- Beranda
- The Lounge
JONES : Ketika Bermimpi Sudah Terlalu Mainstream (Kisah Nyata)
...
TS
Battosai99
JONES : Ketika Bermimpi Sudah Terlalu Mainstream (Kisah Nyata)
Spoiler for "pembuka":
Ane tulis kisah ini dengan berlinang air ma**

Kisah ini terinspirasi pada saat ane mengetahui kalau seseorang yang ane cintai akan menikah
. Ditengah kegalauan yang mendalam, ane mulai buka laptop ane dan menulis pengalaman ane bersamanya 
Nama2 didalamnya sengaja ane samarkan

Btw ini jadi novel komedi pertama ane gan

Spoiler for "Caci Maki":
Belum Ada

Spoiler for "Indeks":
CHAPTER 1 : Galau Tak Berujung here
CHAPTER 2 : Cahaya Baru here
CHAPTER 3 : Film Makjleb Part 1Part 2
CHAPTER 4 : Sesi Wawancara
CHAPTER 5 : Rencana Minggu Depan
CHAPTER 6 : H-7
CHAPTER 7 : Berangkat Ke Sukabumi
CHAPTER 8 : Kereta Api Pangrango
CHAPTER 9 : Tiara dan Andini
CHAPTER 10 : Keputusan
CHAPTER 11 : Pernikahan
CHAPTER 12 : Wanita Yang Aq Cintai
CHAPTER 13 : Dengarkanlah Aq
CHAPTER 14 : Tiara
CHAPTER 15 : Sozamahr
CHAPTER 16 : Seseorang Yang Aq Lupakan
CHAPTER 17 : Retno
FINAL CHAPTER : Perpisahan
Diubah oleh Battosai99 16-05-2015 21:53
0
6.4K
Kutip
58
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•104KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Battosai99
#3
Spoiler for "CHAPTER 3 Part 1: Film Makjleb":
1 (Satu) Minggu Kemudian
“YANG mencinta, Fortune Cookies, kepala itu, ayo coba pecahkan saja, hey hey hey. (Fortune Cookies by Jkt48, bukan lirik yang sebenarnya, terlalu sadis)
” Hp q berbunyi di hari Sabtu yang semestinya q habiskan waktu q bersama guling dan bantal tersayang.“Aduh masih pengen tidur lagi, tumben sekali di hari libur ada yang menelepon, biasanya kagak. Bentar ya sayang,” kata q kepada guling dan bantal q.
“Halloooo? Hoaaam.” Aq menguap saat menerima percakapan. Ya ialah menguap masa melolong kayak serigala. Loe kate ane ganteng-ganteng serigala!
“Halo beib, hari ini jalan kemana kita?hihi” terdengar suara seorang gadis.
“Jangan panggil beib, nama q bukan Beby Romeo. Ada apa ya?”
“Iya deh kakak hehe, lha Kak Wisnu lupa kalau kita harus saling mengenal?” tanya gadis itu. Oh ya, q lupa kalau sekarang ga jomblo lagi, ada gadis yang harus q ketahui seluk beluknya. Seminggu yang lalu kita sudah tukeran nomor hp masing-masing. Ya ialah masa tukeran celana dalem. Q lupa menghubungi dia, wajar, lagi masa berkabung atas kabar pernikahan Retno, q masih galau seminggu belakangan ini.
“Oh ya, Tiara ya?haha, kamu pengen kemana Ra?” tanya q.
“Ko malah tanya balik sih kak, kakak ja yang putusin, Kak Wisnu kan cowok. Kalo cewek kan tinggal ikut kemana mau dibawa. Aq penumpangnya, kakak kaptennya.”
“Emangnya Kapten Tsubasa,” gumam q, “Hhmm kalo gitu kita nonton ke XXI ja gimana? Ada film yang pengen kak tonton, judulnya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.”
“Iya Tiara ikut kak ja hehe, kapan kita berangkat?”
