- Beranda
- Stories from the Heart
MATA RANTAI - THE GHOST HUNTER
...
TS
wignyaharsono
MATA RANTAI - THE GHOST HUNTER
Halo Agan-agan Semua

Selamat datang di Thread MATA RANTAI. Thread ini berisi cerita seri (serial dongeng) tentang seorang lelaki bernama JUNA JANUARDO yang diberi titah untuk meneruskan sebuah perusahaan supranatural. Ide ceritanya gue ambil dari beberapa film dan gue gabung-gabung. Inilah beberapa film yang menginspirasi gue.
1. Kingsman
2. Harry Potter
3. Hunger Games
4. Don Jon
5. Fifty Shade of Grey
7. Insidious
8. The Conjuring
Gabungan inspirasi kedelapan film itu menghasilkan sebuah plot cerita novel yang rencananya sekitar 40an BAB dengan judul MATA RANTAI.
Semoga berkenan dan selamat membaca. Just info, cerita ini juga aku muat di blog pribadi (www.wignyawirasana.com)
Salam Ndongeng,
WH

Selamat datang di Thread MATA RANTAI. Thread ini berisi cerita seri (serial dongeng) tentang seorang lelaki bernama JUNA JANUARDO yang diberi titah untuk meneruskan sebuah perusahaan supranatural. Ide ceritanya gue ambil dari beberapa film dan gue gabung-gabung. Inilah beberapa film yang menginspirasi gue.
1. Kingsman
2. Harry Potter
3. Hunger Games
4. Don Jon
5. Fifty Shade of Grey
7. Insidious
8. The Conjuring
Gabungan inspirasi kedelapan film itu menghasilkan sebuah plot cerita novel yang rencananya sekitar 40an BAB dengan judul MATA RANTAI.
Semoga berkenan dan selamat membaca. Just info, cerita ini juga aku muat di blog pribadi (www.wignyawirasana.com)
Salam Ndongeng,
WH
Quote:
Original Posted By wignyaharsono►
SINOPSIS
JUNA JANUARDO adalah seorang bisnisman yang sukses mengelola Digiforyou, sebuah perusahaan konsultan digital. Dia ganteng, kharismatik, dan semua wanita mendambakannya. Hidupnya baik-baik saja. Dia memilki keluarga yang bahagia, teman-teman menyenangkan, dan tentunya wanita-wanita yang mengantri untuk diajak jalan dengannya.
Hidupnya berubah dalam hitungan detik saat seseorang menghubunginya dan mengatakan bahwa Juna adalah generasi Mata Keempat yang akan memimpin Mata Rantai, Perusahaan Non Government yang dilegalkan untuk mengurusi kasus-kasus yang berhubungan dengan dunia gaib.
Ini adala kisah tentang perjuangan, ambisi, pengkhianatan, dan cinta yang dibumbui dengan dunia gaib dan teknologi.
INDEX
- PROLOG
- BAB 1
- BAB 2
- BAB 3
- BAB 4
- BAB 5
- BAB 6
- BAB 7
- BAB 8
- BAB 9
- BAB 10 (part 1)
- BAB 10 (part 2)
- BAB 11
- BAB 12
- BAB 13
- BAB 14
- BAB 15
- BAB 16
- BAB 17
- BAB 18 bagian pertama
- BAB 18 bagian kedua
- BAB 19
- BAB 20
- BAB 21
- BAB 22 bagian pertama
- BAB 22 bagian kedua
- BAB 23 bagian pertama
- BAB 23 bagian kedua
- BAB 24
- BAB 25 bagian pertama
- BAB 25 bagian kedua
- BAB 26
- BAB 27 bagian pertama
- BAB 27 bagian kedua
- BAB 28
- BAB 29
- BAB 30
- BAB 31
- BAB TERAKHIR
SINOPSIS
JUNA JANUARDO adalah seorang bisnisman yang sukses mengelola Digiforyou, sebuah perusahaan konsultan digital. Dia ganteng, kharismatik, dan semua wanita mendambakannya. Hidupnya baik-baik saja. Dia memilki keluarga yang bahagia, teman-teman menyenangkan, dan tentunya wanita-wanita yang mengantri untuk diajak jalan dengannya.
Hidupnya berubah dalam hitungan detik saat seseorang menghubunginya dan mengatakan bahwa Juna adalah generasi Mata Keempat yang akan memimpin Mata Rantai, Perusahaan Non Government yang dilegalkan untuk mengurusi kasus-kasus yang berhubungan dengan dunia gaib.
Ini adala kisah tentang perjuangan, ambisi, pengkhianatan, dan cinta yang dibumbui dengan dunia gaib dan teknologi.
