Aku berharap menghilang tak berbekas daripada berdiri di hadapan Lia yang sedang melakukan pengakuan cinta. Itu lebih mudah bagiku daripada menerima kenyataan bahwa dia menyatakan cinta disaat aku sedang kasmaran dengan adik kelasku yang bernama Wandany. Satu-satunya hal positif yang bisa kuterima adalah dia tidak mengikutsertakan diri dalam reality show katakana cinta. Tak ada kamera yang mengekspos kami ke hadapan publik.

Aku menghela nafas panjang sedikit pendek agak lebar dan mulai berucap beberapa patah kata.



Dia tertunduk. Ingin kutanya kenapa dia pergi setahun yang lalu. Hilang tanpa kabar yang pasti. Tapi entah dari sudut hati yang mana akupun merasa takut mengetahui kenyataannya. Takut mengetahui kebenaran yang tersembunyi dibaliknya. Takut merasakan sakit yang teramat dalam dan tajam. Takut merasakan hal sama seperti yang pernah terjadi ketika kulihat Hanum dan Bernard berjalan mesra. Ah, aku hanya ingin melupakan semua. I just want to bring my normal life back!



Panas matahari begitu menyengat di trotoar itu. Suara angkot berderum menandakan larinya yang kencang. Tawa anak-anak SD sedang berlarian pulang melewati kami. Keringat mereka bertebaran layaknya hujan. Panas melelehkan peluh di dahiku. Bajuku mulai basah oleh keringat. Dan kuharap, punggungku pun basah oleh keringat, bukan yang lain…

Cinta…