- Beranda
- Stories from the Heart
The Abnormal (kisah fiksi bercampur reality masa-masa SMA)
...
TS
joechristianp
The Abnormal (kisah fiksi bercampur reality masa-masa SMA)
The Abnormal
Selamat pagi, siang, sore, malam agan/wati semuanya
Disini saya mau mengikuti saran dari teman saya yaitu menyebarluaskan hobi iseng-iseng saya ini
tak lain dan tak bukan adalah menulis
selama ini kegiatan saya hanyalah mengekspresikan hobi ini secara tertutup di laptop pribadi
sampai suatu saat teman saya menyarankan untuk memposting di SFTH kaskus.. katanya para pembaca disini baek-baek

oleh karena itu, saya mohon pendapat agan/wati semuanya jikalau ada saran untuk tulisan-tulisan saya yang kebetulan belum pernah dibaca oleh siapapun

satu lagi.. saya masih newbie di kaskus.. jadi mohon maaf yang sebesar-besarnya kalau thread ini tidak rapi atau tidak layak dimata agan-agan sekalian

Terima kasih untuk yang mau membaca dan mohon bantuannya
~Don't judge a book by it's cover ~
... meh, that's bullshit !
Spoiler for Sinopsis:
...
Samuel yang biasa dipanggil 'Jo' adalah siswa SMA yang selalu beranggapan kalau kata don't judge a book by it's coveradalah omong kosong. karena apa yang dia lihat selalu tak sesuai dengan ekspetasi dia.
ditambah lagi penyakit social awkwardnya membuat dia selalu merasa canggung di dekat lawan jenis dan karena itu, dia dijuluki 'cowo terjutek' semasa hidupnya.
sampai suatu hari. seseorang yang unik muncul di hadapannya dan mengubah seluruh jalan hidupnya. serempak dengan datangnya masalah yang bertubi-tubi, dapatkah dia menggapai tujuannya?
...
Spoiler for Prolog:
Cerita ini bukan dari kisah nyata tetapi saya memberanikan diri untuk menempatkan nama sekolah sendiri sebagai latar utama.Saya juga akan menggunakan gaya bahasa setengah gaul
walaupun saya belum terbiasa memakainya. Ketika saya melihat foto sepupu saya yang menderita down syndrome, pikiran saya mulai mengarang cerita dan saya ingin mengaplikasikannya dalam bentuk light-novel. Walau ini bukan kisah nyata; sifat, latar, dan tokoh yang saya pakai berasal dari dunia nyata.
Disini saya akan menuliskan beberapa pengalaman hidup saya yang baru 16 tahun ini dan menambahkan sedikit bumbu-bumbu imajinasi orisinil dari otak saya sendiri dan dari beberapa buku, film, bahkan kartun yang mengambil peran dalam hidup saya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Semua orang mengatakan kalau jangan menilai orang dari tampangnya melainkan nilai dari apa yang ada dalam dirinya, tapi bagi gue itu semua omong kosong. Pada kenyataannya, tidak ada orang yang menilai orang secara langsung dari sifat objek yang dinilainya. Orang-orang akan memperlakukan kamu lebih baik jika kamu cakep (baca: cantik atau ganteng). Berdasarkan paham negatif inilah gue meyakini kalau frase don’t judge a book by it’s cover itu omong kosong. Pada kenyataanya manusia membeli buku dengan cover yang bagus, membeli makanan yang kemasannya bagus, bahkan lebih bangga memakai gadget berlambang apel padahal fiturnya sama dengan gadget yang harganya sama dengan uang jajan gue selama sebulan.
Tapi tak jarang gue sedikit menerima kalau ada beberapa orang yang benar-benar menilai orang dari sifat alaminya. Seperti contoh, saat gue ke Trans Studio Bandung (TSB) bersama teman-teman gue, ada cewek cantik se-kabupaten mempunyai pacar seorang cowo yang mukanya lebih mirip dengan siluman gagang pintu. Disitu gue menilai mungkin si cowo benar-benar memiliki hati yang pure dan si cewe benar-benar tulus mencintainya. Tapi sesaat kami hendak pulang, di tempat parkir, si cowok sedang asyik memainkan kunci mobil lamborgini nya dengan muka senyum sombong merangkul sang cewe yang senang kegirangan memegang produk paling baru dari gadget apel yang sudah disebutkan diatas. Sejak kejadian itu, gue dan teman-teman sejomblo sepakat untuk tidak ke TSB lagi.
Mari kita kesampingkan masalah siluman gagang pintu dulu, disini gue akan memaksukan objek manusia yang biasanya sosoknya dihiraukan oleh manusia lain. Tak lain dan tak bukan adalah manusia yang tidak normal. Orang yang dilahirkan tak sempurna dari semestinya. Gue percaya semua orang mempunyai masa depan yang cerah yang telah Tuhan tentukan. Mau itu cinta, karir, kesehatan, keluarga dan lain-lain asalkan kita sebagai makhluk ciptaanNya mengikuti apa yang Dia perintahkan.
