hastag #kaskuseract sebelum judul story origin kaskuser. Contoh : Prasta Petrus Story #kaskuseract
Indeks Story
Prolog
File 001 : Penembak Misterius
File 002 : Untold
File 003 : Kontradiksi
Act 1 : Petrus origin
File 004 - Identity
File 005 - Peluru Perak
File 006 - MO
File 007 - Misi
File 008 - Hunt or Hunted
File 009 - Like A Ghost
File 010 - HELL
File 011 - Srigala Berbulu Domba
File 012 - Safe House
File 013 - Sexy Succubus
File 014 - Place where Hades Hide
File 015 - Bloody Joker
File 016 - Bet?
File 017 - Heritage
File 018 - Immortal Fighter
File 019 - Torture
Act 2 : Petrus New Wave
Act 3 : Petrus Final Act
Kaskuser Act
Quote:
l13apower : Part 1
l13apower : Part 2
l13apower : Part 3
l13apower : Part 4
l13apower : Part 5.1
l13apower : Part 5.2
l13apower : Part 6
l13apower : Part 7
l13apower : Part 8
l13apower : Part 9
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh clowreedt 12-06-2016 21:41
Gimi96 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
53.4K
Kutip
272
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
clowreedt
#21
Spoiler for File 004 - Identity:
“Nyet!!! monyet!!! Bangun nyet!!!!” Ria berteriak-teriak dari luar pintu kontrakan Reza. Jam masih menunjukkan pukul 05.04 pagi.
Dengan sedikit malas Reza bangun dari tidurnya, berjalan gontai menuju arah pintu dan membukanya dan menemukan Ria sedang berdiri didepan pintu. “Ngapain pagi-pagi dah disini?”
Ria nampak malu, wajahnya memerah, diapun memalingkan wajahnya. “Loe santai aja dong, itu pistol loe simpen dulu. Baru datang da ditodong pake gituan”
“Anj*ng!!” Reza bergegas menutup kembali pintu menyadari dia keluar cuma pake boxer doang dan dengan “pistol” yang sedang menegang. Buru-buru dia pake celana panjang dan kaos seadanya, matanya masih nampak merah karena kurang tidur. Dari dalam masih terdengar suar ketawa Ria yang cukup kencang. Setelah Reza membasuh wajahnya yang kusut dengan air dari wastafel Reza kemabali membuka pintu dan mempersilahkan Ria masuk.
“Ngapain pagi-pagi dah nyampe sini Ri? Gak biasanya”
“Mata loe merah amat? Begadang lagi loe di café?”
Reza Cuma tersenyum, pekerjaan sambilannya di café memang sering kali membuat dia harus begadang hingga subuh menjelang terutama dimalam minggu seperti tadi malam.
“Iya, biasalah malam minggu. Café lagi rame. Nah loe ngapai pagi-pagi dah disini?”
“Oh iya. Hampir lupa. Semalam ada kasus penembakan lagi dikawasan pelabuhan. Temenin gue kesana ya nyet. Pliss” Rengek Ria
“Ngehek loe, gue belum tidur nih”
“Ayo lah nyet. Gue bikinin kopi deh biar gak ngantuk loe” Ria masih terus merengek
Terpaksa dibalas oleh Reza dengan anggukan. Reza sebenernya malas mengantar Ria kesana karena kalaupun benar ada kasus penembakan lagi semua area pasti sudah di sterilisasi dari warga sipil dan di segel dengan police line. Tidak bakal banyak yang bisa di lihat oleh Ria, tapi percuma juga dia menolak permintaan Ria yang keras kepala itu. Dia bakal terus merengek sampai permintaannya di turuti. Bagi Reza daripada berdebat dengan cewek keras kepala seperti Ria mendingan menguras sumur timba pake gelas. Sama aja capeknya.
Wajah Ria kini jadi berbinar-binar. Dia melangkah menuju dapur dan menyalakan kompor dan merebus air untuk membuat kopi. Dikontrakan Reza sebenarnya ada dispenser buat bikin air panas, tapi Ria dah hapal betul kebiasaan Reza yang paling gak suka dengan kopi yang di seduh pakai air dispenser. Rasanya gak enak katanya, beda dengan air rebusan sendiri. Karena pekerjaanya di Café Kopi milik Tio menjadikan Reza agak pemilih tentang rasa kopi yang dia minum.
