- Beranda
- Stories from the Heart
Kelakuan Anak Kuliah
...
TS
pujangga1000
Kelakuan Anak Kuliah
Quote:
Quote:
Quote:
----------------------------------------------------------------------------------
========================================
pujangga1000
Diubah oleh pujangga1000 19-09-2016 03:37
yusrillllll dan 23 lainnya memberi reputasi
22
3.9M
7.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
pujangga1000
#5274
Mobil baru bang Dino 4
"Gak tau bang
" jawab gue sambil mengangguk
"Nah berarti sekarang lu tau
" lanjut bang Din
"
"
Bukan ini jawabannya bang. Harusnya ada penjelasan bang. Berita ini membuat gue syok. Apa yang dipikirkan bang Din. Masih ingat jelas cerita dia dulu. Dia yang menolak Rara dengan alasannya yang tidak rational buat gue. Dia menelan ludahnya sendiri bukan? Apakah orang ini benar-benar bisa dipercaya omongannya? Gue mulai ragu..
Atau jangan-jangan, dia hanya ingin main-main lagi? Berapa persen kemungkinannya dia serius dengan ucapannya barusan. Adakah sisi kemanusiaannya sudah hilang? Mungkinkah dia sudah tidak bisa membedakan mana humor yang harusnya dilontarkan dengan mana yang tidak. Kalau ini cuman bercanda, sama sekali gak lucu.
"Bisa kan jek?" Tanya bang Din
"Gak lucu ya bang" Kata gue
"Lah, yang bercanda siapa?" Kata bang Din
"Kau lah bang!" Teriak gue
Gue lepas kontrol
"
"
"Lu kenapa?" Tanya bang Din
Huh? Tampaknya bang Din tidak bercanda. Sepertinya dia serius dengan ucapannya barusan. Ini makin gawat..
"Ngapain kau sama Rara lagi? Gak ada cewek lain buat main-main?" Tanya gue
Bang Din menaikkan sebelah alisnya..
Dia yang daritadi berdiri didepan pintu kamar gue kemudian mengenggam pegangan pintu tersebut, lalu menarik pintunya hingga tertutup.
Ceklek, bunyi suara pintu telah ditutup bang Din.
Apa dia bakal membentak gue? Atau dia akan memberikan gue tekanan psikis lagi seperti yang diberikannya tempo hari?
Gue mulai ketakutan..
"Bagi rokok" Kata bang Din
Penekanan suara ini.
Sama seperti hari itu.
Cara bang Din memandang gue.
Memandang bungkus rokok gue yang diraihnya dimeja.
Setiap gerakan bola matanya.
Liar..
Rasa takut dari dalam diri gue perlahan muncul.
Gue mulai terintimidasi.
Sosok ini tidak pernah ingin gue temui lagi untuk kedua kalinya.
Mimpi buruk..
Terdengar bunyi korek yang berusaha dinyalakan.
Sekali..
Dua kali..
Ahh!
Harusnya gue membeli korek yang baru!
Korek yang gasnya sudah habis..
Bukan..
Suara gesekan batu api dengan besi korek..
Suara gesekan yang berulang-ulang..
Membuat gue semakin takut..
Bang Din meraih kembali rokok yang sudah bergelantung dibibirnya.
Tak jadi dibakar.
Rokok itu diletakkan disela jari telunjuk dan jari tengan lengan kanannya.
"Aku sama Rara mungkin nikah" Katanya sambil mengarahkan rokok dijarinya ke gue
"..."
Mata gue melotot.
Apa gue gak salah dengar?
"Kontrak dia tinggal beberapa bulan lagi. Kalau gak november, ya desember dia berhenti.." kata bang Din
November? Desember?
Sekarang Juli akhir.
Agustus. September. Oktober. November.
Empat bulan?
Bukan..
Lima bulan?
Ini serius??
"Mungkin tahun depan gua keluar dari kostan" lanjut bang Din
Mungkin? Berarti belum pasti?
Kenapa?
Kalau benar memang Rara sudah berhenti kerja, dan kalau benar bang Din serius?
Untuk apalagi mungkin?
