- Beranda
- Stories from the Heart
KISAH HORROR - Mereka Ada di Setiap Rumah! (TRUE STORY)
...
TS
novelajualkomik
KISAH HORROR - Mereka Ada di Setiap Rumah! (TRUE STORY)
Gan, perkenalkan. Namaku Ella. Sekarang aku sudah berusia 27 tahun. Aku lima bersaudara, kakak dan adik pertamaku adalah perempuan, sedangkan adik kedua dan ketigaku adalah laki-laki. Di sini, aku hendak menceritakan berbagai kisah mistis yang pernah aku alami pada saat usiaku masih lebih belia dari saat ini. Kejadiannya di beberapa rumah yang sempat aku tinggali sebelumnya. Sekarang aku sudah pindah ke rumah baru dan sekarang syukurnya sudah tidak banyak terjadi kejadian mistis, ya paling hanya beberapa saja yang tidak jadi masalah sama sekali buatku.
Sebelumnya, bagi siapapun yang menganggap bahwa cerita-ceritaku ini hanyalah hoax / karangan fiksi, keputusan aku kembalikan pada kalian masing-masing. Di sini aku hanya mau sharing pengalaman ghaib-ku, bukan memaksa orang untuk percaya. Hanya satu hal yang aku minta, jangan kasih aku bata jika telat update ceritanya, ya. Karena di Kaskus, aku lebih aktif sebagai seller di FJB yang masih merintis. Sebaliknya, cendol atau rate bintang 5 sangat diharapkan. Terimakasih.
Mohon maaf juga jika aku lambat dalam meng-update thread ini karena aku cukup sibuk di dunia nyata dan kejadian-kejadian yang harus aku ceritakan sudah cukup lama sehingga aku perlu waktu untuk mengingat dan menuliskannya dengan tepat tanpa ada satu hal-pun yang ditambah-tambahkan. Syukuri apa yang ada dulu ya, gan. Mudah-mudahan aku dapat menyelesaikan thread ini dengan bertahap walau membutuhkan waktu yang lama. Terimakasih.
*Buat yang nanya nama-nama kompleks dalam ceritaku, mohon maaf karena aku tidak akan memberitahukannya baik di thread ini ataupun melalui PM (PM cuma buat yang mau nanya atau beli daganganku di lapak
). Semua pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut tidak akan aku respon. Aku tidak mau dianggap menjelek-jelekan suatu kompleks perumahan dan merugikan pihak-pihak tertentu. Niatku hanya sekedar share pengalaman mistis saja, tidak perlu diusut lebih mendalam ya, gan. Yang jelas, semua kompleks yang aku sebutkan di dalam cerita ini letaknya di Bekasi Utara. Jadi terka-terka sendiri aja dari berbagai petunjuk yang aku beri, ya. Mohon maaf juga jika ada komentar ataupun pertanyaan lainnya yang tidak sempat aku balas / terlewat, ya. Yang jelas, semua komentar agan pasti akan aku baca semuanya, kok 
Sebelumnya, bagi siapapun yang menganggap bahwa cerita-ceritaku ini hanyalah hoax / karangan fiksi, keputusan aku kembalikan pada kalian masing-masing. Di sini aku hanya mau sharing pengalaman ghaib-ku, bukan memaksa orang untuk percaya. Hanya satu hal yang aku minta, jangan kasih aku bata jika telat update ceritanya, ya. Karena di Kaskus, aku lebih aktif sebagai seller di FJB yang masih merintis. Sebaliknya, cendol atau rate bintang 5 sangat diharapkan. Terimakasih.
Mohon maaf juga jika aku lambat dalam meng-update thread ini karena aku cukup sibuk di dunia nyata dan kejadian-kejadian yang harus aku ceritakan sudah cukup lama sehingga aku perlu waktu untuk mengingat dan menuliskannya dengan tepat tanpa ada satu hal-pun yang ditambah-tambahkan. Syukuri apa yang ada dulu ya, gan. Mudah-mudahan aku dapat menyelesaikan thread ini dengan bertahap walau membutuhkan waktu yang lama. Terimakasih.

