- Beranda
- Stories from the Heart
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
...
TS
kabelrol
Hujan, Janji, dan Wanita yang singgah
Selamat datang di trit gue yang super sederhana ini
Di trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue
Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan
ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.
Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.
Masa remaja.
Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.
Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.
pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah
Selamat membaca
Di trit ini, gue mencoba berbagi soal cerita-cerita cinta semasa sekolah. Lucunya, gara-gara trit ini, kisah-kisah itu ada yang berlanjut dan itu sangat mengejutkan, buat gue
Kisah yang pengen gue tulis udah tamat. Eh, tapi karena ada kisah lanjutan yang disebabkan gue nulis trit ini, sekalian gue tulis kisah lanjutan itu dimari, eh, ceritanya malah jadi kepanjangan
ada 97 part, semoga agan ngga bosen baca kisah ane ini sampe tamat

Makasih buat juragan-juraganwati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengirimkan cendol, rate, dan subcribe. Semoga cerita gue, seengganya, bisa ngingetin pembaca sekalian, soalnya indahnya persoalan cinta di kalangan remaja.
Spoiler for sampul:
Hujan adalah mesin waktu. Gue ngga bisa lagi lebih setuju soal ini. Gue nulis trit ini ketika musim hujan nempel di percuacaan kota gue. Ngeliat barisan hujan yang jatuh teratur, seakan ada yang menyuruh mereka supaya jatuh pada lintasannya dan ngga meleset sedikitpun, berhasil bikin gue kembali ke masa yang sangat gue sesalkan mereka ngga akan kembali.
Masa remaja.
Ya, mereka ngga bisa dan barangkali ngga akan bisa kembali. Tapi, hujan dan buku harian seengganya bisa bikin gue buat nyelamin hari-hari itu kembali. Hari-hari ketika gue mengumpulkan rasa suka, rasa sayang, rasa cinta ke dia.
Gue pernah jatuh cinta dan gue pernah menyesalinya. Tapi, gue sangat mengharap momen-momen seperti itu datang kembali.
pengenalan tokoh yang ikutan main di trit ane bisa ditengok di sini nih
cuma rekaan sih sob, sketsa, tapi mirip mirip lah

Selamat membaca

Spoiler for indeks:
Diubah oleh kabelrol 01-07-2015 15:17
chamelemon dan 24 lainnya memberi reputasi
25
188.3K
701
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kabelrol
#577
dan hari itupun, 22, datang juga
Adalah bulan Januari-Febuari, bulan tergalau sepanjang tahun 2015 buat gue, seengganya sebelum ketemu Maret-April yang sama aja
Gimana ngga? Gue ngedenger sahabat yang gue sayang, Haruki, dia perokok-alkoholik yang sedang ada masalah. Lantas, kekonyolan Lani yang bikin cerita Widya jadi ngenes.
Malam 21 Febuari, jam 11 malam, harusnya gue sudah bobok buat persiapin diri buat hajatan besok. Tapi, yang ada gue melek parah walopun tanpa kafein. Di kepala gue berkelebatan hidup gue yang berasa sia-sia gara-gara Gue. Mirip. Cinta. Pertama. Lani. syiiiiiit. Udah cukup sering gue bolak-balik kamar di lantai dua ke kulkas di dapur, untuk melakukan hal yang sama, buka kulkas, pikiran kosong, bengong, nutup lagi, strecing bahu dikit, terus balik kamar. gitu terus. yes, gue lagi galau. Gue keinget banget malam seputar jam segini, SMA kelas 1, Farhan habis ditampar Widya, Widya minta ditemenin semaleman di rumahnya, (tanpa ada Lani disitu), dan gue sama Widya jadian, atau seengga-engganya ngga jadian tapi deket banget.
Gaaah.
"Har, belum tidur?"
Gue nengok ke dia yang manggil gue itu. Mukanya heran, tapi belum ngantuk. Haruki.
"Har, ikut keluar yok,"
Haruki ngga bantah atau jawab sesuatu. Dia ngikut gue keluar, kita jalan kaki ke depan komplek. Jam 11, masih ada beberapa orang yang pulang kantor lalu lalang, tapi udah sepi sih.