"Kenapa bang?" Tanya gue
Banyak pertanyaan dan keraguan gue akan keputusan bang Din ini. Cuman satu bulan lebih gue gak mendengar kabar mereka berdua dan tiba-tiba bang Din berubah total. Apa iya keputusan seperti ini bisa muncul tiba-tiba hanya dalam tempo waktu sesedikit itu?
"Kita berdua uda pernah jalan barengan, lalu milih jalan masing-masing.."
"..sekarang kita mau coba untuk jalan barengan lagi.."
"Kau jangan main-main bang" gue memotong penjelasan bang Din
Bang melotot memperhatikan gue..
"Kenapa lu ragu?" Tanya bang Din
"Kalau kau memang serius, harusnya kau gak nunggu sampai desember atau tahun depan. Nyataannya kau masih ngeliat Rara cewe murahan kan bang?" Kata gue
Bang Din diam sejenak..
Dia menarik nafasnya..
Suara tarikan nafas itu menjadi jelas terdengar karena sunyi.
"Lu yang bilang sendiri kalau orang bisa berubah" jawab bang Din
"
"
Ya benar.. Dan kau juga yang bilang kalau mental orang gak bisa diubah bang..
"Kalau dia gak bisa berubah?" Tanya gue
"Gua paksa" Jawab bang Din
"
"
Bang Din bangkit berdiri. Berjalan menuju pintu kamar gue. Memutar gagang pintu agar pintunya terbuka..
"Jangan lupa besok jemput Rara" kata bang Din
Bang Din kemudian menutup pintu kembali,
"Biarin aja buka bang!" Teriak gue sebelum pintu ditutup
Bang Din melihat sekilas ke gue.
Lalu beranjak pergi dari posisinya itu.
Bang Din sudah pergi, tapi atmosfer ruang kamar gue masih sama seperti ketika bang Din meminta rokok kepada gue.
Gue masih bisa merasakan intimidasi dari bang Din tadi.
Deg...
Bayangan-bayangan mulai muncul.
Deg...
Deg...
Namun suara dari dalam diri gue tiba-tiba terniang dikepala gue..
Mengucapkan..
Gue pernah tidur sama Rara.
Lalu bang Din???
Argh!!!
Deg...
Kalau gue jadi bang Din..
Deg...
Deg...
Argh!!! Gak tau.. gue gak tau!
Apa yang bang Din pikirkan?!!
Deg...
Deg...
Deg...
" jawab gue sambil mengangguk"Nah berarti sekarang lu tau
" lanjut bang Din"
"Bukan ini jawabannya bang. Harusnya ada penjelasan bang. Berita ini membuat gue syok. Apa yang dipikirkan bang Din. Masih ingat jelas cerita dia dulu. Dia yang menolak Rara dengan alasannya yang tidak rational buat gue. Dia menelan ludahnya sendiri bukan? Apakah orang ini benar-benar bisa dipercaya omongannya? Gue mulai ragu..
Atau jangan-jangan, dia hanya ingin main-main lagi? Berapa persen kemungkinannya dia serius dengan ucapannya barusan. Adakah sisi kemanusiaannya sudah hilang? Mungkinkah dia sudah tidak bisa membedakan mana humor yang harusnya dilontarkan dengan mana yang tidak. Kalau ini cuman bercanda, sama sekali gak lucu.
"Bisa kan jek?" Tanya bang Din
"Gak lucu ya bang" Kata gue
"Lah, yang bercanda siapa?" Kata bang Din
"Kau lah bang!" Teriak gue
Gue lepas kontrol
"
""Lu kenapa?" Tanya bang Din
Huh? Tampaknya bang Din tidak bercanda. Sepertinya dia serius dengan ucapannya barusan. Ini makin gawat..
"Ngapain kau sama Rara lagi? Gak ada cewek lain buat main-main?" Tanya gue
Bang Din menaikkan sebelah alisnya..
Dia yang daritadi berdiri didepan pintu kamar gue kemudian mengenggam pegangan pintu tersebut, lalu menarik pintunya hingga tertutup.
Ceklek, bunyi suara pintu telah ditutup bang Din.
Apa dia bakal membentak gue? Atau dia akan memberikan gue tekanan psikis lagi seperti yang diberikannya tempo hari?
Gue mulai ketakutan..
