Kaskus

Story

clowreedtAvatar border
TS
clowreedt
Petrus Trilogi, Indonesian Action Thriller Story
Quote:


Spoiler for Interaktif Story For Kaskuser:


Indeks Story

Prolog
File 001 : Penembak Misterius
File 002 : Untold
File 003 : Kontradiksi

Act 1 : Petrus origin
File 004 - Identity
File 005 - Peluru Perak
File 006 - MO
File 007 - Misi
File 008 - Hunt or Hunted
File 009 - Like A Ghost
File 010 - HELL
File 011 - Srigala Berbulu Domba
File 012 - Safe House
File 013 - Sexy Succubus
File 014 - Place where Hades Hide
File 015 - Bloody Joker
File 016 - Bet?
File 017 - Heritage
File 018 - Immortal Fighter
File 019 - Torture

Act 2 : Petrus New Wave

Act 3 : Petrus Final Act


Kaskuser Act
Quote:


Quote:


Quote:


Quote:


Diubah oleh clowreedt 12-06-2016 21:41
RideatInFinemAvatar border
someshitnessAvatar border
Gimi96Avatar border
Gimi96 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
53.4K
272
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
clowreedtAvatar border
TS
clowreedt
#1
File 001 : Penembak Misterius

“Nggak, aku gak percaya kalau mereka orang jahat, mungkin mereka kejam karena membunuh orang tanpa pengadilan yang layak, tapi tujuan mereka baik. Mereka ingin menjaga agar republic ini aman dari para penjahat jalanan” Ria bersungut-sungut.

“Apapun alasannya membunuh orang kemudian meninggalkan mayatnya di tempat umum atau lorong-lorong sempit tidak bisa dibenarkan. Mereka telah menciptakan terror di masyarakat. Apalagi cara mereka menghukum para criminal itu sangat tidak berperikemanusiaan.” Angga tidak mau kalah.

“Faktanya serangan mereka yang membabi buta itu membuat banyak warga sipil yang terluka. Gak sedikit yang nyawanya melayang di tangan para petrus. Ah sudahlah, kenapa kau harus merusak suasana makan malam kita dengan argumentmu tentang para petrus bodoh itu. Mereka sudah menghilang lebih dari 25 tahun yang lalu” lanjut Angga berusaha menyelesaikan perdebatan.

Petrus adalah sekelompok penembak jitu yang tak segan-segan membunuh para penjahat atau preman yang sedang melakukan kejahatan di jalanan. Tidak ada yang tahu, siapa dan darimana asal para petrus itu. Mereka muncul tak lama setelah terjadi kerusuhan di salah satu penjara terbesar di jawa timur pada awal pemerintahan presiden Soeharto yang membuat sebagian besar napi kelas kakap kabur.

Tingkat kriminalitas jalanan meningkat drastis. Penjambretan, pemerkosaan, perampokan semakin marak. Tidak ada yang aman dijalan. Berpergian malam sama saja dengan perjudian nyawa.

Kemudian para petrus muncul. Para pelaku kejahatan jalanan yang mulai menjamur di hampir seluruh propinsi di Indonesia satu persatu tumbang tertembus peluru. Mayatnya dibiarkan tergeletak dijalan, di masukkan kedalam tempat sampah, di bungkus karung, atau di tinggalkan di lorong-lorong yang gelap. Kemunculan para petrus nampaknya menargetkan para pelaku kejahatan jalanan, penjambret, pencopet, juga orang-orang bertato yang sangat identik dengan premanisme. Namun kemunculannya yang sangat misterius serta cara mereka menentukan target operasi penembakan yang tidak jelas menjadi terror mengerikan bagi siapapun termasuk juga warga sipil yang tidak melakukan tindakan kejahatan jalanan sekalipun.

Mereka muncul tidak lebih dari dua bulan, tetapi efeknya luar biasa. Kejahatan menurun. Preman dan orang-orang bertato tidak berani keluar kejalan. Setelah para narapidana pelarian penjara satu-persatu berhasil kembali ditangkap dan dimasukkan kepenjara,para petrus menghilang dari Republik Indonesia. Banyak yang bersukur, kemunculannya menjadi teror tersendiri bagi para preman, tapi tidak sedikit yang kontra karena tindakan para petrus sendiri sangat sadis dan tidak berperikemanusiaan.

Mata Ria masih berapi-api “Kalau saja para polisi waktu itu bertindak lebih tegas dalam menghadapi Napi-napi yang kabur dari penjara, tentu petrus tidak akan muncul. Mereka itu adalah bentuk kekhawatiran masyarakat yang takut terhadap teror para pelaku kriminal.”

“Kami para polisi memiliki peraturan kami sendiri. Kami tidak asal tembak dijalan. Kami hanya menghukum mereka yang benar-benar dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang syah dan diakui oleh Negara.” Suara Angga meninggi.

“Toloooongg!!!! Jambret!!!” seorang ibu –ibu diseberang jalan tempat makan Angga dan Ria berteriak dalam posisi tersungkur ditanah tak jauh darinya terlihat seorang lelaki menggendong tas jinjing berwarna merah emas berlari menjauh.