INDEX
- PROLOG
- BAB 1
- BAB 2
- BAB 3
- BAB 4
- BAB 5
- BAB 6
- BAB 7
- BAB 8
- BAB 9
- BAB 10 (part 1)
- BAB 10 (part 2)
- BAB 11
- BAB 12
- BAB 13
- BAB 14
- BAB 15
- BAB 16
- BAB 17
- BAB 18 bagian pertama
- BAB 18 bagian kedua
- BAB 19
- BAB 20
- BAB 21
- BAB 22 bagian pertama
- BAB 22 bagian kedua
- BAB 23 bagian pertama
- BAB 23 bagian kedua
- BAB 24
- BAB 25 bagian pertama
- BAB 25 bagian kedua
- BAB 26
- BAB 27 bagian pertama
- BAB 27 bagian kedua
- BAB 28
- BAB 29
- BAB 30
- BAB 31
- BAB TERAKHIR
Diubah oleh wignyaharsono 08-11-2015 02:11
cumibakar217 dan 18 lainnya memberi reputasi
15
63.1K
Kutip
448
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
wignyaharsono
#1
PROLOG
Spoiler for PROLOG:
Tuan Mata meninggal.
Aryanda Putera sudah menyiapkan diri untuk mengabarkan berita itu di depan para Chief Rantai dan para kolega. Meskipun beberapa diantara mereka hanyalah berupa hologram, namun rasa gugup itu tetap ada. Meeting kali ini mungkin akan terlihat berbeda dari biasanya. Tak ada laporan keuangan ataupun membahas strategi bisnis. Kenyataannya memang seperti itu. Arya harus menyampaikan berita itu. Meskipun dia mencoba untuk bersikap tenang, tetapi jauh di dasar hatinya masih ada rasa was-was untuk menyampaikan berita ini.
Semuanya sudah terjadi. Tak ada perdebatan apapun dari mereka. Berita kebangkrutan perusahaan ini tentu bukan berita kemarin sore dan sudah menjadi perbincangan di setiap meeting. Tiga bulan terakhir laporan keuangan terus menunjukkan kemunduran. Disinyalir ada hubungannya dengan Tuan Mata yang sakit-sakitan sejak setahun lalu. Perusahaan mulai goyah dan beberapa proyek terbengkalai dengan sendirinya.
Tuan Mata yang umurnya sudah menginjak angka 70 tahun telah memimpin perusahaan ini selama 40 tahun. Dia adalah pewaris generasi mata sebelumnya. Haryan N. Juliandro adalah nama kecil Tuan Mata. Dia mendapatkan warisan untuk meneruskan Mata Rantai Inc. di usianya yang ke-30 setelah ayahnya meninggal. Sesuai tradisi generasi Mata, dia yang berkewajiban untuk melanjutkan Mata Rantai Inc.
Tak banyak yang menyangka bahwa perusahaan yang sudah memasuki tiga generasi itu menunjukkan kehancurannya tiga tahun belakangan ini. Kondisinya semakin parah setahun lalu, setelah Tuan Mata beberapa kali masuk rumah sakit dan terpaksa harus melimpahkan beberapa pekerjaannya kepada orang-orang kepercayaannya, termasuk Arya. Hanya saja, perusahaan ini memang tak bisa diselamatkan lagi. Bahkan di detik terakhir kehidupan Tuan Mata. Tuan Mata mengembuskan napas terakhir seminggu lalu. Dan hari ini, Arya sebagai tangan kanan Tuan Mata, diberi tugas untuk menyampaikan berita itu kepada para karyawan Mata Rantai.
Sesuai tradisi, kematian pemimpin Mata Rantai tak boleh disebarluaskan. Pemakaman hanya dihadiri oleh sanak saudara terdekat. Anak-anak Tuan Mata datang di tengah kesibukan mereka. Adalah Andra, anak pertamanya, yang kini memilih untuk tinggal di luar negeri bersama istri dan anaknya, dan bekerja di salah satu perusahaan multi international. Anaknya yang kedua bernama Andrea dan kini ikut suaminya yang bekerja di Papua. Sedangkan istri Tuan Mata sudah meninggal tiga tahun lalu.
Kehilangan istri tiga tahun lalu adalah titik kelemahan Tuan Mata. Dia seperti kehilangan arah karena tak ada yang mendukungnya untuk melanjutkan perusahaan keluarga ini. Kedua anaknya bahkan dengan jelas menolak untuk menggantikan ayahnya. Hal itulah yang membuat Tuan Mata sedih hingga akhir hidupnya.
Tak boleh ada berita yang bocor tentang kepergian Tuan Mata. Pun dengan para kolega-kolega yang memang sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi. Dan sesuai tradisi juga, kematian itu baru dapat diumumkan seminggu setelah pemakaman. Tepatnya hari ini.