“Tahun depan,” gumam q, “Nanti siang ja habis dzuhur gimana? Nanti kita ketemuan di Halte Busway Harmony.”
“Ok kak. Aq kok ga dijemput sih kak?”
“Gini Ra, kak pernah nonton film jepang, judulnya My Rainy Days, pas mau kencan, si cowoknya ga jemput, tapi ketemuan di halte bus, biar romantis.”
“Kakak aneh, weeek, iya kak.”
“Sip, met ketemu ya, bye!”
“Ok kak, bye!”
“.....”
“Kok belum ditutup kak?”
“Kamulah yang tutup, ladies first.”
“Aih kakak, so sweet. Makasih ya kak, met ketemu nanti siang.”
“Tut tut tut”
“Ngapain kamu bilang tut tut tut Ra?” -____-
“Bercanda kakak hehe jutek banget sih kak. Lagi M ya?”
“Iya Ra, kak lagi M, lagi M-engaduk-aduk hati kamu ahay. Udah kamu cepet mandi, nanti siang kak pake baju warna item ya Ra, jangan salah orang.”
“Siap kak, jangan pangling ya kalo ngeliat q nanti. Dadah.”
“Tut tut tut” Ini beneran suara telepon ditutup.
“Lama ya nunggunya? Kasihan, lanjutin lagi yuk yang!” kata q kepada guling dan bantal q. Akhirnya aq melanjutkan tidur q coz jam 12 masih 3 jam lagi.
----------------------------------------------------------------------
3 (tiga) Jam Kemudian
“Pemberhentian berikutnya, Halte Harmoni. Perhatikan barang bawaan anda dan hati-hati melangkah. Terima kasih,” hardik speaker yang ada didalam busway. Kok hardik sih coy, biasa ja kali. Aq pun turun dari busway dan mulai mencari Tiara di sekeliling q. Akhirnya pandangan q tertuju kepada sesosok wanita yang jaraknya 8 (delapan) meter dari posisi q sekarang. Bajunya berwarna merah ketat dan ya ampun pakai hotpants. Aq tidak percaya apa yang aq lihat, kenapa dia memakai baju yang tidak sopan seperti itu, malu aq.
“Hai kak, dah lama nunggu ya? Maaf baru dateng,” tanya seorang gadis yang menepuk pundak q dari belakang. Aq pun menoleh kepadanya, ternyata gadis itu bernama Tiara Ayu Pramesti. Penampilan Tiara masih tergolong sopan. Kemeja lengan pendek warna hitam dan celana jeans panjang yang tidak ketat. Riasan wajahnya biasa saja, tidak menor seperti wanita yang aq lihat tadi.
“Yah kirain wanita yang disana,” gumam q. “Enggak kok, kak baru nyampe, langsung kesana yuk,” ajak q.
“Kemana kak? Jiarah?hehe” Kalo q perhatikan memang baju yang kami pakai serba hitam seperti orang yang mau Jiarah ke Tanah Kusir.
“Iya ya hehe lha kamu juga kok pakai baju warna hitam?”
“Biar serasi kakak hehe, ayo kak, nanti ga kebagian tiket lagi.”
“Ayo!” kata q. Kami pun mengantri bus yang akan membawa kami ke XXI. Di depan kami terlihat pasangan muda mudi yang sedang menganti, bergandengan tangan dengan mesranya. Ternyata wanita yang q lihat tadi. Aq pun menoleh kepada Tiara.
“Kamu jangan pegang-pegang aq ya Tiara, aq belum halal buatmu.”
“Jiahaha kakak geer, harusnya aq yang bilang begitu. Tapi kalau q lagi mau jatuh ke jurang kayak di film-film gimana kak?”
“Ya q tolonginlah, tapi pakai sarung tangan dulu kali ya haha” canda q kepadanya. Tiara pun tersenyum kesal sembari mencubit lengan q. Bus pun tiba, kamipun masuk kedalamnya. Ya iyalah masuk kedalamnya, masa masuk keluarnya.
