- Beranda
- Stories from the Heart
PENDONGENG CINTA DAN HANTU-HANTU
...
TS
wignyaharsono
PENDONGENG CINTA DAN HANTU-HANTU
Selamat Datang di Thread Gue yang Lain.
Thread ini berisi kumpulan dongeng-dongeng tentang cinta dan hantu-hantu. Di sini gue akan update dongeng-dongeng seru tentang rasa jatuh cinta, patah hati, tentang hantu, tentang kamu.
Updatenya tergantung kapan cerita itu muncul di kepala. Aku selalu percaya kalo setiap cerita membutuhkan inspirasi yang luar biasa dari kehidupan nyata. Aku mendapatkan inspirasi dari cerita teman, dari sosial media, dari kucing yang sedang berjalan, dari seorang penjual bunga.
Semoga kalian suka
Salam Ndongeng,
WH
Thread ini berisi kumpulan dongeng-dongeng tentang cinta dan hantu-hantu. Di sini gue akan update dongeng-dongeng seru tentang rasa jatuh cinta, patah hati, tentang hantu, tentang kamu.
Updatenya tergantung kapan cerita itu muncul di kepala. Aku selalu percaya kalo setiap cerita membutuhkan inspirasi yang luar biasa dari kehidupan nyata. Aku mendapatkan inspirasi dari cerita teman, dari sosial media, dari kucing yang sedang berjalan, dari seorang penjual bunga.
Semoga kalian suka
Salam Ndongeng,
WH
Quote:
Original Posted By wignyaharsono►
1. LELAKI YANG SERING PATAH HATI (Part 1)
2. LELAKI YANG SERING PATAH HATI (part 2)
3. LELAKI YANG SERING PATAH HATI (part 3)
INDEX CERITA
1. LELAKI YANG SERING PATAH HATI (Part 1)
2. LELAKI YANG SERING PATAH HATI (part 2)
3. LELAKI YANG SERING PATAH HATI (part 3)
Diubah oleh wignyaharsono 10-05-2015 15:21
anasabila memberi reputasi
1
2.5K
Kutip
10
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
wignyaharsono
#1
LELAKI YANG SERING PATAH HATI (part 1)
Spoiler for LELAKI YANG SERING PATAH HATI:
Mendapatkan ruh cintanya seperti menanti elok pelangi setelah mendung dan hujan. Lama. Namun berakhir indah. Dan aku ingin meminta kepada Sang Khalik agar Dia menghentikan waktu-Nya. Agar burung-burung tetap terbang rendah, bunga-bunga tetap bermekar wangi seperti di surga. Dan hijau rerumputan sebagai alas tidur, menatap mega, sambil membayangkan imaji-imaji yang belum pasti. Mimpi-mimpi yang ingin kujamah bersamanya. Tapi itu dulu saat aku bersama dia.
Kini, lebih tepatnya sebulan lalu, dia menjatuhkan api ke hatiku ditambah sebotol bensin yang langsung membumihanguskan nyala cinta. Bunga-bunga menjadi cokelat tak berwarna dan tak berbau. Aku patah hati saat dia berterus terang bahwa dia telah terikat cinta dengan teman kuliahku, yang kurasa tak lebih baik dariku.
Hariku mulai menjadi kelabu. Patah hati rasanya sepeti menelan pil pahit tanpa air setiap hari. Menyesakkan tenggorokan, membuat mual. Apapun yang dijamah setiap hari adalah keliru. Semuanya jadi palsu. Dan bayangan dirinya bermunculan satu-satu di sekelilingku.
Sebulan sudah aku seperti terkena Cotard’s Syndrom, aku sekarat dan tak ingin hidup lagi. Kuliahku berantakan, tak ada sedikitpun ilmu tentang elektron, ampere, sirkuit listrik yang masuk ke otak. Yang ada hanya namanya, cintanya, wajahnya, dan kenangan bersamanya. Aku benar-benar terserang kleptomania, otakku sudah kelainan.
