- Beranda
- Stories from the Heart
Aku pergi sebentar, boleh?
...
TS
201192
Aku pergi sebentar, boleh?

Quote:
INDEX:
SATU : Ve !!!
DUA : Kak Tama
TIGA : Diam
EMPAT : Coklat
LIMA : Break Up Lexa !
ENAM : Boleh Aku Bertanya Sesuatu?
TUJUH : Tadaima
DELAPAN : Gadis Coklat
SEMBILAN : Api Cemburu
SEPULUH : Bad Day
SEBELAS : Terbongkar !!!
DUA BELAS : Revenge
TIGA BELAS : Flashback
EMPAT BELAS : Nyaman
LIMA BELAS : PUTUS
ENAM BELAS : Perkenalan
TUJUH BELAS : Akhirnya
DELAPAN BELAS : Jarak
SEMBILAN BELAS : Mayumi Baskara
DUA PULUH : Suci atau Shinta ?
DUA PULUH SATU : It's Final Choise
DUA PULUH DUA : Itu Nyata
DUA PULUH TIGA : Kecerobohan Mayu
DUA PULUH EMPAT : Terlalu berharap
Quote:
Polling
0 suara
LANJUT ??
Diubah oleh 201192 25-10-2017 22:54
anasabila memberi reputasi
1
89.5K
500
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
201192
#161
SEPULUH : Bad Day
2 Bulan yang lalu, Tante Rose, kakak kandung papah Venus berkunjung dan memberikan Venus "oleh-oleh" seekor anak kelinci ras Lyon. Sontak kegembiraan terlihat Venus saat menerima peliharaan barunya itu. Coki, saat ini kelinci itu terkubur di taman dekat rumah Venus, beberapa kali Venus mengunjungi makam kecil itu belakangan ini.
"Mbak" Panggil Hilman, anak tetangga depan rumah Venus ketika Venus pulang sekolah.
"Ada apa dek?"
"Tadi kelinci mbak, si Ciko maen keluar pager, terus ada motor yang. . . ."
"Cukup Hilman" Venus memucat dan lalu hanya bisa terdiam.
"Ini mbak, Hilman catet nomer plat motor yang lindes Coki" Sambil Hilman memberikan secarik kertas bertuliskan deretan angka dan huruf dari plat motor yang mengambil sebagian kebahagiaan kecilnya.
***
Setelah kepergian Ciko dan ditambah kejadian di Bandara, mendadak Venus berubah drastis menjadi seorang wanita pendiam. Rupanya hal ini terasa oleh Tiara.
Begitupun dengan sikap Venus yang masih berubah menjadi pendiam hari ini ketika menjelang pulang sekolah. Ketika Venus dan Tiara berkemas buku pelajaran dan bersiap pulang, tiba-tiba sekelebat bayangan Ryu dan Tama lewat depan kelas sambil bercanda, di belakangnya ada Lexa serta Shinta yang mengikuti.
Venus yang melihat Ryu lewat kelasnya tanpa menoleh ke arahnya langsung terduduk lemas dan menunduk.
"Ve, gimana nanti kita cari lagi kelinci pengganti Ciko?"
". . . . . ."
"Veeee,ngomong dong, jangan kaya gini terus, gue bingung" keluh Tiara.
"Ra, aku mau pulang sendiri, kamu duluan aja"
"Lo gapapa kan Ve?"
"Aku gak kenapa-napa kok Ra" jawab Venus sambil memaksakan senyum untuk Tiara.
"Yauda, gue duluan, kalo ada apa-apa lo hubungin gue ya"
Lalu Tiara meninggalkan Venus yang masih terduduk di dalam kelas.
Venus yang kini sendiri di dalam kelas hanya menelungkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya yang memanas.
"Aku kenapa?"
Terlintas bayangan pemandangan yang ia lihat tempo hari di Bandara, saat wanita cantik berambut perak itu mencium kening Ryu. Seketika itu pula dadanya langsung terasa sesak, sulit untuk Venus bernafas barang sejenak. Venus mengarahkan telapak tangannya ke dada kirinya yang kni berpacu kencang. "Apa ini?Aku sama sekali tak terluka, kenapa bagian ini terasa sangat sakit?". Dengan langkah gontai Venus beranjak keluar kelas. Tanpa ia sadari, 2 sosok mengikuti langkahnya di belakang.