----------------------------------------------------------------------
30 (tiga puluh) menit kemudian
“Sampailah kita di bioskop Ra, disana toiletnya, disebelah sana tempat pemesanan tiketnya, dan disana tempat jual beli makanan, kalau ga kuat silahkan lambaikan tangan ke kamera.”
“Haha emangnya uji nyali, dasar kakak jelek, aq ga ndeso amat kali kak.”
“Bercanda Tiara, ayo cepet kita pesen tiket.” Aq pun mengeluarkan uang Rp 35.000 dari dompet q. Dan kemudian telapak tangan q terbuka meminta uang tiket kepada Tiara.
“Buset kak, aq ini calon istrimu, calon ibu dari anak-anakmu kelak, haha ketahuan ga pernah jalan berdua ma cewek ya? Apakah aq yang pertama? Aq jadi terharu huhu” Bener juga, q paling nonton ma temen-temen cowok, kalau pun ma temen cewek pasti rame-rame. Bayar masing-masing pula.
“Lha kan kamu yang nonton, masa aq yang harus bayar?”
“Kakak, dengarkanlah wanita yang lemah lembut ini, cantik rupanya, baik hatinya. Lelaki itu tempat bernaungnya kami, kaum yang lemah ini. Kaulah yang menafkahi dan melindungi kami, kamilah yang kelak berbakti kepadamu wahai lelaki yang lembut hatinya.”
“Kami? Berarti nanti kak boleh nikah lagi ya hehe”
“Boleh kak, tapi langkahi dulu mayat orang yang kamu pengin nikahi lagi haha”
“Dasar. Bercanda kok Tiara, tenang ja, kakak yang bayarin kok.” Sebenernya ga bercanda sejak ngeluarin uang cuma Rp 35.000 dari dalam dompet.
“Makasih ya kak, kakak ganteng deh hehe”
“Ah sial, mending nonton sendiri kalau gini jadinya *.*” gerutu q sembari mengeluarkan tambahan uang sebesar Rp 35.000. Kamipun langsung menuju loket pemesanan tiket dan memesan tiket untuk berdua. Ya ialah berdua, ma siapa lagi coba.
----------------------------------------------------------------------
20 (dua puluh) Menit Kemudian
“Mohon Perhatian Anda. Pintu Teater dua telah dibuka. Para penonton yang telah memiliki karcis dipersilahkan masuk ke ruangan Teater,” hardik speaker yang ada di ruangan tunggu bioskop. Hardik lagi? Biasa ja dong coy, ngajak berantem? Aq dan Tiara pun langsung masuk ruangan teater dua, teater dimana pusat kesenangan mata bersemayam. Ok, sebenarnya itu lebay. Kami pun langsung duduk ditempat yang tercetak di tiket kami berdua. Ya iyalah tercetak di tiket, masa di jidat.
“Kak, ga beli makanan? Popcorn? Coca Cola?” tanya Tiara.
“Nggak,” jawab q datar. Ga rela aq membeli popcorn yang kalau beli di pinggir jalan bisa dapet banyak dibandingkan beli disini yang hanya seuprit, mahal pula.
“Huft..”
“Hey kak, coba tebak, didalem tas yang q bawa ini, isinya apa?” Tiara pun kembali membuka percakapan. Membuka? Emangnya pintu.
“Wiih romantis sekali, pasti ini hadiah buat q,” pikir q.
“Cokelat?” Aq paling suka cokelat.
“Salah, ayo coba tebak lagi?hihi”
“Bom rakitan?” pikir q. “Ehm apa ya?buku?” hore q dapet buku gratis.
“Salah ah, kakak payah!”
“Apa dong kalo gitu, kak asin!”
“Kalo aq manis kak hihi”
“-____- isinya apa gitu? Kak jadi penasaran. Mau kamu kalo kak jadi hantu penasaran? Orang yang pertama kak hantuin ya kamu ntar.”