“Nyet Mandi sono! Kelamaan ntar kalau loe mandinya nungguin nih kopi”
“Males ah, lagian tadi juga udah cuci muka. Cowok ganteng kek gue mah gak usah mandi, yang penting wangi”
“Iya dah, semerdeka-merdeka loe aja monyet”
Reza masih duduk santai di depan tivi menunggu kopi yang sedang dibuat oleh Ria. Kontrakan Reza ini kecil namun cukup nyaman. Kontrakan berupa rumah satu kamar tidur dengan sebuah ruang cukup lebar dibagi menjadi ruang tamu dan dapur. Kamar mandi jadi satu didalam kamar tidur.
Reza tinggal sendirian dan sudah mandiri sejak orang tua-nya meninggal disusul wafatnya kakeknya ketika dia masih SMA. Selama ini dia menghidupi dirinya sendiri dengan berganti-ganti pekerjaan sampai akhirnya berkeja di café kopi milik Tio.
“Nih nyet, kopi loe” Ria menyerahkan scangkir besar kopi kepada Reza. Reza memutar-mutar sejenak kopi dihadapan hidungnya mencium aroma kopi hangat buatan Ria yang kemudian dia minum beberapa teguk.
“Buruan di abisin nyet trus berangkat”
“Sabar bisa kali, lagian kok loe gak minta dianter Angga aja?”
“Udah berangkat dia, sebenernya dah ngelarang gue kesana sih, tapi gue pengen liat langsung TKP-nya.”
Reza kali ini hanya menggeleng mendengar jawaban dari Ria. Di teguknya lagi kopi yang masih agak panas itu kemudian berdiri mengambil tas slempang yang entah isinya apa dan mengajak Ria berangkat. “Yuk berangkat”.
Reza mengeluarkan Vespa butut-nya dari garasi ketika dilihatnya ada mobil merah nangkring dijalan depan kontrakannya. “eh oneng loe bawa mobil?”
“eh iya… hahahaha, lupa..” jawab Ria dengan polosnya.
“Yaudah gue balikin dulu nih vespa butut ke dalem”
“Gak usah nyet, pake vespa loe aja kita-nya”
“Lah mobil loe?”
“Titipin ke Café-nya Tio aja gimana? Lagian susah bawa mobil ke TKP yang lagi rame gitu”
“Oke oke, yaudah loe berangkat duluan aja sonoh, ntar gue susul. Gue mau mampir ke swalayan dulu soalnya”
“Oke bos!!”
Ria menjalankan mobilnya menjauh dari kontrakan Reza. Reza sendiri masih sibuk men-stater vespa bututnya yang setelah beberapa lama di-kick baru bisa nyala. Sebelum berangkat dia sempatkan mengirim sms kepada Tio, pemilik café tempatnya bekerja untuk memberi tahu tentang Ria yang sedang perjalanan kesana dan memintanya menemani selama dia belum sampai ke Café.
***
Sekitar 15 menit kemudian Ria sudah sampai di Café Kopi milik Tio. Dia segera memarkir mobilnya dan masuk ke Café. Dilihatnya Tio yang sudah mengenakan Pakean barista lengkap dengan kopi bertuliskan Café Kopi.
“Eh ya dah sampai. Nyari tempat duduk aja dulu, bentar lagi Reza dateng katanya”
Ria melempar senyum kepada Tio yang masih sibuk membuatkan pesanan. Dia memilih sebuah tempat duduk dekat jendela di bagian kanan Café, tempat favouritenya kalau dia lagi ngopi disana. Dari tempat duduknya dia bisa melihat kearah jalan yang nampak mulai padat oleh para pekerja yang berangkat ke kantor. Gak ada yang berubah, padahal semalam baru saja terjadi pembunuhan oleh penembak misterius. Mungkin memang akan berbeda jika keberadaan para petrus itu diketahui oleh masyarakat. Ria kembali teringat tentang perdebatannya dengan Angga beberapa waktu yang lalu.
Terdengar suara cangkir kopi diletakkan ke meja menyadarkan Ria dari lamunannya. Didepannya kini ada Tio dan secangkir kopi hangat yang sepertinya disajikan untuk Ria. “From the house”
Ria mengambil cangkir kopi hangat itu dan segera meminumnya. “Enak…” puji Ria kemudian.
