- Beranda
- Stories from the Heart
KISAH HORROR - Mereka Ada di Setiap Rumah! (TRUE STORY)
...
TS
novelajualkomik
KISAH HORROR - Mereka Ada di Setiap Rumah! (TRUE STORY)
Gan, perkenalkan. Namaku Ella. Sekarang aku sudah berusia 27 tahun. Aku lima bersaudara, kakak dan adik pertamaku adalah perempuan, sedangkan adik kedua dan ketigaku adalah laki-laki. Di sini, aku hendak menceritakan berbagai kisah mistis yang pernah aku alami pada saat usiaku masih lebih belia dari saat ini. Kejadiannya di beberapa rumah yang sempat aku tinggali sebelumnya. Sekarang aku sudah pindah ke rumah baru dan sekarang syukurnya sudah tidak banyak terjadi kejadian mistis, ya paling hanya beberapa saja yang tidak jadi masalah sama sekali buatku.
Sebelumnya, bagi siapapun yang menganggap bahwa cerita-ceritaku ini hanyalah hoax / karangan fiksi, keputusan aku kembalikan pada kalian masing-masing. Di sini aku hanya mau sharing pengalaman ghaib-ku, bukan memaksa orang untuk percaya. Hanya satu hal yang aku minta, jangan kasih aku bata jika telat update ceritanya, ya. Karena di Kaskus, aku lebih aktif sebagai seller di FJB yang masih merintis. Sebaliknya, cendol atau rate bintang 5 sangat diharapkan. Terimakasih.
Mohon maaf juga jika aku lambat dalam meng-update thread ini karena aku cukup sibuk di dunia nyata dan kejadian-kejadian yang harus aku ceritakan sudah cukup lama sehingga aku perlu waktu untuk mengingat dan menuliskannya dengan tepat tanpa ada satu hal-pun yang ditambah-tambahkan. Syukuri apa yang ada dulu ya, gan. Mudah-mudahan aku dapat menyelesaikan thread ini dengan bertahap walau membutuhkan waktu yang lama. Terimakasih.
*Buat yang nanya nama-nama kompleks dalam ceritaku, mohon maaf karena aku tidak akan memberitahukannya baik di thread ini ataupun melalui PM (PM cuma buat yang mau nanya atau beli daganganku di lapak
). Semua pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut tidak akan aku respon. Aku tidak mau dianggap menjelek-jelekan suatu kompleks perumahan dan merugikan pihak-pihak tertentu. Niatku hanya sekedar share pengalaman mistis saja, tidak perlu diusut lebih mendalam ya, gan. Yang jelas, semua kompleks yang aku sebutkan di dalam cerita ini letaknya di Bekasi Utara. Jadi terka-terka sendiri aja dari berbagai petunjuk yang aku beri, ya. Mohon maaf juga jika ada komentar ataupun pertanyaan lainnya yang tidak sempat aku balas / terlewat, ya. Yang jelas, semua komentar agan pasti akan aku baca semuanya, kok 
Sebelumnya, bagi siapapun yang menganggap bahwa cerita-ceritaku ini hanyalah hoax / karangan fiksi, keputusan aku kembalikan pada kalian masing-masing. Di sini aku hanya mau sharing pengalaman ghaib-ku, bukan memaksa orang untuk percaya. Hanya satu hal yang aku minta, jangan kasih aku bata jika telat update ceritanya, ya. Karena di Kaskus, aku lebih aktif sebagai seller di FJB yang masih merintis. Sebaliknya, cendol atau rate bintang 5 sangat diharapkan. Terimakasih.
Mohon maaf juga jika aku lambat dalam meng-update thread ini karena aku cukup sibuk di dunia nyata dan kejadian-kejadian yang harus aku ceritakan sudah cukup lama sehingga aku perlu waktu untuk mengingat dan menuliskannya dengan tepat tanpa ada satu hal-pun yang ditambah-tambahkan. Syukuri apa yang ada dulu ya, gan. Mudah-mudahan aku dapat menyelesaikan thread ini dengan bertahap walau membutuhkan waktu yang lama. Terimakasih.

*Buat yang nanya nama-nama kompleks dalam ceritaku, mohon maaf karena aku tidak akan memberitahukannya baik di thread ini ataupun melalui PM (PM cuma buat yang mau nanya atau beli daganganku di lapak
). Semua pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut tidak akan aku respon. Aku tidak mau dianggap menjelek-jelekan suatu kompleks perumahan dan merugikan pihak-pihak tertentu. Niatku hanya sekedar share pengalaman mistis saja, tidak perlu diusut lebih mendalam ya, gan. Yang jelas, semua kompleks yang aku sebutkan di dalam cerita ini letaknya di Bekasi Utara. Jadi terka-terka sendiri aja dari berbagai petunjuk yang aku beri, ya. Mohon maaf juga jika ada komentar ataupun pertanyaan lainnya yang tidak sempat aku balas / terlewat, ya. Yang jelas, semua komentar agan pasti akan aku baca semuanya, kok 
Quote:
Diubah oleh novelajualkomik 21-04-2015 20:27
wisudajuni dan 5 lainnya memberi reputasi
6
431.9K
2K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
novelajualkomik
#83
CERITA III – SATU MISTERI TERPECAHKAN (?)
Karena bingung tak tahu harus bagaimana lagi, akhirnya ibuku berusaha mencari sedikit informasi dari tetangga sekitar. Ditanyanya perihal apakah mereka juga sering mengalami kehilangan uang atau barang di dalam rumah. Asumsi keluargaku, mungkin saja ada yang melakukan pesugihan babi ngepet di sekitaran tempat tinggalku. Namun tak ada satupun dari mereka yang mengaku pernah mengalami hal tersebut dan malah menganggap keluarga aneh dan mengada-ada.
