- Beranda
- Stories from the Heart
You Are My Happiness
...
TS
jayanagari
You Are My Happiness

Sebelumnya gue permisi dulu kepada Moderator dan Penghuni forum Stories From The Heart Kaskus 
Gue akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan gue merasa sangat terinspirasi dari tulisan sesepuh-sesepuh sekalian
Karena itu gue memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata gue, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup gue.
Mohon maaf kalo tulisan gue ini masih amburadul dan kaku, karena gue baru pertama kali join kaskus dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini gue samarkan

Gue akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan gue merasa sangat terinspirasi dari tulisan sesepuh-sesepuh sekalian

Karena itu gue memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata gue, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup gue.
Mohon maaf kalo tulisan gue ini masih amburadul dan kaku, karena gue baru pertama kali join kaskus dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini gue samarkan

Orang bilang, kebahagiaan paling tulus adalah saat melihat orang lain bahagia karena kita. Tapi terkadang, kebahagiaan orang itu juga menyakitkan bagi kita.
Gue egois? Mungkin.
Nama gue Baskoro, dan ini kisah gue.
Gue egois? Mungkin.
Nama gue Baskoro, dan ini kisah gue.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 11-08-2015 11:18
gebby2412210 dan 49 lainnya memberi reputasi
48
2.2M
5.1K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#4535
PART 138
Gue membuka mata, dan hal pertama yang gue liat adalah kegelapan. Beberapa kali gue mengedipkan mata, mencoba menerka dimana gue berada, dan mengumpulkan kesadaran. Gue menoleh perlahan ke samping dan melihat pemandangan gemerlap lampu kota tersaji di hadapan gue. Seketika gue sadar, bahwa hari masih gelap, dan malam sepertinya masih panjang. Tangan gue menggapai-gapai salah satu sisi tempat tidur, dan menemukan handphone disana. Gue melihat angka jam yang tertera di layar.
Pukul 2.18 pagi.
Gue bangkit dan duduk di tepi tempat tidur, sambil menggaruk-garuk rambut yang sebenarnya gak gatal. Sesekali gue menguap, dan mengumpulkan lagi kesadaran gue. Setelah beberapa saat, mata gue telah terbuka sepenuhnya. Gue menyalakan lampu tidur di samping tempat tidur, dan berdiri di hadapan jendela besar di kamar gue, sambil memandangi kota. Pikiran gue melayang ke segala fragmen-fragmen kecil kehidupan yang pernah gue lalui. Beberapa sosok yang sebelumnya samasekali gak pernah teringat di otak, mendadak muncul kembali. Segala kenangan itu datang bagaikan lentera yang berputar.
Gue memandangi langit malam, yang kebetulan dihiasi oleh semburat kemerahan, pertanda awan sedang berada diatas kepala. Suasana hati dan pikiran gue waktu itu bener-bener susah untuk digambarkan. Hampa, kosong, tapi di sisi lain gue juga merasakan lelah karena segala kejadian yang telah gue lalui. Ada rasa syukur bahwa gue telah sampai di titik ini, tapi di sisi lain ada rasa ingin beristirahat.
Gue kemudian berjalan keluar kamar, dan membuat segelas kopi. Dengan membawa gelas kopi itu, gue kembali ke kamar. Sambil menunggu kopi tersebut siap diminum, gue berdiri di tempat gue berdiri sebelumnya. Mendadak pikiran gue kembali sewaktu gue di Geneva, beberapa waktu setelah gue melamar Anin. Gue ingat pembicaraan kami berdua.
------
Gue tersenyum sambil berjalan disampingnya.
Gue tersenyum, dan menghela napas, tapi kemudian gue terdiam. Butuh beberapa waktu sebelum akhirnya gue bisa menjawab pertanyaannya itu.
Gue tersenyum sambil memandangi danau dan orang-orang yang berjalan di sekitar kami. Gue menarik napas panjang, dan menghembuskannya lewat mulut secara perlahan.
Gue ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tertahan di lidah gue untuk beberapa waktu. Gue kemudian menoleh ke Anin.
Anin memandangi langit sore yang berwarna warni diatas kepala, sambil menghela napas.
Kami berjalan terus, dan dalam kebisuan. Sampe kemudian Anin menoleh ke gue dan berkata dengan lembut.
Gue tersenyum dan menjawab perlahan.
Anin menggandeng lengan gue.
--------
Gue menghirup kopi yang mengepul sedikit demi sedikit, sambil menikmati suasana malam. Pikiran gue terus melayang ke berbagai hal, dan bermacam-macam orang yang telah hadir di hidup gue. Hingga akhirnya pikiran gue berhenti di salah satu fragmen terbesar dalam hidup gue, yaitu Anin. Tanpa disadari dan tanpa bisa dipungkiri, cinta gue ke Anin telah tumbuh sedemikian dalam. Dia bukan lagi gadis SMA tengil yang dulu menyapa gue di depan sekolahnya. Dia bukan lagi mahasiswi yang sering kesiangan. Dia sekarang telah bertransformasi menjadi satu wanita karir yang hebat dan membanggakan.