Saat baru saja melewati gerbang sekolah tiba-tiba dibekap dari belakang.
"Hmmmfftt . . . . " Venus mencoba berontak, ketika tengkuknya dipukul benda tumpul, kesadarannya berangsur lenyap.
***
"Aduuuh" Venus mencoba membuka matanya, gelap dan pengap. Venus mencoba beradaptasi dengan keremangan cahaya di ruangan itu, lehernya terasa sakit, tapi ketika ia hendak mengusap tengkuk lehernya, Venus tersadar tangannya dan kakinya kini terikat.
Lamat-lamat terdengar percakapan 2 orang di luar ruangan.
"Kan lo ga mesti mukul pake balok kayu kaya tadi, kalo dia mati gimana?
"Ga bakal lah, gue mukul ga terlalu kenceng kok, massa iya mati, lo ga usah lebay deh".
Perempuan. Ya, perempuan, Venus menegaskan kembali pendengarannya. Kedua orang yang berada di luar ruangan pengap ini adalah wanita.
"TOLOOONG" Venus mencoba berteriak meminta pertolongan.
BRAKKKK, pintu ruangan terbuka.
"Ini dia, pramuria kita udah bangun" songsong Lexa di ujung pintu. Lalu Shinta terlihat di belakangnya.
"Kak Lexa" Suara Venus tercekat.
"Iya, ini gue, ga usah pura-pura amnesia lo", Lexa menghampiri Venus dan menjambak rambut Venus yang terkuncir ke belakang.
"Saa..sakkiiiit kak" Venus mengaduh saat Lexa menarik keras rambutnya ke belakang.
"Lex, lo jangan gila dong, gue takut nii" Saat Shinta melihat di tangan kiri Lexa terhunus sebilah cutter
"Lo diem aja Tha, gue mau bikin pecum satu ini tau apa akibatnya kalo berani berurusan dengan gue".
"Kkk..kkak, apa maksud Kak Lexa?" Venus terbata sambil meringis menahan sakit jambakan Lexa.
"Lo ga usah sok manis, lupa lo pernah nampar gue di cafe?! Di depan umum?! HAH!!" Teriak Lexa tepat di wajah Venus, diiringi suara nyaring tamparan ke pipi kanan Venus yang tanpa pertahanan. PLAAAKK
"Mmm...maf kak" Venus mulai terisak.
"Lo ga usah sok cengeng, mau nangis, teriak sekenceng apapun lo sekarang, ga akan ada yang denger" ujar sambil menuding kening Venus.
Memang keadaan Venus disekap sekarang ada di gudang olahraga lama sekolah yang terpakai, di seberang lapangan basket, jauh dari kelas.
"Kita liat apa pramuria kecil kita berani berulah lagi nanti" sambil memainkan bilah cutter di pipi Venus.
Venus hanya dapat memejamkan mata, dingin bilah cutter itu kini turun ke arah lehernya kini.
"Tenang Tha, gue ga bodoh buat bikin dia tergores atau mati sekarang" Lexa menenangkan Shinta yang terlihat mulai panik melihat ulahnya.
"Sekarang ga ada yang bisa lindungin lo, Ryu sekalipun". Bisik Lexa di telinga Venus.
Mendengar nama Ryu diucap Lexa, Venus kini mulai mengerti , kenapa alasan ia selalu merasa aneh jika di dekat pria itu.
CRRKKKK...CRKKKK...BREETTT......
Lexa mulai menyobek Rok SMA Venus acak sampai pangkal pahanya.
Dilanjut dengan baju SMA Venus yang Lexa sobek dengan cutter yang ia bawa.
Selesai melihat Venus yang acak-acakan, Lexa berdiri memegang lengan Shinta.