Hmm, abaikan anggapan negatif orang-orang. Berarti tuduhan adanya babi ngepet dapat dibuang jauh-jauh karena ternyata hanya keluarga kamilah yang mengalami hal-hal tidak mengenakan tersebut. Tuduhan kedua adalah adanya tuyul. Namun hampir sama dengan kemungkinan pertama, kalau memang ada tuyul, mengapa hanya keluarga kami saja yang didatangi dan dicuri terus menerus? Walaupun begitu, ayahku memutuskan untuk memelihara keong laut (umang-umang) dan kepiting sawah (yuyu) yang konon katanya merupakan hewan kesukaan para tuyul yang dapat mengalihkan perhatian mereka ketika sedang beraksi hingga akhirnya lupa untuk mencuri karena asyik bermain dengan hewan-hewan kecil itu.
Nyatanya, tiap hari tetap saja ada lembaran uang di rumah kami yang hilang. Ternyata tuyul bukanlah pelakunya. Atau mungkin mitos tentang para hewan kecil tersebut ternyata tidaklah benar adanya? Kami kembali bertanya-tanya tanpa pernah mendapatkan jawaban yang pasti. Hingga akhirnya ibuku memiliki inisiatif untuk meminta bantuan pada “orang pintar” kenalan temannya.
Empat hari setelah peristiwa hilangnya HP milik adikku tersebut, ia sudah tidak lagi mengharapkan benda miliknya tersebut kembali. Keadaan di rumah kian memanas dan di antara kami sulit sekali untuk akur. Terkadang kini aku menyesali perbuatanku yang menuduh adik telah mengambil dan menjual kamera milikku yang dipinjamnya. Namun di saat hari kejadian, sungguh aku tak dapat mengontrol diri dan emosi. Hawa aneh di rumah itu memang seolah membuat kami mudah untuk bertengkar dan tidak pernah percaya satu sama lain.
Ketika pulang dari rumah orang pintar dan kembali ke rumah, ibuku langsung memanggil anak-anaknya. Saat itu, beliau berkata, “Ayo semuanya, cari HP Ika (nama adik perempuanku yang telah disamarkan) di seluruh bagian rumah sampai ketemu.” Kontan kami semua bingung dan menganggap ibu sedang berdelusi. “Harusnya masih ada, kok. Cari saja di manapun kalian pikir itu mungkin,” tambahnya.
Walau dengan sedikit bersungut-sungut, kami semua berusaha mencari benda yang tidak pasti keberadaannya tersebut. Aku mencari di tumpukan barang-barang di depan kamar mandi luar. Ibuku juga mencari di dalam kamar tidurnya sambil sesekali berusaha menghubungi nomor HP adikku yang juga tidak kunjung aktif itu. Sementara itu, kakak dan adikku mencari di lantai atas, di masing-masing kamar mereka. Jujur, aku merasa seperti orang bodoh saat itu. Kalau memang HP itu masih ada, lantas di mana?
Berkali-kali mencoba menghubungi HP adikku yang telah hilang itu, tiba-tiba ibu berteriak dengan penuh semangat, “Ah, nyambung! Nyambung!” Maksudnya, ia berhasil terhubung ke nomor yang ditujunya tersebut. KREK, panggilan ibuku diterima si pemegang HP. “Halo! Halo! Ini siapa, ya?” ibu berusaha mencari tahu siapa lawan bicaranya saat itu. Namun berulang kali ibu menanyakan hal yang sama, ia tidak pernah mendengar jawaban apapun dari ujung sana. Tiba-tiba panggilan tersebut ditutup oleh lawan bicara misteriusnya itu.
Ibu menggerutu sambil berusaha kembali menghubungi lagi. Aku hanya memperhatikan tingkahnya dari luar pintu kamar. HP yang dihubungi kembali tidak aktif, namun ibuku tidak mau menyerah. Pada usaha panggilan ulangnya yang kesekian, panggilannya kembali terhubung dan diterima. “Halo! Maaf, ini siapa, ya? Tolong dijawab, dong! Mas? Mbak?”
Sama seperti sebelumnya, tak ada respon apapun dari orang yang dihubunginya itu. Namun samar-samar, ibuku mendengar suatu suara yang lain. “Ada yang lagi ngomong,” ujarnya kepadaku. Raut wajahnya berubah serius ketika sedang berusaha mendengarkan suara itu dengan lebih jelas. “Ika?”
Aku ikut bingung waktu beliau menyebutkan nama adikku. “Halo, mbak. HPnya sudah ketemu, ya?” tanya ibuku pada lawan bicara yang dipanggilnya ‘Ika’ tersebut. “Mbak, jawab dong, mbak! Sudah ketemu, ya?” Namun nampaknya ibu tak mendapatkan respon apapun dari orang yang sedang dihubunginya tersebut. “Kenapa, bu?” tanyaku penasaran. “Ini, pas diangkat, ibu dengar suara Ika sama kakakmu lagi ngobrol. Tapi suaranya kecil banget,” jawabnya.
“Terus, HPnya?” tanyaku lagi. “ Pas ibu panggil-panggil, si Ika malah terus asyik ngobrol aja. Ibu dicuekin sama dia” tukasnya sambil sedikit mengomel. “Ya udah, ayo kita langsung samperin aja, bu,” ajakku. Akhirnya kami berdua naik ke lantai 2 dan sesampainya di kamar adikku, ibu kembali bertanya, “Kamu ini, ditanya malah diam saja! HPnya sudah ketemu?”
Adikku menjawab sambil kebingungan. “Maksud ibu? Lah, belum, bu. Ini aku juga dari tadi masih nyari, bu.” Ibuku jadi ikut bingung. “Terus tadi yang angkat HPnya siapa? Lah, ibu tadi dengar suara kamu sama mbak Santi (nama kakak perempuanku yang telah disamarkan) lagi ngobrol pas ibu hubungi HP-mu barusan, kok.”