“Mau dong dihantui kak terus ahay. Ah kakak, ntar aja ah nanti q kasih tau diluar, tuh filmnya udah mau mulai.” Sebenernya aq tidak begitu mempedulikan apa yang ada didalam tasnya toh nanti juga dia bakal ngasih tahu meskipun dia tidak dagang tahu. Lampu didalam gedung bioskop pun mulai redup, kemudian mati, kemudian dikubur, kemudian tahlilan. Perlahan-lahan judul film mulai muncul dilayar besar dihadapan kami-Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Dari judulnya saja aq sudah tahu endingnya, kapalnya pasti tenggelem. Sebenernya aq ogah nonton film indonesia, rugi banget bayar Rp 35.000 cuma buat numpang nganga di bioskop kalo diibaratin makanan kayak makan sayur jamur deket kosan, mentang-mentang yang jualan udah dikimpoiin ma orang, dikasih garem pun keknya nggak tuh sayur. Balik lagi ke sebenernya aq ogah nonton film Indonesia sebelum ngalor ngidul kemana-mana, sebenernya aq mau nonton film ini gara-gara temen sekantor q, Jono Baskoro Suryodiningrat Aji Saka Kuncoro Mangunkusumo, biasa dipanggil Ipul. Dia begitu eksaitid (excited yang bener) setelah nonton film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk. Begini bunyi eksaitidnya.
“Broooh, loe mesti nonton film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Broooh, Mas Bro Buya Brooh, Mas Bro Buya yang ngarang, saudara ane itu broooh, saudara sedarah setanah air Indonesia Broooh, kalo ga nonton dijamin nyesel tujuh turunan, turunan bro Wisnu yang kedelapan udah ga nyesel lagi Brooh, udah nangis darah malahan bro saking nyeselnya”. Ok, sebenernya itu lebay, flashbacknya kebangetan, sorry Pul.
“Ih kakak malah ngelamun, udah mulai tuh filmnya, jangan ngelamunin aq terus dong, aq kan jadi malu hihi”
“Error ni orang, mesti discan dulu dengkulnya siapa tau udah kebentur kemarin sore,” gumam q dalam hati. Ok, film pun dimulai, aq kurang suka ada bunyi-bunyi selain bunyi speaker saat nonton film di bioskop, bunyi (maaf) kentut q sendiri pun q setting ke settingan audio mono, treble +5, bass -3, dengan volume minimal 3 bar, ga enak juga kan kalo pas lagi ada percakapan penting, tiba-tiba ada penonton yang pengen ikut maen juga, akhirnya ga kedengeran tuh percakapan. Bukan masalah menikmati atau tidak menikmati fim tapi nge-rewind (itu tuh mundurin beberapa menit) film bioskop buat ngulang percakapan yang ‘keganggu’ tuh ibarat gini, ‘bang XXI, pundurin beberapa menit dong adegan yang tadi, si fulan binti fulan berisik jadi ga kedenger tadi ngomong apa’, bang XXI menjawab, ’35rb dulu dong say’, ga penting banget kan kalau cuma pengen denger ‘Marry Jane, Aq lah Spiderman’ mesti bayar 35rb lagi buat nonton ulang, kalo nonton dvd bajakan dikosan sih bisa di-rewind, atau kalo lagi dikelas bisa minta lagi bu guru buat ngulang penjelasannya ‘Bu Gulu, terangin lagi dong tentang legenda Ko Ping Ho’, bu guru pun menjawab, ‘Ente kira ane guru kungfu, bahlul ente!’.
“Lihat kak, indah banget ya pemandangannya,” ujar Tiara sambil menikmati keindahan alam Indonesia di layar berukuran 7 x 15 meter tersebut.
“Psst Psst Psst,” pssstan q.