Tapi lebih kelainan lagi ketika kisah patah hatiku ini kuceritakan pada August Sadewa. Lelaki itu berumur sekitar empat puluh tahun dan tinggal di sebelah kos-kosanku. Pada suatu ketika aku sering melihatnya duduk berlama-lama di depan rumah sambil melukis dan menikmati secangkir teh ditemani bunga-bunga bermekaran di halaman dan dialah yang merawatnya setiap sore. Dia akan pergi di pagi hari ketika aku berangkat kuliah dan kurasa dia pulang lebih cepat daripada aku. Aku sebenarnya tak pernah ingin mengenalnya atau mengetahuinya lebih jauh. Tapi ketika suatu petang aku sedang makan mie goreng di Burjo—tempat makan favorit bagi mahasiswa berduit pas-pasan di Jogja—Abang Burjonya bercerita tentang August Sadewa. Lelaki itu ternyata cukup populer untuk penduduk di sekitar kosanku.
Orang-orang memanggilnya August.
Atau lebih tepatnya August si lelaki yang sering patah hati.
# # #
Sehari setelah kudengar cerita dari Abang Burjo, aku memberanikan diri untuk datang ke rumah August. Untuk ukuran rumah seorang pria—dan lajang—rumah ini terlalu rapi dan wangi. Jika biasanya aku hanya melihat halaman rumah yang penuh dengan bunga, kini aku bisa merasakan keindahan dan nyamannya taman di halaman itu. Ester, mawar, kamboja berwarna-warni seolah-olah menggambarkan suasana hati pemilik rumah yang selalu ceria.
Apakah ini untuk menutupi hatinya yang selalu mendung karena sakit hati? Awalnya aku kurang yakin dengan cerita Abang Burjo yang mengatakan bahwa August adalah lelaki yang sering patah hati sejak dia berusia muda. Puncaknya adalah dia bercerai dengan seorang karyawan bank di kota ini. Tak ada yang tahu penyebabnya. Tapi menurut keyakinan Abang Burjo, dia dikhianati.
Pengkhianatan memang selalu menyakitkan. Dan sampai kapanpun, membagi hati akan selalu salah. Adakah yang lebih sakit dari pengkhianatan?
August memang bukan asli penduduk sini. Dia pindah ke rumahnya sekarang dua tahun lalu, sejak rumah tangganya mulai seperti semak rerumputan. Kering dan berantakan. Sebelumnya, dia tinggal bersama si istri di kota ini juga. Semua orang tahu kisah August karena sehari setelah dia bercerai, dia mulai datang ke burjo depan rumah dan bercerita. Seharian dia di sana memesan kopi dan merokok berbungkus-bungkus tanpa henti. Dia bercerita kepada siapa saja yang datang, sampai Abang Burjo hafal detail cerita August. Dia benar-benar sekarat karena cinta dan seperti tak ada tujuan hidup.
Lalu suatu ketika dia tak pernah datang lagi ke Burjo. Dia lebih sering terlihat di depan rumah untuk melukis dan merawat tanamannnya. Dan dia tampak lebih segar. Orang-orang mulai tak mendengar ceritanya lagi. Tapi mereka masih hafal, bahwa August adalah lelaki yang sering patah hati.
Sore itu aku memang berhasil menemuinya. Belum pernah aku memandang dia dari dekat. Dia kembaran Tom Hansen di (500) Days of Summer. Mungkin rasa depresinya pun juga sama ketika Tom Hansen ditinggal Summer.
Ah, sejak patah hati aku jadi lebih sering melihat film-film romantis semacam (500) Days of Summer, The Fault in Our Stars, A Walk to Remember, ataupun If I Stay. Belum ada dalam kamusku seorang mahasiswa Teknik Elektro lebih sering melihat (500) days of Summer daripada The Legend of Hercules. Ya, kecuali seperti sekarang, lagi patah hati. Dan Tom Hansen adalah gambaran sempurna untuk August.
