- Beranda
- Stories from the Heart
Kelakuan Anak Kuliah
...
TS
pujangga1000
Kelakuan Anak Kuliah
Quote:
Quote:
Quote:
----------------------------------------------------------------------------------
========================================
pujangga1000
Diubah oleh pujangga1000 19-09-2016 03:37
yusrillllll dan 23 lainnya memberi reputasi
22
3.9M
7.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
pujangga1000
#5742
Alter Ego 4
Suasana hati gue gak tenang. Daritadi ponsel gue keluar masuk kantong, sekiranya ada sms dari Iren. Namun sayang tidak ada sama sekali. Alhasil, kelas kedua hari ini sukses gue lewatkan tanpa ada satupun materi yang bisa gue ingat.
Gue tau gue sudah membuat sebuah masalah besar. Petaka besar untuk gue.
Tapi dalam hati, gue berusaha meyakinan diri bahwa ini bukan sesuatu yang patut gue ataupun Iren pikirkan. Ini masalah Ratu seorang diri. Dia yang menyulitkan dirinya sendiri.
Otak yang jernih juga tau bahwa gue hanya menyenangkan diri gue sendiri.

Kelas telah berakhir, gue memberanikan diri mengetik sebuah pesan untuk Iren.
Baru satu kata, gue hapus. Gue menutup aplikasi pengirim pesan.
Terbesit pikiran untuk tidak menemui atau bahkan mengontak Iren terlebih dahulu. Jikalau memang ini adalah masalah besar, biarkan saja Iren menyelesaikannya terlebih dahulu dengan Ratu. Gue hanya perlu menunggu kabar pertama dari Iren.
Gue berjalan keluar dari kelas. Kebetulan kelas ini cukup dekat dengan parkiran motor. Jadi gue bisa segera beranjak pulang dan menghindari pertemuan yang gue takutkan.
Tapi kalau dipikir-pikir, kalau saja gue tidak bertindak bodoh pagi ini, semua ini tidak akan terjadi. Jadi sebenarnya akar permasalahannya itu adalah gue. Kenapa gue bisa terpancing begitu saja dengan Imus? Emang sialan tu bocah.
Hm.. Can I share a secret?
Entah kenapa, gue memang merasa menyesal dengan kejadian tadi pagi, but to be honest, gue sangat menyukai ekspresi Ratu tadi. Gue menyukai sensasi "kejam" dalam diri gue. Bahkan kalau boleh, gue ingin lebih kejam lagi tadi pagi.
Gue duduk sendiri diparkiran motor, melihat beberapa orang yang mulai balik karena kuliah sudah selesai, ataupun orang-orang yang baru datang untuk memulai aktivitasnya. Gue bakar sebatang rokok, menikmati udara siang dengan panas matahari menyengat.
Disitu ada Icung dan teman-temannya, tapi gue gak menghiraukan mereka. Mungkin besok atau lusa, ketika otak gue sedang ada "isi"nya, gue bakal melayani mereka. Namun sekarang, cuman kosong yang gue rasa.
Gue bimbang mau balik atau ngak. Tadi kalau gak salah, gue nitip pesan ke anak angkatan Iren kalo gue nungguin Iren diparkiran buat balik bareng. Setengah diri gue menyuruh gue untuk pulang dengan rasa takut, tapi setengahnya lagi kosong. Kosong hingga gue sama sekali gak pengen melakukan apa-apa, termasuk hanya untuk menarik tangan menuju bibir untuk menghisap rokok yang sudah gue bakar.
Pelan-pelan satu batang rokok yang gue bakar tadi sudah menjadi abu. Padahal baru satu atau dua hisapan yang gue lakukan. Gue bakar lagi batang kedua. Berharap gue kali ini gue bisa menikmati rokok tersebut.
Ah... kali ini lebih baik..
Terasa sekali asap tembakau yang membuat paru-paru gue penuh. Sesak dan sakit, tapi gue malah menikmatinya.
Saat rokok yang kedua ini hampir habis, dengan tanpa sengaja gue menoleh kebelakang.
"
"
Iren!
Dia terlihat berjalan dari selatsar menuju parkiran yang jaraknya sekitar 15an meter.
Sepertinya dia melihat gue.
Rokok yang ada disela-sela jari gue segera gue matikan, gue balik badan.
Iren berjalan ke arah gue.
Dag.. dig.. dug..
Jantung gue berdetak kencang. Terbesit dalam pikiran gue kalau Iren sepertinya akan...
Apa dia marah?
Apa dia kecewa?
Kepala gue langsung terisi penuh dengan pikiran bahwa Iren ingin menyudahi hubungan dengan gue.
Jujur gue takut..
Gue sayang dia..
Gue berusaha untuk menghilangkan pikiran itu.
Tapi ketika gue berusaha memikirkan hal lain, tubuh gue malah meminta untuk memikirkan bahwa Iren akan mengucapkan kata putus kepada gue.
Gue menyukai sensasinya!
Sensasi takut..
Kecewa..
Tiba-tiba saja, Iren membuyarkan lamunan gue.
