Kaskus

Story

kabelrolAvatar border
TS
kabelrol
that's what friends are for
Spoiler for pembuka:


Spoiler for sampul:




Pesan whatsapp itu datang begitu saja,

Quote:


Tangan gue masih perih karena kejadian di pagi kemarin itu, kalo dirasa, perihnya hati gue lebih kerasa ketimbang tinju yang ngga dipake 10 tahun lebih buat nonjok orang lagi. Meski gitu, gue tetep berkeinginan untuk bales pesan itu.

"Sini aja, Nae,"

"Oke, gue emang udah di jalan, sih. Paling sepuluh menit sampe di tempat lo,"

centang biru. Gue nyengir aja. Itu bocah emang belum berubah terlalu banyak, kecuali ada gelar dokter yang baru dia dapet di depan namanya. Gue lihat profil kontak whatsappnya. Nae beneran ngga berubah, tidak ada juga perubahan pada warna rambut. Gue berdiri, ngeliat kaca, dan nyisir rambut pake tangan. Gue ganti celana dan baju. Gue berantakan banget, untung Nae dateng. Kalo ngga, bisa sepuluh hari dalam kondisi bau gitu, gue masih betah emoticon-Malu (S)Bener aja, ngga lama, ada yang ngetok pintu di lantai bawah--ya, iyalah, kalo ngetoknya di pintu lantai atas, ngeri amat, sob emoticon-Takut (S)

"Assalamu'alaikum,"

suaranya, sih, Nae, yang menyeru salam di bawah. Gue balas salamnya sembari lari ke bawah. Gue sendiri lagi di rumah kali ini, semua orang lagi jaga toko di toko pojokan itu. Gue absen ke orang rumah gue ngga bisa partisipasi jaga toko beberapa hari ini. Alasan gue, sih, masuk angin. Padahal, mah, justru badan gue lagi 'kosong' banget. Air mata ngosongin badan gue banget. Tsaah~

"Masuk, Bu Dokter!"
"Gue udah masuk, Mbel. Buset, berantakan amat lo, Har?"
"Yah, begitulah," gue cuma tersenyum kecut. Gue ngga beralasan nyinyir seperti, gue mah bukan dokter, jadi ngga wajib selalu bersih--padahal mah emang dasarnya aja gue jorok emoticon-Malu (S)

"mana Haruki?"

Aah.. akhirnya pertanyaan itu pecah juga, keluar.

"Duduk dulu, Nae. Mau minum apa?" dan akhirnya kita berbasa-basi sejenak. Gue jadi punya waktu untuk nyiapin kata terbaik apakah yang akan mewakili rentetan kejadian sejauh ini--sudah terlalu jauh emoticon-Frown

"Har, apa perlu gue tanya sekali lagi? Mana Haruki?"

dr.Nae sepertinya menangkap gejala ngga beres dari gue. Sebab, apdetan medsos gue waktu itu, terakhir soal gue sama Haruki EO-in kateringnya perkimpoian Widya (emoticon-Frown emoticon-Frown)

"Dia udah pulang, Nae"

"Gue ngga yakin, Har, kalo Haruki cuma sekadar 'pulang' aja. Pasti ada yang harus lo ceritain ke gue,"

Ternyata, waktu basa-basi dan ngambilin minuman barusan tadi ngga cukup ngasih waktu gue untuk cari kata terbaik untuk memulai percurhatan ini emoticon-Malu (S)

"Yaah.. jadi gini nae...
Spoiler for sekilas cerita sebelumnya:


...gitu, Nae.."

mata dr. Nae terlihat simpatik mendengar kisah yang belibet barusan.

"Widya kimpoi?" --gue ngangguk.
"Haruki ....?" --gue ngangguk lagi.
"Lo ngenes banget, Har..," --gue tersenyum kecut, sembari ngangkat bahu. Nasib gue begini kali.
"Terus, sekarang lo mau gimana, Har?" --gue tersenyum kecut lagi, ngangkat bahu lagi. Gue masih bingung, lebih tepatnya kaget sih. Nae mendesah perlahan, dia gigit bibir bawahnya. Keknya Nae semacam gemes dengerin cerita gue.