Tidak semua manusia normal. Ada yang dilahirkan hanya dengan satu tangan. ada juga yang mempunyai dua tangan, dua kaki tapi harus berbagi kepala dan jantung dan seisi perutnya bersama saudara kembar sebadannya. Begitu pula dengan cinta. Semua punya selera masing-masing. Si tampan dengan si cantik. Si kaya dengan si miskin. Si pemain film serigala dengan si cantik, si kaya, si sosialita, si pintar dan si lain-lainnya. yaa, pemain film mempunyai banyak pacar, oleh karena itu, selain jadi pengacara, cita-cita sampingan gue adalah pemain film.
Gue sebagai pengarang cerita ini berharap kalau isi novel ini benar-benar ada di dunia nyata dimana orang-orang yang dilahrikan kurang dari semestinya mendapat perlakuan dan kasih sayang yang sama seperti manusia pada umumnya.
walaupun saya belum terbiasa memakainya. Ketika saya melihat foto sepupu saya yang menderita down syndrome, pikiran saya mulai mengarang cerita dan saya ingin mengaplikasikannya dalam bentuk light-novel. Walau ini bukan kisah nyata; sifat, latar, dan tokoh yang saya pakai berasal dari dunia nyata.Disini saya akan menuliskan beberapa pengalaman hidup saya yang baru 16 tahun ini dan menambahkan sedikit bumbu-bumbu imajinasi orisinil dari otak saya sendiri dan dari beberapa buku, film, bahkan kartun yang mengambil peran dalam hidup saya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Semua orang mengatakan kalau jangan menilai orang dari tampangnya melainkan nilai dari apa yang ada dalam dirinya, tapi bagi gue itu semua omong kosong. Pada kenyataannya, tidak ada orang yang menilai orang secara langsung dari sifat objek yang dinilainya. Orang-orang akan memperlakukan kamu lebih baik jika kamu cakep (baca: cantik atau ganteng). Berdasarkan paham negatif inilah gue meyakini kalau frase don’t judge a book by it’s cover itu omong kosong. Pada kenyataanya manusia membeli buku dengan cover yang bagus, membeli makanan yang kemasannya bagus, bahkan lebih bangga memakai gadget berlambang apel padahal fiturnya sama dengan gadget yang harganya sama dengan uang jajan gue selama sebulan.
Tapi tak jarang gue sedikit menerima kalau ada beberapa orang yang benar-benar menilai orang dari sifat alaminya. Seperti contoh, saat gue ke Trans Studio Bandung (TSB) bersama teman-teman gue, ada cewek cantik se-kabupaten mempunyai pacar seorang cowo yang mukanya lebih mirip dengan siluman gagang pintu. Disitu gue menilai mungkin si cowo benar-benar memiliki hati yang pure dan si cewe benar-benar tulus mencintainya. Tapi sesaat kami hendak pulang, di tempat parkir, si cowok sedang asyik memainkan kunci mobil lamborgini nya dengan muka senyum sombong merangkul sang cewe yang senang kegirangan memegang produk paling baru dari gadget apel yang sudah disebutkan diatas. Sejak kejadian itu, gue dan teman-teman sejomblo sepakat untuk tidak ke TSB lagi.
Mari kita kesampingkan masalah siluman gagang pintu dulu, disini gue akan memaksukan objek manusia yang biasanya sosoknya dihiraukan oleh manusia lain. Tak lain dan tak bukan adalah manusia yang tidak normal. Orang yang dilahirkan tak sempurna dari semestinya. Gue percaya semua orang mempunyai masa depan yang cerah yang telah Tuhan tentukan. Mau itu cinta, karir, kesehatan, keluarga dan lain-lain asalkan kita sebagai makhluk ciptaanNya mengikuti apa yang Dia perintahkan.
Tidak semua manusia normal. Ada yang dilahirkan hanya dengan satu tangan. ada juga yang mempunyai dua tangan, dua kaki tapi harus berbagi kepala dan jantung dan seisi perutnya bersama saudara kembar sebadannya. Begitu pula dengan cinta. Semua punya selera masing-masing. Si tampan dengan si cantik. Si kaya dengan si miskin. Si pemain film serigala dengan si cantik, si kaya, si sosialita, si pintar dan si lain-lainnya. yaa, pemain film mempunyai banyak pacar, oleh karena itu, selain jadi pengacara, cita-cita sampingan gue adalah pemain film.
Gue sebagai pengarang cerita ini berharap kalau isi novel ini benar-benar ada di dunia nyata dimana orang-orang yang dilahrikan kurang dari semestinya mendapat perlakuan dan kasih sayang yang sama seperti manusia pada umumnya.
Spoiler for PART 1: Normal:
Nama gue Sam Cristian. Panjangnya Samuel Cristian Gibran Panjaitan. Gue mempunyai nama paling panjang di kelas (mungkin di sekolah) sekaligus mempunyai gelar nama panggilan terpendek. Makhluk-makhluk di sekolah biasa memanggil gue Jo (bahkan ada yang memanggil O ). (panggilan gue didapat dari nama karakter game online gue. semua game online yang gue mainin nick nya Joe blablabla.., awalnya hanya teman sepermainan gue yang tau, eh ternyata sampe keterusan ke kelas..)(diluar ketika ditanya apa nama panggilannya, gue selalu mengatakan 'Jo')
Sepanjang hidup gue yang masih pendek ini, terlihat sangat normal. Tampang biasa saja,Hidup berkecukupan, sekolah lancar, makan tiga kali sehari, berantem, bahkan ikut main ke warnet saat point blank datang merusak generasi yang sudah rusak ini.