"Ayo kita pergi Tha" Lalu Lexa menoleh ke arah Venus yang terisak "Lo bisa berdo'a sekarang buat ditemuin siapapun, itu juga kalo lo ga diapa-apain, sekarang lu udah pantes jadi Pecun".
"Tapi Lex. . . . ." Shinta menoleh pada Venus yang terisak dengan keadaan yang menyedihkan. Rupanya Shinta mulai terenyuh melihat pemandangan ini.
"Lo mau juga gue bikin kaya dia?" Lexa menatap tajam Shinta.
Seketika iba Shinta berganti kengerian. "Ga Lex", Shinta menunduk.
"Ayo pergi, sebelum ada yang liat kita" Lexa mengambil langkah panjang di susul Shinta di belakangnya.
***
"Ok guys, ini mungkin latihan terakhir gue dan temen-temen kelas 3 di ekskul basket, gue harus fokus UN" Ujar Ryu pada anggota basket sekolahnya. "Gue harap kalian terus kompak dan ga usah kangen sama gue, ya walaupun gue tau ga bakal lagi ada ketua sekece gue"
HHHHHHHUUUUUUUU terdengat koor anggota basket sambil melempar bola latihan pada Ryu.
"Woy, woy. . . pada keroyokan nih bisanya".
- - - - - -
Setelah mereka latihan, Andi, adik kelas Ryu menghentikan langkahnya
"Kak, bola basket sekolah kurang satu" lapornya.
"Lo udah itung ulang?"
"Udah kak"
"Nilai matematika lo berapa?"
"Emang kenapa kak?"
"Ya siapa tau lo kekurangan daya hitung, hehehehe....yauda lo balik sana duluan sama yang laen, gue cari dulu sebentar bolanya".
"Yeee..enak aja, mentang-mentang pinter, yauda selamat mencari ya kak!" Jawab Andi sambil berlai menjauh dari Ryu.
"Wah kurang ajar tuh bocah" ucap Ryu, lalu ia melangkah ke lapangan basket.
- - - - - - -
"I got it!" Rupanya bola itu terlempar ke seberang lapangan, bola yang terdi dipakai anggota ekskul pada Ryu yang mengucapkan salam perpisahan yang nyeleneh itu.
"Tunggu sebentar, tumben pintu gudang ga rapet, Mang Dadang ga beres ni kerjanya". Ryu pun menghampiri gudang dan menutup pintunya.
"Wangi ini? Coklat" dengan rasa penasaran Ryu membuka sedikit pintu gudang.
"Uhuk-uhuk" Ryu terbatuk saat masuk gudang yang pengap dan berdebu itu"
Sedikit waktu untuk Ryu menemukan sakelar lampu ruang gudang lama, ia terkaget di tengah ruangan ada sesosok yang dikenalnya. Kuncir itu.
"VENUS SYAFITRI! Lo kenapa?" Ryu panik melihat keadaan Venus yang memucat dengan mata kosong. Ryu melihat jam tangannya, kini sudah jam 7 malam, dan Venus masih memakai seragam yang compang-camping dengan tangan dan kaki yang terikat.
Tanpa fikir panjang Ryu menggendongnya keluar ruangan menuju ruang UKS sekolah
"Lo pake ini dulu, kita pulang. Ryu memberikan setelan training dan jaket olahraga yang ada dalam tas basketnya, lalu Ryu keluar ruangan.
Sementara Venus hanya diam dan menuruti perkataan Ryu dengan tatapan kosong.
"Lo udah beres?" tanya Ryu di luar ruangan.
Tanpa suara Venus keluar ruangan dan sudah berganti training dan jaket olahraga Ryu.
"Ayo kita pulang" Ryu yang melihat keadaan Venus yang semrawut itu mengantarnya pulang.
***
Sesampainya di depan pagar rumah Venus, Ryu ikut turun dari motornya.
"Gue anter sampe dalem ya"
Venus hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
Baru saja 2 Langkah Venus berjalan membelakangi Ryu, tiba-tiba Venus berlari ke arah Ryu dan memeluk Ryu yang tercengang. DEG DEG DEG. Detakan Jantung Venus terasa di badan Ryu. Sebentar saja Venus merasakan nyaman dan sengatan listrik, tiba-tiba mata Venus memerah dan melepaskan pelukannya.
