- Beranda
- Stories from the Heart
Salahkah Aku Mencintai Lelaki Dewasa Itu?
...
TS
schneee
Salahkah Aku Mencintai Lelaki Dewasa Itu?
Sebelumnya aku permisi dulu kepada Moderator dan Penghuni forum Stories From The Heart Kaskus 
AKu akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan aku merasa sangat terinspirasi dari tulisan-tulisan sesepuh sekalian
Karena itu aku memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata aku, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup aku.
Mohon maaf kalo tulisan aku ini masih amburadul dan kaku, karena aku baru pertama kali join dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini aku samarkan
"Kesedihan tak akan pernah berkata kapan ia akan datang. Seperti cinta yang tak pernah bertanya di hati mana ia akan jatuh."
Aku mendapatkan quote di atas dari sebuah novel yang berjudul Rindu Untuk Daisy. Segala kenangan itu kembali meminta dikunjungi.
Nama aku Rasya, dan ini kisahku.

AKu akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan aku merasa sangat terinspirasi dari tulisan-tulisan sesepuh sekalian

Karena itu aku memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata aku, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup aku.
Mohon maaf kalo tulisan aku ini masih amburadul dan kaku, karena aku baru pertama kali join dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini aku samarkan

"Kesedihan tak akan pernah berkata kapan ia akan datang. Seperti cinta yang tak pernah bertanya di hati mana ia akan jatuh."
Aku mendapatkan quote di atas dari sebuah novel yang berjudul Rindu Untuk Daisy. Segala kenangan itu kembali meminta dikunjungi.
Nama aku Rasya, dan ini kisahku.