Ternyata dia sudah berdiri didepan gue.
Wajahnya datar, tidak ada ekspresi yang bisa terbaca dari mimiknya.
Satu..
Dua..
Tiga..
...
Gue menghitung dalam hati untuk mendengarkan keputusan Iren untuk menyudahi hubungannya dengan gue.
Tapi dia malah diam..
Ayo katakan!
Gue sedang menunggu kalimat itu keluar dari bibir Iren!
Tidak tahu kah dia kalau gue sedang menunggu hal tersebut?
Gue akan menghitung lagi dari awal.
Satu..
Dua..
Iren menjatuhkan dirinya dan duduk disebelah gue
"
"
Gue menatapnya,
Dia juga membalas tatapan gue..
Wajahnya masih tetap datar..
Iren lalu memutar tubuhnya kearah yang berlawan dengan arahnya yang semula. Dia menatap gerbang pintu keluar masuk parkiran fakultas gue. Tadinya kita sama-sama sedang mengarah ke bangunan kampus.
Gue ikut memutar duduk gue juga mengikuti Iren,
dan berusaha membuka percakapan,
"Gimana Ratu?" Tanya gue
Tampar gue!
Atau setidaknya bentak gue!
Itu suara yang bisa gue dengar dari hati gue..
"Hmm..." Iren bergumam sejenak
"Kamu kenapa sih tadi?" Tanya Iren
"
"
Hei! Jawab dulu pertanyaan gue.
Gue bertanya duluan.
"Jawab dulu, gimana Ratu" Kata gue sedikit kasar
"
" Iren menatap gue
"Entah lah yam.."
"
"
"..Aku capek ngurusin dia.."
Iren mengeluh dan menghembuskan nafasnya..
"What??" Kata gue dalam hati
"Aku muak sama sikap manja dia, sikap egois dia" Kata Iren
Gue menaikkan sebelah alis gue..
Tanda gue tidak percaya dengan apa yang barusan Iren katakan..
"Aku uda minta maaf, coba jelasin ke dia, tapi dia gak mau tau" Lanjut Iren
Hei! Apa-apaan ini? Bukan ini yang gue harapkan!
"Udah ah, masa bodoh! Aku gak mau tau lagi soal dia" Kesal Iren
"Bukannya kalian akrab?" Tanya gue
"Ya, tapi banyak sifat dia yang gak aku suka." kata Iren
"
"
WTH??
"Aku juga gak butuh-butuh dia banget kok! Justru dia yang butuh aku! Kalau aku gak temanan sama dia, dia mau temanan sama siapa lagi? Teman dia cuman aku!" Kata Iren dengan penuh emosi
"loh?" tanya gue dengan kecewa
"Udah lah yam, jangan omongin dia lagi.. Capek aku ngurusinnya.. Balik aja yuk" Ajak Iren sambil menarik tangan gue
Hemm..
What a stupid day
Gue tau gue sudah membuat sebuah masalah besar. Petaka besar untuk gue.
Tapi dalam hati, gue berusaha meyakinan diri bahwa ini bukan sesuatu yang patut gue ataupun Iren pikirkan. Ini masalah Ratu seorang diri. Dia yang menyulitkan dirinya sendiri.
Otak yang jernih juga tau bahwa gue hanya menyenangkan diri gue sendiri.

Kelas telah berakhir, gue memberanikan diri mengetik sebuah pesan untuk Iren.
Baru satu kata, gue hapus. Gue menutup aplikasi pengirim pesan.
Terbesit pikiran untuk tidak menemui atau bahkan mengontak Iren terlebih dahulu. Jikalau memang ini adalah masalah besar, biarkan saja Iren menyelesaikannya terlebih dahulu dengan Ratu. Gue hanya perlu menunggu kabar pertama dari Iren.
Gue berjalan keluar dari kelas. Kebetulan kelas ini cukup dekat dengan parkiran motor. Jadi gue bisa segera beranjak pulang dan menghindari pertemuan yang gue takutkan.
Tapi kalau dipikir-pikir, kalau saja gue tidak bertindak bodoh pagi ini, semua ini tidak akan terjadi. Jadi sebenarnya akar permasalahannya itu adalah gue. Kenapa gue bisa terpancing begitu saja dengan Imus? Emang sialan tu bocah.
Hm.. Can I share a secret?
Entah kenapa, gue memang merasa menyesal dengan kejadian tadi pagi, but to be honest, gue sangat menyukai ekspresi Ratu tadi. Gue menyukai sensasi "kejam" dalam diri gue. Bahkan kalau boleh, gue ingin lebih kejam lagi tadi pagi.
Gue duduk sendiri diparkiran motor, melihat beberapa orang yang mulai balik karena kuliah sudah selesai, ataupun orang-orang yang baru datang untuk memulai aktivitasnya. Gue bakar sebatang rokok, menikmati udara siang dengan panas matahari menyengat.
Disitu ada Icung dan teman-temannya, tapi gue gak menghiraukan mereka. Mungkin besok atau lusa, ketika otak gue sedang ada "isi"nya, gue bakal melayani mereka. Namun sekarang, cuman kosong yang gue rasa.