*Buat yang nanya nama-nama kompleks dalam ceritaku, mohon maaf karena aku tidak akan memberitahukannya baik di thread ini ataupun melalui PM (PM cuma buat yang mau nanya atau beli daganganku di lapak
). Semua pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut tidak akan aku respon. Aku tidak mau dianggap menjelek-jelekan suatu kompleks perumahan dan merugikan pihak-pihak tertentu. Niatku hanya sekedar share pengalaman mistis saja, tidak perlu diusut lebih mendalam ya, gan. Yang jelas, semua kompleks yang aku sebutkan di dalam cerita ini letaknya di Bekasi Utara. Jadi terka-terka sendiri aja dari berbagai petunjuk yang aku beri, ya. Mohon maaf juga jika ada komentar ataupun pertanyaan lainnya yang tidak sempat aku balas / terlewat, ya. Yang jelas, semua komentar agan pasti akan aku baca semuanya, kok 
Quote:
Diubah oleh novelajualkomik 21-04-2015 20:27
wisudajuni dan 5 lainnya memberi reputasi
6
431.8K
2K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
novelajualkomik
#4
CERITA II – RUMAH BARU
Pendek cerita, keluarga kami akhirnya pindah rumah. Lokasinya tidak terlalu jauh, mungkin 20 menit dari kompleks tempat tinggal kami sebelumnya jika naik mobil dan hanya 10 hingga 15 menit jika naik motor. Dari pengakuan para tetangga baru di kemudian hari, katanya rumah baru kami itu sempat kosong selama 2 tahun sebelum kami pindah ke sana. Keadaannya saat kami baru pindah pun sangatlah kotor dan tidak terurus.
Namun aku justru senang dengan kompleks tempat tinggal baru ini, pasalnya sekolahku saat itu juga berada di sana. Cukup dengan berjalan kaki 10 menit pun, aku sudah sampai tanpa perlu menghabiskan bensin setetespun. Dan lagi, rumah temanku jauh lebih banyak di sini dibandingkan dengan kompleks sebelumnya. Selama di rumah ini pula nantinya aku akan berubah status dari seorang pelajar sekolah menjadi seorang mahasiswi.
Kali ini, keluarga kami kontrak rumah. Karena sebenarnya niat kami memang setelah para anak-anak lulus sekolah, mungkin kami akan kembali pindah dan membeli rumah baru yang letaknya agak jauh dan menetap untuk seterusnya di sana. Jadilah kami tinggal di rumah lebar bercat merah jambu tersebut. Ya, rumah kami saat itu bentuknya memang memanjang ke samping karena dibangun di atas tanah yang sebenarnya lahan untuk dua buah rumah.
(Untuk memudahkan memahami kondisi rumah kami saat itu, silakan lihat denah di bawah ini sehingga agan akan mendapatkan gambaran yang lebih pasti ketika membaca kisah tiap kisah yang aku share. Oh iya, denah yang aku buat cuma lantai 1, ya. Untuk lantai 2, tidak banyak yang perlu digambarkan karena begitu naik tangga hanya ada dua kamar di sebelah kiri dan kanan tangga yang bersebelahan. Itu saja)
![kaskus-image]()
![kaskus-image]()
Pada awalnya, suasana di rumah baru tersebut sangatlah nyaman. Anggota keluargaku juga menyukai lingkungan baru yang lebih hidup itu dengan akses ke mana-mana yang jauh lebih mudah dan dekat. Aku dapat kamar di bagian paling depan rumah dengan dua pintu. Satu pintu mengarah ke bagian teras depan rumah, satu lagi mengarah ke bagian ruang makan. Orang tuaku dan adik laki-lakiku yang pertama menempati kamar di bagian tengah rumah dengan kamar mandi dalam, pintu kamarnya juga ada 2. Satu menuju ke ruang tamu dan yang lainnya menuju ke ruang makan. Sedangkan kakak dan adik perempuanku menempati kedua kamar yang berada di lantai 2. Tangga menuju ke lantai atas berada di ruang makan. Kamar mandi luar berada di bagian belakang ruang tamu. Ada satu lagi tangga di samping rumah yang letaknya di luar dan menuju ke area jemuran. Kira-kira seperti itulah gambaran singkat rumah baruku saat itu.