Tapi dikehidpuan gue yang normal ini, gue menderita penyakit psikologis yang beberapa orang mungkin mengalaminya tapi belum menyadarinya, penyakit ini disebut social-awkward. Ciri-cirinya: gue akan mengeluarkan aura canggung setiap bertemu orang yang baru kenal,gue gak bisa menatap mata orang lama-lama, gue gak akan bisa membuat percakapan di ruang penuh orang tetapi sepi, gue hanya ngobrol akrab bersama orang yang gue anggap teman (biasanya teman sekelas), dan yang paling menonjol setiap gue suka sama sosok cewek, gue akan mengobrol tak kenal lelah melalui jejaring sosial, entah itu sms, bbm, LINE, simsimi, apapun itu. Tapi ketika bertemu dengan orangnya langsung, mulut gue membisu, otak gue berhenti sesaat, tak ada yang bisa gue lakukan selain membuang muka. Alhasil gue dapat predikat cowo terjutek sejak SD kelas 4 sampai sekarang. Gue sedikit bangga dengan itu, itu membuktikan kalau keberadan gue setidaknya di akui orang.
Selain social-awkward di kehidupan gue yang normal ini ada satu hal yang menurut gue tidak normal kalau dibandingkan dengan teman-teman seangkatan gue. Yaitu cinta.
Gue belum pernah merasakan cinta yang benar-benar sampai ke pojok hati gue. Sebatas suka yang sebulan kemudian rasa itu telah terlupakan. Cinta monyet yang merupakan salah satu dari syndrom remaja ini sering menghampiri gue. Gebetan gue banyak (pas smp). Tapi hanya tiga yang nyantol.
Gue sering membandingkan kisah asmara gue dengan teman-teman smp dan sma gue. Beberapa dari mereka bisa awet pacaran sampai bertahun-tahun padahal setiap bulannya mereka pasti berantem dan membuat suasana kelas jadi canggung. Ada yang pacarannya sudah direstui orangtua kedua belah pihak. Bahkan ada yang sudah merasakan first kiss nya (ya gue gak ngarep sih). Tapi gue disini hanya menjadi perantara teman-teman gue yang pacaran dan menjadi sumber cibiran mereka saat gue melakukan kesalahan. “jomblo sihh” begitu kurang lebih.
Ketiga mantan gue ini hampir semua gue udah lupa. Yang paling gue inget adalah yang terakhir. Sosok bernama Fifi ini mengaku suka gue ketika jurit malam acara dari gereja gue dulu. Malam itu kami disuruh melewati jalan setapak becek nan gelap. Gue sebagai laki-laki satu-satunya di kelompok itu membranikan diri membawa senter dan maju di barisan paling depan. Fifi berada dibelakang gue dan sepanjang perjalan dia memegang lengan jaket gue.
Awalnya hanya jaket. Tapi makin jauh kami melewati jalan setapak ini, tangan dia berada di telapak tangan gue.
“gue takut Jo, kaya gini sebentar gapapa ya?”
Yahh well ini berkah buat gue. Lumayan tangan gue yang sudah lama tidak digenggam ini dipegang oleh cewe cantik yang baru saja gue kenal. Jadi gue bersikap gentle dan mempersilahkan dia menyandarkan ketakutannya ke tangan gue.
Selesai acara dia berkata
“wah Jo lu hebat banget ya. Kok berani siih di tempat gelap sempit gitu? Jago deh kamu”
Disitu gue gak mungkin berkata yang sejujurnya. Apanya yang berani? Sepanjang acara gue ngumpulin semua ketakutan gue ke dalam perut gue yang masuk angin. Seingat gue, setiap mau jalan langkah kaki gue gemetar membayangkan apa yang bersembunyi di tempat gelap seperti itu. Tapi apa boleh buat, bacot an khas gue keluar tiba-tiba bercampur dengan kebiasaan social-awkward gue.
“ah segitu mah udah sering di rumah, huehe” gue berbicara dengan nada sok cool sambil membuang muka.
Dengan semua kejadian itu, pada akhirnya gue bertukaran nomor handphone dan pin bb. Kebiasaan buruk gue terjadi lagi. Gue banyak berbicara di percakapan tak langsung itu. Kami berbicara tak kenal waktu. Menanyakan hal-hal yang sama terus menerus sampai salah satu berkata “udah dulu ya udah malam, dadah good night, sleep well !”
Itu berulang terus menerus sampai takdir mempertemukan kami secara langsung di gereja. Saat kami berpapasan dia hanya melempar senyum sedangkan gue melempar muka sambil menahan malu.
Sampai sekarang belum ada percakapan secara langsung diantara kami. Gue hanya berbicara seperti orang bisu melalui handphone.
Lambat laun kami menyatakan saling suka (melalui sms). Walaupun ngomongnya udah pake sayang-sayang an, gue gak pernah nembak dia. Jadi secara teoritis hubungan ini tidak bisa dikatakan pacar. Hanya gue seorang yang menganggap dia mantan pacar gue setiap ditanya perihal “berapa banyak mantan pacar lo?”
Fifi cewek yang bener-bener gue respect. Dia berkata kalau gue cinta pertamanya dan dia belum pernah merasa senyaman ini setiap dia chattingan dengan gue.