"Gue tanya balik sama lo, Nae. Kalo lo di posisi gue, apa yang lo lakukan?"

"Gue bakal nyari Haruki sampe dapet, ngga perduli gimana,"

Jeder! seakan ada durian jatuh di ubun-ubun gue. Yap, jawabannya emang sesimpel itu, tapi tentu dengan banyak ganjelan.

"Untuk apa? Toh, dia udah ada Farhan. Farhan pasti bisa ngelindungi Haruki,"

"Muka lo! Lo percaya sama Farhan, heh? Bukannya lo tau gimana Farhan?"

Jeder lagi! gue teringat bagaimana Widya nyiram pake air kola Farhan dan Nurul--sahabatnya Widya sendiri, di malam itu, di depan muka gue sendiri. Tapi, gue masih berusaha membebal.

"Waktu itu masih cinta monyet, jaman SMA, sekarang udah berubah kali,"

"bodoh! Kalo gitu, pertanyaannya gue inverse, bukannya lo ngga tau gimana Farhan?"

Lagi-lagi jeder lagi! Ya, gue tau Farhan, justru karena itu gue harus khawatir. Ya, justru gue ngga tau gimana Farhan sebenernya, karena itu gue harus lebih-lebih khawatir banget.

"Har, kejar, Har!"

"Gue harus gimana?"

"Lo dateng wisuda dan sumpah dokter gue, ya. Sampe itu, gue bantu lo," terus Nae kasih tanda 'V' dengan jari dan jari tengahnya ke depan muka gue, "dua bulan, lo harus cari ongkos ke kampus gue selama waktu ini buat ngehadirin wisuda gue,"

"kampus lo itu... siang di kampus gue, malem di kampus lo, kan?"

Nae ngangguk, dengan mantap. Gue neguk ludah sendiri. Gue coba ngitung-ngitung.. pasti ongkosnya lebih mahal ketimbang waktu Haruki ngongkosin gue nemenin dia mudik ketemu saudara kembarnya di kampung halamannya itu.. Bukan, bukan di Ciracas...

Quote:
Polling
0 suara
siapa yang punya tujuan paling jujur?
Diubah oleh kabelrol 09-12-2015 00:47
anasabilaAvatar border
pulaukapokAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 2 lainnya memberi reputasi
3
67.7K
320
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
kabelrolAvatar border
TS
kabelrol
#25
pertukaran yang mahal (2)
Ya, gue inget tanggal itu. Tanggal gue berantem sama Haruki sebab persoalan Yuki. Yah, mau gimana, gue udah mulai males ngeliat 'ketergantungan' Haruki sama Yuki. Yuki dianggapnya masih hidup, iya sih, sekilas yang bisa kita berdua lihat, memang seperti itu, masih seliwetan. Tapi, bukan berarti dia hidup, Har--kata gue waktu itu. Haruki cembetut. Terus, ngga ngomong-ngomong lagi sama gue sampe empat hari. Hari keempat, mata Haruki merah, berair, tapi ngga sampe nangis emang, dia bilang,

Quote:

gue diem, mendengus, dan mengalihkan obrolan. Kita mesti berbaikan, kalo ngga, gue ngga bisa nyontek PR matematiknya Haruki emoticon-Ngakak (S)emoticon-Hammer (S) Setelah itu, jika Haruki dengan semangat ngomongin Yuki, semua yang berkaitan dengannya, baik itu di masa lampau ketika Yuki memang masih hidup, maupun masa SMA itu ketika Yuki udah ngga ada, gue selalu mengeluarkan pandangan dengan mata yang seakan bilang, "oh, iya, deh, Har, terserah lo,"

gue menyadari gue seperti itu--gue sesadis itu ternyata. Gue baru menyadari ketika gue membaca lembar yang itu, di lembar ketika kita masih 2 SMA, 7 tahun yang lalu.