“Lah, kok aneh. Memangnya HPnya tadi aktif?” tanya adikku. Ibu tidak menjawab, ia kembali mencoba menghubungi HP adikku tersebut. Terhubung, namun tidak diangkat. Beberapa kali dicoba, namun tidak juga diangkat. Adikku duduk di atas kasur sambil menunggu kelanjutannya dengan cemas. “Sebentar, kayaknya kasur ini bergetar,” ujar adikku tiba-tiba. Kakak-ku langsung ikut menyentuh kasur tersebut, “Eh, iya, benar!”
Ibu langsung memutuskan sambungan panggilan HP dan mencoba menyentuh kasur itu juga. Tak sampai 5 detik tangannya mendarat di atas kasur, beliau berkata, “Ah, kalian ngarang saja. Mana? Tidak ada getaran sama sekali.” Adik dan kakak-ku saling berpandangan penuh tanya. “Tapi tadi...”
“Sudah, coba kalian cari terus HPnya,” suruh ibu sambil kembali mencoba menghubungi HP adikku. Tiba-tiba adikku berteriak, “Eh, ini kasurnya bergetar lagi, bu!” Refleks, tangan ibu langsung terulur ke arah kasur dengan cepat. Air muka ibu seketika berubah. “Iya, kayak ada getaran.” Tangannya yang lain masih memegang HP yang terhubung ke HP adik-ku.
Dengan sigap, adikku meraba-raba badan kasur hingga ke bagian bawah. Oh iya, kasur adik-ku adalah Spring Bed dengan ukuran single. Sambungan telepon ibu di HPnya terputus dan bersamaan dengan itu getarannya pun lenyap. “Coba telepon lagi, bu!” pinta adikku. Dan benar saja, ketika ibu kembali menghubungi HP adik, getaran itu kembali muncul. “Ada di dalam sini!” pekik adikku tiba-tiba.
Aku yang dari tadi hanya termangu melihat tingkah mereka langsung bertukas, “Di dalam kasur, mana mungkin!” Namun ketika aku disuruh untuk meletakkan telapak tanganku pada bagian bawah kasur, aku menjadi sedikit percaya pada keganjilan tersebut. Bagaimana mungkin HP bisa masuk ke dalam bagian dalam Spring Bed di saat tak ada satupun lubang yang menganga pada kasur? Dan lagi, kasur itu 2 lapis, sedangkan HPnya berada di dalam lapis kasur yang kedua. Benar-benar tidak masuk diakal.
Namun untuk membuktikan itu semua, kami harus melakukan sesuatu. Ibu menyuruhku untuk mengambil pisau di dapur. Aku pun turun dan hampir terjatuh pada salah satu anak tangga ketika kulihat kelebatan bayangan hitam yang biasa kulihat di ruang tamu, kini sedang melompat dari atas meja makan ke arah dapur lalu menghilang. Buru-buru langsung kuambil sebilah pisau dan kembali ke lantai atas. Saat itu aku melihat ibu, kakak dan adik tengah mengangkat lapis pertama kasur Spring Bed dan menyingkirkannya pada salah satu sudut ruangan. Lapis kedua kasur itu kemudian setengah dibalik sehingga bagian bawah kasurnya kini berada di samping. Ibu meminta pisau yang kubawa lalu mulai menyayat kain penutup bagian bawah kasur tersebut pada bagian tepinya hingga cukup lebar untuk memasukkan tangan ke dalamnya. Ketika sudah cukup, tangan ibu masuk ke dalamnya dan merogoh sesuatu. Ketika tangan kembali dikeluarkan, kami semua terkejut sewaktu melihat HP adikku yang telah hilang berhari-hari kini tengah berada dalam genggaman tangan ibuku, dalam keadaan mati. Adikku langsung mengambil kembali HPnya sambil terus bersyukur pada Tuhan. Sementara aku dan kakakku, masih termangu tak percaya.
“Benar apa yang dibilang ‘orang pintar’ itu,” ujar ibuku. Kami semua tak paham dengan maksud perkataan beliau barusan. Ibu menyuruh kami semua untuk turun dan berjanji akan menjelaskan lebih lanjut di ruang tamu. “Jadi begini, kalian masih ingat dengan telur bebek busuk yang pecah di depan pintu rumah waktu itu?” Kami semua mengangguk. “Itu kiriman. Katanya, memang sengaja dilempar ke rumah kita. Bukan telur bebek biasa, ternyata di dalamnya ada semacam paku ghaib yang tidak terlihat.” Kami semua masih terus terdiam mendengarkan penuturan ibu.
“Begitu telur pecah dan paku ghaib jatuh di teras rumah kita, semua jin yang berada di dalamnya masuk ke dalam rumah ini karena telah ditugaskan untuk sengaja mengganggu.” Adikku yang penasaran langsung memotong, “Siapa yang melempar telur?” “Katanya masih kerabat yang tidak suka sama keluarga kita. Siapa pastinya, ‘orang pintar’ itu tidak mau memberitahu,” jawab ibuku. Walau tidak diberitahu dengan pasti, kami semua, para anak-anak, langsung menganggukan kepala tanda sudah paham. Ya, hampir tidak mungkin salah kalau yang dimaksud pasti adalah keluarga saudaraku yang bertengkar hebat dengan keluargaku sewaktu kami masih tinggal di kompleks sebelumnya. Keluarga mereka saat itu memang banyak dicurigai para tetangga sedang mempraktekkan ilmu ghaib. Bagaimana tidak, kehidupan keluarga mereka yang sebelumnya biasa-biasa saja, seketika bisa menjadi kaya raya. Suaminya tidak bekerja namun sang isteri bagai toko emas berjalan yang selalu memakai berlapis-lapis perhiasan emas ketika sedang keluar rumah. Bahkan belakangan, pasangan tersebut dikenal sebagai renternir kejam dengan suku bunga tinggi yang tidak segan-segan untuk menyita harta para peminjam uang yang tak mampu melunasi ataupun membayar cicilan pinjaman mereka. Para tetangga juga terkadang melihat sang isteri sedang menggandeng ataupun menggendong seekor tuyul di pundaknya ketika sedang berjalan-jalan keluar rumah. Tentu saja, tidak semua orang dapat melihat makhluk yang kasat mata itu.