Sampai sekarang kami punya janji. Setelah kelulusan SMP gue pernah berkata gue bakal masuk sma di Bandung (saat itu gue masih tinggal di cianjur). Dia berkata gak ada yang bisa gantiin gue, dia gak pengen gue pindah. Dan dengan kebranian, kebodohan, kepolosan gue, gue berkata “sanggup nunggu tiga tahun?”.
Dia menyanggupinya, dia berkata bakal nunggu tiga tahun sampai dia lulus sma dan hendak kuliah ke Bandung. Janji itu masih berlaku sampai sekarang. Gue tinggal meunggu 1,5 tahun lagi untuk membuktikan janji yang dibuat anak smp ini. Walau sebenarnya, jauh di dalam hati gue, janji ini sama sekali tidak gue tanggapi.
Bagaimanapun juga, seburuk apapun penyakit gue, gue sadar kalau Fifi adalah orang terakhir yang gue suka. ~
Sampai dia datang dan mengubah segalanya...
Sepanjang hidup gue yang masih pendek ini, terlihat sangat normal. Tampang biasa saja,Hidup berkecukupan, sekolah lancar, makan tiga kali sehari, berantem, bahkan ikut main ke warnet saat point blank datang merusak generasi yang sudah rusak ini.
Tapi dikehidpuan gue yang normal ini, gue menderita penyakit psikologis yang beberapa orang mungkin mengalaminya tapi belum menyadarinya, penyakit ini disebut social-awkward. Ciri-cirinya: gue akan mengeluarkan aura canggung setiap bertemu orang yang baru kenal,gue gak bisa menatap mata orang lama-lama, gue gak akan bisa membuat percakapan di ruang penuh orang tetapi sepi, gue hanya ngobrol akrab bersama orang yang gue anggap teman (biasanya teman sekelas), dan yang paling menonjol setiap gue suka sama sosok cewek, gue akan mengobrol tak kenal lelah melalui jejaring sosial, entah itu sms, bbm, LINE, simsimi, apapun itu. Tapi ketika bertemu dengan orangnya langsung, mulut gue membisu, otak gue berhenti sesaat, tak ada yang bisa gue lakukan selain membuang muka. Alhasil gue dapat predikat cowo terjutek sejak SD kelas 4 sampai sekarang. Gue sedikit bangga dengan itu, itu membuktikan kalau keberadan gue setidaknya di akui orang.
Selain social-awkward di kehidupan gue yang normal ini ada satu hal yang menurut gue tidak normal kalau dibandingkan dengan teman-teman seangkatan gue. Yaitu cinta.
Gue belum pernah merasakan cinta yang benar-benar sampai ke pojok hati gue. Sebatas suka yang sebulan kemudian rasa itu telah terlupakan. Cinta monyet yang merupakan salah satu dari syndrom remaja ini sering menghampiri gue. Gebetan gue banyak (pas smp). Tapi hanya tiga yang nyantol.
Gue sering membandingkan kisah asmara gue dengan teman-teman smp dan sma gue. Beberapa dari mereka bisa awet pacaran sampai bertahun-tahun padahal setiap bulannya mereka pasti berantem dan membuat suasana kelas jadi canggung. Ada yang pacarannya sudah direstui orangtua kedua belah pihak. Bahkan ada yang sudah merasakan first kiss nya (ya gue gak ngarep sih). Tapi gue disini hanya menjadi perantara teman-teman gue yang pacaran dan menjadi sumber cibiran mereka saat gue melakukan kesalahan. “jomblo sihh” begitu kurang lebih.
Ketiga mantan gue ini hampir semua gue udah lupa. Yang paling gue inget adalah yang terakhir. Sosok bernama Fifi ini mengaku suka gue ketika jurit malam acara dari gereja gue dulu. Malam itu kami disuruh melewati jalan setapak becek nan gelap. Gue sebagai laki-laki satu-satunya di kelompok itu membranikan diri membawa senter dan maju di barisan paling depan. Fifi berada dibelakang gue dan sepanjang perjalan dia memegang lengan jaket gue.
Awalnya hanya jaket. Tapi makin jauh kami melewati jalan setapak ini, tangan dia berada di telapak tangan gue.
“gue takut Jo, kaya gini sebentar gapapa ya?”
Yahh well ini berkah buat gue. Lumayan tangan gue yang sudah lama tidak digenggam ini dipegang oleh cewe cantik yang baru saja gue kenal. Jadi gue bersikap gentle dan mempersilahkan dia menyandarkan ketakutannya ke tangan gue.
Selesai acara dia berkata
“wah Jo lu hebat banget ya. Kok berani siih di tempat gelap sempit gitu? Jago deh kamu”
Disitu gue gak mungkin berkata yang sejujurnya. Apanya yang berani? Sepanjang acara gue ngumpulin semua ketakutan gue ke dalam perut gue yang masuk angin. Seingat gue, setiap mau jalan langkah kaki gue gemetar membayangkan apa yang bersembunyi di tempat gelap seperti itu. Tapi apa boleh buat, bacot an khas gue keluar tiba-tiba bercampur dengan kebiasaan social-awkward gue.
“ah segitu mah udah sering di rumah, huehe” gue berbicara dengan nada sok cool sambil membuang muka.