Hari ini, para karyawan Mata Rantai, lima Chief Rantai, Kepala Departemen, kolega-kolega Tuan Mata bertatap muka. Ada yang berwujud nyata, ada pula yang hanya berupa hologram karena mereka berada di luar Jakarta. Mereka berkumpul di area utama perusahaan ini, tepat di lantai paling atas. Ruangan berbentuk bulat dan tampak luas karena di kelilingi oleh cermin. Atapnya terbuat dari kaca tebal yang tidak memancarkan panas matahari dan bisa digelapkan jika diinginkan. Jika langit cerah, orang yang ada di dalamnya bisa melihat awan putih berarakan. Dari satu sisi dinding, muncul siluet cahaya yang membentur dinding lain. Di sanalah, para hologram bermunculan.
Arya berdiri di panggung didampingi oleh para asisten Mata Rantai yang lain dan tentunya kedua anak Tuan Mata. Dia akan sudah membacakan surat terakhir dari Tuan Mata untuk para karyawan dan kolega. Karyawan yang lain berdiri di depan panggung.
Pengumuman yang tak pernah diketahui oleh siapapun itu, mengejutkan semua orang.
“Tak ada yang bisa menggantikan kepiawaian Tuan Mata membangun Mata Rantai. Dia pekerja keras.” Arya hampir menyeka matanya karena haru. Suasana di ruang meeting utama Mata Rantai tampak sendu. Semua orang yang datang tampak diam mendengarkan.
“Pertanyaannya, siapakah yang akan menggantikan beliau? Tuan Mata memiliki 2 orang anak, lelaki dan perempuan. Namun, kabarnya mereka berdua tak mau meneruskan bisnis keluarga ini.” Ronero, Chief Rantai Perusahaan Kontraktor, Building The Sun, memotong ucapan Arya.
“Belum ditentukan,” ucap Arya. Sebelumnya dia melirik kedua anak Tuan Mata di sisi kirinya.
Terdengar gemuruh perbincangan di ruangan itu. Arya memandang satu persatu yang hadir di sini. Mereka tampak berbincang lirih satu sama lain.
“Secepatnya akan kami putuskan,” sambung Arya kemudian. “Tuan Mata sudah menyebutkan beberapa kandidat yang akan menggantikan beliau.”
Ronero menyela kembali. “Kami tak bisa menunggu terlalu lama. Perusahaan ini harus segera mengambil sikap atas beberapa kekacauan setahun belakangan. Mungkin dengan mengurangi anak perusahaan, atau proyek-proyek bayangan yang tak menghasilkan.”
“Apakah proyek dan revenue di perusahaan Bapak sudah cukup positif?” tanya Alexa Crain, Chief Rantai Perhotelan & Mall. Dia dikenal bertangan dingin dalam urusan bisnis. Selain menjadi Chief salah satu anak perusahaan Mata Rantai, dia memiliki beberapa bisnis lain. Tak heran jika dia masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Beberapa orang sering bilang bahwa bekerja di Mata Rantai hanyalah sebagai sampingan saja. Di usianya yang ke-40 sekarang, dia masih bisa memperbesar kekayaannya. Hal ini ditunjang juga dengan kepiawaian dia berkomunikasi dengan orang lain dan juga wajahnya yang rupawan. “Kecuali jika bisnis batu bara Bapak di luar Mata Rantai mulai bangkrut,” sambung Alexa.
Para Chief yang lain terkekeh. Alexa melirik Arya seolah memberi isyarat agar dia tidak menghiraukan si arogan.
“Baiklah, meeting kali ini saya cukupkan sampai di sini. Dan sesuai tradisi, Bapak-bapak semua diperbolehkan untuk mengunjungi makam Tuan Mata setelah makan siang. Tentu saja bagi yang di luar kota bisa mengunjungi lain waktu. Terima kasih atas kerja samanya. Selamat siang.”
Orang-orang mulai berdiri dan saling berbicang.
“Tak perlu kamu hiraukan omongan Ronero, Pak Aryanda.”
Arya menoleh dan mendapati si Alexa sudah berdiri di sampingnya. Dia tersenyum kecil. Beberapa orang yang lain mulai mengikuti arahan petugas untuk ke makam Tuan Mata yang ada di belakang gedung. Aryanda dan dua asisten lainnya--Ariana dan Janero--masih ada di ruangan ditemani oleh beberapa kolega.
“Saya turut berduka atas kematian Tuan Mata. Berita ini sangat mengejutkan kami. Beliau adalah pemimpin yang baik. Saya belajar banyak dari beliau.”
“Ya, beliau orang baik.” Arya kembali tersenyum, mencoba bersikap ramah kepada Alexa.
“Oh iya, sebenarnya hal ini tidak pantas saya utarakan sekarang ini. Waktunya sepertinya tidak tepat. Tetapi mumpung saya ada di sini, saya ingin menyerahkan ini.” Alexa mengulurkan sebuah undangan tebal dengan kertas berteksur kepada Arya, Ariana, dan Janero.