"Bagi rokok" Kata bang Din
Penekanan suara ini.
Sama seperti hari itu.
Cara bang Din memandang gue.
Memandang bungkus rokok gue yang diraihnya dimeja.
Setiap gerakan bola matanya.
Liar..
Rasa takut dari dalam diri gue perlahan muncul.
Gue mulai terintimidasi.
Sosok ini tidak pernah ingin gue temui lagi untuk kedua kalinya.
Mimpi buruk..
Terdengar bunyi korek yang berusaha dinyalakan.
Sekali..
Dua kali..
Ahh!
Harusnya gue membeli korek yang baru!
Korek yang gasnya sudah habis..
Bukan..
Suara gesekan batu api dengan besi korek..
Suara gesekan yang berulang-ulang..
Membuat gue semakin takut..
Bang Din meraih kembali rokok yang sudah bergelantung dibibirnya.
Tak jadi dibakar.
Rokok itu diletakkan disela jari telunjuk dan jari tengan lengan kanannya.
"Aku sama Rara mungkin nikah" Katanya sambil mengarahkan rokok dijarinya ke gue
"..."
Mata gue melotot.
Apa gue gak salah dengar?
"Kontrak dia tinggal beberapa bulan lagi. Kalau gak november, ya desember dia berhenti.." kata bang Din
November? Desember?
Sekarang Juli akhir.
Agustus. September. Oktober. November.
Empat bulan?
Bukan..
Lima bulan?
Ini serius??
"Mungkin tahun depan gua keluar dari kostan" lanjut bang Din
Mungkin? Berarti belum pasti?
Kenapa?
Kalau benar memang Rara sudah berhenti kerja, dan kalau benar bang Din serius?
Untuk apalagi mungkin?
"Kenapa bang?" Tanya gue
Banyak pertanyaan dan keraguan gue akan keputusan bang Din ini. Cuman satu bulan lebih gue gak mendengar kabar mereka berdua dan tiba-tiba bang Din berubah total. Apa iya keputusan seperti ini bisa muncul tiba-tiba hanya dalam tempo waktu sesedikit itu?
"Kita berdua uda pernah jalan barengan, lalu milih jalan masing-masing.."
"..sekarang kita mau coba untuk jalan barengan lagi.."
"Kau jangan main-main bang" gue memotong penjelasan bang Din
Bang melotot memperhatikan gue..
"Kenapa lu ragu?" Tanya bang Din
"Kalau kau memang serius, harusnya kau gak nunggu sampai desember atau tahun depan. Nyataannya kau masih ngeliat Rara cewe murahan kan bang?" Kata gue
Bang Din diam sejenak..
Dia menarik nafasnya..
Suara tarikan nafas itu menjadi jelas terdengar karena sunyi.
"Lu yang bilang sendiri kalau orang bisa berubah" jawab bang Din
"
"Ya benar.. Dan kau juga yang bilang kalau mental orang gak bisa diubah bang..
"Kalau dia gak bisa berubah?" Tanya gue
"Gua paksa" Jawab bang Din
"
"Bang Din bangkit berdiri. Berjalan menuju pintu kamar gue. Memutar gagang pintu agar pintunya terbuka..
"Jangan lupa besok jemput Rara" kata bang Din
Bang Din kemudian menutup pintu kembali,
"Biarin aja buka bang!" Teriak gue sebelum pintu ditutup
Bang Din melihat sekilas ke gue.
Lalu beranjak pergi dari posisinya itu.
Bang Din sudah pergi, tapi atmosfer ruang kamar gue masih sama seperti ketika bang Din meminta rokok kepada gue.
Gue masih bisa merasakan intimidasi dari bang Din tadi.
Deg...
Bayangan-bayangan mulai muncul.
Deg...
Deg...
Namun suara dari dalam diri gue tiba-tiba terniang dikepala gue..
Mengucapkan..
Gue pernah tidur sama Rara.
Lalu bang Din???
Argh!!!
Deg...
Kalau gue jadi bang Din..
Deg...
Deg...
Argh!!! Gak tau.. gue gak tau!
Apa yang bang Din pikirkan?!!
Deg...
Deg...
Deg...
jenggalasunyi dan 6 lainnya memberi reputasi
7