Mata Venus terus tajam melihat plat nomor motor Ryu. Lalu Venus terlihat sibuk mengeluarkan secarik kertas dari tasnya dengan tergesa-gesa.
PLAKK
Tamparan Venus telak pada pipi Ryu.
"JANGAN PERNAH DEKETIN DAN GANGGU AKU LAGI SELAMANYA" teriak Venus histeris sambil berlari masuk ke dalam rumah. Ryu hanya terkesiap dengan labilnya perubahan sikap Venus yang ia terima sambil memegangi pipinya.
- - - -
Tampak tidak jauh, orang dibalik kemudi itu berujar "ini belum cukup, sedikit lagi" sambil menyeringai ia melihat motor Ryu yang melaju meninggalkan rumah Venus.
"Mbak" Panggil Hilman, anak tetangga depan rumah Venus ketika Venus pulang sekolah.
"Ada apa dek?"
"Tadi kelinci mbak, si Ciko maen keluar pager, terus ada motor yang. . . ."
"Cukup Hilman" Venus memucat dan lalu hanya bisa terdiam.
"Ini mbak, Hilman catet nomer plat motor yang lindes Coki" Sambil Hilman memberikan secarik kertas bertuliskan deretan angka dan huruf dari plat motor yang mengambil sebagian kebahagiaan kecilnya.
***
Setelah kepergian Ciko dan ditambah kejadian di Bandara, mendadak Venus berubah drastis menjadi seorang wanita pendiam. Rupanya hal ini terasa oleh Tiara.
Begitupun dengan sikap Venus yang masih berubah menjadi pendiam hari ini ketika menjelang pulang sekolah. Ketika Venus dan Tiara berkemas buku pelajaran dan bersiap pulang, tiba-tiba sekelebat bayangan Ryu dan Tama lewat depan kelas sambil bercanda, di belakangnya ada Lexa serta Shinta yang mengikuti.
Venus yang melihat Ryu lewat kelasnya tanpa menoleh ke arahnya langsung terduduk lemas dan menunduk.
"Ve, gimana nanti kita cari lagi kelinci pengganti Ciko?"
". . . . . ."
"Veeee,ngomong dong, jangan kaya gini terus, gue bingung" keluh Tiara.
"Ra, aku mau pulang sendiri, kamu duluan aja"
"Lo gapapa kan Ve?"
"Aku gak kenapa-napa kok Ra" jawab Venus sambil memaksakan senyum untuk Tiara.
"Yauda, gue duluan, kalo ada apa-apa lo hubungin gue ya"
Lalu Tiara meninggalkan Venus yang masih terduduk di dalam kelas.
Venus yang kini sendiri di dalam kelas hanya menelungkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya yang memanas.
"Aku kenapa?"
Terlintas bayangan pemandangan yang ia lihat tempo hari di Bandara, saat wanita cantik berambut perak itu mencium kening Ryu. Seketika itu pula dadanya langsung terasa sesak, sulit untuk Venus bernafas barang sejenak. Venus mengarahkan telapak tangannya ke dada kirinya yang kni berpacu kencang. "Apa ini?Aku sama sekali tak terluka, kenapa bagian ini terasa sangat sakit?". Dengan langkah gontai Venus beranjak keluar kelas. Tanpa ia sadari, 2 sosok mengikuti langkahnya di belakang.
Saat baru saja melewati gerbang sekolah tiba-tiba dibekap dari belakang.
"Hmmmfftt . . . . " Venus mencoba berontak, ketika tengkuknya dipukul benda tumpul, kesadarannya berangsur lenyap.
***
"Aduuuh" Venus mencoba membuka matanya, gelap dan pengap. Venus mencoba beradaptasi dengan keremangan cahaya di ruangan itu, lehernya terasa sakit, tapi ketika ia hendak mengusap tengkuk lehernya, Venus tersadar tangannya dan kakinya kini terikat.
Lamat-lamat terdengar percakapan 2 orang di luar ruangan.