Gue bimbang mau balik atau ngak. Tadi kalau gak salah, gue nitip pesan ke anak angkatan Iren kalo gue nungguin Iren diparkiran buat balik bareng. Setengah diri gue menyuruh gue untuk pulang dengan rasa takut, tapi setengahnya lagi kosong. Kosong hingga gue sama sekali gak pengen melakukan apa-apa, termasuk hanya untuk menarik tangan menuju bibir untuk menghisap rokok yang sudah gue bakar.
Pelan-pelan satu batang rokok yang gue bakar tadi sudah menjadi abu. Padahal baru satu atau dua hisapan yang gue lakukan. Gue bakar lagi batang kedua. Berharap gue kali ini gue bisa menikmati rokok tersebut.
Ah... kali ini lebih baik..
Terasa sekali asap tembakau yang membuat paru-paru gue penuh. Sesak dan sakit, tapi gue malah menikmatinya.
Saat rokok yang kedua ini hampir habis, dengan tanpa sengaja gue menoleh kebelakang.
"
"Iren!
Dia terlihat berjalan dari selatsar menuju parkiran yang jaraknya sekitar 15an meter.
Sepertinya dia melihat gue.
Rokok yang ada disela-sela jari gue segera gue matikan, gue balik badan.
Iren berjalan ke arah gue.
Dag.. dig.. dug..
Jantung gue berdetak kencang. Terbesit dalam pikiran gue kalau Iren sepertinya akan...
Apa dia marah?
Apa dia kecewa?
Kepala gue langsung terisi penuh dengan pikiran bahwa Iren ingin menyudahi hubungan dengan gue.
Jujur gue takut..
Gue sayang dia..
Gue berusaha untuk menghilangkan pikiran itu.
Tapi ketika gue berusaha memikirkan hal lain, tubuh gue malah meminta untuk memikirkan bahwa Iren akan mengucapkan kata putus kepada gue.
Gue menyukai sensasinya!
Sensasi takut..
Kecewa..
Tiba-tiba saja, Iren membuyarkan lamunan gue.
Ternyata dia sudah berdiri didepan gue.
Wajahnya datar, tidak ada ekspresi yang bisa terbaca dari mimiknya.
Satu..
Dua..
Tiga..
...
Gue menghitung dalam hati untuk mendengarkan keputusan Iren untuk menyudahi hubungannya dengan gue.
Tapi dia malah diam..
Ayo katakan!
Gue sedang menunggu kalimat itu keluar dari bibir Iren!
Tidak tahu kah dia kalau gue sedang menunggu hal tersebut?
Gue akan menghitung lagi dari awal.
Satu..
Dua..
Iren menjatuhkan dirinya dan duduk disebelah gue
"
"Gue menatapnya,
Dia juga membalas tatapan gue..
Wajahnya masih tetap datar..
Iren lalu memutar tubuhnya kearah yang berlawan dengan arahnya yang semula. Dia menatap gerbang pintu keluar masuk parkiran fakultas gue. Tadinya kita sama-sama sedang mengarah ke bangunan kampus.
Gue ikut memutar duduk gue juga mengikuti Iren,
dan berusaha membuka percakapan,
"Gimana Ratu?" Tanya gue
Tampar gue!
Atau setidaknya bentak gue!
Itu suara yang bisa gue dengar dari hati gue..
"Hmm..." Iren bergumam sejenak
"Kamu kenapa sih tadi?" Tanya Iren
"
"Hei! Jawab dulu pertanyaan gue.
Gue bertanya duluan.
"Jawab dulu, gimana Ratu" Kata gue sedikit kasar
"
" Iren menatap gue"Entah lah yam.."
"
""..Aku capek ngurusin dia.."
Iren mengeluh dan menghembuskan nafasnya..
"What??" Kata gue dalam hati
"Aku muak sama sikap manja dia, sikap egois dia" Kata Iren
Gue menaikkan sebelah alis gue..
Tanda gue tidak percaya dengan apa yang barusan Iren katakan..
"Aku uda minta maaf, coba jelasin ke dia, tapi dia gak mau tau" Lanjut Iren
Hei! Apa-apaan ini? Bukan ini yang gue harapkan!
"Udah ah, masa bodoh! Aku gak mau tau lagi soal dia" Kesal Iren
"Bukannya kalian akrab?" Tanya gue
"Ya, tapi banyak sifat dia yang gak aku suka." kata Iren
"
"WTH??
"Aku juga gak butuh-butuh dia banget kok! Justru dia yang butuh aku! Kalau aku gak temanan sama dia, dia mau temanan sama siapa lagi? Teman dia cuman aku!" Kata Iren dengan penuh emosi
"loh?" tanya gue dengan kecewa
"Udah lah yam, jangan omongin dia lagi.. Capek aku ngurusinnya.. Balik aja yuk" Ajak Iren sambil menarik tangan gue
Hemm..
What a stupid day

jenggalasunyi dan 5 lainnya memberi reputasi
6