Dengan semua kejadian itu, pada akhirnya gue bertukaran nomor handphone dan pin bb. Kebiasaan buruk gue terjadi lagi. Gue banyak berbicara di percakapan tak langsung itu. Kami berbicara tak kenal waktu. Menanyakan hal-hal yang sama terus menerus sampai salah satu berkata “udah dulu ya udah malam, dadah good night, sleep well !”
Itu berulang terus menerus sampai takdir mempertemukan kami secara langsung di gereja. Saat kami berpapasan dia hanya melempar senyum sedangkan gue melempar muka sambil menahan malu.
Sampai sekarang belum ada percakapan secara langsung diantara kami. Gue hanya berbicara seperti orang bisu melalui handphone.
Lambat laun kami menyatakan saling suka (melalui sms). Walaupun ngomongnya udah pake sayang-sayang an, gue gak pernah nembak dia. Jadi secara teoritis hubungan ini tidak bisa dikatakan pacar. Hanya gue seorang yang menganggap dia mantan pacar gue setiap ditanya perihal “berapa banyak mantan pacar lo?”
Fifi cewek yang bener-bener gue respect. Dia berkata kalau gue cinta pertamanya dan dia belum pernah merasa senyaman ini setiap dia chattingan dengan gue.
Sampai sekarang kami punya janji. Setelah kelulusan SMP gue pernah berkata gue bakal masuk sma di Bandung (saat itu gue masih tinggal di cianjur). Dia berkata gak ada yang bisa gantiin gue, dia gak pengen gue pindah. Dan dengan kebranian, kebodohan, kepolosan gue, gue berkata “sanggup nunggu tiga tahun?”.
Dia menyanggupinya, dia berkata bakal nunggu tiga tahun sampai dia lulus sma dan hendak kuliah ke Bandung. Janji itu masih berlaku sampai sekarang. Gue tinggal meunggu 1,5 tahun lagi untuk membuktikan janji yang dibuat anak smp ini. Walau sebenarnya, jauh di dalam hati gue, janji ini sama sekali tidak gue tanggapi.
Bagaimanapun juga, seburuk apapun penyakit gue, gue sadar kalau Fifi adalah orang terakhir yang gue suka. ~
Sampai dia datang dan mengubah segalanya...
Spoiler for Indeks:
PART 6: Hoseki ? Hoffen?
PART 7: Hoseki ? Hoffen? -2
PART 8: The Abnormal One
PART 9: The Abnormal One -2
PART 10: The Abnormal One -3
PART 11: Pembahasan Tanpa Ujung
PART 12: Kerupuk Ikan Rasa Udang (A story from Redzki)
PART 13: Kerupuk Ikan Rasa Udang (A story from Redzki) -2
PART 14: Benjamin Spock
PART 15: Benjamin Spock -2
PART 16: Benjamin Spock -3
PART 17: Trissha Minnoty
PART 18: Trissha Minnoty -2
PART 19: Between You and Her
PART 20: Symphony 7 Warna
PART 21: Symphony 7 Warna -2
PART 22: Symphony 7 Warna -3
PART 23: Permata dan Harapan
PART 24: Permata dan Harapan -2
PART 25: Permata dan Harapan -3
PART 26: Gadis Malu
PART 27: Black Market
PART 28: Black Market -2
PART 29: Sebab Akibat
PART 30: Sebab Akibat -2
PART 31: Anggrek Bulan
PART 32: Anggrek Bulan -2
PART 33: Dibalik Hujan Kemarau (A story from Agam)
PART 34: Dibalik Hujan Kemarau (A story of Agam) -2
PART 35: If You Know What I Mean
PART 36: If You Know What I Mean -2
PART 37: 15 Agustus
PART 38: 15 Agustus -2
PART 39: Minneapolis
PART 40: Minneapolis -2
PART 41: Woman's Problem
PART 42: Woman's Problem -2
PART 43: Uncompleted Canceled Plan
PART 44: Uncompleted Canceled Plan -2
PART 45: Uncompleted Canceled Plan -3
PART 46: Uncompleted Canceled Plan -4
PART Bonus: Yuk! mengenal dan tes Highly Sensitive Person !
Spoiler for Penokohan:
Sam Cristian (Joe) ... Tokoh utama dalam cerita. juga berperan sebagai penulis cerita alias TS sendiri

Hoseki Hoffen ... Perempuan yang menjadi sorotan karena keunikannya.. mungkin ada yang bertanya kenapa namanya nyentrik banget, karena itu tetap bersabar karena ada part dimana nama makhluk ini dijabarkan.
Mino ... Perempuan yang mempunyai cara sendiri ketika mengejar orang yang disukainya... aneh memang.
Agam ... si otaku pervert temennya Sam
Redzki ... Maniak komputer yang misterius. temennya Sam juga
Bagdi (bang Andi) ... anaknya pak kost yang kebetulan seorang psikolog. temennya Sam lagi..
Cipta ... pelawak di Baka sekaligus ketua Baka. lagi-lagi temannya Sam..
Bella ... Perempuan yang dikejar-kejar Sam. ...tadinya
Om Albert ... Ayahnya Hoseki. si kaya dengan sembilan anak uniknya.
Pakos ... pria buncit sang penjaga rumah kost
Bukos ... sepaket dengan Pakos
Renaldi ... teman bermain Sam. hanya muncul saat dikantin.
