Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
A Born Beauty - Berkat Atau Kutukan


Cantik sedari lahir, pintar secara akademis, mahir dalam bermusik; ia memang sempurna. Tak heran semua orang memujanya. Kaum Adam berkompetisi memenangkan hatinya, sementara kaum Hawa menjadi temannya demi ketenaran.

Namun, mereka tak tahu bahwa hidupnya menyimpan sebuah rahasia. Selama ini ia terus berjuang melawan kepedihan mendalam atas kehilangan kasih sayang yang utuh dari orang tuanya akibat perceraian dan sahabat kecilnya yang menghilang di saat yang paling dibutuhkan. Tanpa disadari, sifatnya menjadi buruk. Ia membanggakan kesempurnaannya.

Sampai pada suatu masa, kehidupannya mulai berubah ketika ditemukannya kembali sepucuk catatan kecil dari sahabatnya yang terselip di kotak pensil usangnya. Sejak itulah, ia memiliki sebuah harapan untuk bangkit. Ia tak perlu mengandalkan dirinya sendiri dengan hadirnya orang-orang yang mengasihinya. Masalah datang silih berganti, tetapi ia bertahan dan menyelesaikan perjuangannya.
.


INDEX:
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Trivia #1
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Trivia #2
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Ending
Bonus Chapter

*******


Chapter 1

[PUBLISHED]

Dapatkan bukunya di :

Yohana Ekky Tan
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 11 suara
Menurut kalian, cerita ini harusnya:
Dipanjangin.
55%
Diselesain cepet tapi dikasi bonus chapters.
45%
Diubah oleh yohanaekky 08-07-2019 09:05
S.HWijayaputra
anasabila
anasabila dan S.HWijayaputra memberi reputasi
2
25.3K
251
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
#199
A Born Beauty - Berkat atau Kutukan (Chapter 38)
Chapter 38

Beberapa hari lamanya Ifone memikirkan percakapan Savannah dengan seseorang di telepon. Ia berusaha mencari tahu, tetapi hasilnya nol. Savannah juga tidak pergi kemanapun selama ini. Ia menjadi seseorang yang ‘normal-normal’ saja seperti tidak ada apa-apa. Ia selalu menceritakan pada Jackson dan mengobrol mengenai hal ini. Baginya ada sebuah perasaan yang membuatnya tidak nyaman walaupun semua terlihat baik.Entah ini perasaan khawatir akan sesuatu yang buruk menimpa keluarganya yang berasal dari Savannah, atau justru sesuatu yang buruk yang datang pada Savannah, Ifone tidak tahu. Sikap Savannah ketika mengobrol bersama tidak memperlihatkan kecurigaan apapun, tetapi matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda. Terkadang Savannah menunjukkan suatu keraguan atau ketakutan. Itulah yang Ifone tangkap. Benar atau tidaknya, ia tidak tahu.


Terdengar suara meraung-raung saat Ifone sedang menikmati nikmatnya tidur. Indera pendengarannya yang cukup tajam itu membuatnya terbangun seketika. Dinyalakannya lampu di sebelah ranjangnya dan diliriknya jam weker yang ada di atas meja. Pukul empat pagi.

Dengan mata yang masih berat, Ifone berjalan keluar dari kamarnya. Seluruh inderanya masih melakukan penyesuaian setelah beristirahat. Suara raungan itu semakin lama semakin jelas. Itu suara Savannah yang ada di kamar tamu.

Ifone menggedor-gedor pintu kamar tamu dan meneriakkan nama Savannah. Tetapi pintu tidak kunjung dibukakan. Erick dan Jane kemudian muncul di belakang Ifone dan menanyakan apa yang terjadi.

“Nggak tahu, pa, ma. Aku juga bangun gara-gara denger teriakan Savannah,” jawab Ifone panik. “Dia juga nggak bukain pintu.”

Erick langsung mendekati pintu. Ia menggedor-gedor pintu kamar sambil berseru, “Savannah! Buka pintunya! Savannah! Cepat buka pintunya!”

Jane dan Ifone juga ikut berseru memanggil nama Savannah.

“Mungkin harus didobrak aja,” ucap Erick. “Semua minggir dulu.” Ketika Ifone dan Jane telah memberikan ruang gerak untuknya, ia mengambil kuda-kuda lalu mendobrak pintu itu hingga terbuka. Rupanya kekuatannya masih cukup besar di usianya yang ada di pertengahan abad itu.

Savannah duduk terkulai di atas lantai di samping ranjangnya sambil meraung kesakitan. Ia tampak begitu kacau.

“Van! Van, kamu kenapa?” Ifone berseru sangat ketakutan melihat Savannah seperti kerasukan.

Jane juga mempertanyakan hal yang sama karena begitu khawatir pada anak Paul itu.

“Semua pergi! Aku udah nggak mau hidup lagi!” Savannah berteriak dalam tangisannya.

“Bau apa ini?” Erick melihat ke sekeliling dan menemukan cairan yang membasahi lantai di bawah meja dekat ranjang. Itu adalah cairan obat nyamuk yang baunya begitu menyengat. “Kamu mau bunuh diri?”