“Kamu tunggu disini ya, biar aku kejar jambretnya” Angga berlari mengikuti jambret itu memasuki lorong di antara gedung-gendung pencakar langit. Penjambret itupun berlari didepannya sambil sesekali memungut segala macam barang yang dia temukan kemudian melemparnya kearah Angga yang semakin mendekat mengejarnya. Ria sendiri sudah tidak nampak di restoran tempat dia makan malam bersama Angga. Sejurus setelah Angga berlari mengejar penjambret ke dalam gang, Ria meninggalkan beberapa lembar uang ratusan ribu dan melangkah mengikuti arah Angga berlari.

Aksi kejar mengejar di lorong-lorong kota itu terhenti ketika penjambret sudah memasuki daerah kumuh dipinggiran kota. Angga melompat merobohkannya berusaha merebut tas merah emas yang ada ditangannya. Baku pukul tidak terhindarkan lagi. Angga seorang polisi yang sudah sangat terlatih dalam bela diri karate terlihat lebih unggul dalam pengalaman. Tak kurang dia setidaknya membuat si penjambret itu tiga kali jatuh tersungkur karena pukulan dan tendanganya.

Sudah pasti kalah, penjambret itu melempar tas hasil jambretanya, sembari berlari menjauh dari Angga. Angga sendiri yang sempat lengah karena menghindari lemparan tas yang menuju tepat kewajahnya telat menyadari si penjambret telah kembali berlari memasuki lorong-lorong gedung kemudian menghilang dalam kegelapan.

Angga geram karena gagal menangkap penjambret itu. Dipegangi pipinya yang agak membengkak karena sempat terkenal pukulan sambil dia memungut tas merah emas.

Saat dia berbalik hendak kembali ke restoran tempat dia makan dia melihat Ria sedang tak berdaya. Dia disandra oleh seseorang berpostur tinggi besar membawa belati yang siap menggorok leher kekasihnya.

“Serahkan Tas itu, atau kugorok leher pacarmu” hardik Pria itu, disampingnya seorang laki-laki lain yang sangat dikenal Angga tersenyum sinis si penjambret yang kabur.

“Kalian berdua tidak tahu malu, beraninya menyandra wanita” Angga melemparkan tasnya kearah penjambret dan Pria berbadan besar.

“Berdua? Sepertinya kamu salah hitung” pria berbadan itu tersenyum sumringah, dari belakangnya keluar empat pria lain membawa tongkat besi dan pisau.

“Sudah terlambat untuk menyesal, karena tingkahmu yang sok pahlawan itu kini kamu harus menjalani hukuman yang pahit. Mati!!!” pria besar itu memberi kode pada anak buahnya untuk menghajar Angga.

Dengan Ria adanya sebagai Sandra si pria berbadan besar, Angga tidak bisa mengambil resiko untuk melawan. Dia hanya berusaha melindungi dirinya dengan tanganya atau sesekali menghindar untuk menepis pukulan dan tendangan yang datang. Tapi bahkan seorang yang ahli di seni bela diri seperti Angga akan sulit bertahan melawan 4 orang sekaligus.

“DOOOR!!!!” terdengar suara tembakan, sejurus kemudian Pria besar itu ambruk bersimbah darah. Di dahinya terlihat sebuah lubang tertembus peluru. Tembakan pertama itu langsung disusul dengan tembakan ke dua, sampai ke lima. Preman-preman yang awalnya mengkeroyok Angga tumbang satu persatu, menyisakan si penjambret yang berdiri disamping Ria.

Penjambret itu shock ketakutan, wajahnya pucat. Setengah sadar dia berbalik berniat melarikan diri masuk ke lorong bersembunyi, tapi terlambat. Satu buah tembakan lain menyusul mengenai bagian kepala belakangnya. Dia terjerembab setelah beberapa saat tubuhnya mengejang bergetar dia tewas.

Ria terduduk lemas, Angga dengan cepat menghampiri dan menopangnya. Mereka masih belum bisa benar-benar mencerna peristiwa yang baru saja mereka alami. Beberapa saat kemudian ketika kesadaran Ria sudah mulai kembali dari Shock jari telunjuknya menunjuk kearah sebuah gedung dua lantai yang tidak terpakai.

“Seseorang menembak dari arah gedung itu, aku sempat melihat percikan api dari senjata yang dia gunakan, diatap gedung itu,” Ria berbicara dengan nada bergetar.

“Tidak mungkin, gedung itu berjarak hampir satu setengah kilo dari sini, dan ini malam hari, tidak mungkin seseorang menembak dari jarak itu” Angga tidak bisa percaya dengan yang dikatakan oleh Ria.

“Ada… ada orang-orang yang bisa menembak dari jarak jauh di malam hari seperti yang ini..” Ria mengalihkan pandanganya ke pada Angga.

Angga sendiri nampak gusar “Maksudmu… mereka??”