"Har, ke toko, yuk?"
"Ada yang ketinggalan, Ki?"
"Ah, ngga, daripada luntang-lantung ngga jelas gini? nanti dibegal yang ada
"
"emm, bener juga,"
Singkat cerita, gue dan Haruki di toko. Pikiran Haruki ngajak gue kesini bener juga. Di toko yang ada di pojokan ini, sepi. Ribut dikit, ngga akan ganggu. Gue ninggalin gitar gue disitu sebiji. Lumayan buat ngusir suntuk. Gue duduk sembarangan dan ngambil gitar. Lumayan deh sekalian itung-itung latian besok

"Har, kamu mau minum?"
"Eng, ngga, Ki. Gue ngga pernah dan ngga akan minum,"
"Haaa? Apa, sih.. Kopi, eh, kopi. Mau sekalian aku seduhin ngga?"
"ooo, mau, mau!"
Suara kopi kesenengan gue dituang ke gelas barengan sama senar pertama yang gue petik. all out loves, air supply. Ini dia pilihan pertama. Gue pikir ini pas banget, buat gue, sekaligus buat kedua penganten
aah, gue galau lagi.
Intro selesai dipetik, Haruki mulai nyanyi. Yah, besok emang jadualnya gue maju bareng Haruki. Gue takut ngga kuat sendiri--takut penonton ngga kuat denger suara gue maksudnya
Suara Haruki masih seperti SMA, waktu kita nyanyi bareng, waktu malam perpisahan dengan Haruki yang pindah alamat
Pasti, lagu selesai dan kita berdua menikmati saat membawakannya. Perasaan gue berangsur lebih tenang sekarang.
"Ki, gue boleh nanya sesuatu yang ngga sopan sama lo?"
"Awas aja macem-macem, apa?"
"Lo... em.. ngga merasa gimana gitu setelah pesta kantor itu?"
"Pastilah. Mana lagi, aku kan diusir dari rumah, Har. Kalo aku ngga galau atau sedih, bukan manusia namanya,"
"Kok lo nyantai banget sih? Maksud gue, lo biasa aja gitu. Gue yang barusan dibilang soal Lani galaunya bukan main. Rasanya hidup gue bberapa tahun belakangan ini berasa sia-sia,"
"Kamu tau ngga kenapa aku ke kamu?"
"Ngga tau persisnya,"
"Aku hancur dan nangis. Tapi, aku tau itu ngga bisa nyelesain masalah aku. Mau aku meronta sehebat apapun, aku ya udah diusir dari rumah. Aku menyesal dengan cara keluar dari kantor dan Farhan. Aku tau kamu pasti mau ngerti keadaan aku...
...jadi, daripada galau terus-terusan, mending aku bergerak. Mencari tempat lain. Menyesal dan melakukan hal untuk memperbaikinya sedikit demi sedikit. Emang susah, emang sakit, tapi ternyata setelah aku jalanin. Aku lebih enjoy begini. Menyibukkan diri.."
Haruki lebih tegar daripada gue, barangkali karena dia lebih sering kehilangan daripada gue, Yuki dan Aulia. Gue diem dan merasa super tertohok sekaligus termotivasi. Bener juga, semenyesal gue seperti apapun, Widya tetep nikah besok. Lani tetep udah punya anak satu sama Bagas. Gue udah putus sama Gadis. Haruki suka sama Farhan. Tetep, semua itu bakal tetep sama.
"cuma... nangis bukan untuk didalami, tapi untuk melegakan perasaan yang ketahan. Jadi, kalo kamu mau nangis, mau galau, boleh ajaa, menurutku. Tapi, itu jangan jadi fokus kamu, Har,"
Haruki tersenyum dengan manis sekali. Rasanya, gue juga jadi bisa liat 'warna'. 'Warna' haruki begitu menyejukkan malam itu. Gue sangat ketagihan.