Bu Musdianti .. si guru bahasa Inggris yang kelewat baik.
Pak Momo ... Si wali kelas tercintah
..next, Coming Soon
Diubah oleh joechristianp 13-09-2015 20:08
anasabila memberi reputasi
1
17.2K
Kutip
126
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
joechristianp
#93
Spoiler for PART 34: Dibalik Hujan Kemarau (A story from Agam) -2:
Headsetberdentum keras. Tak ada yang gue dengar selain lantunan Supermassive Black Hole bermain di telinga gue. suasana sangat ramai di kantin tapi gue sibuk berkutat dengan bukunya Sir Arthur Conan Doyle. Gue menghabiskan seperempat uang bulanan gue untuk membeli novel Sherlock Holmes yang saat itu sedang ada bazar. Sedih memang melihat buku kesukaanmu masuk kedalam buku tidak laku yang dibazarkan.
Hujan turun dengan derasnya, Padahal ini musim kemarau. Membuat sebagian murid enggan untuk pulang ke rumah. Gue duduk ujung kantin, tempat favorit gue, bersama grup Baka. Hanya Agam yang tidak hadir disini. Mereka sedang membahas hal yang tidak gue ketahui, jadi gue semakin menaikkan volume musik ketika mereka bicara semakin keras karena suara mereka tertutup oleh berisiknya hujan. Kalau gue sudah memegang buku, apalagi Sherlock Holmes, malas rasanya untuk berhubungan dengan dunia luar.mengabaikan orang lain bicara merupakan hal yang sulit bagi gue. terlebih lagi grup ini kerjaannya selalu tertawa, membuat gue penasaran dengan lelucon yang mereka buat.
Gue pergi menjauh dari kerumunan orang di kantin. Meminta izin ke kamar mandi ke teman-teman dan bergegas pergi. Rasanya gue ingin menyendiri, tapi karena hujan sangat deras, tempat biasa gue menyendiri, yaitu loteng sekolah, tidak mungkin ditempati. Gue berkeliling sekolah mencari tempat yang cocok untuk membaca. Dengan headset di telinga, gue mengabaikan sapaan orang-orang yang gue kenal ketika melintas. Entah kenapa rasanya gue sangat ingin menyendiri dan malas melihat wajah-wajah orang.
Ada satu tempat yang gue kira tenang dan sepi. Yaitu sebuah kelas bekas ruang pramuka. Gue duduk diterasnya yang memandang langsung ke lapangan dan hanya dibatasi tralis besi. Gue duduk disana, membaca, sambil terciprat air dan hembusan angin hujan. Segar rasanya. Gue yakin nanti malam pasti gue akan menghabiskan obat masuk angin lagi.
Saat sedang asik membaca , gue melihat Agam sedang berdiri bersama seorang perempuan yang samar-samar gue kenali wajahnya. Salma. Mereka berdiri berdua bak remaja yang sedang kasmaran di lantai dua gedung ketiga sekolah. Gedung yang berbeda dari tempat gue sekarang.
Pandangan gue terhalangi hujan. Yang jelas mereka sedang asik mengobrol dan terkadang melepas tawa. Sudah belasan menit gue terus melihat mereka. Keadaan semakin terlihat bagus dan Agam mulai mendekatkan badannya. Gue yakin kalau atmosfir nya sudah seindah ini, acara berikutnya pasti tembak menembak. Gue kemudian mendekat untuk mencari tau.
Gue naik ke gedung itu melalui tangga belakang. Kalau melewati tangga ini Agam pasti tidak bisa melihat gerak-gerik gue. tapi ketika mata gue mengintip dari anak tangga yang terakhir, Agam sudah menghilang dari posisi terakhirnya. Salma juga tidak ada. Karena penasaran, gue malah mengelilingi gedung itu untuk mencari sosoknya.
Dengan langkah yang tak terdengar, gue berhasil menemukan mereka berdua di lab. Bahasa. Sepertinya pelajaran terakhir Salma adalah bahasa Indonesia, jadi dia meninggalkan tas nya disana. Mungkin mereka berdua ke ruang itu untuk mengambil tas nya Salma dan pulang.
Dugaan gue salah. Mereka malah berlama-lama disana. Agam membuat dua cangkir kopi. Air panas memang disediakan dari dispenser yang menyala yang diletakkan di lab itu, Sedangkan serbuk kopinya entah dari mana. Mereka berdua menikamti secangkir kopi hangat bersama . Suasana hujan menambah romantisnya keadaan. Sedangkan gue sembunyi di ruang biolgi tepat disebelah lab bahasa. Gue melihat mereka melalui sela-sela pintu. Kecil tapi jelas. Gue bisa mendengar mereka mengobrol tentang eskul FF. Obrolan hanya sebentar. Kemudian agam mengambil kursi dan duduk menghadap jendela. Disusul oleh Salma sambil berdiri.
Keadaan semakin dingin. Kedua tangan mereka menggengam cangkir semakin erat. Suasana sangat hening. Hanya ada suara tetes hujan yang mendesis diatas atap. Hujan semakin tenang tapi masih deras. Kopi mereka hampir habis tapi tak satupun timbul percakapan. Gue melihat tangan agam sedikit gemetar seperti menahan sesuatu. Suasana semakin canggung.