Hari demi hari kami lewati seperti biasa di rumah tersebut. Tidak ada keganjilan sama sekali. Sampai suatu ketika, pada siang hari ketika ibuku pulang ke rumah, beliau memanggilku keluar dari dalam kamar. Begitu sampai di teras, ibuku menggerutu tak henti-henti ketika didapatinya beberapa butir telur bebek busuk yang sudah pecah dan mengotori pintu depan serta lantai teras. Ia menanyakan bagaimana bisa ada telur busuk di situ, seolah ada yang sengaja melemparkannya. Tapi apa tujuannya? Sekedar iseng untuk mengotori rumah orang lain? Tapi kenapa harus rumah keluarga kami sebagai penghuni baru? Entahlah, pertanyaan tersebut dan berbagai pertanyaan lainnya mengendap begitu saja. Aku pun tak bisa menjawab pertanyaan ibuku saat itu.
Baunya sungguh menyengat, aku pun tidak kuat menciumnya. Kakakku ikut membantu membersihkan pecahan telur bebek busuk tersebut sementara ibuku tak hentinya mengomel. Aku pun kembali ke kamar untuk kembali menyelesaikan PR. Walau sudah dibersihkan, bau busuknya masih dapat tercium dengan jelas sampai ke dalam ruang tamu hingga keesokan harinya. Benar-benar mengesalkan siapapun pelaku iseng yang melemparkan telur busuk itu ke rumahku.
Perlahan-lahan setelah kejadian itu, suasana di dalam rumah yang tadinya sejuk dan nyaman berubah menjadi panas dan pengap. Bukan karena saat itu sedang musim panas, tapi ketika malam menjelang pun tetap saja panas dan pengap. Bahkan saat hujan sedang turun dengan lebatnya pun, hawa dingin yang umumnya dirasakan orang pun tak lagi kami rasakan. Keadaan tersebut membuat suasana di dalam keluarga kami juga menjadi semakin memanas tiap harinya. Dalam artian yang sebenarnya.
Orang-orang di rumah menjadi lebih mudah emosi dan sering bertengkar satu sama lain. Mungkin tak ada hubungannya, tapi bagiku tetap saja, keadaan di dalam rumahku yang tiba-tiba begitu panas dan pengap sepanjang hari ini tentu mempengaruhi keadaan jiwa para penghuni di dalamnya. Kipas angin takkan mampu melenyapkan kepengapan di dalam rumah. Sampai pada akhirnya, kami semua pada akhirnya sudah menjadi terbiasa dengan keadaan itu.
Pada suatu siang ketika aku sedang menonton TV di ruang tamu sendirian, tiba-tiba aku merasa seperti ada sesuatu yang lain di sana. Ya, aku merasa tidak sedang sendirian. Entah perasaanku saja atau tidak, dari tadi aku merasa kalau melihat sekelebatan bayangan yang melintas ke sana – ke mari di dalam ruangan itu. Gerakannya sangat cepat, seperti melesat lalu kembali menghilang. Namun yang lebih membuatku merinding, gerakannya itu tidaklah seperti manusia, melainkan seperti gerakan seekor monyet yang sedang meloncat ke sana – ke mari. Gerakannya sangat acak, terkadang seperti meloncat ke atas TV, melompati meja ataupun loncat turun dari kursi. Berkali-kali aku merasakan adanya kelebatan bayangan tersebut sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke dalam kamar saja. Sore harinya, ketika aku mengadukan hal tersebut pada ibu, ia tidak percaya seperti biasanya.