Quote:


Buku harian itu betul-betul mengupas kenapa Haruki sayang banget sama kakak kembarnya itu. Dasar Haruki adalah anak manja, segala kedewasaan, ketegaran, kedermawanannya, bisa gue tangkep warisannya Yuki. Dasar Haruki adalah anak manja, tapi itu ngga dia tampakin lagi sejak itu. Makanya, gue sangat jarang ngeliat Haruki nangis. Dasar Haruki adalah anak manja, tapi entah seberapa kuat rasa sayang ke sodara kembarnya itu, dia jadi sungguh baik. Dasar Haruki si Anak Manja emoticon-Smilie

Quote:


Gue jadi semacam maklum, di awal tahun kemarin, ketika dia dateng ke tempat gue, Haruki semacam ngga mengalami musibah yang besar--yah, persoalan kantor, orang tua, dan Farhannya itu. Dia biasa aja. Bahkan, dia sempet bilang hal yang sama ke gue, ketika gue harus menghadapi pernikahan Widya, rasa kecele super karena Lani suka sama gue karena gue mirip cinta pertamanya, sementara karena hal sepele dan ngeselin itu rentetan akibatnya bukan main, dan hal-hal yang ngga enak kemaren itu. Bahkan, Haruki malah menyarankan gue untuk menyerang maju: konkritnya, gue mengiringi lagu di pernikahan Widya. Ya, setelah dipikir lagi, kalo bukan Haruki, gue ngga bakalan ada di pernikahan Widya, apalagi jadi EO kateringnya, apalagi ikut ngisi di panggung musiknya, apalagi bawain lagu "all of me" dan "all out of love". Ya, kalo ngga ada Haruki, itu ngga mungkin banget. Dan.., Ya, kalo Yuki pada suatu masa ngga pernah bilang begitu ke Haruki, barangkali, saat ini gue cuma segumpal daging yang semakin pengecut di setiap hari gue.

Gue semakin membulatkan tekad, inilah solusi, gue harus menemui Haruki--meski ketika saat itu tiba, gue bakal diusir, atau Haruki ngga ngubah pendiriannya, tapi, ya, gue mesti solusi. Bukan ngeluh atau nangis tersedu-sedu aja.

Tapi, solusi yang dipilih Haruki emang mahal, sangat mahal. kenapa lagi harus Farhan, sih?


Setelah itu, tahun-tahun berikutnya adalah curhat soal betapa enaknya berbagi. Ya, lagi-lagi di buku harian itu yang ditulis paling awal adalah "KAK! KAK! KAK!"

Quote:


ternyata Haruki ngerasain apa yang gue juga rasain waktu itu. Memberi emang enak. Haruki ngajarin banyak soal poin ini dan ternyata, Haruki dapet itu dari Yuki. Gue semacam maklum kalo Haruki dikit-dikit Yuki. Dikit-dikit Yuki. Gue jadi ngga enak sendiri. Waktu itu, gue cuma menyangka Haruki adalah anak manja yang gagal move on dari ditinggal meninggal kakaknya. Waktu gue diceritain tentang Yuki, cerita Haruki ngga semenarik ini dan ngga semendetail ini. Yah, tentu saja. Selain itu, gue juga udah keburu empet sama Haruki yang norak banget soal Yuki--padahal udah jelas ngga ada, udah meninggal, tapi masih aja bilang 'sesuatu' yang ngikutin itu Yuki. Jelas-jelas bukan.

Tapi, gue jadi berpikir, apa 'sesuatu' yang ngikutin Haruki waktu itu adalah kenangannya, ya? beda sama apa yang gue lihat? ah, masa, iya?