“Wah, ternyata mereka masih begitu dendamnya dengan keluarga kami”, pikirku. Apakah tuduhan kami salah atau benar, kami tetap yakin kalau keluarga merekalah pelakunya. Masalah mereka tahu alamat baru kami dari mana, aku pun tidak tahu. Tapi dengan ‘kelebihan’ yang mereka miliki, rasanya itu bukanlah perkara yang sulit.
Ibu melanjutkan ceritanya, “Setiap uang ataupun barang yang hilang, sebenarnya tidak benar-benar langsung hilang. Hanya akan diumpetkan, dan jika kita mencarinya di seluruh bagian rumah pasti masih ada. Seperti HP-mu tadi, Ika.” Mendengar penjelasan ibu, aku langsung bertanya dengan penuh semangat, “Kalau begitu, kamera digitalku juga masih bisa dicari sampai ketemu?” Namun ibu menggeleng, memadamkan harapanku yang sedang berkobar saat itu. “Sudah terlambat. Kata ‘orang pintar’ tadi, sekarang yang masih bisa ditemukan hanyalah HP adikmu tadi. Karena walau memang hanya diumpatkan, kalau uang ataupun barang yang hilang itu tidak segera dicari, maka beberapa hari kemudian mereka akan benar-benar lenyap.”
“Seharusnya, waktu tahu ada telur pecah itu harus langsung disiram pakai air kencing (air seni) untuk membatalkan sihirnya. Tapi sudah telat, yang sudah ‘masuk’ ke dalam rumah ini kuat-kuat. ‘Orang pintar’ tadi tidak bisa mengusirnya,” lanjut ibu. Aneh. Namun tak begitu aneh, karena memang sejak awal semuanya sudah aneh.
Setelahnya, ibu menyuruh kami untuk mengambil garam yang diperolehnya dari ‘orang pintar’ dan menaburkannya pada setiap bagian depan pintu di rumah kami. Katanya untuk menangkal masuknya makhluk ghaib lain yang kemungkinan akan menyusul dikirimkan lagi. Juga untuk mengurangi kemungkinan adanya kejadian yang akan membahayakan keluarga kami oleh makhluk-makhluk yang sudah berada di dalam rumah. ‘Makhluk-makhluk’, ya karena memang jumlahnya lebih dari satu dan bervariasi. Ke depannya akan aku ceritakan satu persatu makhluk apa saja yang ada di dalam rumah kami. Ibu juga berpesan agar menjaga baik-baik tiap barang berharga yang kami miliki serta tidak saling menuduh lagi jika ada uang ataupun barang yang hilang. Karena yang mengambil memang bukan di antara kami, melainkan makhluk ghaib kiriman yang kini tinggal bersama-sama dengan kami di dalam rumah.
Sejak saat itu, aku selalu menggenggam HPku sepanjang hari ketika berada di dalam rumah. Ke dalam kamar mandi sekalipun, HP pasti kubawa. Bahkan ketika aku sedang tidur pada malam hari, HP selalu kugenggam erat-erat dan kutempelkan pada dada, kemudian aku tidur dengan posisi telungkup, yang berarti aku tidur sambil menindih HP. Sebegitu takutnya aku untuk kehilangan barang milikku lagi. Sejak saat itu juga, aku menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Seperti tiap malam sebelum tidur, aku pasti berdoa selama lebih dari satu jam tanpa henti, meminta kemurahan hati Tuhan untuk senantiasa melindungi dan menjaga aku beserta keluarga selama tinggal di dalam rumah itu. Paling tidak, supaya kami dapat melewati malam itu tanpa adanya gangguan yang berarti dari para makhluk ghaib. Sepertinya, anggota keluargaku yang lain juga melakukan hal yang sama.
Selama beberapa hari ke depan setelah kejadian itu, tak ada lagi kejadian kehilangan uang atau barang. Keluarga kami begitu senang karena nampaknya keanehan itu telah berakhir. Namun yang paling membuatku kesal adalah kini tiap sore hingga tengah malam, pintu kamarku yang menuju ke ruang makan jadi sering sekali diketuk-ketuk yang ketika pintu kubuka, tidak seorangpun kudapati di sana. Suatu malam sekitar pukul 21:00 WIB, bunyi itu kembali terdengar. “TOK! TOK! TOK!” Bunyinya begitu jelas. Tapi percuma saja kubuka, toh takkan ada orang di luar sana.
Di rumah hanya ada kakak-ku dan aku saat itu. Yang lainnya sedang pergi ke rumah saudara sementara ayah belum pulang kerja. “TOK! TOK! TOK!” Bunyinya kembali terdengar. Karena merasa terganggu, aku pun berjalan perlahan mendekati pintu. Dengan mengendap-endap, aku berniat untuk mencari tahu siapa yang melakukan hal iseng tersebut. Mungkin saja itu kakak-ku yang sedang berusaha menakuti. Walaupun aku sadar benar kalau bunyi ketukan itu pun tetap muncul saat aku sedang seorang diri di rumah.