Hari lepas hari, aku semakin sering merasakan bayangan itu. Tidak pagi, tidak siang ataupun malam, bayangan tersebut dapat muncul kapan saja. Bahkan ketika aku sedang tidak sendirian pun, bayangan tersebut masih dapat aku saksikan berseliweran di ruang tamu. Pernah waktu itu aku sedang menonton TV bersama ibuku saat bayangan tersebut muncul. “Bu, lihat barusan seperti ada yang loncat?” tanyaku saat itu. Namun ibuku malah menjawab, “Tidak, tuh. Sudah, jangan berhalusinasi terus.” Daripada dianggap tidak waras oleh anggota keluargaku, akhirnya aku lebih memilih untuk diam saja tiap kali melihat munculnya kelebatan bayangan itu. Namun ternyata keputusanku itu salah.
Frekuensinya kemunculannya malah menjadi semakin sering. Seolah tidak peduli dengan kehadiranku di sana, terkadang bayangan tersebut berlompatan di dekatku yang sedang menonton TV. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan, asal tidak iseng mengganggu saja, pikirku. Walau orang seisi rumah tidak percaya, aku tetap yakin bahwa tidak ada yang salah dengan penglihatanku. Bagaimana mungkin salah lihat jika ketika sedang asyik menonton TV, terkadang layarnya dilewati oleh bayangan hitam tersebut dan aku menjadi tidak jelas menyaksikan apa yang ada di layar TV pada saat itu. Dari yang awalnya merinding, kini aku sudah terbiasa ketika kelebatan bayangan tersebut muncul dan “bermain” di dekatku.
Pada suatu sore, seisi rumah dihebohkan oleh suara ibuku yang memanggil anak-anaknya dari ruang tamu. Pasalnya, uang yang terdapat di dalam dompetnya hilang beberapa ratus ribu ketika ditinggal memasak di dapur sedangkan dompet digeletakan begitu saja di atas meja di ruang tamu. Saat beliau menanyakan anaknya satu per satu, tak satu pun dari kami yang mengaku telah mengambilnya. Aku pun tidak, karena aku memang tidak pernah mengambilnya, apalagi itu adalah uang milik orang tuaku sendiri yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Karena tidak ada yang tahu, akhirnya disimpulkan kalau mungkin saja uang itu dicuri oleh orang dari luar rumah yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang tamu saat keadaan di rumah bagian depan sedang kosong. Aku tidak dapat menerima begitu saja kesimpulan tersebut. Jika memang diambil orang luar, kenapa tidak sekalian sama dompetnya juga dibawa pergi? Bukannya akan lebih riskan dan memakan waktu bagi seorang pencuri jika harus membuka dompet dan mengambil sebagian isinya terlebih dahulu?
Rupanya kami harus terbiasa dengan hal baru tersebut. Tiap beberapa hari, ibuku pasti marah-marah karena uang demi uangnya terus hilang lembar per lembar. Dan selalu dengan pola yang sama, lembaran uang yang hilang selalu hanya pecahan seratus atau lima puluh ribu Rupiah. Awalnya mungkin percaya, namun lama kelamaan ibuku malah bergantian menuduh salah satu dari kami sebagai anak-anaknya sebagai pelaku yang mengambil uangnya selama itu. Dituduh oleh orang tua sendiri atas perbuatan yang tidak pernah dilakukan, keadaan di rumah kami pun kerap kali sengit.