“Galeri Mahakarya?” tanya Ariana.
“Proyek pribadi di Jogja. Sebuah galeri seni koleksi milik pribadi yang saya bangun di lereng Merapi. Saya sangat menyukai wilayah Merapi, maka saya pun berinisiatif untuk membuat sebuah galeri seni yang bisa memajang koleksi pribadi dan sekaligus bisa menjadi tontonan bagi masyarakat. Pendapatan dari galeri itu nantinya 100% akan saya sumbangkan untuk panti asuhan di daerah sana.”
“Fantastis,” ujar Janero. “Kami usahakan akan datang di pembukaannya.”
“Kalian harus datang sebagai perwakilan Mata Rantai. Sebenarnya saya juga mengundang Tuan Mata, namun karena….ah sudahlah. Saya tiba-tiba ikut sedih jika harus mengingat ini.”
“Akan saya agendakan, Tuan Alexa," kata Arya.
“Tentu. Mungkin kalian juga akan mengajak pemimpin Mata Rantai yang baru nantinya. Jika sudah terpilih. Saya juga penasaran, siapa sebenarnya para kandidat itu.”
“Tak lama lagi, saya akan mengundang Anda dan para kolega untuk datang menyaksikan pengukuhan pemimpin yang baru. Seleksi sedang dilakukan sekarang.”
“Bukankah seharusnya dari keluarga sendiri. Siapapun dia, saya harap para kandidat adalah orang yang tepat pilihan Mata Rantai dan akan melanjutkan nahkoda kepemimpinan di sini."
Arya memandang Alexa sekilas, lalu mengangguk kecil. “Tentu saja,” ujarnya.
Para kandidat?
Arya menertawakan sendiri kebohongan dirinya. Ini adalah salah satu lelucon yang sudah ia siapkan hari ini untuk menutupi fakta bahwa tak ada para kandidat, yang ada hanyalah kandidat utama. Tetapi sesuai pesan dari Tuan Mata, dia tak boleh membocorkan rahasia ini kepada siapapun. Termasuk kepada para karyawan Mata Rantai, orang-orang kepercayaan Mata Rantai yang lain. Yang tahu hanya Tuan Mata dan dirinya.
Tepatnya dua minggu yang lalu, saat Jakarta mulai diterjang dengan hujan lebat dan banjir menggenang di mana-mana, Tuan Mata memanggilnya untuk datang ke kamarnya. Saat itu tepat pukul sepuluh malam dan di luar rumah masih terdengar hujan turun.
Arya baru saja menyelesaikan pekerjaan di Mata Rantai, sebuah kasus poltergeist di daerah Jakarta Selatan. Dia sebenarnya ingin bersantai di kamarnya sambil membaca Sherlock Holmes. Kamarnya adalah bagian dari bangunan rumah Tuan Mata yang sengaja disiapkan untuk dirinya. Sudah hampir 25 tahun dia mengabdi untuk Tuan Mata sebagai asisten kepercayaan.
Kondisi tubuh lima puluh tahunnya sekarang memang tak bisa dipungkiri. Meskipun dia terlihat masih sangat tegap, tetapi beberapa kali dia sudah harus istirahat jika bekerja terlalu keras. Uban di rambutnya seharusnya menjelaskan kondisi tubuhnya, tetapi ia selalu menutupinya dengan cat warna dan juga senyum semangat yang tak pernah luntur. Hal yang diajarkan oleh Tuan Mata kepadanya.
Perbincangan Arya dan Tuan Mata malam itu dibuka dengan lelucon-lelucon kecil seperti biasa. Tuan Mata adalah orang yang humoris. Dia juga sangat suka bercerita. Dan kedua orang ini seperti sebuah USB yang menemukan portnya. Arya adalah pendengar yang baik, sementara Tuan Mata adalah pencerita yang baik. Selama hampir dua jam mereka berbincang.
Arya beranggapan bahwa Tuan Mata memang membutuhkan seorang teman untuk bercerita malam ini. Dia tampak lebih bisa tertawa daripada hari-hari sebelumnya yang hanya terbaring dan sesekali bangun untuk minum obat dari asistennya yang lain. Ternyata anggapan itu salah.
Setelah puas bercerita, Tuan Mata mulai terlihat serius. Arya sangat ingat perubahan air muka Tuan Mata yang mendadak tegang.
Dia mulai membicarakan kelangsungan Mata Rantai Inc. yang perlahan-lahan mulai hancur. Dia tampak sedih karena tidak bisa meneruskan warisan generasi Mata di akhir hidupnya. Dan di akhir perbicangan itu, dia juga membahas kematiannya dan juga kandidat untuk pemimpin Mata Rantai selanjutnya.