Hari-hari selanjutnya yang Haruki tulis masih seputar kesehariannya di sekolah sama gue, pulang ke rumah soal Ayah-Ibunya, dan kekangenannya sama kakak kembarnya. Udah, muter-muter itu aja. Masih seruan buku harian gue emoticon-Big Grin

Quote:


Gue tertampar di bagian situ, sungguh tertampar sob. Gue melupakan janji itu. Awalnya, kita emang sering telpon dan smsan. Dan kadang, itu bisa berjam-jam. Sayangnya, gue ngerasa itu gangguan. Gue mikir waktu itu,

"dasar anak manja! ngapain sih nelpon sampe jam-jaman. gue juga repot, tahu"

waktu itu, waktu gue kembali ngecengin Nisa kembali. waktu gue ngga mikir bakal begini, gue bakal kehilangan dia emoticon-Berduka (S)

seiring waktu dan kesibukan yang gue putuskan untuk gue jalani, janji itu menyublim. ngga ada bekasnya. sesekali, gue dapet sms, atau chat dari salah satu medsos yang sekarang gue pegang passwordnya, dari Haruki, nulis kata yang kira-kira seragam,

"Hei, sombong," atau

"Hei, Har," atau

"Hei, lagi sibuk apa, Har?"

dan itu. gue cuma membalas seadanya dan sering sekali ngga Haruki balas balik. Gue cuma dengan simpelnya berpikiran, ah, haruki sibuk barangkali. Yang ngga gue pikirkan kemungkinannya adalah, haruki nunggu janji itu, janji gue akan main ke tempatnya ketika liburan datang Faktanya, cuma sekali dan empat lebaran selama kita kuliah gue main ke tempatnya. Ya, gue ngga mikirin kemungkinan chat gue ngga dibalas balik adalah karena.

Haruki kecewa--dan dia menemukan orang yang mengganti kekecewaannya itu dengan orang yang mirip Har waktu SMA. kehangatan untuk kesendirian Haruki. kegembiraan untuk kekangenan Haruki atas sodara kembarnya. penerimaan-penerimaan...

ah... sungguh pertukaran yang mahal.. karena itu, cowok itu, bernama Farhan.

****

Gue ngga tau apa yang Paruki dan Buruki baca, yang jelas, itulah hari-hari yang gue sangat bookmark. 2009 itu adalah hari terakhir gue menemukan Harsya di buku harian Haruki jadi tokoh utama. Penyesalan datang pada 2015, 2009 adalah tahun dimana gue membuang salah satu teman terbaik, bahkan, rasanya, gue jadi seseorang yang ngaruh atas hilangnya Haruki emoticon-Berduka (S).

andai saja...

andai saja gue ngga sedingin itu, andai saja gue penuhi janji itu, andai saja gue telpon dan sms dia dengan antusias, bertanya apa kabarnya, bertanya apa saja yang sudah ia lakukan, bertanya apa saja keluh-kesahnya, sambil menghitung kalender; berapa puluh hari lagi ke hari dimana kita sama-sama dapet libur dari kampus. andai saja...

gue menukar janji ke Haruki itu dengan setumpuk kegiatan yang artifisial, ikutan rapat, mejeng kanan-kiri di organisasi kampus, main sama teman baru yang gue temukan, ngecengin temen sekelas (Gadis namannya emoticon-Berduka (S)), dan hal-hal yang rasanya... ah, ngga sepadan sama Haruki yang menghilang dengan kodisi begitu.

****

Gue ngga tau apa yang Paruki dan Buruki baca, tapi, yang jelas, ruang makan itu jadi berat suasananya. Buruki sudah sibuk ngelap pipinya berkali-kali dari tadi, sapu tangan untuk air mata harunya. Paruki juga melenguh napas yang berat. Gue dan Nae diam, menunduk atau melihat buah pisang yang ngga kita makan di tengah meja makan.

Buruki dan Paruki mohon pamit duluan. Gue mengangguk. Yah, sungguh, ini keputusan yang pas ngasih buku harian Haruki ke mereka berdua. Gue menghela napas yang agak panjang dan beranjak membereskan meja makan, piring-piring kotor di benahi oleh Nae. Kalau kondisi begini, ktia jadi cekatan emoticon-Ngakak (S)Kita berdua banyak bicara dalam diam. Jam delapan, ini masih jam delapan. Anak-anak alay dengan motor supr* dan knalpot sok racing baru juga keluar.

"Nae, keluar, yuk?"

ya.. rumah ini sangat sumpek. kita harus cari udara segar sebentar...

Quote:
Diubah oleh kabelrol 22-07-2015 15:20
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.