“Iya dong, Gue yang bikin ya pasti enak” Tio nampaknya jadi besar kepala kopi buatannya dipuji oleh cewek secantik Ria.
“Kok jaga sendiri yo?”
“Iya, kan Reza pulang, ya gini sendirian gue di Café kalau lagi gak ada dia”
“Lah loe napa gak nambah pegawai aja? kan susah kalau Cuma berdua doang loe ama Reza”
“Kenapa? Loe mau daftar? Mayankan Café gue jadi ada daya tarik lebih, baristanya cewek cantik kek loe.”
“Berani bayar berapa loe?”
Merekapun tertawa tergelak, beberapa pelanggan yang duduk di sisi lain café memandang mereka bingung dengan apa yang jadi perbincangan mereka berdua, atau tepatnya apa yang bisa membuat Ria jadi tertawa tergelak seperti itu. Saat tertawa mereka mulai mereda nampak Reza akhirnya sampai dan sedang memarkirkan Vespanya di halaman.
“Reza dah dateng tuh, Gue ke belakang dulu ya”
“Oke Yo, thanks ya Kopinya”
Tio berpapasan dengan Reza saat berjalan menuju Mini bar-nya yang berada tepat didepan pintu masuk. Mereka berdua melakukan toss, dan melanjutkan perjalanan mereka masing-masing. Reza yang akhirnya sampai di meja Ria langsung mengambil cangkir kopi yang terletak dimeja dan meminumnya.
“Eh monyet, kopi gue tuh”
“Brisik! Masih ngantuk gue. Mau loe gue nyetir sambil ngantuk?”
Saat cangkir kopi yang diminum Reza kembali keatas meja kopinya sudah habis, Ria hanya bisa manyun.
“yuk ah, cuss… keburu ngantuk lagi gue” ucap Reza tanpa rasa bersalah
“Yo gue nganter nih anak kampret dulu ya”
“Yoi, ati-ati Za”
Ria akhirnya berjalan mengikut di belakang Reza. Sambil masih tetep manyun, gak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sampai di Motorpun saat Reza memberinya helm dia masih manyun menatap Reza penuh dendam. Karena ketika Reza menyodorkan helm Ria tidak bergeming akhirnya dia juga yang memakaikan helm itu dikepala Ria. Baru Ria mau ngomong Reza langsung menutup kaca helm membuat Ria kembali terdiam.
“Udah naik, keburu siang, ntar panas di jalan” perintah Reza. Ria tidak bergeming, dia malah berdiri mematung, menyilangkan tangan. Reza akhirnya salah tingkah juga ngeliat kelakuan Ria yang lagi ngambek.
“Hadeh, iya deh iya.. maaf ya nona cantik, yuk berangkat.. nanti om traktir kopi kalau pulang” bujuk Reza.
“Nah gitu dong…” Muka Ria tetiba langsung kembali cerah.
“Hadeh, dasar nona kampret” bisik Reza pelan.
“Ngomong apaan loe??” Ria kembali mendelik.
“Nggak papa non, mari…” Reza tersenyum garing. Ria akhirnya menaiki vespa butut milik Reza dan pergi menuju ke daerah pelabuhan tempat kasus penembakan semalam.
Diseberang jalan, tidak jauh dari mereka seseorang dengan motor sport dan pakaian serba hitam, diam-diam Mengawasi. Sesaat setelah Reza memacu vespanya, orang tersebut mengikuti dari belakang dengan tetap menjaga jarak aman dari Ria dan Reza.
Reza mengendarai motornya melewati tugu muda kemudian lanjut kearah Stasiun Tawang lalu lanjut menuju Tanjung Mas. Untung saat ini sedang musim panas sehingga jalan-nya tidak banjir. Daerah kota lama semarang merupakan daerah rob sehingga biasanya digenang air ketika musim penghujan. Reza sendiri mengendarai kendaraanya dengan pelan karena memang Vespa bututnya tidak memungkinkan untuk dipacu dalam kecepatan tinggi.
Tidak kurang 20 menit yang dihabiskan Reza dan Ria dalam perjalanan. Sampai di TKP disalah satu sudut Tanjung mas diantara tumpukan container telah di padati oleh para wartawan yang terhalang oleh police line. Agak jauh didepan terlihat Angga dan beberapa polisis lain masih melakukan penyelidikan. Sudah tidak ada mayat korban disana, mungkin sudah dibawa ke Rumah Sakit untuk di autopsi.