“Kamu tahu Arya, hidupku tak lama lagi. Dan harus ada orang yang menggantikan saya secepatnya. Kamu juga tahu bahwa kematian saya ini tak boleh diberitahukan ke semua orang karena kematian bukanlah awal dari kesedihan, namun justru awal dari kehidupan seseorang. Yang juga ingin saya pesankan kepada kamu adalah kamu harus mencari seorang kandidat, Arya.”
Tercipta keheningan sesaat. Detak jam dinding terdengar. Suara hujan mulai melirih.
“Aku sudah menyiapkan nama.”
Tuan Mata mengambil secarik kertas yang sedari tadi disembunyikan di bawah bantal lalu menyerahkannya kepada Arya. Sebuah biodata diri singkat. Arya membacanya perlahan.
“28 tahun? Apakah tidak terlalu muda.”
Tuan Mata mengeluarkan napas panjang dari hidungnya sehingga menimbulkan suara. “Kamu pasti akan langsung tercengang ketika melihatnya.”
“Tuan sudah pernah melihatnya?”
“Saya selalu memantau dirinya.”
“Bukankah seharusnya Tuan Andra yang menjadi kandidat utama. Dia adalah anak kandung tuan yang saat ini sudah siap menjalankan perusahaan ini di umurnya yang tiga puluh. Dan Mata Rantai adalah perusahaan keluarga yang harus diteruskan, bukan?”
“Arya, kamu tahu kan, bahwa Mata Rantai bukanlah perusahaan yang sembarangan. Tidak sembarang orang juga yang memimpin perusahaan ini. Hanya mereka yang memiliki darah Mata dan ilmu kebatinan khusus yang bisa melanjutkan perusahaan ini. Andra tidak punya. Dia memang adalah keturunan resmi Mata, tetapi dia tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang aku utarakan. Lagian sejak dulu, dia tidak pernah menyetujui bisnis ini, kan?”
Kamar seluas enam kali enam meter itu semakin terasa kosong dengan keheningan. Kedua orang itu sama-sama diam.
“Arya, saya tahu, kamu pasti ragu dengan pilihan saya.”
“Iya, Tuan, saya ragu dia bisa mengembalikan Mata Rantai kembali. Tuan tahu bahwa perusahaan ini sedang dalam masa-masa sulit dan diperlukan tangan dingin orang untuk memulihkannya.”
“I know, I know. Tetapi saya rasa saya sudah memilih orang yang tepat, Arya. Aku sangat yakin. Kamu cari saja dia.”
Arya memandangi secarik kertas dan foto di depannya. Sampai detik ini, dia bahkan tidak yakin pemuda ini akan bisa memimpin Mata Rantai. Tetapi apa gunanya membantah keinginan Tuan Mata.
“Aku sudah menuliskan sebuah wasiat untuk dirinya. Kamu yang memberitahunya.”
Arya mengangguk kecil. “Baiklah, Tuan. Segera saya akan mencari Juna Januardo.”
Aryanda Putera sudah menyiapkan diri untuk mengabarkan berita itu di depan para Chief Rantai dan para kolega. Meskipun beberapa diantara mereka hanyalah berupa hologram, namun rasa gugup itu tetap ada. Meeting kali ini mungkin akan terlihat berbeda dari biasanya. Tak ada laporan keuangan ataupun membahas strategi bisnis. Kenyataannya memang seperti itu. Arya harus menyampaikan berita itu. Meskipun dia mencoba untuk bersikap tenang, tetapi jauh di dasar hatinya masih ada rasa was-was untuk menyampaikan berita ini.
Semuanya sudah terjadi. Tak ada perdebatan apapun dari mereka. Berita kebangkrutan perusahaan ini tentu bukan berita kemarin sore dan sudah menjadi perbincangan di setiap meeting. Tiga bulan terakhir laporan keuangan terus menunjukkan kemunduran. Disinyalir ada hubungannya dengan Tuan Mata yang sakit-sakitan sejak setahun lalu. Perusahaan mulai goyah dan beberapa proyek terbengkalai dengan sendirinya.
Tuan Mata yang umurnya sudah menginjak angka 70 tahun telah memimpin perusahaan ini selama 40 tahun. Dia adalah pewaris generasi mata sebelumnya. Haryan N. Juliandro adalah nama kecil Tuan Mata. Dia mendapatkan warisan untuk meneruskan Mata Rantai Inc. di usianya yang ke-30 setelah ayahnya meninggal. Sesuai tradisi generasi Mata, dia yang berkewajiban untuk melanjutkan Mata Rantai Inc.