“menurutmu tim bakal menang di Bandung Fantasy Flag Football gak?” Agam angkat bicara. BF3 adalah nama olimpiade FF di Bandung yang akan diikuti tim eskul FF sma 23. Agam memang sudah menceritakan itu sebelumnya ke gue, kalau dia akan bertanding sebagai Wide Reciver.
“ ya kalau kalian berusaha, pasti menang”
“begitu ya..”
Beberapa menit berlalu. Angin berubah arah. Membelokkan tetes hujan tepat kearah jendela tempat Agam diam memandang. Jendela penuh oleh tetes hujan yang mengalir bebas kebawah. Angin masuk melewati ventilasi dan membuat rambut Salma sedikit terurai (saat itu ia sendang melepas hijabnya). Keadaan beigtu tenang dan sunyi. Agam meneguk kopinya untuk terakhir kali.
“selama ini aku menyukaimu”
Perkataan itu tiba-tiba keluar dari mulut Agam. Tanpa peingatan, tanpa aba-aba. Salma tampak kaget dan bingung. Agam tampak serius, dia tak menarik perkataanya atau menambah kata apapun. Dia hanya memandang lurus ke arah hujan yang semakin deras. Keheningan terasa canggung dan Agam menoleh ke arah Salma.
“bukannya ngagettin tapi.. ini hal yang ingin aku katakan dari dulu, suasana terasa enak dan aku tak bisa menahannya lagi. Terasa sakit kalau terus menahan”
“Agam..”
“yaa.. gak harus dijawab sekarang. Aku udah cukup senang menjadi temanmu. Rasanya eskul FF tidak akan ramai seperti ini tanpamu.”
Salma hanya mengangguk. Tak ada yang dia katakan. Hujan terus memukul bumi dengan kerasnya.
“a..akku..”
“kalau kamu memang keberatan, tak usah dijawab sekarang.” Senyum tipis keluar dari mulut Agam.”sungguh, sebenarnya aku juga takut mendengar jawabannya.”
Ya Agam pasti takut. Dia sudah tau kalau Salma menyukai temannya sendiri. Dia berani mengambil resiko dan mencoba peruntungan dari suasana yang mendukung ini. Tapi apa boleh buat, tak tampak tanda-tanda kalau Salma akan menerima Agam.
Salma terus menundukkan kepala. Dia meletakkan kopinya yang masih terisi di samping cangkir Agam.
“Maaf”
Hanya itu yang terutar dari mulut Salma. Agam mengangguk pelan. Dari belakang, Agam terlihat sedang bersedih. Salma mundur beberapa langkah untuk mengambil tasnya tapi ragu-ragu..
“pergilah, kamu sudah dijemput.” Ucap Agam tanpa menoleh.
Salma mengangguk lagi. Sebelum berlalu, Salma sempat berbalik memandang Agam.Agam memblakanginya. dia terlihat seperti tidak tega meninggalkan Agam. Salma kemudian senyum tipis, melambaikan tangan walaupun Agam tak melihatnya. Kemudian pergi.
Diluar, Hujan musim kemarau masih turun, dan Agam terpaku disana untuk melihatnya lebih lama.
Hujan turun dengan derasnya, Padahal ini musim kemarau. Membuat sebagian murid enggan untuk pulang ke rumah. Gue duduk ujung kantin, tempat favorit gue, bersama grup Baka. Hanya Agam yang tidak hadir disini. Mereka sedang membahas hal yang tidak gue ketahui, jadi gue semakin menaikkan volume musik ketika mereka bicara semakin keras karena suara mereka tertutup oleh berisiknya hujan. Kalau gue sudah memegang buku, apalagi Sherlock Holmes, malas rasanya untuk berhubungan dengan dunia luar.mengabaikan orang lain bicara merupakan hal yang sulit bagi gue. terlebih lagi grup ini kerjaannya selalu tertawa, membuat gue penasaran dengan lelucon yang mereka buat.
Gue pergi menjauh dari kerumunan orang di kantin. Meminta izin ke kamar mandi ke teman-teman dan bergegas pergi. Rasanya gue ingin menyendiri, tapi karena hujan sangat deras, tempat biasa gue menyendiri, yaitu loteng sekolah, tidak mungkin ditempati. Gue berkeliling sekolah mencari tempat yang cocok untuk membaca. Dengan headset di telinga, gue mengabaikan sapaan orang-orang yang gue kenal ketika melintas. Entah kenapa rasanya gue sangat ingin menyendiri dan malas melihat wajah-wajah orang.
Ada satu tempat yang gue kira tenang dan sepi. Yaitu sebuah kelas bekas ruang pramuka. Gue duduk diterasnya yang memandang langsung ke lapangan dan hanya dibatasi tralis besi. Gue duduk disana, membaca, sambil terciprat air dan hembusan angin hujan. Segar rasanya. Gue yakin nanti malam pasti gue akan menghabiskan obat masuk angin lagi.
Saat sedang asik membaca , gue melihat Agam sedang berdiri bersama seorang perempuan yang samar-samar gue kenali wajahnya. Salma. Mereka berdiri berdua bak remaja yang sedang kasmaran di lantai dua gedung ketiga sekolah. Gedung yang berbeda dari tempat gue sekarang.