Mendengar ucapan Erick, Jane dan Ifone menjadi khawatir tidak karuan.

“Kenapa mau bunuh diri, Van?” Ifone bertanya dengan heran dalam kekhawatirannya. Ia mengguncang-guncangkan tubuh gadis yang telah putus pengharapannya itu.

“Lebih baik kita bawa Savannah ke rumah sakit dulu aja untuk diperiksa,” Erick mengusulkan dan langsung diterima oleh Ifone dan Jane. Ia menopang Savannah untuk berdiri di sebelah kiri dan Ifone di sebelah kanannya.

Mereka membawa Savannah yang sudah lemas itu dengan langkah cepat keluar dari kamar tamu. Tetapi mereka terhenti di depan kamar Ifone ketika suara tangisan Ricardo terdengar.

“Sayang, kamu urus Ricardo aja. Mama sama papa yang bawa Savannah ke rumah sakit,” Jane memerintah. Ia langsung mengambil tempat Ifone dan menopang Savannah.

“Cepet kabarin aku ya, pa, ma.” Ifone meminta. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan orang tuanya membawa Savannah turun.

Ricardo tampak begitu histeris dengan tangisannya yang Cumiakan telinga. Segera Ifone mengangkatnya dari dalam ranjangnya dan menggendongnya. Ia berusaha menenangkan Ricardo yang mungkin terbangun karena mendengar keributan.

Tidak lama, Ricardo berangsur-angsur diam. Ifone menepuk-nepuk punggungnya untuk membuatnya tidur kembali. Seakan merasa tenang berada dalam pelukan Ifone, Ricardo pun perlahan-lahan menutup matanya kembali.

Butuh kurang lebih setengah jam lamanya bagi Ifone untuk menunggu agar Ricardo benar-benar terlelap. Begitu ia merasa pasti, dibaringkannya kembali Ricardo ke dalam ranjangnya.

Ifone mengambil ponselnya untuk menghubungi Jackson. Dengan sekali tekan, ia langsung tersambung dengan ponsel Jackson sambil berharap panggilannya akan dijawab. Sekitar satu menit ia menunggu akhirnya harapannya terkabul. Jackson menjawab panggilan Ifone dengan nada yang khawatir. Tanpa berbasa-basi, Ifone segera menceritakan apa yang terjadi pada Savannah.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Jackson datang ke rumah Ifone. Ia langsung disambut oleh Ifone yang sudah menunggu di depan teras. Ia langsung memeluknya dan air matanya pecah.

Jackson membelai punggung Ifone. “Tenang ya. Semua pasti baik-baik aja kok.” Ia mencoba menenangkan Ifone yang tubuhnya bergetar akibat merasa ketakutan. “Udah ada kabar dari om sama tante?”

Ifone menggeleng.

“Ya udah, ya udah. Kita masuk dulu ya. Di luar dingin banget.” Sambil merangkul Ifone, Jackson membawanya masuk ke dalam rumah dan menutup pintu agar suhu ruangan tetap hangat.

Keduanya duduk di sofa ruang tamu.

“Dia kaya orang gila tadi. Aku lihat dia jadi takut banget,” isak Ifone. “Aku jadi nggak ngerti kenapa dia gitu. Selama ini dia kelihatan baik-baik aja. Semalem juga nggak masalah. Tapi kok pagi ini dia gitu, aku nggak ngerti.”

Jackson memeluk Ifone dengan erat, masih mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Dibelainya rambut Ifone dan berkata, “Nanti kita cari tahu. Yang penting sekarang kamu harus tenang, ya.”

Ifone mengangguk pelan dan berusaha menahan tangisannya.

‘It is well with my soul’

Suara dering ponsel Ifone terdengar. Ya, kali ini dia sengaja melakukannya. Cepat-cepat ia menjawab panggilan dari mamanya itu. “Iya ma? Savannah gimana?”

Dokter bilang nggak ada masalah. Obat nyamuknya belum sempet dia minum. Untuk sementara dia dibuat tidur supaya tenang. Mentalnya yang lagi down. Kamu urus rumah dulu aja baru ke rumah sakit. Nanti mama SMS ke kamu ruangannya.

Terima kasih, ya Tuhan. Terima kasih. Ifone bersyukur dalam hati. “Oke, ma,” dan panggilan berakhir.

“Gimana?” tanya Jackson.

Ifone menghela nafas panjang. “Semua baik,” ucapnya dengan sebuah senyuman yang diiringi air mata.

Melihatnya, Jackson langsung menghapus air mata Ifone dengan lembut. “Bener kan?” Lalu tersenyum.

Sesuai permintaan Jackson yang sedikit memaksa, Ifone mengistirahatkan diri dan pikirannya di kamarnya. Sementara itu, Jackson kembali ke rumahnya untuk mandi dan berganti baju lalu berjanji akan kembali lagi ke rumah Ifone pada pukul setengah tujuh.

