- Beranda
- Stories from the Heart
Salahkah Aku Mencintai Lelaki Dewasa Itu?
...
TS
schneee
Salahkah Aku Mencintai Lelaki Dewasa Itu?
Sebelumnya aku permisi dulu kepada Moderator dan Penghuni forum Stories From The Heart Kaskus 
AKu akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan aku merasa sangat terinspirasi dari tulisan-tulisan sesepuh sekalian
Karena itu aku memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata aku, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup aku.
Mohon maaf kalo tulisan aku ini masih amburadul dan kaku, karena aku baru pertama kali join dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini aku samarkan
"Kesedihan tak akan pernah berkata kapan ia akan datang. Seperti cinta yang tak pernah bertanya di hati mana ia akan jatuh."
Aku mendapatkan quote di atas dari sebuah novel yang berjudul Rindu Untuk Daisy. Segala kenangan itu kembali meminta dikunjungi.
Nama aku Rasya, dan ini kisahku.

AKu akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan aku merasa sangat terinspirasi dari tulisan-tulisan sesepuh sekalian

Karena itu aku memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata aku, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup aku.
Mohon maaf kalo tulisan aku ini masih amburadul dan kaku, karena aku baru pertama kali join dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini aku samarkan

"Kesedihan tak akan pernah berkata kapan ia akan datang. Seperti cinta yang tak pernah bertanya di hati mana ia akan jatuh."
Aku mendapatkan quote di atas dari sebuah novel yang berjudul Rindu Untuk Daisy. Segala kenangan itu kembali meminta dikunjungi.
Nama aku Rasya, dan ini kisahku.