Tak banyak yang menyangka bahwa perusahaan yang sudah memasuki tiga generasi itu menunjukkan kehancurannya tiga tahun belakangan ini. Kondisinya semakin parah setahun lalu, setelah Tuan Mata beberapa kali masuk rumah sakit dan terpaksa harus melimpahkan beberapa pekerjaannya kepada orang-orang kepercayaannya, termasuk Arya. Hanya saja, perusahaan ini memang tak bisa diselamatkan lagi. Bahkan di detik terakhir kehidupan Tuan Mata. Tuan Mata mengembuskan napas terakhir seminggu lalu. Dan hari ini, Arya sebagai tangan kanan Tuan Mata, diberi tugas untuk menyampaikan berita itu kepada para karyawan Mata Rantai.
Sesuai tradisi, kematian pemimpin Mata Rantai tak boleh disebarluaskan. Pemakaman hanya dihadiri oleh sanak saudara terdekat. Anak-anak Tuan Mata datang di tengah kesibukan mereka. Adalah Andra, anak pertamanya, yang kini memilih untuk tinggal di luar negeri bersama istri dan anaknya, dan bekerja di salah satu perusahaan multi international. Anaknya yang kedua bernama Andrea dan kini ikut suaminya yang bekerja di Papua. Sedangkan istri Tuan Mata sudah meninggal tiga tahun lalu.
Kehilangan istri tiga tahun lalu adalah titik kelemahan Tuan Mata. Dia seperti kehilangan arah karena tak ada yang mendukungnya untuk melanjutkan perusahaan keluarga ini. Kedua anaknya bahkan dengan jelas menolak untuk menggantikan ayahnya. Hal itulah yang membuat Tuan Mata sedih hingga akhir hidupnya.
Tak boleh ada berita yang bocor tentang kepergian Tuan Mata. Pun dengan para kolega-kolega yang memang sudah menduga bahwa hal ini akan terjadi. Dan sesuai tradisi juga, kematian itu baru dapat diumumkan seminggu setelah pemakaman. Tepatnya hari ini.
Hari ini, para karyawan Mata Rantai, lima Chief Rantai, Kepala Departemen, kolega-kolega Tuan Mata bertatap muka. Ada yang berwujud nyata, ada pula yang hanya berupa hologram karena mereka berada di luar Jakarta. Mereka berkumpul di area utama perusahaan ini, tepat di lantai paling atas. Ruangan berbentuk bulat dan tampak luas karena di kelilingi oleh cermin. Atapnya terbuat dari kaca tebal yang tidak memancarkan panas matahari dan bisa digelapkan jika diinginkan. Jika langit cerah, orang yang ada di dalamnya bisa melihat awan putih berarakan. Dari satu sisi dinding, muncul siluet cahaya yang membentur dinding lain. Di sanalah, para hologram bermunculan.
Arya berdiri di panggung didampingi oleh para asisten Mata Rantai yang lain dan tentunya kedua anak Tuan Mata. Dia akan sudah membacakan surat terakhir dari Tuan Mata untuk para karyawan dan kolega. Karyawan yang lain berdiri di depan panggung.
Pengumuman yang tak pernah diketahui oleh siapapun itu, mengejutkan semua orang.
“Tak ada yang bisa menggantikan kepiawaian Tuan Mata membangun Mata Rantai. Dia pekerja keras.” Arya hampir menyeka matanya karena haru. Suasana di ruang meeting utama Mata Rantai tampak sendu. Semua orang yang datang tampak diam mendengarkan.
“Pertanyaannya, siapakah yang akan menggantikan beliau? Tuan Mata memiliki 2 orang anak, lelaki dan perempuan. Namun, kabarnya mereka berdua tak mau meneruskan bisnis keluarga ini.” Ronero, Chief Rantai Perusahaan Kontraktor, Building The Sun, memotong ucapan Arya.
“Belum ditentukan,” ucap Arya. Sebelumnya dia melirik kedua anak Tuan Mata di sisi kirinya.
Terdengar gemuruh perbincangan di ruangan itu. Arya memandang satu persatu yang hadir di sini. Mereka tampak berbincang lirih satu sama lain.
“Secepatnya akan kami putuskan,” sambung Arya kemudian. “Tuan Mata sudah menyebutkan beberapa kandidat yang akan menggantikan beliau.”
Ronero menyela kembali. “Kami tak bisa menunggu terlalu lama. Perusahaan ini harus segera mengambil sikap atas beberapa kekacauan setahun belakangan. Mungkin dengan mengurangi anak perusahaan, atau proyek-proyek bayangan yang tak menghasilkan.”
“Apakah proyek dan revenue di perusahaan Bapak sudah cukup positif?” tanya Alexa Crain, Chief Rantai Perhotelan & Mall. Dia dikenal bertangan dingin dalam urusan bisnis. Selain menjadi Chief salah satu anak perusahaan Mata Rantai, dia memiliki beberapa bisnis lain. Tak heran jika dia masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Beberapa orang sering bilang bahwa bekerja di Mata Rantai hanyalah sebagai sampingan saja. Di usianya yang ke-40 sekarang, dia masih bisa memperbesar kekayaannya. Hal ini ditunjang juga dengan kepiawaian dia berkomunikasi dengan orang lain dan juga wajahnya yang rupawan. “Kecuali jika bisnis batu bara Bapak di luar Mata Rantai mulai bangkrut,” sambung Alexa.