Aku tak dapat mengintip dari lubang kunci karena saat itu kunci sedang terpasang. Jika aku mencabutnya maka pasti akan menimbulkan bunyi dan pelakunya bisa keburu kabur karena mendengar bunyinya. Telinga kutempelkan pada badan pintu, ingin memastikan bahwa bunyi ketukan yang aku dengar selama ini memanglah berasal dari depan pintu kamar. “TOK! TOK! TOK!” Nyaringnya bunyi ketukan sempat membuatku kaget, getaran yang berasal dari ketukan sebuah tangan ke pintu kayu kamarku dapat begitu kurasakan karena kedua tanganku menempel pada badan pintu. Aku terdiam cukup lama. Bunyi itu tidak muncul lagi. Saat aku hendak kembali ke kasur, tiba-tiba bunyi itu kembali terdengar dan tanpa menunggu ketukan tersebut selesai hingga tiga kali, aku langsung membuka pintu dengan begitu cepat. Dan seperti biasa, kosong.
Aku langsung mencari kakak-ku dan ternyata ia sedang menonton TV di ruang tamu. Di belakangnya, kelebatan bayangan hitam yang biasa kulihat, sedang melompat-lompat di atas kursi dan kembali menghilang kemudian. Tanpa berkata apa-apa, aku kembali ke kamar. Dan begitu aku menutup pintu, ketukan itu kembali muncul. Karena kesal, aku langsung berkata, “Kalau mau masuk, langsung masuk aja! Jangan ketuk-ketuk terus, berisik!!” Dan setelahnya, bunyi ketukan berhenti terdengar. Paling tidak, untuk malam itu.
Sore hari pada keesokan harinya, ibuku kembali menimbulkan suara gaduh. Aku keluar dari kamar dan menanyakan ada apa. Beliau berkata bahwa setelah pulang dari warung membeli mie instan dan telur, beliau duduk di ruang tamu untuk menonton TV. Uang kembalian sebesar Rp62.000 diletakannya di atas meja. Pecahan uang kertas Rp50.000 sebanyak satu lembar, uang kertas Rp10.000 sebanyak satu lembar dan uang logam Rp1.000 sebanyak dua keping. Sesaat setelah acara yang ditontonnya selesai, ibuku beranjak dari kursi, hendak memasak mie instan karena lapar. Begitu uang kembalian yang diletakannya hendak ia ambil kembali, tepat di depan kedua matanya sendiri, ia melihat tiba-tiba pecahan uang kertas Rp50.000-nya lenyap seketika dan menyisakan Rp12.000 saja. Ia segera mengambil uang kembalian yang tersisa dan tak henti-hentinya mengomentari serta mengutuk kejadian aneh yang baru saja dialaminya tersebut. OK, here we go again...
Karena bingung tak tahu harus bagaimana lagi, akhirnya ibuku berusaha mencari sedikit informasi dari tetangga sekitar. Ditanyanya perihal apakah mereka juga sering mengalami kehilangan uang atau barang di dalam rumah. Asumsi keluargaku, mungkin saja ada yang melakukan pesugihan babi ngepet di sekitaran tempat tinggalku. Namun tak ada satupun dari mereka yang mengaku pernah mengalami hal tersebut dan malah menganggap keluarga aneh dan mengada-ada.
Hmm, abaikan anggapan negatif orang-orang. Berarti tuduhan adanya babi ngepet dapat dibuang jauh-jauh karena ternyata hanya keluarga kamilah yang mengalami hal-hal tidak mengenakan tersebut. Tuduhan kedua adalah adanya tuyul. Namun hampir sama dengan kemungkinan pertama, kalau memang ada tuyul, mengapa hanya keluarga kami saja yang didatangi dan dicuri terus menerus? Walaupun begitu, ayahku memutuskan untuk memelihara keong laut (umang-umang) dan kepiting sawah (yuyu) yang konon katanya merupakan hewan kesukaan para tuyul yang dapat mengalihkan perhatian mereka ketika sedang beraksi hingga akhirnya lupa untuk mencuri karena asyik bermain dengan hewan-hewan kecil itu.
Nyatanya, tiap hari tetap saja ada lembaran uang di rumah kami yang hilang. Ternyata tuyul bukanlah pelakunya. Atau mungkin mitos tentang para hewan kecil tersebut ternyata tidaklah benar adanya? Kami kembali bertanya-tanya tanpa pernah mendapatkan jawaban yang pasti. Hingga akhirnya ibuku memiliki inisiatif untuk meminta bantuan pada “orang pintar” kenalan temannya.
Empat hari setelah peristiwa hilangnya HP milik adikku tersebut, ia sudah tidak lagi mengharapkan benda miliknya tersebut kembali. Keadaan di rumah kian memanas dan di antara kami sulit sekali untuk akur. Terkadang kini aku menyesali perbuatanku yang menuduh adik telah mengambil dan menjual kamera milikku yang dipinjamnya. Namun di saat hari kejadian, sungguh aku tak dapat mengontrol diri dan emosi. Hawa aneh di rumah itu memang seolah membuat kami mudah untuk bertengkar dan tidak pernah percaya satu sama lain.
Ketika pulang dari rumah orang pintar dan kembali ke rumah, ibuku langsung memanggil anak-anaknya. Saat itu, beliau berkata, “Ayo semuanya, cari HP Ika (nama adik perempuanku yang telah disamarkan) di seluruh bagian rumah sampai ketemu.” Kontan kami semua bingung dan menganggap ibu sedang berdelusi. “Harusnya masih ada, kok. Cari saja di manapun kalian pikir itu mungkin,” tambahnya.
Walau dengan sedikit bersungut-sungut, kami semua berusaha mencari benda yang tidak pasti keberadaannya tersebut. Aku mencari di tumpukan barang-barang di depan kamar mandi luar. Ibuku juga mencari di dalam kamar tidurnya sambil sesekali berusaha menghubungi nomor HP adikku yang juga tidak kunjung aktif itu. Sementara itu, kakak dan adikku mencari di lantai atas, di masing-masing kamar mereka. Jujur, aku merasa seperti orang bodoh saat itu. Kalau memang HP itu masih ada, lantas di mana?