Gue sama sekali ngga ngantuk malam itu. Jam 4 pagi, sungguh tanggung. 22 Januari, akhirnya datang juga.
Kelas 2 SMP adalah pertama kali gue dikasih tau temen gue untuk pake parfum Mr.Colongne, karena wanginya enak. Gue beli yang merah dan sampe sekarang keterusan. Pagi, setelah solat subuh dan mandi, gue buka lemari gue dan masukin wewangian itu ke tas selempang yang bakal gue bawa seharian ini. Gue keluar dan nelpon pihak-pihak terkait, semua oke. Tinggal eksekusi.
Jam 8, gue semacam solat. Gue mempersiapkan batin. Ketika itu, gue bener menikmati setiap proses dan rakaatnya.
Jam 9, gue manasin mobil. Selain punya wewangian unggulan, gue juga punya 'baju dinas' untuk acara-acara begini. Lulus sarjana, emak gue ngejahitin satu stel jas dan itulah baju dinas gue. Negosiasi, presentasi, dan gue pikir pernikahan ini jadi kondisi yang tepat juga untuk gue pake nih baju dinas. Gue tutup lemari, jadi lemari itu nyatu sama cermin setinggi semester dua puluh senti. Gue mematut diri sebentar, salah, gue mandangin diri gue disana.
Ada yang nyelekit di dada; seandainya gue boleh berandai-andai, seandainya Lani ngga ada, apakah gue pengantennya hari ini?
gue menarik nafas dalam-dalam, ada sakit disana.
"Haar, ayook. Nanti telat, lhoo"
Alarm gue yang namanya Haruki udah bunyi. Jam 13 masih lama, tapi, beginilah EO. Gue keluar dan ketemu Haruki yang duduk manis tapi cerewet di ruang tamu. Dia manis dengan stelan krem selutut, dengan rambut dicepol. Gue jadi mikir iseng, mumpung nanti ada KUA, apa sekalian gue kimpoiin aja nih anak
Yap, hari ini kita seragam, tapi warna doang, dan gue dasi doang hehe. Entah kenapa, gue sangat nyaman pake serba hitam hari ini
stelan jas dan kemeja.
Setelah pamit ke bos (bapak - emak - kakak
) gue pun cabut. Langkah pertama begitu ringan sekaligus berat. Anjir, gue berasa lebay sangat. Tapi, gue menikmatinya
sampe di tempat, tim yang gue pilih ini cukup apik, semua tinggal koordinasi dan eksekusi ketika menitnya di jadwal tiba. Gue bener nyaman dengan stelan serba hitam ini sedangkan yang gue bayangkan gue harus ganti baju nanti--dan gue udah ngebawanya.
Daaan, jam 12.30 pun tiba. Selesai solat berjamaah, gue berkeringat sedikit untuk nyiapin kudapan buat mereka yang hadir di akad. Gue sudah bilang ke semua tim pada akad gue akan tenang sendiri sedangkan mereka sibuk. Untung mereka mau ngerti.
Jam 13.00 tiba. MC sudah buka suara. Gue sama Haruki duduk berdampingan di salah satu sudut. Singkat perkenalan kata, datanglah pengantin pria, bersama bapak-ibunya. Dia tampak gagah dengan pakaian adat khas Sunda. Dia duduk dengan mantap, dan setelah beberapa seremoni, datanglah....
pengantin Wanita.
dia tetap cantik dengan kebaya putih dari ujung baju sampai menyeret di lantai. Dengan khidmat, pengantin wanita duduk di sebelah pengantin pria. Para dayang dengan sigap memasang kelambu di masing-masing kepala pengantin, sehingga mereka berdua tertudung pada kain semi transparan yang menyelimuti mereka.
Nafas gue menjadi sangat berat ketika itu, sedangkan gue berusaha ngeliat, bukan, ngga ngeliat, sosok Lani disana.