Dia hanya bertanya apa keperluanku, aku menjawab aku butuh bercerita. Lalu aku berkata bahwa kata orang-orang dia adalah lelaki yang sering patah hati dan aku sedang mengalaminya juga. Aku butuh orang untuk memberi saran karena aku sekarang benar-benar sedang mengalami sindrom Cotard’s yang mengenaskan. Antara hidup di alam nyata dan baka.
“Apakah kamu sudah sinting meminta saran dari lelaki yang sering patah hati sepanjang hidupnya?” ujarnya, lalu kudengar dia membenturkan daun pintu cukup keras.
# # #
August tetap menjalani hidupnya seperti biasa, seperti saat dia belum diganggu oleh anak laki-laki yang ngekos di samping rumahnya. Dia melukis di depan rumah. Dia merawat tanaman. Dia naik sepeda setiap pagi. Dan dia mengundang anak-anak yatim piatu ke rumahnya di akhir pekan. Akhir pekan rumah August disihir menjadi arena bermain untuk para anak yang tak lagi memiliki ayah bunda. Mereka bermain, kejar-kejaran, bernyanyi bersama, lalu August dan para pengasuh Panti Asuhan Selalu Bahagia akan mendongeng cerita- cerita lucu di akhir kegiatan. Aku sering memperhatikan mereka dari atas balkon di samping kamar kosanku di lantai dua.
Kami pernah berpapasan beberapa hari setelah kejadian sore itu. Dia tak memandangku seolah aku tak pernah berusan dengan dia. Dan kami memang tak pernah berurusan. Tapi bukankah aku pernah bertamu di rumahnya dan dia mengusirku? Mungkin dia memang tipe orang yang tak ingin diganggu oleh orang lain, dia ingin melakukan apapun yang ia suka, dan tak pernah ada yang bisa mencegahnya.
Dan itu karena dia sudah terlalu sering patah hati?
Baik, aku memakluminya. Maka, aku pun kembali larut dalam masa berkabung patah hati. Mulai mendengarkan lagi lagu-lagu dan melihat (lagi) film-film galau dan romantis sepanjang hari. Otakku mulai berkabut dan aku benar-benar kehilangan arah. Hidupku tak pernah seberantakan ini. Belum lagi jika suatu hari aku bertemu dengan mantan di kampus dan kulihat dia masih bisa tertawa terbahak dan seolah hidupnya tidak hancur. Aku kembali ke rumah dan sempat terlintas ingin bunuh diri.
Aku pun mulai linglung dan kembali merokok banyak di Burjo depan kosan. Tak pernah mandi untuk dua sampai tiga hari. Dan aku merasa tak bernyawa.
“Kamu seperti August saat awal-awal dulu dia bercerai dengan istrinya,” ucap Abang Burjo kepadaku.
Aku menyulut rokok yang kesepuluh, kuhisap, dan kuhembuskan asapnya panjang. “Semua orang yang patah hati akan merasakan hal yang aku rasakan sekarang. Kacau, sekarat, dan ingin mati.”
“Apakah kamu tak berbicara saja dengan August? Dia sekarang bisa lebih baik dari yang kukenal awal dulu.”
“Sudah pernah kucoba, tapi aku diusirnya.”
“Sungguh? Bukankah dia adalah orang yang baik. Sepertinya dia tak akan mengusirmu begitu saja, kecuali kamu melakukan hal yang kacau. Merusak tanamannya, misal.”
“Mungkin waktu aku diusir, harusnya kurusak saja tanaman-tanamannya.”
“Kamu benar-benar kacau. Apakah orang yang patah hati akan seperti ini? Dulu August juga seperti ini. Kacau. Lihat sekarang dirimu.”
Aku menyeringai kecil. Aku memang sedang kacau, Brader.