Para Chief yang lain terkekeh. Alexa melirik Arya seolah memberi isyarat agar dia tidak menghiraukan si arogan.
“Baiklah, meeting kali ini saya cukupkan sampai di sini. Dan sesuai tradisi, Bapak-bapak semua diperbolehkan untuk mengunjungi makam Tuan Mata setelah makan siang. Tentu saja bagi yang di luar kota bisa mengunjungi lain waktu. Terima kasih atas kerja samanya. Selamat siang.”
Orang-orang mulai berdiri dan saling berbicang.
“Tak perlu kamu hiraukan omongan Ronero, Pak Aryanda.”
Arya menoleh dan mendapati si Alexa sudah berdiri di sampingnya. Dia tersenyum kecil. Beberapa orang yang lain mulai mengikuti arahan petugas untuk ke makam Tuan Mata yang ada di belakang gedung. Aryanda dan dua asisten lainnya--Ariana dan Janero--masih ada di ruangan ditemani oleh beberapa kolega.
“Saya turut berduka atas kematian Tuan Mata. Berita ini sangat mengejutkan kami. Beliau adalah pemimpin yang baik. Saya belajar banyak dari beliau.”
“Ya, beliau orang baik.” Arya kembali tersenyum, mencoba bersikap ramah kepada Alexa.
“Oh iya, sebenarnya hal ini tidak pantas saya utarakan sekarang ini. Waktunya sepertinya tidak tepat. Tetapi mumpung saya ada di sini, saya ingin menyerahkan ini.” Alexa mengulurkan sebuah undangan tebal dengan kertas berteksur kepada Arya, Ariana, dan Janero.
“Galeri Mahakarya?” tanya Ariana.
“Proyek pribadi di Jogja. Sebuah galeri seni koleksi milik pribadi yang saya bangun di lereng Merapi. Saya sangat menyukai wilayah Merapi, maka saya pun berinisiatif untuk membuat sebuah galeri seni yang bisa memajang koleksi pribadi dan sekaligus bisa menjadi tontonan bagi masyarakat. Pendapatan dari galeri itu nantinya 100% akan saya sumbangkan untuk panti asuhan di daerah sana.”
“Fantastis,” ujar Janero. “Kami usahakan akan datang di pembukaannya.”
“Kalian harus datang sebagai perwakilan Mata Rantai. Sebenarnya saya juga mengundang Tuan Mata, namun karena….ah sudahlah. Saya tiba-tiba ikut sedih jika harus mengingat ini.”
“Akan saya agendakan, Tuan Alexa," kata Arya.
“Tentu. Mungkin kalian juga akan mengajak pemimpin Mata Rantai yang baru nantinya. Jika sudah terpilih. Saya juga penasaran, siapa sebenarnya para kandidat itu.”
“Tak lama lagi, saya akan mengundang Anda dan para kolega untuk datang menyaksikan pengukuhan pemimpin yang baru. Seleksi sedang dilakukan sekarang.”
“Bukankah seharusnya dari keluarga sendiri. Siapapun dia, saya harap para kandidat adalah orang yang tepat pilihan Mata Rantai dan akan melanjutkan nahkoda kepemimpinan di sini."
Arya memandang Alexa sekilas, lalu mengangguk kecil. “Tentu saja,” ujarnya.
###
Para kandidat?
Arya menertawakan sendiri kebohongan dirinya. Ini adalah salah satu lelucon yang sudah ia siapkan hari ini untuk menutupi fakta bahwa tak ada para kandidat, yang ada hanyalah kandidat utama. Tetapi sesuai pesan dari Tuan Mata, dia tak boleh membocorkan rahasia ini kepada siapapun. Termasuk kepada para karyawan Mata Rantai, orang-orang kepercayaan Mata Rantai yang lain. Yang tahu hanya Tuan Mata dan dirinya.
Tepatnya dua minggu yang lalu, saat Jakarta mulai diterjang dengan hujan lebat dan banjir menggenang di mana-mana, Tuan Mata memanggilnya untuk datang ke kamarnya. Saat itu tepat pukul sepuluh malam dan di luar rumah masih terdengar hujan turun.
Arya baru saja menyelesaikan pekerjaan di Mata Rantai, sebuah kasus poltergeist di daerah Jakarta Selatan. Dia sebenarnya ingin bersantai di kamarnya sambil membaca Sherlock Holmes. Kamarnya adalah bagian dari bangunan rumah Tuan Mata yang sengaja disiapkan untuk dirinya. Sudah hampir 25 tahun dia mengabdi untuk Tuan Mata sebagai asisten kepercayaan.