Berkali-kali mencoba menghubungi HP adikku yang telah hilang itu, tiba-tiba ibu berteriak dengan penuh semangat, “Ah, nyambung! Nyambung!” Maksudnya, ia berhasil terhubung ke nomor yang ditujunya tersebut. KREK, panggilan ibuku diterima si pemegang HP. “Halo! Halo! Ini siapa, ya?” ibu berusaha mencari tahu siapa lawan bicaranya saat itu. Namun berulang kali ibu menanyakan hal yang sama, ia tidak pernah mendengar jawaban apapun dari ujung sana. Tiba-tiba panggilan tersebut ditutup oleh lawan bicara misteriusnya itu.
Ibu menggerutu sambil berusaha kembali menghubungi lagi. Aku hanya memperhatikan tingkahnya dari luar pintu kamar. HP yang dihubungi kembali tidak aktif, namun ibuku tidak mau menyerah. Pada usaha panggilan ulangnya yang kesekian, panggilannya kembali terhubung dan diterima. “Halo! Maaf, ini siapa, ya? Tolong dijawab, dong! Mas? Mbak?”
Sama seperti sebelumnya, tak ada respon apapun dari orang yang dihubunginya itu. Namun samar-samar, ibuku mendengar suatu suara yang lain. “Ada yang lagi ngomong,” ujarnya kepadaku. Raut wajahnya berubah serius ketika sedang berusaha mendengarkan suara itu dengan lebih jelas. “Ika?”
Aku ikut bingung waktu beliau menyebutkan nama adikku. “Halo, mbak. HPnya sudah ketemu, ya?” tanya ibuku pada lawan bicara yang dipanggilnya ‘Ika’ tersebut. “Mbak, jawab dong, mbak! Sudah ketemu, ya?” Namun nampaknya ibu tak mendapatkan respon apapun dari orang yang sedang dihubunginya tersebut. “Kenapa, bu?” tanyaku penasaran. “Ini, pas diangkat, ibu dengar suara Ika sama kakakmu lagi ngobrol. Tapi suaranya kecil banget,” jawabnya.
“Terus, HPnya?” tanyaku lagi. “ Pas ibu panggil-panggil, si Ika malah terus asyik ngobrol aja. Ibu dicuekin sama dia” tukasnya sambil sedikit mengomel. “Ya udah, ayo kita langsung samperin aja, bu,” ajakku. Akhirnya kami berdua naik ke lantai 2 dan sesampainya di kamar adikku, ibu kembali bertanya, “Kamu ini, ditanya malah diam saja! HPnya sudah ketemu?”
Adikku menjawab sambil kebingungan. “Maksud ibu? Lah, belum, bu. Ini aku juga dari tadi masih nyari, bu.” Ibuku jadi ikut bingung. “Terus tadi yang angkat HPnya siapa? Lah, ibu tadi dengar suara kamu sama mbak Santi (nama kakak perempuanku yang telah disamarkan) lagi ngobrol pas ibu hubungi HP-mu barusan, kok.”
“Lah, kok aneh. Memangnya HPnya tadi aktif?” tanya adikku. Ibu tidak menjawab, ia kembali mencoba menghubungi HP adikku tersebut. Terhubung, namun tidak diangkat. Beberapa kali dicoba, namun tidak juga diangkat. Adikku duduk di atas kasur sambil menunggu kelanjutannya dengan cemas. “Sebentar, kayaknya kasur ini bergetar,” ujar adikku tiba-tiba. Kakak-ku langsung ikut menyentuh kasur tersebut, “Eh, iya, benar!”
Ibu langsung memutuskan sambungan panggilan HP dan mencoba menyentuh kasur itu juga. Tak sampai 5 detik tangannya mendarat di atas kasur, beliau berkata, “Ah, kalian ngarang saja. Mana? Tidak ada getaran sama sekali.” Adik dan kakak-ku saling berpandangan penuh tanya. “Tapi tadi...”
“Sudah, coba kalian cari terus HPnya,” suruh ibu sambil kembali mencoba menghubungi HP adikku. Tiba-tiba adikku berteriak, “Eh, ini kasurnya bergetar lagi, bu!” Refleks, tangan ibu langsung terulur ke arah kasur dengan cepat. Air muka ibu seketika berubah. “Iya, kayak ada getaran.” Tangannya yang lain masih memegang HP yang terhubung ke HP adik-ku.
Dengan sigap, adikku meraba-raba badan kasur hingga ke bagian bawah. Oh iya, kasur adik-ku adalah Spring Bed dengan ukuran single. Sambungan telepon ibu di HPnya terputus dan bersamaan dengan itu getarannya pun lenyap. “Coba telepon lagi, bu!” pinta adikku. Dan benar saja, ketika ibu kembali menghubungi HP adik, getaran itu kembali muncul. “Ada di dalam sini!” pekik adikku tiba-tiba.
Aku yang dari tadi hanya termangu melihat tingkah mereka langsung bertukas, “Di dalam kasur, mana mungkin!” Namun ketika aku disuruh untuk meletakkan telapak tanganku pada bagian bawah kasur, aku menjadi sedikit percaya pada keganjilan tersebut. Bagaimana mungkin HP bisa masuk ke dalam bagian dalam Spring Bed di saat tak ada satupun lubang yang menganga pada kasur? Dan lagi, kasur itu 2 lapis, sedangkan HPnya berada di dalam lapis kasur yang kedua. Benar-benar tidak masuk diakal.