Sampai pada akhirnya kakakku pun mengalami hal yang sama tersebut. Uangnya hilang beberapa ratus ribu dari dalam dompetnya yang diletakkan di atas almari di ruang tamu. Ia menuduhku, tentu aku tidak terima, dan keadaan pun memanas. Seringkali seperti itu, tiap ada uang yang hilang, kami jadi saling menuduh dan keadaan rumah yang panas pun kian jadi semakin panas. Kecuali ayahku yang hanya bisa pasrah tiap kali uangnya hilang seratus atau beberapa ratus ribu tiap beberapa malam. Adikku pun uang simpanannya hilang setengahnya dan menuduh kakak-ku yang tinggal selantai dengannya di lantai atas, mereka pun ribut. Sudah tak terhitung berapa banyak uang yang terus menghilang di dalam rumah itu dan masing-masing di antara kami tidak lagi dapat mempercayai siapapun.
Keadaan menjadi semakin pelik tatkala saat itu ternyata tidak hanya uang saja yang dapat tiba-tiba menghilang. HP ibuku tiba-tiba hilang pada suatu siang ketika diletakan di atas meja di ruang tamu sambil di-charge. Orang rumah menganggap kalau mungkin ibuku lupa menaruh HPnya. Namun ketika dihubungi, HP tersebut tidak pernah aktif. Lagi-lagi, kami menganggapnya diambil oleh orang dari luar rumah saat ruang tamu sedang kosong. Tapi dengan singkatnya jeda waktu ketika HP tersebut ditinggalkan ibuku hanya untuk mengambil minum di dapur, rasanya pencuri pun tidak punya cukup waktu untuk melakukannya tanpa ketahuan.
Sejak saat itu, keluarga kami tidak lagi percaya baik orang dari dalam maupun luar rumah. Semua pintu depan rumah kami terkunci dan pintu pagar pun tergembok sepanjang hari. Tetangga dekat pun mulai menganggap keluarga kami tidak ingin bermasyarakat dengan baik saking tertutupnya. Ke depannya, keadaan mulai membaik. Ternyata kejadian hilangnya uang atau barang tidak lagi terjadi. Kami menjadi semakin yakin kalau selama ini pelakunya adalah orang dari luar rumah. Tidak peduli dengan anggapan tetangga terhadap keluarga kami yang semakin tidak enak didengar, hal tersebut harus terus kami lakukan demi keamanan finansial keluarga kami. Kelebatan bayangan tersebut juga sudah mulai jarang muncul.
Hingga pada suatu sore menjelang malam, kakak-ku panik dan mengomel ketika mengetahui bahwa kali ini HP miliknya yang hilang. Keadaan rumah saat itu sedang terkunci sehingga tidak mungkin ada orang luar yang masuk. Jadilah tuduhan ditujukan kembali pada orang-orang di dalam rumah. Tak peduli bagaimana kami saling bertengkar dengan hebat, HP tersebut tetap tidak dapat ditemukan. Berulang kali dihubungi pun tetap tidak aktif. Kakak-ku pun akhirnya menyerah dan mengikhlaskan kenyataan bahwa HP barunya kini telah lenyap entah ke mana.
Siang hari saat sedang asyik mengerjakan tugas kuliah, aku kembali dikagetkan dengan kemunculan bayangan itu. Ya, sekelebatan bayangan yang sudah agak lama tak pernah kulihat, kini terlihat kembali. Aku berusaha kembali tenang dan tidak menghiraukannya. Karena tidak nyaman, aku kembali masuk ke kamar dan melanjutkan tugasku.
Malam hari tiba, tugasku masih belum selesai sementara besok sudah harus dikumpulkan. Aku terpaksa bergadang. Karena di kamar tidak ada TV, aku menyalakan musik dari HP dengan volume kecil agar suasana tidak terlalu hening. Sekitar jam 01:00 pagi, tugasku sudah hampir selesai tatkala pintu kamarku yang menuju ke ruang makan diketuk-ketuk. “Siapa larut-larut begini?” gumamku. Ah, mungkin salah satu orang tuaku yang ingin menanyakan kenapa aku masih belum tidur tengah malam itu.