Spoiler for index:
Diubah oleh schneee 23-09-2015 22:53
anasabila memberi reputasi
1
11.2K
71
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
schneee
#42
Part 10
Bagian tersakit dari mencintaimu adalah ketika kau menawarkan dirimu untuk kucintai, dan aku tak bisa menyangkal cinta yang tumbuh mekar tanpa kausiram, padahal kau sadar ada wanita lain di hidupmu.
Juli 2013
Mencintaimu tak jua membuatku berhenti mencari
Tak pula membuatku berhenti menepis
Bukan tak tercukupi olehmu
Hidupmu telah miliknya
Dan aku hanya sebutir debu di bawah pernikahanmu
Mencintainya tak pernah membuatku berhenti mencari. Bagaimanalah aku akan berhenti mencari? Jika tiap kali pertanyaan itu datang, dengan cepat hatiku akan menepis, menginjak-nginjak, membunuh, bahkan menghanguskan segala rasa ingin tahuku. Sejak lama, cinta itu bukan tak ada, tetapi aku yang memanipulasinya hingga terlihat tak ada.
Tetapi….
Mencintainya selalu memberiku energi baru. Selalu menyadarkanku banyak hal. Dan….. selalu membuatku terpelanting keras berkali-kali oleh kenyataan.
Saat ini aku sedang menyukai bunga tulip. Entah mengapa, aku jatuh cinta pada bunga ini. Begitu mencintainya hingga membuatku berkali-kali menatap dan searching bunga itu setiap hari. Dan, saat itu, ketika aku jatuh cinta pada bunga itu untuk kesekian kalinya di hari itu, aku mengirimkan gambar bunga itu pada dia. Lalu………
[img]
[/img]
“Emang boleh mencintai mas?”
Setelah hatiku yang sempat senang, menyingkirkan segala pikiran tentang perasaan itu dan pertanyaan-pertanyaannya, setelah inbox darinya itu, hingga hari-hari berikutnya, pertanyaan-pertanyaan itu semakin sering bergaung di telingaku. “APAKAH AKU BOLEH MENCINTAINYA?”
Andai kutanya pada para ulama, para ahli cinta yang sok tahu menahu segala hal perasaan, pada motivator yang aku berani bertaruh mereka hanya berkata sesuai asumsi dan belum pernah mengalaminya, sudah pasti mereka akan berkata; TIDAK BOLEH. Ya, aku pun sadar akan hal itu. Tapi bisakah mereka melemparkan pertanyaan padaku tentang; apakah aku meminta pada Tuhan agar menjatuhkan hatiku padanya? Dan dengan tegas aku akan berkoar; TIDAK. Aku tak pernah meminta perasaan ini tumbuh di tempat yang salah.
Bagian tersakit dari mencintai dia adalah ketika ia menawarkan dirinya untuk dicintai, dan aku tak mampu berkata aku tidak mencintainya meski aku sangat ingin menolak tawaran itu, tetapi ia tahu dengan jelas dirinya telah beristrikan wanita lain. Sungguh, bagian ini teramat menyakitkan dari segala kisah yang kuceritakan ini. Bagaimanalah mungkin aku tidak membenarkan adanya perasaan itu? Jika bertahun kemudian dia masih saja menempati ruang di sudut hatiku terdalam, yang membuatku terus-menerus mencari, terus-menerus menunggu, dan terus-menerus memikirkan. Bagaimanalah aku harus mencintainya? Sedang kutahu dengan jelas dua ksatria mungil miliknya telah dibesarkan, dirawat dan diurus oleh seorang wanita yang menjadi istrinya sejak dulu. Bagaimana harus kuteruskan perasaan ini meski aku tak meminta balasan atasnya? Bagaimana pula harus kuberhentikan perasaan ini jika setiap hal yang kulakukan hanya mengingatkanku padanya? Setiap hal! Belajar, menulis, memperbaiki diri, memperbaiki hidup, tumbuh membanggakan, cemerlang. Haruskah aku menghancurkan hidupku hanya demi melupakannya? Sedang kutahu aku anak pertama, yang memiliki banyak tanggungan di keluargaku. Apalah yang harus kuperbuat?
Aku terlalu takut. Aku terlalu takut mencintai dia. aku takut, ketika nantinya aku menikah, memiliki suami, dan suamiku akan bersikap demikian kepada gadis lain. Meski terpaut usia yang sangat jauh, siapa pula yang berani menjamin tak aka nada cinta yang mekar? Aku takut ketika aku bersuamikan seseorang nantinya, aku akan merasakan apa yang dirasakan istri dia saat ini. Aku takut karma itu datang. Aku sangat takut. Tapi bagaimanalah? Perasaan ini tak mau pergi. Kian hari kian melekat tanpa kupupuk, tanpa kurawat. Apalah yang harus kuperbuat?
Mencintai dia, bagian paling menyakitkan di hidupku…..
Juli 2013
Mencintaimu tak jua membuatku berhenti mencari
Tak pula membuatku berhenti menepis
Bukan tak tercukupi olehmu
Hidupmu telah miliknya
Dan aku hanya sebutir debu di bawah pernikahanmu
Mencintainya tak pernah membuatku berhenti mencari. Bagaimanalah aku akan berhenti mencari? Jika tiap kali pertanyaan itu datang, dengan cepat hatiku akan menepis, menginjak-nginjak, membunuh, bahkan menghanguskan segala rasa ingin tahuku. Sejak lama, cinta itu bukan tak ada, tetapi aku yang memanipulasinya hingga terlihat tak ada.
Tetapi….
Mencintainya selalu memberiku energi baru. Selalu menyadarkanku banyak hal. Dan….. selalu membuatku terpelanting keras berkali-kali oleh kenyataan.
Saat ini aku sedang menyukai bunga tulip. Entah mengapa, aku jatuh cinta pada bunga ini. Begitu mencintainya hingga membuatku berkali-kali menatap dan searching bunga itu setiap hari. Dan, saat itu, ketika aku jatuh cinta pada bunga itu untuk kesekian kalinya di hari itu, aku mengirimkan gambar bunga itu pada dia. Lalu………
[img]
[/img]“Emang boleh mencintai mas?”
Setelah hatiku yang sempat senang, menyingkirkan segala pikiran tentang perasaan itu dan pertanyaan-pertanyaannya, setelah inbox darinya itu, hingga hari-hari berikutnya, pertanyaan-pertanyaan itu semakin sering bergaung di telingaku. “APAKAH AKU BOLEH MENCINTAINYA?”
Andai kutanya pada para ulama, para ahli cinta yang sok tahu menahu segala hal perasaan, pada motivator yang aku berani bertaruh mereka hanya berkata sesuai asumsi dan belum pernah mengalaminya, sudah pasti mereka akan berkata; TIDAK BOLEH. Ya, aku pun sadar akan hal itu. Tapi bisakah mereka melemparkan pertanyaan padaku tentang; apakah aku meminta pada Tuhan agar menjatuhkan hatiku padanya? Dan dengan tegas aku akan berkoar; TIDAK. Aku tak pernah meminta perasaan ini tumbuh di tempat yang salah.
Bagian tersakit dari mencintai dia adalah ketika ia menawarkan dirinya untuk dicintai, dan aku tak mampu berkata aku tidak mencintainya meski aku sangat ingin menolak tawaran itu, tetapi ia tahu dengan jelas dirinya telah beristrikan wanita lain. Sungguh, bagian ini teramat menyakitkan dari segala kisah yang kuceritakan ini. Bagaimanalah mungkin aku tidak membenarkan adanya perasaan itu? Jika bertahun kemudian dia masih saja menempati ruang di sudut hatiku terdalam, yang membuatku terus-menerus mencari, terus-menerus menunggu, dan terus-menerus memikirkan. Bagaimanalah aku harus mencintainya? Sedang kutahu dengan jelas dua ksatria mungil miliknya telah dibesarkan, dirawat dan diurus oleh seorang wanita yang menjadi istrinya sejak dulu. Bagaimana harus kuteruskan perasaan ini meski aku tak meminta balasan atasnya? Bagaimana pula harus kuberhentikan perasaan ini jika setiap hal yang kulakukan hanya mengingatkanku padanya? Setiap hal! Belajar, menulis, memperbaiki diri, memperbaiki hidup, tumbuh membanggakan, cemerlang. Haruskah aku menghancurkan hidupku hanya demi melupakannya? Sedang kutahu aku anak pertama, yang memiliki banyak tanggungan di keluargaku. Apalah yang harus kuperbuat?
Aku terlalu takut. Aku terlalu takut mencintai dia. aku takut, ketika nantinya aku menikah, memiliki suami, dan suamiku akan bersikap demikian kepada gadis lain. Meski terpaut usia yang sangat jauh, siapa pula yang berani menjamin tak aka nada cinta yang mekar? Aku takut ketika aku bersuamikan seseorang nantinya, aku akan merasakan apa yang dirasakan istri dia saat ini. Aku takut karma itu datang. Aku sangat takut. Tapi bagaimanalah? Perasaan ini tak mau pergi. Kian hari kian melekat tanpa kupupuk, tanpa kurawat. Apalah yang harus kuperbuat?
Mencintai dia, bagian paling menyakitkan di hidupku…..
0