Karena tidak dapat tidur kembali, Ifone pun membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi rumah sakit saat Jackson datang. Pada saat ia selesai, ditemukannya Ricardo sudah terbangun lagi dari tidurnya. Ia menyiapkan air hangat untuk memandikan Ricardo karena ia akan mengajaknya pergi ke rumah sakit. Meninggalkannya di rumah dengan pembantu bukanlah ide yang baik karena jelas Ricardo akan seharian menangis.

Sekitar pukul setengah tujuh lebih Ifone selesai dengan dirinya dan juga Ricardo. Sambil menggendong Ricardo dengan tas yang berisi perlengkapan untuk Ricardo, ia turun ke bawah dan bersamaan dengan itu Jackson datang. Mereka langsung menuju ke dapur untuk sarapan terlebih dahulu. Dengan bantuan seorang pembantu rumah tangga, Ifone juga menyiapkan sarapan untuk papa dan mamanya.

Ketika semuanya sudah siap, ketiganya langsung masuk ke mobil. Mereka melesat ke rumah sakit Elizabeth yang hanya berjarak sekitar sepuluh menit dari rumahnya.

Savannah berada di ruang ICU di lantai dua. Mereka langsung menuju ke tempat itu dan menemukan Erick dan Jane sedang duduk di depan ruangan.

“Nggak boleh masuk ya?” tanya Ifone pada papa dan mamanya.

Jane dan Erick menggeleng.

Melihat kedua orang tuanya terlihat lelah, Ifone memberikan kotak makanan yang berisi sarapan yang telah disediakannya. “Papa mama sarapan dulu aja. Terus habis itu pulang. Aku sama Jackson yang nungguin nggak papa. Nanti kita bisa ijin dulu kuliahnya kok.”

Erick dan Jane menyetujui. Lalu mereka menikmati sarapan yang Ifone bawa itu. Selesai makan, keduanya langsung meninggalkan Ifone dan Jackson, tentu saja juga dengan Ricardo.

Menunggu bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi setiap orang, termasuk saat ini bagi Ifone dan Jackson. Namun kehadiran Ricardo sangat membantu untuk menghilangkan rasa bosan. Mereka bercanda dengan anak kecil itu yang bahkan sudah tidak pernah merasa sedih dan mencari-cari Rudi lagi seperti awal-awal ia tinggal di rumah Ifone.

Trrrt. Trrrt. Trrrt.

Ifone kembali membuat profil suara teleponnya menjadi bergetar. Ia mengambil ponselnya dari saku celananya dan melihat nama Rudi tertera di layar. “Iya? Gimana Rudi?”

Kamu di rumah?

“Nggak, aku di rumah sakit,”

Kenapa?! Ricardo sakit?” Rudi langsung menyela dan memperdengarkan kekhawatirannya.

“Enggak. Bukan Ricardo.”

Terus Ricardo dimana?

“Ini sama aku.”
Ya udah. Aku kesana sekarang.

“Loh? Udah balik dari Amrik?”

Iya. Kamu dimana?

“Rumah sakit Elizabeth.”
Oke aku kesana.” Panggilan pun terputus.

“Rudi?” tanya Jackson tepat setelah Ifone menurunkan ponselnya dari telinga.

Ifone mengangguk sebagai jawaban.

“Oh,” Jackson pun melakukan hal yang sama. Ia memberikan respon yang singkat.

Savannah memang telah dinyatakan baik-baik saja. Tetapi pikiran Ifone masih begitu penasaran dan sedikit khawatir sebelum mengetahui yang sebenarnya. Ia menghubung-hubungkan dengan apa yang ia dengar di dapur waktu itu dan juga pertemuan Savannah dengan pria tak dikenal.

Selain itu, Ifone juga memikirkan bagaimana jadinya jika Paul mengetahui anaknya mencoba untuk bunuh diri. Ia mungkin akan merasa sangat depresi ketika mendengar hal ini, apalagi ia sedang berada di balik jeruji besi. Ifone tak habis pikir. Ia merasa ada sesuatu yang lain yang membuat Savannah melakukannya. Apa mungkin Savannah ngelakuin ini bukan dari dirinya sendiri?

“Mama,” panggil Ricardo.

Ifone pun tersadar dari lamunannya dan berpaling pada anak kecil yang sedang menyentuh pipinya itu. Ia tersenyum dan menggelitiknya hingga tertawa.

Sementara itu, Jackson yang ada di sebelahnya memandang kedua ‘mama dan anak’ itu sambil tersenyum. Ia telah membayangkan sesuatu di pikirannya. Sesuatu yang ia harapkan di masa mendatang.

***ABB***
Okay! Makasih yang udah ngisi polling ya. Saya gabungin polling di kaskus sama di Watty, dan hasilnya adalah: Saya akan cepet kelarin tapi dikasi bonus chapters. Maaf ya yang minta dipanjangin. Karena saya juga sebenernya milih yang kedua. Hihi. Mau lanjutin ke cerita yang selanjutnya. Hohohohoh..Untuk sementara, enjoy the upcoming last chapters.
Diubah oleh yohanaekky 12-07-2015 07:50
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.