"Saya terima nikahnya Widya (nama lengkapnya disebut) dengan seperangkat alat solat dan (dia sebutin mas kimpoi satunya lagi) dibayar tunai"
semua orang mengucap syukur, meski tersenyum geli juga. Pengantin pria nyebutin kata-kata pamungkas itu dengan cepat dan tegas. Keburu-buru kerasa. Gue tersenyum--dan benar kata Haruki, ini ngga sesulit yang gue bayangkan, meski rasa sakitnya sama. Setelah sadar, Haruki lagi ngelus pundak gue pelan. Gue lihat dia, dan dia tersenyum dengan manis. Ngga kerasa, ada yang anget keluar dari mata gue. Bubur ayam
cuma setetes dan gue berhasil melewatinya 
Haruki mengerti. Kaki dia yang masih kuat berdiri beberapa detik setelah kimpoi itu. Dia yang berdiri dan memegang kamera gue...
Gue tersenyum disana, melihat Haruki yang membaur, tapi rasanya beda
Masih ada satu jegalan yang harus gue lompati: MC mempersilakan para hadirin untuk bersalaman dengan penganten sekaligus mendoakan pengantin. Yes, ini dia.
Gue masih duduk selonjor ketika anak-anak SMA 3, temen kuliah Widya, teman sejurusan ari waktu di akademi, semua kolega ngantri untuk ngasih selamat. Haruki duduk dengan melipat lutut. Dia duduk ngeleseh khas cewek gitu.
"Har, ngga ikut antri?"
"Ah, ntar aja, pas antrian udah mulai sedikit,"
Haruki diam dan ngeliat ke antrian, gue juga. Waktu berasa sangat lama kalo begini. Gue curiga, gue angkat tangan gue. Nah, bener kan, basah. Waduh, kalo begini mana bisa salaman.....
"selamat ya om, semoga ari sama widya samawa,"
"selamat ya bu, semoga ari....."
disini, gue ngerasain kaki gue basah dalam kaos kaki. Ah, liat banget rasanya.
Gimana ngga, gue siap menyambut senyuman pengantin pria sehabis ibu ini. Yah, dan gue ketemu pengantin pria akhirnya. Haruki yang tadinya ngantri di belakang gue, tetiba nyerobot gue dan dia langsung menuju ke arah pengantin wanita. Haruki yang lebih tinggi 5 cm dari Widya, langsung meluk pengantin wanita. Ah, gue ngerti; Haruki emang pengertian banget orangnya. Maka, gue melakukan hal yang sama ke pengantin pria.
Waktu terasa begitu lama, sangat lama.
"Makasih bro bantuannya hari ini,"
"Iya, sama-sama bro, semoga lo berdua bahagia sampe akhir hayat ya"---sebenernya itu yang gue apalin semalem untuk kondisi begini, taunya kata yang keluar dari mulut gue,"kalem bro, seneng bisa parisipasi di nikahan lo, semoga lo bahagia ya,"
ngga ada bedanya? ada. pembicaraan gue sangat terkesan bisnis. Alhamdulillah, gue masih waras
sedangkan, gue takut yang keucap, "enak kan lo dapet bekasan gue?"
sekilas, semoga ini cuma imajinas gue aja, gue bisa ngedenger pengantin wanita ngomong, "Haruki, gue titip Harsya ya,"
pelan dan sangat menyentuh; emang gue apaan pake dititipin segala
dan, keringat di kaki gue menjadi dingin. Pelukan gue ke pengantin pria dan pelukan Haruki ke pengantin wanita pun sudah selesai. Saatnya gue dan Haruki gantian. Gue meluk Haruki--ets itu sih mau gue
. Yap, gantian, sekarang giliran gue nyalamin temen SMP gue (pft, temen SMP) yang baru nikah itu. Yees,
"Makasih, Har, udah nyempetin dateng,"
"Alaah, basa basi loo, kan gue ngurus ketering lo. Apa gue sabot aja ya makanannya, huahahahah"---yesmas, rasanya gue pengen seenjoy itu ngomongnya, tapi, gue cuma diam. Kaki gue tambah dingin, padahal ngga ada AC yang terinstal disini.