Ria segera turun dari vespa dan berlari bergabung berdesak-desakan dengan wartawan dan warga yang heboh ingin melihat tkp secara langsung sama seperti dia. Reza sendiri memilih untuk duduk di vespanya sambil mengupas permen lollipop yang tak lama kemudian sudah masuk ke mulutnya yang terasa asam karena tidak merokok.
Tiba-tiba kerumunan orang-orang yang menonton dan para wartawan itu mulai bergerak mundur. Angga dan beberapa polisi berjalan meninggalkan TKP di-ikuti para wartawan yang mengerubutinya. Terlihat Angga cukup kualahan dengan banyaknya wartawan tersebut, nampak tidak hanya wartawan dari TV nasional, tapi juga wartawan bodrex yang memburu Angga sekedar melemparkan pertanyaan-pertanyaan klise tentang pembunuhan. Ria sendiri terbawa arus masa terdorong-dorong kerumunan hingga akhirnya ditarik Reza.
“Makasih ya nyet, sial ampe sesek gue”
“Sukurin! Dapet apaan loe?”
“Dapet pelototan mata dari Angga, keknya entar pulang gue bakal di les-in sama dia”
“Dia tahu gak gue yang nganter loe dimari?”
“Palingan tahu, lagiankan emang kalau gue keluar-keluar kalau gak ma dia juga sama elo”
“Anjirr mampus gue, loe sih ah..” Reza geleng-geleng menerima nasib bakal kena semprot dari Angga.
“Yaudah yuk pulang aja, daripada Angga makin marah” ajak Reza.
“Ntar dulu nyet, anter gue ke satu tempat lagi”
“Mau kemana lagi Oneng…”
“Ke kota lama, tempat penembakan jekro”
“Gila loe, ogah gue…”
“Yaudah kalau loe gak mau gue bisa berangkat sendiri..” Ria menggunakan jurus andalannya, membuat Reza tidak berkutik dan terpaksa mengangguk mengantarkan Ria. Reza tahu benar kalau dia menolak maka Ria pasti akan berangkat sendiri, emang begitulah kelakuan Ria. Keras kepala.
Reza kembali menjalankan kendaraanya menyusuri jalan yang padat didaerah semarang menuju kota lama. Dia memarkirkan kendaraannya di sebuah minimarket beberapa puluh meter dari bangunan rumah sakit yang belum jadi yang dipercaya Ria sebagai tempat si Penembak misterius mengeksekusi Geng jekro. Pembangunan gedung rumah sakit ini nampaknya mandek, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 siang tapi tidak ada satupun pekerja bangunan di lokasi, penjaga pun tidak ada. Mereka harus berjuang melewati beberapa tumpukan material bangunan dan sebuah anak tanggak yang belum sepenuhnya jadi.
Kini Reza dan Ria sudah berada di atap bangunan rumah sakit. Atapnya cukup luas, tidak ada apa-apa selain tumpukan cat yang tergeletak di pojokan dekat tangga. Ria kemudian berjalan kearah salah satu sudut yang mengarah ke tempat pembunuhan geng jekro.
“Gue Lihat kemaren dari sini asal tembakannya”
Reza memeriksa sekitar, tidak menemukan apapun. Mungkin sebelumnya ada petunjuk namun pasti sudah di setrilisasi polisi ketika penyelidikan. Tiba-tiba Reza dikagetkan dengan sebuah pantulan cahaya dari gedung seberang.
“Awas!!!!” seseorang berteriak di belakangnya.
Mata Reza menyipit, segera dia berlari kearah Ria, menarik dan menjatuhkannya ketanah sebelum akhirnya menindih untuk melindunginya. Terdengar beberapa kali tembakan dari arah gedung seberang, sedangkan beberapa meter disampingnya Reza melihat seseorang yang menggunakan jaket hitam membalas tembakan-tembakan tersebut sambil bersembunyi di balik anak tangga.
Beberapa saat kemudian sudah tidak ada lagi suara tembakan. Terdengar teriakan kepanikan dijalan dibawah gedung. Di atap gedung sebelah sudah sepi tidak ada orang, sedangkan pria berjaket hitam yang sebelumnya bersembunyi di balik anak tangga kini sudah naik ke atap,
Pria berjaket hitam itu mengulurkan tanganya kepada Reza membantunya berdiri, samar-samar Reza bisa melihat sebuah tattoo bergambar burung hantu dalam lingkaran di lengannya.