“Huh, week!” Tiara pun kembali memperhatikan layar setelah memperhatikan q (geer). Baiklah aq pun mulai fokus ke dalam film yang q tonton, semakin dalam, semakin dalam, dan aq pun masuk ke dalam film. Diceritakan pada awal film, Engkuh Zainudin (diperankan oleh Herjunot Ali) yang menetap di Makasar ingin sekali mengunjungi kampung halaman ayahnya yang ada di Padang, Minangkabau. 5 (lima) menit kemudian Zainudin pun sudah sampai di padang, entah naek apa 5 (lima) menit udah nyampe Padang, ga usah dipikirin terlalu dalem, bisa gila.
“Buset pake subtitle.” Aq kadang kurang nyaman nonton pake subtitle kecuali kalo itu film barat atau legenda Ko Ping Ho
. Coba bayangin bro, mata kita tuh ada dua, mau fokus ngeliat teks atau fokus ngeliat Encik Hayati (diperankan oleh Pevita Pearce), dilema banget disaat ingin melihat senyuman Hayati, disaat itu pula kamu harus mengerti apa yang diucapkan Zainudin kepadanya, kalo pilih Hayati berarti kamu normal, kalo pilih Zainudin berarti kamu abnormal (khusus buat cowok). Coba aja ada 2 (dua) mata tambahan di jidat kita (amit-amit bro, ini cuma bercanda). Balik lagi ke film, terkisah Zainudin yang baru sampai di Padang ingin bersahabat dengan Hayati padahal itu modus bro. Zainudin pun semakin dekat dengan Hayati dan berniat melamarnya, padahal baru kenal 15 (lima belas) menit. Hayati pun tak menampik bahwa ia mempunyai perasaan yang sama kepada Zainudin. Masyarakat pun geram gara-gara niat Zainudin yang ingin melamar Hayati.“Dasar Zainudin keparat!! Baru datang ke Tanah Minang, baru kenal 15 (lima belas) menit pula, dah berani-beraninya dia ngelamar Hayati. Kita harus mengusir dia dari kampung kita ini, kasihan pemuda-pemuda kita, bisa galau massal ditempat kite ini!!” ujar tetuah disana. Sebenernya ga gitu-gitu amat sih, tapi ya biar nontonnya berasa, kita mesti nyimpulin sendiri apa yang ada di dalam film, tapi ya ga gitu-gitu amat nyimpulinnya
. Singkat cerita, Zainudin pun sadar diri sebelum digebukin oleh masyarakat, ia pun memutuskan kabur ke Padang Panjang untuk menuntut ilmu, padahal ilmu ga salah apa-apa, tapi sebelum ia berangkat, eng ing eng, tiba-tiba Encik Hayati muncul dihadapannya. Kedua insan yang saling tulus mencintai ini, saling berjanji untuk selamanya mengasihi. Encik Hayati berjanji dan memberikan harapan yang besar kepada Zainudin -Ia akan menunggu Zainudin selamanya, 10 (sepuluh) tahun pun dijabanin. Zainudin pun ragu, tapi setelah diuji di IPB dan ITB, Zainudin pun percaya dengan ucapan Hayati. Zainudin pun meminta garansi atas kata-kata Hayati. Hayati pun memberikan kehormatannya, emangnya remaja zaman sekarang, tidak, Hayati pun memberikan kerudung yang dipakainya. Dibawah hangatnya sinar matahari dan gemerinciknya embun pagi, Zainudin pun pergi meninggalkan Hayati dengan membawa segudang harapan untuk bersatu kembali dengannya suatu saat nanti. Tiba-tiba aq pun teringat dengan Retno. Teringat akan kedekatan kami 6 (enam) tahun yang lalu. Disaat itu, di musim gugur, disaat langit berawan dan matahari tidak terlalu terang, sekitar pukul 14.30WIB, detik ke-45, tanggal 1 Mei 2008, Retno mulai menyapa q pada saat perkuliahan Pak Joko telah usai.“Hai Nu, kamu nyatet materi yang diterangin tadi ga? Boleh pinjem catatannya?” tanya seorang bidadari yang menghampiri meja q sembari tersenyum. Jantung q berhenti berdegup pada waktu itu. Ok sebenarnya itu lebay, kalo jantung q berhenti berdegup itu artinya aq mati. Jantung q sebenarnya berdebar-debar pada waktu itu, keringat dingin, bulu kuduk q berdiri, dikepala q terus berputar bagaimana cara menjawab pertanyaan Retno, aq harus merangkai kata yang tepat sehingga Retno tidak tersinggung dan senang dengan jawaban q.