"Semoga lo cepet bahagia, ya, Har,"
dan gue cuma nunduk, senyum, dan salamin dia, tanpa ada kata-kata apapun. Menikah memang simpel, cukup wali, penghulu, saksi, dan pengantin. Tapi, perasan yang ikut diantara mereka sangat berat. Gue ngga sanggup presentasi bisnis kayak di Ari.
"Ayok difoto dulu,"
Gue berharap gue bawa topeng kuda gue. Gue disebelah Ari dan Haruki di sebelah Haruki. Kebetulan, pakaian adat mereka warna putih, jadi serasi lah ama krem yang ada di pinggir-pinggir. Tunggu, gue kan pake hitam-hitam
Makasih, Gas udah difoto
puk, puk, bahu gue ditepuk-tepuk Haruki.
"Kenapa? ketombe, ya?"
"ngga...:
dan Haruki hanya tersenyum manis, ketika gue dan dia lagi jalan ke tempat resepsi. Sekarang, mari melakukan tugas selanjutnya. Dan, gue penasaran, secantik apa Widya dengan gaun pengatinnya ketika ia duduk di pelaminan. Karena gue udah tau, ketika dia nyoba gaun pengantin itu di prawednya, gue tau, dia cantik. Maka, secantik apa dia di pelaminan nanti?
puk, puk,
"Apaan sih, Ki, ketombe bukan?"
"iyaaa.."
Gimana ngga? Gue ngedenger sahabat yang gue sayang, Haruki, dia perokok-alkoholik yang sedang ada masalah. Lantas, kekonyolan Lani yang bikin cerita Widya jadi ngenes.
Malam 21 Febuari, jam 11 malam, harusnya gue sudah bobok buat persiapin diri buat hajatan besok. Tapi, yang ada gue melek parah walopun tanpa kafein. Di kepala gue berkelebatan hidup gue yang berasa sia-sia gara-gara Gue. Mirip. Cinta. Pertama. Lani. syiiiiiit. Udah cukup sering gue bolak-balik kamar di lantai dua ke kulkas di dapur, untuk melakukan hal yang sama, buka kulkas, pikiran kosong, bengong, nutup lagi, strecing bahu dikit, terus balik kamar. gitu terus. yes, gue lagi galau. Gue keinget banget malam seputar jam segini, SMA kelas 1, Farhan habis ditampar Widya, Widya minta ditemenin semaleman di rumahnya, (tanpa ada Lani disitu), dan gue sama Widya jadian, atau seengga-engganya ngga jadian tapi deket banget.
Gaaah.
"Har, belum tidur?"
Gue nengok ke dia yang manggil gue itu. Mukanya heran, tapi belum ngantuk. Haruki.
"Har, ikut keluar yok,"
Haruki ngga bantah atau jawab sesuatu. Dia ngikut gue keluar, kita jalan kaki ke depan komplek. Jam 11, masih ada beberapa orang yang pulang kantor lalu lalang, tapi udah sepi sih.
"Har, ke toko, yuk?"
"Ada yang ketinggalan, Ki?"
"Ah, ngga, daripada luntang-lantung ngga jelas gini? nanti dibegal yang ada
""emm, bener juga,"
Singkat cerita, gue dan Haruki di toko. Pikiran Haruki ngajak gue kesini bener juga. Di toko yang ada di pojokan ini, sepi. Ribut dikit, ngga akan ganggu. Gue ninggalin gitar gue disitu sebiji. Lumayan buat ngusir suntuk. Gue duduk sembarangan dan ngambil gitar. Lumayan deh sekalian itung-itung latian besok

"Har, kamu mau minum?"
"Eng, ngga, Ki. Gue ngga pernah dan ngga akan minum,"
"Haaa? Apa, sih.. Kopi, eh, kopi. Mau sekalian aku seduhin ngga?"
"ooo, mau, mau!"