"Kan lo ga mesti mukul pake balok kayu kaya tadi, kalo dia mati gimana?
"Ga bakal lah, gue mukul ga terlalu kenceng kok, massa iya mati, lo ga usah lebay deh".
Perempuan. Ya, perempuan, Venus menegaskan kembali pendengarannya. Kedua orang yang berada di luar ruangan pengap ini adalah wanita.
"TOLOOONG" Venus mencoba berteriak meminta pertolongan.
BRAKKKK, pintu ruangan terbuka.
"Ini dia, pramuria kita udah bangun" songsong Lexa di ujung pintu. Lalu Shinta terlihat di belakangnya.
"Kak Lexa" Suara Venus tercekat.
"Iya, ini gue, ga usah pura-pura amnesia lo", Lexa menghampiri Venus dan menjambak rambut Venus yang terkuncir ke belakang.
"Saa..sakkiiiit kak" Venus mengaduh saat Lexa menarik keras rambutnya ke belakang.
"Lex, lo jangan gila dong, gue takut nii" Saat Shinta melihat di tangan kiri Lexa terhunus sebilah cutter
"Lo diem aja Tha, gue mau bikin pecum satu ini tau apa akibatnya kalo berani berurusan dengan gue".
"Kkk..kkak, apa maksud Kak Lexa?" Venus terbata sambil meringis menahan sakit jambakan Lexa.
"Lo ga usah sok manis, lupa lo pernah nampar gue di cafe?! Di depan umum?! HAH!!" Teriak Lexa tepat di wajah Venus, diiringi suara nyaring tamparan ke pipi kanan Venus yang tanpa pertahanan. PLAAAKK
"Mmm...maf kak" Venus mulai terisak.
"Lo ga usah sok cengeng, mau nangis, teriak sekenceng apapun lo sekarang, ga akan ada yang denger" ujar sambil menuding kening Venus.
Memang keadaan Venus disekap sekarang ada di gudang olahraga lama sekolah yang terpakai, di seberang lapangan basket, jauh dari kelas.
"Kita liat apa pramuria kecil kita berani berulah lagi nanti" sambil memainkan bilah cutter di pipi Venus.
Venus hanya dapat memejamkan mata, dingin bilah cutter itu kini turun ke arah lehernya kini.
"Tenang Tha, gue ga bodoh buat bikin dia tergores atau mati sekarang" Lexa menenangkan Shinta yang terlihat mulai panik melihat ulahnya.
"Sekarang ga ada yang bisa lindungin lo, Ryu sekalipun". Bisik Lexa di telinga Venus.
Mendengar nama Ryu diucap Lexa, Venus kini mulai mengerti , kenapa alasan ia selalu merasa aneh jika di dekat pria itu.
CRRKKKK...CRKKKK...BREETTT......
Lexa mulai menyobek Rok SMA Venus acak sampai pangkal pahanya.
Dilanjut dengan baju SMA Venus yang Lexa sobek dengan cutter yang ia bawa.
Selesai melihat Venus yang acak-acakan, Lexa berdiri memegang lengan Shinta.
"Ayo kita pergi Tha" Lalu Lexa menoleh ke arah Venus yang terisak "Lo bisa berdo'a sekarang buat ditemuin siapapun, itu juga kalo lo ga diapa-apain, sekarang lu udah pantes jadi Pecun".
"Tapi Lex. . . . ." Shinta menoleh pada Venus yang terisak dengan keadaan yang menyedihkan. Rupanya Shinta mulai terenyuh melihat pemandangan ini.
"Lo mau juga gue bikin kaya dia?" Lexa menatap tajam Shinta.
Seketika iba Shinta berganti kengerian. "Ga Lex", Shinta menunduk.
"Ayo pergi, sebelum ada yang liat kita" Lexa mengambil langkah panjang di susul Shinta di belakangnya.
***
"Ok guys, ini mungkin latihan terakhir gue dan temen-temen kelas 3 di ekskul basket, gue harus fokus UN" Ujar Ryu pada anggota basket sekolahnya. "Gue harap kalian terus kompak dan ga usah kangen sama gue, ya walaupun gue tau ga bakal lagi ada ketua sekece gue"
HHHHHHHUUUUUUUU terdengat koor anggota basket sambil melempar bola latihan pada Ryu.