“loe gak papa?” ujar pria itu sambil menarik tangan Reza.
“Iya gak papa”
“Temen loe?”
“Gak papa keknya, cuma shock. Loe? Polisi?”
“Macam itulah, mending cepet loe tinggalin tempat ini, bisa bahaya kalau sampai ketahuan ada warga sipil terlibat adu tembak di tempat umum kek gini”.
Reza mengangguk mengerti, Setelah membantu Ria bangun dia segera memapahnya menuju tangga “Makasih…”
“Prasta, Nama gue Prasta”
“Oke Prasta, Kalau sempet mampir ke Café Kopi tempat gue kerja gue traktir kopi”
“Dia tahu gue ngebuntutin mereka dari pagi, sekarang malah nyuruh gue ke Cafénya. Menarik.” Prasta bergumam. Dilihatnya Reza dan Ria yang kini mulai menghilang menuruni anak tangga turun dari bangunan rumah sakit.
Sekitar lima belas menit kemudian satuan kepolisian baru sampai di TKP dan tidak menemukan apapun. Lamanya polisi untuk mencapai tempat perkara menjadi kemudahan tersendiri bagi Reza dan Ria pergi untuk meninggalkan TKP. Mungkin ada satu atau dua orang saksi yang menyaksikan mereka keluar dari gedung, Reza hanya berharap suasana chaos yang ada di bawah bisa menyamarkan mereka.
***
Jam di Café sudah menunjukkan pukul 01.15 pagi, Reza sudah selesai mebersihkan Café serta membuat laporan keuangan. Dia membaca lagi SMS dari Ria yang mengatakan dia baik-baik dan sedang isitrahat dirumah. Reza lega.
Kliting!! Terdengar lonceng berbunyi ketika pintu café yang di gantungi tulisan Closed dibuka dari luar. Prasta muncul dari balik pintu berbarengan dengan Tio yang turun dari lantai 2 café.
“Maaf mas, sudah tutup” sapa Tio dengan tersenyum.
“Gak papa yo, itu polisi yang nolong gue tadi siang” ujar Reza sambil masih mengelap gelas yang dirasanya masih kotor.
“Owh, ok Gue balik duluan ya. Jangan Lupa ntar di kunci Za”
“Oke bos!! Laksamanakan!”
Tio mengambil jaketnya kemudian berjalan menuju pintu melewati Prasta. “Silahkan masuk mas, santai aja”
“Oh iya mas, permisi” tampak Prasta agak canggung bertemu dengan Tio yang beberapa tahun lebih tua dari dia. Prasta yang baru berumur awal dua pulahan sedangkan Tio sudah menuju kepala tiga.
“Duduk dulu aja pras, gue bikini kopi” ujar Reza mempersilahkan duduk, yang kemudian memulai memanaskan air untuk membuat kopi.
“Oke, jangan terlalu manis ya Za” Prasta duduk disalah satu bangku yang kosong dekat dengan minibar tempat Reza membuat kopi. Dia mengelarkan sepucuk pistol dan meletakkannya diatas meja.
Reza yang baru selesai membuat kopi untuk Prasta membeku sejenak dalam perjalanannya menuju meja saat melihat pistol yang di letakkan di meja oleh prasta, namun kemudian dia melanjutkan langkahnya menghidangkan kopi untuk prasta dan satu untuknya.
“Loe gak kek polisi pras”
“Ya gitu deh, gue beneran polisi kok, tapi ya mungkin gak sama dengan polisi yang sering loe temuin aja” ujar Pras berusaha mendominasi. Standar gaya bicara polisi berusaha mendominasi percakapan.
“Densus ya, keren masih muda dah masuk densus” Reza mulai menyeruput kopinya.
“Eh? Tahu to?”
“Iya tadi siang sempet liat tattoo loe pas bantu gue berdiri”
“Oh ya ya ya, Cafenya keren ya Za... Dah lama za kerja disini?”
“Ya gitu deh pras, dah lumayan 4 tahunan”
“Kalau jadi petrus sudah berapa lama za?”
jiyanq memberi reputasi
1
Kutip
Balas