Suara kopi kesenengan gue dituang ke gelas barengan sama senar pertama yang gue petik. all out loves, air supply. Ini dia pilihan pertama. Gue pikir ini pas banget, buat gue, sekaligus buat kedua penganten
aah, gue galau lagi.Intro selesai dipetik, Haruki mulai nyanyi. Yah, besok emang jadualnya gue maju bareng Haruki. Gue takut ngga kuat sendiri--takut penonton ngga kuat denger suara gue maksudnya
Suara Haruki masih seperti SMA, waktu kita nyanyi bareng, waktu malam perpisahan dengan Haruki yang pindah alamat
Pasti, lagu selesai dan kita berdua menikmati saat membawakannya. Perasaan gue berangsur lebih tenang sekarang.
"Ki, gue boleh nanya sesuatu yang ngga sopan sama lo?"
"Awas aja macem-macem, apa?"
"Lo... em.. ngga merasa gimana gitu setelah pesta kantor itu?"
"Pastilah. Mana lagi, aku kan diusir dari rumah, Har. Kalo aku ngga galau atau sedih, bukan manusia namanya,"
"Kok lo nyantai banget sih? Maksud gue, lo biasa aja gitu. Gue yang barusan dibilang soal Lani galaunya bukan main. Rasanya hidup gue bberapa tahun belakangan ini berasa sia-sia,"
"Kamu tau ngga kenapa aku ke kamu?"
"Ngga tau persisnya,"
"Aku hancur dan nangis. Tapi, aku tau itu ngga bisa nyelesain masalah aku. Mau aku meronta sehebat apapun, aku ya udah diusir dari rumah. Aku menyesal dengan cara keluar dari kantor dan Farhan. Aku tau kamu pasti mau ngerti keadaan aku...
...jadi, daripada galau terus-terusan, mending aku bergerak. Mencari tempat lain. Menyesal dan melakukan hal untuk memperbaikinya sedikit demi sedikit. Emang susah, emang sakit, tapi ternyata setelah aku jalanin. Aku lebih enjoy begini. Menyibukkan diri.."
Haruki lebih tegar daripada gue, barangkali karena dia lebih sering kehilangan daripada gue, Yuki dan Aulia. Gue diem dan merasa super tertohok sekaligus termotivasi. Bener juga, semenyesal gue seperti apapun, Widya tetep nikah besok. Lani tetep udah punya anak satu sama Bagas. Gue udah putus sama Gadis. Haruki suka sama Farhan. Tetep, semua itu bakal tetep sama.
"cuma... nangis bukan untuk didalami, tapi untuk melegakan perasaan yang ketahan. Jadi, kalo kamu mau nangis, mau galau, boleh ajaa, menurutku. Tapi, itu jangan jadi fokus kamu, Har,"
Haruki tersenyum dengan manis sekali. Rasanya, gue juga jadi bisa liat 'warna'. 'Warna' haruki begitu menyejukkan malam itu. Gue sangat ketagihan.
Gue sama sekali ngga ngantuk malam itu. Jam 4 pagi, sungguh tanggung. 22 Januari, akhirnya datang juga.
***
Kelas 2 SMP adalah pertama kali gue dikasih tau temen gue untuk pake parfum Mr.Colongne, karena wanginya enak. Gue beli yang merah dan sampe sekarang keterusan. Pagi, setelah solat subuh dan mandi, gue buka lemari gue dan masukin wewangian itu ke tas selempang yang bakal gue bawa seharian ini. Gue keluar dan nelpon pihak-pihak terkait, semua oke. Tinggal eksekusi.
Jam 8, gue semacam solat. Gue mempersiapkan batin. Ketika itu, gue bener menikmati setiap proses dan rakaatnya.
Jam 9, gue manasin mobil. Selain punya wewangian unggulan, gue juga punya 'baju dinas' untuk acara-acara begini. Lulus sarjana, emak gue ngejahitin satu stel jas dan itulah baju dinas gue. Negosiasi, presentasi, dan gue pikir pernikahan ini jadi kondisi yang tepat juga untuk gue pake nih baju dinas. Gue tutup lemari, jadi lemari itu nyatu sama cermin setinggi semester dua puluh senti. Gue mematut diri sebentar, salah, gue mandangin diri gue disana.
Ada yang nyelekit di dada; seandainya gue boleh berandai-andai, seandainya Lani ngga ada, apakah gue pengantennya hari ini?
gue menarik nafas dalam-dalam, ada sakit disana.