Pandangan gue terhalangi hujan. Yang jelas mereka sedang asik mengobrol dan terkadang melepas tawa. Sudah belasan menit gue terus melihat mereka. Keadaan semakin terlihat bagus dan Agam mulai mendekatkan badannya. Gue yakin kalau atmosfir nya sudah seindah ini, acara berikutnya pasti tembak menembak. Gue kemudian mendekat untuk mencari tau.
Gue naik ke gedung itu melalui tangga belakang. Kalau melewati tangga ini Agam pasti tidak bisa melihat gerak-gerik gue. tapi ketika mata gue mengintip dari anak tangga yang terakhir, Agam sudah menghilang dari posisi terakhirnya. Salma juga tidak ada. Karena penasaran, gue malah mengelilingi gedung itu untuk mencari sosoknya.
Dengan langkah yang tak terdengar, gue berhasil menemukan mereka berdua di lab. Bahasa. Sepertinya pelajaran terakhir Salma adalah bahasa Indonesia, jadi dia meninggalkan tas nya disana. Mungkin mereka berdua ke ruang itu untuk mengambil tas nya Salma dan pulang.
Dugaan gue salah. Mereka malah berlama-lama disana. Agam membuat dua cangkir kopi. Air panas memang disediakan dari dispenser yang menyala yang diletakkan di lab itu, Sedangkan serbuk kopinya entah dari mana. Mereka berdua menikamti secangkir kopi hangat bersama . Suasana hujan menambah romantisnya keadaan. Sedangkan gue sembunyi di ruang biolgi tepat disebelah lab bahasa. Gue melihat mereka melalui sela-sela pintu. Kecil tapi jelas. Gue bisa mendengar mereka mengobrol tentang eskul FF. Obrolan hanya sebentar. Kemudian agam mengambil kursi dan duduk menghadap jendela. Disusul oleh Salma sambil berdiri.
Keadaan semakin dingin. Kedua tangan mereka menggengam cangkir semakin erat. Suasana sangat hening. Hanya ada suara tetes hujan yang mendesis diatas atap. Hujan semakin tenang tapi masih deras. Kopi mereka hampir habis tapi tak satupun timbul percakapan. Gue melihat tangan agam sedikit gemetar seperti menahan sesuatu. Suasana semakin canggung.
“menurutmu tim bakal menang di Bandung Fantasy Flag Football gak?” Agam angkat bicara. BF3 adalah nama olimpiade FF di Bandung yang akan diikuti tim eskul FF sma 23. Agam memang sudah menceritakan itu sebelumnya ke gue, kalau dia akan bertanding sebagai Wide Reciver.
“ ya kalau kalian berusaha, pasti menang”
“begitu ya..”
Beberapa menit berlalu. Angin berubah arah. Membelokkan tetes hujan tepat kearah jendela tempat Agam diam memandang. Jendela penuh oleh tetes hujan yang mengalir bebas kebawah. Angin masuk melewati ventilasi dan membuat rambut Salma sedikit terurai (saat itu ia sendang melepas hijabnya). Keadaan beigtu tenang dan sunyi. Agam meneguk kopinya untuk terakhir kali.
“selama ini aku menyukaimu”
Perkataan itu tiba-tiba keluar dari mulut Agam. Tanpa peingatan, tanpa aba-aba. Salma tampak kaget dan bingung. Agam tampak serius, dia tak menarik perkataanya atau menambah kata apapun. Dia hanya memandang lurus ke arah hujan yang semakin deras. Keheningan terasa canggung dan Agam menoleh ke arah Salma.
“bukannya ngagettin tapi.. ini hal yang ingin aku katakan dari dulu, suasana terasa enak dan aku tak bisa menahannya lagi. Terasa sakit kalau terus menahan”
“Agam..”
“yaa.. gak harus dijawab sekarang. Aku udah cukup senang menjadi temanmu. Rasanya eskul FF tidak akan ramai seperti ini tanpamu.”
Salma hanya mengangguk. Tak ada yang dia katakan. Hujan terus memukul bumi dengan kerasnya.
“a..akku..”
“kalau kamu memang keberatan, tak usah dijawab sekarang.” Senyum tipis keluar dari mulut Agam.”sungguh, sebenarnya aku juga takut mendengar jawabannya.”
Ya Agam pasti takut. Dia sudah tau kalau Salma menyukai temannya sendiri. Dia berani mengambil resiko dan mencoba peruntungan dari suasana yang mendukung ini. Tapi apa boleh buat, tak tampak tanda-tanda kalau Salma akan menerima Agam.
Salma terus menundukkan kepala. Dia meletakkan kopinya yang masih terisi di samping cangkir Agam.
“Maaf”
Hanya itu yang terutar dari mulut Salma. Agam mengangguk pelan. Dari belakang, Agam terlihat sedang bersedih. Salma mundur beberapa langkah untuk mengambil tasnya tapi ragu-ragu..
“pergilah, kamu sudah dijemput.” Ucap Agam tanpa menoleh.
Salma mengangguk lagi. Sebelum berlalu, Salma sempat berbalik memandang Agam.Agam memblakanginya. dia terlihat seperti tidak tega meninggalkan Agam. Salma kemudian senyum tipis, melambaikan tangan walaupun Agam tak melihatnya. Kemudian pergi.
Diluar, Hujan musim kemarau masih turun, dan Agam terpaku disana untuk melihatnya lebih lama.
0
Kutip
Balas