Pintu langsung kubuka. Lucunya, tidak kudapati siapapun di sana. Pintu ke arah kamar orang tuaku pun tertutup. Aku pikir mungkin kakak atau adikku yang iseng menakutiku, tapi mereka lebih penakut dariku, mana mungkin. Pintu kembali kukunci dan mp3 dari HP aku matikan. Tugasku belum selesai namun aku berencana untuk menyelesaikannya nanti pagi saja sebelum berangkat kuliah. Karena jujur, bulu kuduk-ku berdiri pada saat itu. Setelah membereskan buku, aku berdoa menjelang tidur. Ketika sedang berdoa, samar-samar aku mendengar ada suara seperti perempuan yang sedang bernyanyi dari arah teras depan. Hendak kuintip dari jendela kamar, namun nyaliku tidak ada saat itu. Aku lebih memilih untuk segera tidur namun senandung suaranya terdengar makin jelas. Siapapun itu, aku yakin bukan manusia. Dan tak lama setelah aku berpikir demikian, senandungnya berubah menjadi suara lirih seperti orang yang sedang menangis. Aku terus berdoa dalam hati, berupaya keras untuk dapat sesegera mungkin tertidur walau keringat dingin mulai bercucuran. Dan aku berhasil.
Paginya, aku menanyakan pada ibuku perihal ketukan pintu semalam, ia bilang tidak tahu. Aku juga menceritakan suara perempuan yang kudengar tersebut, namun respon ibuku tentunya sudah dapat kalian tebak. Ya, ia hanya bilang kalau aku mungkin salah dengar atau mungkin ada tetangga yang sedang menyanyi tengah malam tadi. Jujur, aku agak kecewa dengan responnya.
Selang beberapa hari kemudian, adikku meminjam kamera digital untuk acara Study Tour sekolahnya. Aku meminjamkannya dengan berpesan agar menyimpannya dengan baik karena kamera tersebut merupakan benda kesayangan yang aku peroleh dengan susah payah. Ia pun berjanji untuk melakukan hal tersebut dan berangkat pada keesokan paginya. Sore itu di hari yang sama, aku mendapat kabar yang tidak mengenakkan. Sepupu yang sangat dekat denganku mengalami kecelakaan motor ketika pulang sekolah dan sekarang sedang koma di Rumah Sakit Pluit karena gegar otak.
Sore itu juga aku berangkat ke rumah sakit dan menginap di sana. Semalaman, sepupuku tidak sadarkan diri. Sebenarnya ia tidak sadarkan diri hingga seminggu dan mengalami lupa ingatan sebagian (partial amnesia) tapi itu bukan hal yang akan aku bahas di thread ini. Hari kedua aku di RS, aku mendapat panggilan telepon dari rumah dari nomor HP adikku. Setelah kuangkat, aku mendengar suaranya yang terdengar seperti antara sedang ketakutan dan setengah menangis. Dengan terbata-bata, ia memberitahukan jika kamera digital milikku yang dipinjamnya telah hilang. Bagai disambar petir di siang bolong, hatiku bertambah sedih saat itu.
Sore harinya aku kembali pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, aku terus mengumpat. Aku sama sekali tak dapat menerima kenyataan tersebut. Sesampainya di rumah, aku langsung menemui adikku dan memarahinya. Saat itu aku baru tahu kalau kameranya hilang bukan pada saat Study Tour, melainkan pada saat adikku sudah pulang ke rumah dan menyimpannya di dalam lemari baju di kamar orang tuaku. Bahkan ia memasukannya dengan disaksikan oleh ibu.