Gue menyadari sepenuhnya, bahwa Anin berubah bukan karena gue. Dia bisa menjadi Anin yang sekarang, murni karena usaha dan doanya, ditambah restu dari orang tuanya. Gue hanyalah seorang asing yang diberi kesempatan menyaksikan perubahannya itu. Dan gue bersyukur gue gak menghambatnya, setidaknya hingga saat ini.
Malam itu, gue tahu dalam hati gue, bahwa Anin adalah hal terindah yang pernah Tuhan ciptakan untuk gue.
Gue membuka mata, dan hal pertama yang gue liat adalah kegelapan. Beberapa kali gue mengedipkan mata, mencoba menerka dimana gue berada, dan mengumpulkan kesadaran. Gue menoleh perlahan ke samping dan melihat pemandangan gemerlap lampu kota tersaji di hadapan gue. Seketika gue sadar, bahwa hari masih gelap, dan malam sepertinya masih panjang. Tangan gue menggapai-gapai salah satu sisi tempat tidur, dan menemukan handphone disana. Gue melihat angka jam yang tertera di layar.
Pukul 2.18 pagi.
Gue bangkit dan duduk di tepi tempat tidur, sambil menggaruk-garuk rambut yang sebenarnya gak gatal. Sesekali gue menguap, dan mengumpulkan lagi kesadaran gue. Setelah beberapa saat, mata gue telah terbuka sepenuhnya. Gue menyalakan lampu tidur di samping tempat tidur, dan berdiri di hadapan jendela besar di kamar gue, sambil memandangi kota. Pikiran gue melayang ke segala fragmen-fragmen kecil kehidupan yang pernah gue lalui. Beberapa sosok yang sebelumnya samasekali gak pernah teringat di otak, mendadak muncul kembali. Segala kenangan itu datang bagaikan lentera yang berputar.
Gue memandangi langit malam, yang kebetulan dihiasi oleh semburat kemerahan, pertanda awan sedang berada diatas kepala. Suasana hati dan pikiran gue waktu itu bener-bener susah untuk digambarkan. Hampa, kosong, tapi di sisi lain gue juga merasakan lelah karena segala kejadian yang telah gue lalui. Ada rasa syukur bahwa gue telah sampai di titik ini, tapi di sisi lain ada rasa ingin beristirahat.
Gue kemudian berjalan keluar kamar, dan membuat segelas kopi. Dengan membawa gelas kopi itu, gue kembali ke kamar. Sambil menunggu kopi tersebut siap diminum, gue berdiri di tempat gue berdiri sebelumnya. Mendadak pikiran gue kembali sewaktu gue di Geneva, beberapa waktu setelah gue melamar Anin. Gue ingat pembicaraan kami berdua.
------
Quote:
Gue tersenyum sambil berjalan disampingnya.
Quote:
Gue tersenyum, dan menghela napas, tapi kemudian gue terdiam. Butuh beberapa waktu sebelum akhirnya gue bisa menjawab pertanyaannya itu.
Quote:
Gue tersenyum sambil memandangi danau dan orang-orang yang berjalan di sekitar kami. Gue menarik napas panjang, dan menghembuskannya lewat mulut secara perlahan.
Quote:
Gue ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu tertahan di lidah gue untuk beberapa waktu. Gue kemudian menoleh ke Anin.
Quote:
Anin memandangi langit sore yang berwarna warni diatas kepala, sambil menghela napas.
Quote:
Kami berjalan terus, dan dalam kebisuan. Sampe kemudian Anin menoleh ke gue dan berkata dengan lembut.
Quote:
Gue tersenyum dan menjawab perlahan.
Quote:
Anin menggandeng lengan gue.
Quote:
--------
Gue menghirup kopi yang mengepul sedikit demi sedikit, sambil menikmati suasana malam. Pikiran gue terus melayang ke berbagai hal, dan bermacam-macam orang yang telah hadir di hidup gue. Hingga akhirnya pikiran gue berhenti di salah satu fragmen terbesar dalam hidup gue, yaitu Anin. Tanpa disadari dan tanpa bisa dipungkiri, cinta gue ke Anin telah tumbuh sedemikian dalam. Dia bukan lagi gadis SMA tengil yang dulu menyapa gue di depan sekolahnya. Dia bukan lagi mahasiswi yang sering kesiangan. Dia sekarang telah bertransformasi menjadi satu wanita karir yang hebat dan membanggakan.
Gue menyadari sepenuhnya, bahwa Anin berubah bukan karena gue. Dia bisa menjadi Anin yang sekarang, murni karena usaha dan doanya, ditambah restu dari orang tuanya. Gue hanyalah seorang asing yang diberi kesempatan menyaksikan perubahannya itu. Dan gue bersyukur gue gak menghambatnya, setidaknya hingga saat ini.
Malam itu, gue tahu dalam hati gue, bahwa Anin adalah hal terindah yang pernah Tuhan ciptakan untuk gue.
Diubah oleh jayanagari 09-05-2015 00:27
pulaukapok dan jenggalasunyi memberi reputasi
3