Namun untuk membuktikan itu semua, kami harus melakukan sesuatu. Ibu menyuruhku untuk mengambil pisau di dapur. Aku pun turun dan hampir terjatuh pada salah satu anak tangga ketika kulihat kelebatan bayangan hitam yang biasa kulihat di ruang tamu, kini sedang melompat dari atas meja makan ke arah dapur lalu menghilang. Buru-buru langsung kuambil sebilah pisau dan kembali ke lantai atas. Saat itu aku melihat ibu, kakak dan adik tengah mengangkat lapis pertama kasur Spring Bed dan menyingkirkannya pada salah satu sudut ruangan. Lapis kedua kasur itu kemudian setengah dibalik sehingga bagian bawah kasurnya kini berada di samping. Ibu meminta pisau yang kubawa lalu mulai menyayat kain penutup bagian bawah kasur tersebut pada bagian tepinya hingga cukup lebar untuk memasukkan tangan ke dalamnya. Ketika sudah cukup, tangan ibu masuk ke dalamnya dan merogoh sesuatu. Ketika tangan kembali dikeluarkan, kami semua terkejut sewaktu melihat HP adikku yang telah hilang berhari-hari kini tengah berada dalam genggaman tangan ibuku, dalam keadaan mati. Adikku langsung mengambil kembali HPnya sambil terus bersyukur pada Tuhan. Sementara aku dan kakakku, masih termangu tak percaya.
“Benar apa yang dibilang ‘orang pintar’ itu,” ujar ibuku. Kami semua tak paham dengan maksud perkataan beliau barusan. Ibu menyuruh kami semua untuk turun dan berjanji akan menjelaskan lebih lanjut di ruang tamu. “Jadi begini, kalian masih ingat dengan telur bebek busuk yang pecah di depan pintu rumah waktu itu?” Kami semua mengangguk. “Itu kiriman. Katanya, memang sengaja dilempar ke rumah kita. Bukan telur bebek biasa, ternyata di dalamnya ada semacam paku ghaib yang tidak terlihat.” Kami semua masih terus terdiam mendengarkan penuturan ibu.
“Begitu telur pecah dan paku ghaib jatuh di teras rumah kita, semua jin yang berada di dalamnya masuk ke dalam rumah ini karena telah ditugaskan untuk sengaja mengganggu.” Adikku yang penasaran langsung memotong, “Siapa yang melempar telur?” “Katanya masih kerabat yang tidak suka sama keluarga kita. Siapa pastinya, ‘orang pintar’ itu tidak mau memberitahu,” jawab ibuku. Walau tidak diberitahu dengan pasti, kami semua, para anak-anak, langsung menganggukan kepala tanda sudah paham. Ya, hampir tidak mungkin salah kalau yang dimaksud pasti adalah keluarga saudaraku yang bertengkar hebat dengan keluargaku sewaktu kami masih tinggal di kompleks sebelumnya. Keluarga mereka saat itu memang banyak dicurigai para tetangga sedang mempraktekkan ilmu ghaib. Bagaimana tidak, kehidupan keluarga mereka yang sebelumnya biasa-biasa saja, seketika bisa menjadi kaya raya. Suaminya tidak bekerja namun sang isteri bagai toko emas berjalan yang selalu memakai berlapis-lapis perhiasan emas ketika sedang keluar rumah. Bahkan belakangan, pasangan tersebut dikenal sebagai renternir kejam dengan suku bunga tinggi yang tidak segan-segan untuk menyita harta para peminjam uang yang tak mampu melunasi ataupun membayar cicilan pinjaman mereka. Para tetangga juga terkadang melihat sang isteri sedang menggandeng ataupun menggendong seekor tuyul di pundaknya ketika sedang berjalan-jalan keluar rumah. Tentu saja, tidak semua orang dapat melihat makhluk yang kasat mata itu.
“Wah, ternyata mereka masih begitu dendamnya dengan keluarga kami”, pikirku. Apakah tuduhan kami salah atau benar, kami tetap yakin kalau keluarga merekalah pelakunya. Masalah mereka tahu alamat baru kami dari mana, aku pun tidak tahu. Tapi dengan ‘kelebihan’ yang mereka miliki, rasanya itu bukanlah perkara yang sulit.
Ibu melanjutkan ceritanya, “Setiap uang ataupun barang yang hilang, sebenarnya tidak benar-benar langsung hilang. Hanya akan diumpetkan, dan jika kita mencarinya di seluruh bagian rumah pasti masih ada. Seperti HP-mu tadi, Ika.” Mendengar penjelasan ibu, aku langsung bertanya dengan penuh semangat, “Kalau begitu, kamera digitalku juga masih bisa dicari sampai ketemu?” Namun ibu menggeleng, memadamkan harapanku yang sedang berkobar saat itu. “Sudah terlambat. Kata ‘orang pintar’ tadi, sekarang yang masih bisa ditemukan hanyalah HP adikmu tadi. Karena walau memang hanya diumpatkan, kalau uang ataupun barang yang hilang itu tidak segera dicari, maka beberapa hari kemudian mereka akan benar-benar lenyap.”
“Seharusnya, waktu tahu ada telur pecah itu harus langsung disiram pakai air kencing (air seni) untuk membatalkan sihirnya. Tapi sudah telat, yang sudah ‘masuk’ ke dalam rumah ini kuat-kuat. ‘Orang pintar’ tadi tidak bisa mengusirnya,” lanjut ibu. Aneh. Namun tak begitu aneh, karena memang sejak awal semuanya sudah aneh.