Ria Mengangguk “iya…. petrus…..”

20 menit kemudian tempat itu sudah di penuhi oleh polisi, petugas medis dan wartawan. Angga dan Ria sedang berada dalam perawatan staff medis ketika seorang berjaket kulit dan di perkirakan oleh Ria berumur sekitar 45 tahun menghampiri mereka. Angga dengan sigap berdiri dan memberikan hormat. Dari dalam jaket kulitnya sedikit mengintip baju yang di kenali Ria sebagai seragam polisi dan melihat respon Angga yang langsung berdiri dan memberikan hormat menunjukkan kalau orang tersebut memiliki jabatan yang tinggi di kepolisian, mengingat Angga sendiri memiliki pangkat yang cukup tinggi di kepolisian.

Pria berjaket kulit tersebut kemudian membalas hormat Angga yang kemudian kembali menurunkan tangannya di ikuti dengan angga yang juga menurunkan tangannya dari sikap hormat. “ Angga bisa jelaskan kepada saya bagaimana kronologi kejadiannya? “

“ Siap pak! Saya dan tunangan saya sedang makan malam di restoran ketika tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang berteriak karena telah di jambret. Saya sesegera mungkin berlari mengikuti penjambret tersebut memasuki gang, hingga sampai di tempat ini.” Angga berusaha menjelaskan kronologi kejadian yang baru saja menimpanya dengan Ria

“lanjutkan” perintah si pria berjaket kulit

“didalam gang ini saya berhasil merebut kembali tas yang telah di jambret, namun ketika si penjambret saya kira telah kabur ternyata dia kembali ditemani beberapa orang lain dan juga salah satu dari mereka yang berbadan besar manjadilkan tunangan saya sebagai Sandra sehingga saya tidak bisa melawan.”

“ lalu bagaimana mereka pada akhirnya tewas tertembak peluru tepat dikepalanya? “ Tanya pria berjaket kulit menyelidik

“Tunangan saya melihat semacam percikan api dari sebuah tembakan yang berasa dari atap gedung sebelah sana pak. Seorang penembak jitu yang bisa menembak dari jarak jauh dimalam hari“ Angga menunjuk kearah sebuah gedung yang berjarak kurang lebih 1,5 km dari posisi mereka. Gedung itu sendiri masih dalam tahap konstruksi dan di rencakan dibangun sebagai sebuah rumah sakit.

Si pria berjaket kulit itu kemudian mengangguk mengerti “ Tunanganmu siapa namanya? ”

“Ria pak”

Si pria berjaket kulit tersebut mengalihkan pandanganya kepada Ria “Mbak Ria, saya tahu saat ini anda masih shock terhadap apa yang terjadi karena itu untuk mencegah keadaan menjadi lebih buruk, sebaiknya anda tidak memberikan pernyataan apa-apa terhadap media.”

Mendengar kata-kata si pria berjaket kulit tersebut si Ria geram “ Maksud bapak apa berbicara seperti itu kepada saya?”

“Seperti yang saya katakan, saat ini anda sedang shock dan tidak bisa berpikir jernih terhadap apa yang terjadi, saya tidak mau anda justru akan memberikan informasi yang salah dan justru memperburuk keadaan dan menimbulkan kepanikan di masyarakat tentang cerita seorang penembak jitu yang menembak mati 5 orang penjahat jalanan.” Si pria berjaket kulit itu berkata dengan dingin kemudian berbalik hendak meninggalkan tempat Angga dan Ria di rawat.

“Saya tahu yang saya liat dan anda tidak bisa melarang saya untuk berbicara kepada media tentang apa yang sebenarnya terjadi”

Si pria berjaket kulit kemudian berhenti dan berbalik melihat Ria yang sedang berdiri sambil menunjukkan wajah yang penuh amarah. Si pria berjaket kulit tersebut kemudian mengalihkan pandangannya kepada Angga “Saudara Angga, anda seorang polisi, anda tahu prosedurnya, tolong anda jelaskan kepada tunangan anda dan biarkan saya mewakili pihak kepolisian yang memberikan keterangan terkait kasus ini.”

Angga kemudian mengangguk dan memberikan hormat “Siap pak”

Si pria berjaket kulit tersebut kembali berbalik dan melanjutkan berjalan di ikuti seorang yang nampaknya adalah ajudannya menuju mobil dan langsung meninggalkan tempat kejadian perkara.

Ria sendiri kemudian diminta tim medis untuk menaiki ambulance untuk kemudia dibawa kerumah sakit guna mendapatkan perawatan lebih lanjut karena goresan pisau di leher yang tidak disadarinya setelah perdebatan kecilnya dengan si pria berjaket coklat serta bagaimana malam ini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri sebuah aksi luar biasa seorang penembak jitu yang bisa menembak dengan akurat dari jarak jauh di tengah kegelapan malam. Sebuah kejadian mengerikan yang di yakininya dilakukan oleh anggota penembak misterius atau lebih di kenal dengan istilah petrus.
jiyanq
jiyanq memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.