“Iya dong eke nyatet, rempong bangget ya bo huhuhu” kenapa aq jadi mikirin banci taman lawang ya? Bukan begitu jawabannya, yang bener ini.
“Iya Retno, aq nyatet tadi. Silahkan kalau mau pinjem, boleh kok,” jawab q dengan muka ramah. Aq pun menyerahkan buku catatan q dengan lembut kepada Retno. Retno pun menyambut uluran buku catatan q dengan lembut pula, dia pun tersenyum pada q sambil berkata.
“Makasih ya
” Ya iyalah berkata makasih masa berkata ‘Najong’
. Dia pun memasukan buku catatan q ke dalam tasnya, ya ialah masa kedalam baskom. 3 (tiga) hari buku catatan q berada didalam pelukannya, buku catatan q sudah q anggap duta besar bagi awal kedekatan kami. 3 (tiga) Hari Kemudian Momen Flashback
“Ini Nu makasih ya,” ujar Retno sambil tersenyum dan menyodorkan buku catatan yang telah disalinnya kepada q.
“Iya sama-sama Retno,” jawab q sambil mengambil buku catatan q dari tangan Retno. Ya ialah tangan Retno, masa tangan si Joni. Q buka-buka buku catatan q untuk menghilangkan gerogi didekat Retno dan ternyata ada catatan note kecil yang ditempel dibuku q darinya. Bunyinya ‘Makasih Ya Nu’, ditulis dengan tinta warna merah muda, so sweet. Entahlah saat itu aq bahagia pake banget, padahal itu mungkin hal yang sederhana. Semenjak saat itu kami pun mulai dekat dan saling mengirimkan pesan singkat (sms). Aq sering mengirimkan sms berisi lelucon dan lawakan kepadanya, untuk sekedar dia tertawa dan lupa sejenak akan padatnya aktivitas perkuliahan yang sedang kami jalani. Suatu hari dia pernah mengirimkan sms seperti ini.
Retno : “Met malem Nu, lagi apa? besok ya aq kembaliin catatan kamu.”
Wisnu : “Baru habis makan, sekarang sih lagi tidur-tiduran ja hehe, kalo kamu lagi ngapain? Kamu udah makan?” tanya q. Pertanyaan standar orang yang lagi jatuh cinta ea ea. Kalau nanyanya “Kamu udah minum?” tu yang nanyanya tukang mabok.
Retno : “Lagi nyalin catatanmu, kalau makan udah sih tadi sore, btw tulisanmu unik ya hehe” Tulisan q memang kurang bagus, tapi anehnya Retno tahan membaca tulisan q.
Wisnu : “Jiahaha iya sih, kadang dosen ada yang ngomongnya kecepetan, jadi keteteran deh nulisnya, tapi yang penting bisa dibaca kan?hehe. Yaudah q temenin biar ga ngantuk. Oh ya q punya tebakan, kenapa kucing bisa takut air?”
Retno : “Kenapa Nu?”
Wisnu : “Soalnya air itu punya kenalan preman hehe”
Retno : “Haha dasar kamu Nu bisa aja, oh ya q boleh nanya sesuatu ga?”
Wisnu : “Silahkan mau tanya apa Retno?”