Ponselku berdering sejak tadi, namun tak pernah kuangkat. Sudah ada beberapa SMS yang masuk juga, salah satunya dari eyang di Jakarta. Huft, pasti eyang dari tadi menelponku seperti biasa. Aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun hari ini dan untuk beberapa hari ke depan. Kemarin-kemarin aku hanya menelepon eyang sesekali karena memang sedang tak ingin. Pasti beliau mengkhawatirkan keadaanku seperti biasa.
Kubuka SMS-SMS yang masuk. Dari Rian, tetangga kos, yang ngajak futsal. Jelas akan kutolak. Dari Rey, teman kampus, yang ngajak ngerjain tugas kelompok di kampus nanti malam. Ini juga akan kutolak. Dari operator yang memberitahukan bahwa paket internetku habis nanti malam. Ini pasti gara-gara sering kupakai untuk ngecek facebook dia. Shit. Dan terakhir dari eyang.
Seminggu lagi ulang tahun kan? Mau kado apa dari eyang.Pulang ya, ada pesan dari Mamah. Udah 18 tahun, kan? Eyang.
Kututup layar ponsel. Aku sedang tak ingin merisaukan apapun.
Malam setelah aku meminum kopi bergelas-gelas hingga membuat perutku kram dan menghisap rokok berbatang-batang, aku kembali ke rumah sempoyongan. Aku meracau seadanya. Kudendangkan semua lagu patah hati yang pernah ada, tanpa nada.
Kurasakan kepalaku sangat berat dan seperti diganduli berton-ton pasir. Aku hampir saja bisa membuka pintu gerbang kosan jikalau tidak kurasakan perutku melilit dan kepalaku berputar. Kurasakan tubuhku luruh sepenuhnya ke bumi. Aku limbung. Dan pandanganku menghitam.
# # #
August berkata bahwa aku terdampar di depan rumah dengan wajah lusuh dan pucat. Maka dia membawaku ke dalam rumahnya. Dan aku pun tertidur hingga pagi. Ketika aku bangun dan kurasakan kepalaku masih nyutnyutan, aku sudah berada di sofa ruang tamu berselimut tebal. August duduk di dekatku sambil menonton TV.
Kulihat dia tak lagi menyeramkan seperti saat kutemui dulu. Jambangnya tampak dicukur dan dia bersisir rapi. Mukanya tampak bersih tak berminyak.
Setelah aku mulai sadar bahwa aku memang benar-benar ada di rumahnya, aku duduk dengan sempoyongan karena masih tersisa sedikit rasa pening di kepala.
Campuran kopi dan rokok harusnya menyenangkan, namun jika berlebihan ternyata bisa mengakibatkan pecah kepala. Seperti cinta, jika berlebihan ternyata berefek mengerikan. Pasti pernah mendengar orang yang membunuh pacarnya karena berselingkuh. Mungkin itu efek dari cinta yang berlebihan. Shit, patah hati membuatku jadi sok puitis seperti ini.
“Berapa umurmu sekarang?” August bertanya padaku di sela obrolannya tentang kejadian tadi malam.
“Hampir delapan belas.”
“Dan kamu seolah-olah sudah hancur, hidupmu sudah berantakan, hanya karena...patah hati seperti sekarang?” Dia mendengus. “Beresi wajahmu, kembalilah ke kosan. Nanti jika sudah baik, kamu ke sini lagi atau hubungi saya via telepon.” Dia menulis nomer ponselnya di secarik kertas dan menyodorkannya padaku.
“Untuk apa saya ke sini lagi?” tanyaku heran.
“Bukankah kamu sendiri yang bilang kemarin, kamu ingin mendapatkan saran dari orang yang sudah sering patah hati?” Dia menyeringai kecil, lalu tersenyum.
Aku mengangguk.
# # #
Diubah oleh wignyaharsono 09-05-2015 07:01
0
Kutip
Balas