Spoiler for index:
Diubah oleh schneee 23-09-2015 22:53
anasabila memberi reputasi
1
11.2K
71
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
schneee
#32
Part 8
Terkadang kita haru menyadari, ada seseorang yang akan menjadi sangat berarti, namun harus kita kubur dalam hati. Teramat indah dijadikan kenangan, dan teramat mustahil ditempatkan di masa depan.
Maret 2014
Quote:
Aku hanya tersenyum getir membaca sms yang baru saja kuterima. Apakah itu pacarku? Bukan! Aku hanya dekat dengannya di waktu-waktu tertentu karena kebetulan kami berada di UKM yang sama. Apakah dia sebaya denganku? Tidak, dia juniorku, setahun di bawahku. Entahlah. Entah dengan apa kujelaskan perasaannya itu. Kami bertemu bulan November tahun lalu, saat ada kejuaraan di kampus—kebetulan kami panitia. Saat itu dia hanya anggota baru, dan aku mulai tidak aktif di kegiatan tersebut. Namun, semua seniorku tahu, aku selalu bisa diandalkan dalam pekerjaan dan tanggung jawab. Itulah sebabnya bulan November tahun lalu aku kembali berada di UKM ini sebagai panitia.
Ya, benar. Aku selalu bisa diandalkan. Aku belajar hal ini dari dia. Baginya, aku tak pernah bisa diandalkan seberapa keras pun usahaku. Dulu aku selalu mengeluh dan merajuk berkali-kali, aku menangis sejadinya. Tapi sekarang aku mengerti, aku bukannya tak pernah bisa diandalkan, tetapi dia jauh lebih tahu bahwa aku jauh lebih bisa diandalkan melebihi dari apa yang kulakukan. Percaya atau tidak, aku memang selalu membanggakan di antara secuil kekecawaan yang kulakukan.
Jadi, tahun lalu itu pertama kalinya aku ketemu sama Ryan. Jangan tanya soal tampang, dia masuk kategori menengah ke atas. Anaknya juga baik. Tapi, saat kenal dulu, aku maish bersama seseorang di hidupku—dia juga tahu siapa orang ini. Dan Ryan juga sedang dekat dengan adik sepupu seniorku di UKM itu juga. Jadilah aku hanya mengaguminya.
Yah, benar. Aku mudah sekali mengagumi seseorang yang menurutku pantas untuk dikagumi. Menyoal cinta dan sayang, tentu sangat jauh berkembangnya dari rasa kagum itu. Tapi yah, lagi-lagi aku harus mengakui bahwa manusia hanya bisa berencana, sedangkan di atas rencana-rencana itu masih ada kuasa yang lebih kuat atasnya—goresan takdir dari Tuhan.
Beberapa bulan setelah pertemuan itu, Ryan terkadang sms-an samaku. Hanya smsan biasa, tidak rutin. Tapi kalimat yang di atas itu, kalimat itu selalu ada di akhir smsnya. Kalimat yang selalu membuatku tersenyum kecut. Bagaimana tidak? Siapa pula yang akan menolak dicintai sebegitu tulusnya? Siapa pula yang tak ingin seseorang yang teramat menyayanginya tanpa memandang siapa dirinya? Aku pun menginginkan hal itu. Dan tak bisa kupungkiri hatiku yang selalu tersentuh dengan ketulusan Ryan. Andai bisa, aku pun ingin membalas segala rasa yang ia punya untukku. Andai bisa…..
Sayangnya, sejak ada dia, sejak aku terus mencari-cari keberadaannya yang selalu menghilang tanpa jejak, aku tak pernah lagi punya ruang seutuhnya untuk lelaki lain. Tidak. Perasaan itu terus mekar dan berkembang meski tanpa pupuk dan tanpa kusiram. Retak-retak pengharapan itu, meski teramat menyakitkan, tetap saja ia betah berkeliaran di sekitar mekar perasaanku, layaknya kunang-kunang di malam hari. Cahayanya kecil, tapi siapa sangka akan membawa beribu pasukan yang nantinya akan membuat pematang sawah yang gelap pun menjadi gemerlap. Siapa sangka….
Seperti sekarang, saat Ryan kembali hadir ke hidupku, aku telah bersama lelaki lain lagi. Playgirl? Bukan. Ingat tentang teman kantor dia yang sering mengabarkan padaku tentang keberadaan dia? ya, kini aku menjadi kekasihnya. Apakah aku menyayanginya? Sangat! Tentu saja aku menyayanginya. Hanya saja, aku tak yakin bahwa wujudnya hanya bentuk dari bayang-bayang tentang dia. Usia kami beda 10 tahun, dan dia sering minder tentang hal ini. Astagaaa!! Bagaimana pulalah aku akan menjelaskan padanya bahwa aku pernah mencintai, dan masih mencintai lelaki yang jauh di atasku 16 tahun? Tidak. Dia tidak akan mengerti hal ini meski aku berulang kali menceritakan tentang dia kepada lelaki yang ini.
Aku bersyukur karena Ryan masih ada di sana. Di sudut yang kutahu bisa kudatangi saat aku mau. Kapanpun aku siap. Dan yang kusuka dari pemuda ini selain ketulusannya adalah, ia tak pernah menuntut apa pun dariku, dan aku suka ketika dia tak pernah memperjelas hubungan kami. Karena sejujurnya, aku teramat tak siap dengan hubungan lain saat ini.
****
21 Juni 2015
Lelah membujuk hatiku selama berjam-jam terakhir, akhirnya selesai tarawih, aku menemukan jawaban atas segala pertanyaanku sepanjang hari ini.
Aku menemukan jawaban itu dari langit.
Sabit.
Bulan belum berupa purnama. Namun sabit saja sudah cukup memenuhi langit dengan senyuman paling tulus.
Aku tahu, dia menyukai purnama. Dulu, tahun-tahun yang lalu, kami selalu berbincang hingga lewat tengah malam tiap kali purnama menyempurnakan bentuknya. Memang, malam ini aku tak menemukan purnama, namun senyum sabit cukup membuatku meyakinkan diri untuk mengirim pesan itu. lagipula, aku akan mengirim pesan ucapan selamat ulang tahun menggunakan nomor baru. Nomor yang tak seorang pun tahu.

Hanya itu. Tak ada pesan panjang seperti malam-malam dulu, seperti tahun-tahun lalu saat ia berulang tahun. Tak ada. Hanya sebuah pesan singkat yang membuatku terdiam berkali-kali.
“Semoga yg doain juga dapat ketenangan”. Aku kenal betul kata-kata ini. Benarkah ia tahu bahwa akulah yang mengirimkan pesan itu? benarkah dia masih mengenaliku?
Aku tak tahu seberapa banyak cewek yang tahu tentang seberapa penting purnama di hidupnya. Aku tak tahu. Yang kutahu, balasan pesannya itu, seolah-olah ia mengenali siapa yang mengirimkan pesan itu.
Mungkinkah dia masih mengingatku?
0
: Ditunggu saat kita bisa bersama