Retno : “Ada ga orang yang kamu suka sekarang?” Jleb membaca sms Retno seperti itu membuat hati q tidak karuan. Aq ingin sekali menjawabnya ‘Kamoeh yang sekarang ada dihati akoeh Retno’ ahay, tapi disaat jari-jari ingin menulis demikian, tiba-tiba aq teringat dengan Datuk, pacarnya Retno. Hati q berkecamuk hebat, disatu sisi ada yang bilang ‘Bro, itu cewek orang bro’ dan disisi yang lain ada yang bilang ‘Embat bro embat’
. Akhirnya aq tambahkan beberapa kata di sms balasan q.Wisnu : “Kalo sebagai temen aq sekarang menyukai kamu Retno. Makasih ya udah mau jadi temen q.”
Retno : “Makasih ya dah mau jujur ma aq hehe, maksudnya orang yang kamu sayang.” Bug pukulan ke-2, membuat q harus berpikir keras.
Wisnu : “Oh ya kalo orang yang disayang sih dulu bla bla bla bla (nyeritain perempuan-perempuan yang aq suka waktu dulu)”
Begitulah kedekatan q dengan Retno, saling menyemangati, saling berbagi canda dan tawa, namun hal itu tidak dapat menghilangkan kegugupan q saat bertemu dengannya. Dia sempat mengira jika orang yang saling berbalas pesan singkat itu adalah orang lain, bukan aq. Hingga suatu hari sampailah aq pada suatu titik dimana aq harus memilih antara merebutnya atau meninggalkannya dan tetap berharap kepadanya. Aq pun memilih pilihan kedua.
“Ih kakak nangis ya? malu ma jakun kak haha” Tiba-tiba suara sebelah q membuyarkan flashback kenangan q bersama Retno. Dialah Tiara Ayu Pramesti, gadis yang akan q lamar beberapa bulan kedepan (kalau jadi).
“Ah kakak cuma pilek ko,” elak q sambil mengingsruk-ingsrukan hidung, “Acnya terlalu dingin, hacciiim!” sambil pura-pura bersin.
“Iya ih kak tapi bener ya sedih banget, wanita mana coba yang tahan ditinggalin Junot haha” Dinginnya ac ruangan membuat kepala Tiara sedikit terganggu rupanya.
“Udah, pssst, lanjutin lagi nontonnya (sebelum q lakban)” Tiara tidak membalas hanya menjulurkan lidahnya saja.
“Ayo semangat Zainudin, kamu bisa mendapatkan Hayati,” gumam q. Film pun berjalan alot hingga dimana Aziz (diperankan oleh Reza Rahardian) masuk kedalam kehidupan Hayati dan jatuh hati kepada kecantikannya. Akhirnya Hayati dihadapkan pada dua pilihan : menerima pinangan Aziz yang kaya raya atau pinangan Zainudin yang dicintainya. Tetuah yang bertanggung jawab atas Hayati lebih memilih Azis karena Azis dilayak mampu menafkahi Hayati dibandingkan dengan Zainudin. Hayati pun setuju dengan keputusan untuk menikah dengan Azis. Ia mengkhianati cinta dan janji sucinya kepada Zainudin. Akhirnya Zainudin pun galau.
“Buset, ni film buat akoeh makjleb banget, aduh maak jadi tambah galau, sial kau ipul, q kutuk kau jadi batu kalo q jadi emakmu ntar,” gerutu q dalam hati. Teringat kembali dengan undangan pernikahan Retno yang seminggu lagi akan menikah dengan Datuk. Tak bisa membayangkan bagaimana aq menyaksikan dengan mata dan kepala q sendiri, orang yang q cintai, Retno, bersanding dengan pria lain di pelaminan, seperti mimpi buruk, Zainudin saja yang tidak datang ke pernikahan udah galau 2 (dua) bulan bro, hampir mati pula, gimana kalau datang? Bisa saja Zainudin menegak Pembasmie Yamoek (merk baygon tahun 1930). Akhirnya Aq pun galau.
Diubah oleh Battosai99 16-05-2015 14:40
0
Kutip
Balas