Kondisi tubuh lima puluh tahunnya sekarang memang tak bisa dipungkiri. Meskipun dia terlihat masih sangat tegap, tetapi beberapa kali dia sudah harus istirahat jika bekerja terlalu keras. Uban di rambutnya seharusnya menjelaskan kondisi tubuhnya, tetapi ia selalu menutupinya dengan cat warna dan juga senyum semangat yang tak pernah luntur. Hal yang diajarkan oleh Tuan Mata kepadanya.
Perbincangan Arya dan Tuan Mata malam itu dibuka dengan lelucon-lelucon kecil seperti biasa. Tuan Mata adalah orang yang humoris. Dia juga sangat suka bercerita. Dan kedua orang ini seperti sebuah USB yang menemukan portnya. Arya adalah pendengar yang baik, sementara Tuan Mata adalah pencerita yang baik. Selama hampir dua jam mereka berbincang.
Arya beranggapan bahwa Tuan Mata memang membutuhkan seorang teman untuk bercerita malam ini. Dia tampak lebih bisa tertawa daripada hari-hari sebelumnya yang hanya terbaring dan sesekali bangun untuk minum obat dari asistennya yang lain. Ternyata anggapan itu salah.
Setelah puas bercerita, Tuan Mata mulai terlihat serius. Arya sangat ingat perubahan air muka Tuan Mata yang mendadak tegang.
Dia mulai membicarakan kelangsungan Mata Rantai Inc. yang perlahan-lahan mulai hancur. Dia tampak sedih karena tidak bisa meneruskan warisan generasi Mata di akhir hidupnya. Dan di akhir perbicangan itu, dia juga membahas kematiannya dan juga kandidat untuk pemimpin Mata Rantai selanjutnya.
“Kamu tahu Arya, hidupku tak lama lagi. Dan harus ada orang yang menggantikan saya secepatnya. Kamu juga tahu bahwa kematian saya ini tak boleh diberitahukan ke semua orang karena kematian bukanlah awal dari kesedihan, namun justru awal dari kehidupan seseorang. Yang juga ingin saya pesankan kepada kamu adalah kamu harus mencari seorang kandidat, Arya.”
Tercipta keheningan sesaat. Detak jam dinding terdengar. Suara hujan mulai melirih.
“Aku sudah menyiapkan nama.”
Tuan Mata mengambil secarik kertas yang sedari tadi disembunyikan di bawah bantal lalu menyerahkannya kepada Arya. Sebuah biodata diri singkat. Arya membacanya perlahan.
“28 tahun? Apakah tidak terlalu muda.”
Tuan Mata mengeluarkan napas panjang dari hidungnya sehingga menimbulkan suara. “Kamu pasti akan langsung tercengang ketika melihatnya.”
“Tuan sudah pernah melihatnya?”
“Saya selalu memantau dirinya.”
“Bukankah seharusnya Tuan Andra yang menjadi kandidat utama. Dia adalah anak kandung tuan yang saat ini sudah siap menjalankan perusahaan ini di umurnya yang tiga puluh. Dan Mata Rantai adalah perusahaan keluarga yang harus diteruskan, bukan?”
“Arya, kamu tahu kan, bahwa Mata Rantai bukanlah perusahaan yang sembarangan. Tidak sembarang orang juga yang memimpin perusahaan ini. Hanya mereka yang memiliki darah Mata dan ilmu kebatinan khusus yang bisa melanjutkan perusahaan ini. Andra tidak punya. Dia memang adalah keturunan resmi Mata, tetapi dia tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang aku utarakan. Lagian sejak dulu, dia tidak pernah menyetujui bisnis ini, kan?”
Kamar seluas enam kali enam meter itu semakin terasa kosong dengan keheningan. Kedua orang itu sama-sama diam.
“Arya, saya tahu, kamu pasti ragu dengan pilihan saya.”
“Iya, Tuan, saya ragu dia bisa mengembalikan Mata Rantai kembali. Tuan tahu bahwa perusahaan ini sedang dalam masa-masa sulit dan diperlukan tangan dingin orang untuk memulihkannya.”
“I know, I know. Tetapi saya rasa saya sudah memilih orang yang tepat, Arya. Aku sangat yakin. Kamu cari saja dia.”
Arya memandangi secarik kertas dan foto di depannya. Sampai detik ini, dia bahkan tidak yakin pemuda ini akan bisa memimpin Mata Rantai. Tetapi apa gunanya membantah keinginan Tuan Mata.
“Aku sudah menuliskan sebuah wasiat untuk dirinya. Kamu yang memberitahunya.”
Arya mengangguk kecil. “Baiklah, Tuan. Segera saya akan mencari Juna Januardo.”
# # #
Diubah oleh wignyaharsono 09-05-2015 09:53
0
Kutip
Balas