"Woy, woy. . . pada keroyokan nih bisanya".
- - - - - -
Setelah mereka latihan, Andi, adik kelas Ryu menghentikan langkahnya
"Kak, bola basket sekolah kurang satu" lapornya.
"Lo udah itung ulang?"
"Udah kak"
"Nilai matematika lo berapa?"
"Emang kenapa kak?"
"Ya siapa tau lo kekurangan daya hitung, hehehehe....yauda lo balik sana duluan sama yang laen, gue cari dulu sebentar bolanya".
"Yeee..enak aja, mentang-mentang pinter, yauda selamat mencari ya kak!" Jawab Andi sambil berlai menjauh dari Ryu.
"Wah kurang ajar tuh bocah" ucap Ryu, lalu ia melangkah ke lapangan basket.
- - - - - - -
"I got it!" Rupanya bola itu terlempar ke seberang lapangan, bola yang terdi dipakai anggota ekskul pada Ryu yang mengucapkan salam perpisahan yang nyeleneh itu.
"Tunggu sebentar, tumben pintu gudang ga rapet, Mang Dadang ga beres ni kerjanya". Ryu pun menghampiri gudang dan menutup pintunya.
"Wangi ini? Coklat" dengan rasa penasaran Ryu membuka sedikit pintu gudang.
"Uhuk-uhuk" Ryu terbatuk saat masuk gudang yang pengap dan berdebu itu"
Sedikit waktu untuk Ryu menemukan sakelar lampu ruang gudang lama, ia terkaget di tengah ruangan ada sesosok yang dikenalnya. Kuncir itu.
"VENUS SYAFITRI! Lo kenapa?" Ryu panik melihat keadaan Venus yang memucat dengan mata kosong. Ryu melihat jam tangannya, kini sudah jam 7 malam, dan Venus masih memakai seragam yang compang-camping dengan tangan dan kaki yang terikat.
Tanpa fikir panjang Ryu menggendongnya keluar ruangan menuju ruang UKS sekolah
"Lo pake ini dulu, kita pulang. Ryu memberikan setelan training dan jaket olahraga yang ada dalam tas basketnya, lalu Ryu keluar ruangan.
Sementara Venus hanya diam dan menuruti perkataan Ryu dengan tatapan kosong.
"Lo udah beres?" tanya Ryu di luar ruangan.
Tanpa suara Venus keluar ruangan dan sudah berganti training dan jaket olahraga Ryu.
"Ayo kita pulang" Ryu yang melihat keadaan Venus yang semrawut itu mengantarnya pulang.
***
Sesampainya di depan pagar rumah Venus, Ryu ikut turun dari motornya.
"Gue anter sampe dalem ya"
Venus hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.
Baru saja 2 Langkah Venus berjalan membelakangi Ryu, tiba-tiba Venus berlari ke arah Ryu dan memeluk Ryu yang tercengang. DEG DEG DEG. Detakan Jantung Venus terasa di badan Ryu. Sebentar saja Venus merasakan nyaman dan sengatan listrik, tiba-tiba mata Venus memerah dan melepaskan pelukannya.
Mata Venus terus tajam melihat plat nomor motor Ryu. Lalu Venus terlihat sibuk mengeluarkan secarik kertas dari tasnya dengan tergesa-gesa.
PLAKK
Tamparan Venus telak pada pipi Ryu.
"JANGAN PERNAH DEKETIN DAN GANGGU AKU LAGI SELAMANYA" teriak Venus histeris sambil berlari masuk ke dalam rumah. Ryu hanya terkesiap dengan labilnya perubahan sikap Venus yang ia terima sambil memegangi pipinya.
- - - -
Tampak tidak jauh, orang dibalik kemudi itu berujar "ini belum cukup, sedikit lagi" sambil menyeringai ia melihat motor Ryu yang melaju meninggalkan rumah Venus.
0