"Haar, ayook. Nanti telat, lhoo"
Alarm gue yang namanya Haruki udah bunyi. Jam 13 masih lama, tapi, beginilah EO. Gue keluar dan ketemu Haruki yang duduk manis tapi cerewet di ruang tamu. Dia manis dengan stelan krem selutut, dengan rambut dicepol. Gue jadi mikir iseng, mumpung nanti ada KUA, apa sekalian gue kimpoiin aja nih anak

Yap, hari ini kita seragam, tapi warna doang, dan gue dasi doang hehe. Entah kenapa, gue sangat nyaman pake serba hitam hari ini
stelan jas dan kemeja.Setelah pamit ke bos (bapak - emak - kakak
) gue pun cabut. Langkah pertama begitu ringan sekaligus berat. Anjir, gue berasa lebay sangat. Tapi, gue menikmatinya
sampe di tempat, tim yang gue pilih ini cukup apik, semua tinggal koordinasi dan eksekusi ketika menitnya di jadwal tiba. Gue bener nyaman dengan stelan serba hitam ini sedangkan yang gue bayangkan gue harus ganti baju nanti--dan gue udah ngebawanya.
Daaan, jam 12.30 pun tiba. Selesai solat berjamaah, gue berkeringat sedikit untuk nyiapin kudapan buat mereka yang hadir di akad. Gue sudah bilang ke semua tim pada akad gue akan tenang sendiri sedangkan mereka sibuk. Untung mereka mau ngerti.
Jam 13.00 tiba. MC sudah buka suara. Gue sama Haruki duduk berdampingan di salah satu sudut. Singkat perkenalan kata, datanglah pengantin pria, bersama bapak-ibunya. Dia tampak gagah dengan pakaian adat khas Sunda. Dia duduk dengan mantap, dan setelah beberapa seremoni, datanglah....
pengantin Wanita.
dia tetap cantik dengan kebaya putih dari ujung baju sampai menyeret di lantai. Dengan khidmat, pengantin wanita duduk di sebelah pengantin pria. Para dayang dengan sigap memasang kelambu di masing-masing kepala pengantin, sehingga mereka berdua tertudung pada kain semi transparan yang menyelimuti mereka.
Nafas gue menjadi sangat berat ketika itu, sedangkan gue berusaha ngeliat, bukan, ngga ngeliat, sosok Lani disana.
"Saya terima nikahnya Widya (nama lengkapnya disebut) dengan seperangkat alat solat dan (dia sebutin mas kimpoi satunya lagi) dibayar tunai"
semua orang mengucap syukur, meski tersenyum geli juga. Pengantin pria nyebutin kata-kata pamungkas itu dengan cepat dan tegas. Keburu-buru kerasa. Gue tersenyum--dan benar kata Haruki, ini ngga sesulit yang gue bayangkan, meski rasa sakitnya sama. Setelah sadar, Haruki lagi ngelus pundak gue pelan. Gue lihat dia, dan dia tersenyum dengan manis. Ngga kerasa, ada yang anget keluar dari mata gue. Bubur ayam
cuma setetes dan gue berhasil melewatinya 
Haruki mengerti. Kaki dia yang masih kuat berdiri beberapa detik setelah kimpoi itu. Dia yang berdiri dan memegang kamera gue...
Gue tersenyum disana, melihat Haruki yang membaur, tapi rasanya beda
Masih ada satu jegalan yang harus gue lompati: MC mempersilakan para hadirin untuk bersalaman dengan penganten sekaligus mendoakan pengantin. Yes, ini dia.
***
Gue masih duduk selonjor ketika anak-anak SMA 3, temen kuliah Widya, teman sejurusan ari waktu di akademi, semua kolega ngantri untuk ngasih selamat. Haruki duduk dengan melipat lutut. Dia duduk ngeleseh khas cewek gitu.
"Har, ngga ikut antri?"