Setelahnya, ibu menyuruh kami untuk mengambil garam yang diperolehnya dari ‘orang pintar’ dan menaburkannya pada setiap bagian depan pintu di rumah kami. Katanya untuk menangkal masuknya makhluk ghaib lain yang kemungkinan akan menyusul dikirimkan lagi. Juga untuk mengurangi kemungkinan adanya kejadian yang akan membahayakan keluarga kami oleh makhluk-makhluk yang sudah berada di dalam rumah. ‘Makhluk-makhluk’, ya karena memang jumlahnya lebih dari satu dan bervariasi. Ke depannya akan aku ceritakan satu persatu makhluk apa saja yang ada di dalam rumah kami. Ibu juga berpesan agar menjaga baik-baik tiap barang berharga yang kami miliki serta tidak saling menuduh lagi jika ada uang ataupun barang yang hilang. Karena yang mengambil memang bukan di antara kami, melainkan makhluk ghaib kiriman yang kini tinggal bersama-sama dengan kami di dalam rumah.
Sejak saat itu, aku selalu menggenggam HPku sepanjang hari ketika berada di dalam rumah. Ke dalam kamar mandi sekalipun, HP pasti kubawa. Bahkan ketika aku sedang tidur pada malam hari, HP selalu kugenggam erat-erat dan kutempelkan pada dada, kemudian aku tidur dengan posisi telungkup, yang berarti aku tidur sambil menindih HP. Sebegitu takutnya aku untuk kehilangan barang milikku lagi. Sejak saat itu juga, aku menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Seperti tiap malam sebelum tidur, aku pasti berdoa selama lebih dari satu jam tanpa henti, meminta kemurahan hati Tuhan untuk senantiasa melindungi dan menjaga aku beserta keluarga selama tinggal di dalam rumah itu. Paling tidak, supaya kami dapat melewati malam itu tanpa adanya gangguan yang berarti dari para makhluk ghaib. Sepertinya, anggota keluargaku yang lain juga melakukan hal yang sama.
Selama beberapa hari ke depan setelah kejadian itu, tak ada lagi kejadian kehilangan uang atau barang. Keluarga kami begitu senang karena nampaknya keanehan itu telah berakhir. Namun yang paling membuatku kesal adalah kini tiap sore hingga tengah malam, pintu kamarku yang menuju ke ruang makan jadi sering sekali diketuk-ketuk yang ketika pintu kubuka, tidak seorangpun kudapati di sana. Suatu malam sekitar pukul 21:00 WIB, bunyi itu kembali terdengar. “TOK! TOK! TOK!” Bunyinya begitu jelas. Tapi percuma saja kubuka, toh takkan ada orang di luar sana.
Di rumah hanya ada kakak-ku dan aku saat itu. Yang lainnya sedang pergi ke rumah saudara sementara ayah belum pulang kerja. “TOK! TOK! TOK!” Bunyinya kembali terdengar. Karena merasa terganggu, aku pun berjalan perlahan mendekati pintu. Dengan mengendap-endap, aku berniat untuk mencari tahu siapa yang melakukan hal iseng tersebut. Mungkin saja itu kakak-ku yang sedang berusaha menakuti. Walaupun aku sadar benar kalau bunyi ketukan itu pun tetap muncul saat aku sedang seorang diri di rumah.
Aku tak dapat mengintip dari lubang kunci karena saat itu kunci sedang terpasang. Jika aku mencabutnya maka pasti akan menimbulkan bunyi dan pelakunya bisa keburu kabur karena mendengar bunyinya. Telinga kutempelkan pada badan pintu, ingin memastikan bahwa bunyi ketukan yang aku dengar selama ini memanglah berasal dari depan pintu kamar. “TOK! TOK! TOK!” Nyaringnya bunyi ketukan sempat membuatku kaget, getaran yang berasal dari ketukan sebuah tangan ke pintu kayu kamarku dapat begitu kurasakan karena kedua tanganku menempel pada badan pintu. Aku terdiam cukup lama. Bunyi itu tidak muncul lagi. Saat aku hendak kembali ke kasur, tiba-tiba bunyi itu kembali terdengar dan tanpa menunggu ketukan tersebut selesai hingga tiga kali, aku langsung membuka pintu dengan begitu cepat. Dan seperti biasa, kosong.
Aku langsung mencari kakak-ku dan ternyata ia sedang menonton TV di ruang tamu. Di belakangnya, kelebatan bayangan hitam yang biasa kulihat, sedang melompat-lompat di atas kursi dan kembali menghilang kemudian. Tanpa berkata apa-apa, aku kembali ke kamar. Dan begitu aku menutup pintu, ketukan itu kembali muncul. Karena kesal, aku langsung berkata, “Kalau mau masuk, langsung masuk aja! Jangan ketuk-ketuk terus, berisik!!” Dan setelahnya, bunyi ketukan berhenti terdengar. Paling tidak, untuk malam itu.
Sore hari pada keesokan harinya, ibuku kembali menimbulkan suara gaduh. Aku keluar dari kamar dan menanyakan ada apa. Beliau berkata bahwa setelah pulang dari warung membeli mie instan dan telur, beliau duduk di ruang tamu untuk menonton TV. Uang kembalian sebesar Rp62.000 diletakannya di atas meja. Pecahan uang kertas Rp50.000 sebanyak satu lembar, uang kertas Rp10.000 sebanyak satu lembar dan uang logam Rp1.000 sebanyak dua keping. Sesaat setelah acara yang ditontonnya selesai, ibuku beranjak dari kursi, hendak memasak mie instan karena lapar. Begitu uang kembalian yang diletakannya hendak ia ambil kembali, tepat di depan kedua matanya sendiri, ia melihat tiba-tiba pecahan uang kertas Rp50.000-nya lenyap seketika dan menyisakan Rp12.000 saja. Ia segera mengambil uang kembalian yang tersisa dan tak henti-hentinya mengomentari serta mengutuk kejadian aneh yang baru saja dialaminya tersebut. OK, here we go again...
Diubah oleh novelajualkomik 17-04-2015 18:04
0