"Ah, ntar aja, pas antrian udah mulai sedikit,"
Haruki diam dan ngeliat ke antrian, gue juga. Waktu berasa sangat lama kalo begini. Gue curiga, gue angkat tangan gue. Nah, bener kan, basah. Waduh, kalo begini mana bisa salaman.....
***
"selamat ya om, semoga ari sama widya samawa,"
"selamat ya bu, semoga ari....."
disini, gue ngerasain kaki gue basah dalam kaos kaki. Ah, liat banget rasanya.
Gimana ngga, gue siap menyambut senyuman pengantin pria sehabis ibu ini. Yah, dan gue ketemu pengantin pria akhirnya. Haruki yang tadinya ngantri di belakang gue, tetiba nyerobot gue dan dia langsung menuju ke arah pengantin wanita. Haruki yang lebih tinggi 5 cm dari Widya, langsung meluk pengantin wanita. Ah, gue ngerti; Haruki emang pengertian banget orangnya. Maka, gue melakukan hal yang sama ke pengantin pria.
Waktu terasa begitu lama, sangat lama.
"Makasih bro bantuannya hari ini,"
"Iya, sama-sama bro, semoga lo berdua bahagia sampe akhir hayat ya"---sebenernya itu yang gue apalin semalem untuk kondisi begini, taunya kata yang keluar dari mulut gue,"kalem bro, seneng bisa parisipasi di nikahan lo, semoga lo bahagia ya,"
ngga ada bedanya? ada. pembicaraan gue sangat terkesan bisnis. Alhamdulillah, gue masih waras
sedangkan, gue takut yang keucap, "enak kan lo dapet bekasan gue?"
sekilas, semoga ini cuma imajinas gue aja, gue bisa ngedenger pengantin wanita ngomong, "Haruki, gue titip Harsya ya,"
pelan dan sangat menyentuh; emang gue apaan pake dititipin segala

dan, keringat di kaki gue menjadi dingin. Pelukan gue ke pengantin pria dan pelukan Haruki ke pengantin wanita pun sudah selesai. Saatnya gue dan Haruki gantian. Gue meluk Haruki--ets itu sih mau gue
. Yap, gantian, sekarang giliran gue nyalamin temen SMP gue (pft, temen SMP) yang baru nikah itu. Yees,"Makasih, Har, udah nyempetin dateng,"
"Alaah, basa basi loo, kan gue ngurus ketering lo. Apa gue sabot aja ya makanannya, huahahahah"---yesmas, rasanya gue pengen seenjoy itu ngomongnya, tapi, gue cuma diam. Kaki gue tambah dingin, padahal ngga ada AC yang terinstal disini.
"Semoga lo cepet bahagia, ya, Har,"
dan gue cuma nunduk, senyum, dan salamin dia, tanpa ada kata-kata apapun. Menikah memang simpel, cukup wali, penghulu, saksi, dan pengantin. Tapi, perasan yang ikut diantara mereka sangat berat. Gue ngga sanggup presentasi bisnis kayak di Ari.
***
"Ayok difoto dulu,"
Gue berharap gue bawa topeng kuda gue. Gue disebelah Ari dan Haruki di sebelah Haruki. Kebetulan, pakaian adat mereka warna putih, jadi serasi lah ama krem yang ada di pinggir-pinggir. Tunggu, gue kan pake hitam-hitam

Makasih, Gas udah difoto

****
puk, puk, bahu gue ditepuk-tepuk Haruki.
"Kenapa? ketombe, ya?"
"ngga...:
dan Haruki hanya tersenyum manis, ketika gue dan dia lagi jalan ke tempat resepsi. Sekarang, mari melakukan tugas selanjutnya. Dan, gue penasaran, secantik apa Widya dengan gaun pengatinnya ketika ia duduk di pelaminan. Karena gue udah tau, ketika dia nyoba gaun pengantin itu di prawednya, gue tau, dia cantik. Maka, secantik apa dia di pelaminan nanti?
puk, puk,
"Apaan sih, Ki, ketombe bukan?"
"iyaaa.."
vchiekun dan jentojento memberi reputasi
2