Namun pembelaannya tidak begitu saja dapat aku terima. Lantas aku malah menuduhnya telah mengambil kamera itu kembali diam-diam dan menjualnya untuk mendapatkan kembali sebagian uang simpanannya yang telah hilang entah ke mana di dalam rumah itu. Mendengar hal itu, ia menangis dan bersumpah bahwa tidak pernah sama sekali terbesit di pikirannya untuk melakukan hal sepicik tersebut. Bahkan ia berjanji untuk menyicil padaku uang sejumlah harga kamera yang hilang di luar kuasa walau sudah disimpannya dengan baik-baik itu. Malam itu, aku kembali melihat kelebatan bayangan hitam itu melompat ke sana – ke mari di ruang tamu beberapa kali.
Esok harinya, aku libur kuliah. Niat hati ingin sedikit beristirahat hari itu namun keadaan tidak mengizinkan. Pada pagi hari, adikku panik karena kali ini giliran HPnya yang hilang saat ditinggalkan di ruang tamu ketika ia sedang pergi mandi. Tuduhan lantas langsung ia tujukan kepadaku karena insiden pada hari sebelumnya. Namun hal berikutnya yang kami temukan membuktikan bahwa selama ini kami semua salah. Tidak pernah ada orang luar maupun orang dalam yang pernah mencuri uang ataupun barang di dalam rumah. Salah satu keanehan di rumah kami tersebut pada akhirnya terjawab.
Pendek cerita, keluarga kami akhirnya pindah rumah. Lokasinya tidak terlalu jauh, mungkin 20 menit dari kompleks tempat tinggal kami sebelumnya jika naik mobil dan hanya 10 hingga 15 menit jika naik motor. Dari pengakuan para tetangga baru di kemudian hari, katanya rumah baru kami itu sempat kosong selama 2 tahun sebelum kami pindah ke sana. Keadaannya saat kami baru pindah pun sangatlah kotor dan tidak terurus.
Namun aku justru senang dengan kompleks tempat tinggal baru ini, pasalnya sekolahku saat itu juga berada di sana. Cukup dengan berjalan kaki 10 menit pun, aku sudah sampai tanpa perlu menghabiskan bensin setetespun. Dan lagi, rumah temanku jauh lebih banyak di sini dibandingkan dengan kompleks sebelumnya. Selama di rumah ini pula nantinya aku akan berubah status dari seorang pelajar sekolah menjadi seorang mahasiswi.
Kali ini, keluarga kami kontrak rumah. Karena sebenarnya niat kami memang setelah para anak-anak lulus sekolah, mungkin kami akan kembali pindah dan membeli rumah baru yang letaknya agak jauh dan menetap untuk seterusnya di sana. Jadilah kami tinggal di rumah lebar bercat merah jambu tersebut. Ya, rumah kami saat itu bentuknya memang memanjang ke samping karena dibangun di atas tanah yang sebenarnya lahan untuk dua buah rumah.
(Untuk memudahkan memahami kondisi rumah kami saat itu, silakan lihat denah di bawah ini sehingga agan akan mendapatkan gambaran yang lebih pasti ketika membaca kisah tiap kisah yang aku share. Oh iya, denah yang aku buat cuma lantai 1, ya. Untuk lantai 2, tidak banyak yang perlu digambarkan karena begitu naik tangga hanya ada dua kamar di sebelah kiri dan kanan tangga yang bersebelahan. Itu saja)
Pada awalnya, suasana di rumah baru tersebut sangatlah nyaman. Anggota keluargaku juga menyukai lingkungan baru yang lebih hidup itu dengan akses ke mana-mana yang jauh lebih mudah dan dekat. Aku dapat kamar di bagian paling depan rumah dengan dua pintu. Satu pintu mengarah ke bagian teras depan rumah, satu lagi mengarah ke bagian ruang makan. Orang tuaku dan adik laki-lakiku yang pertama menempati kamar di bagian tengah rumah dengan kamar mandi dalam, pintu kamarnya juga ada 2. Satu menuju ke ruang tamu dan yang lainnya menuju ke ruang makan. Sedangkan kakak dan adik perempuanku menempati kedua kamar yang berada di lantai 2. Tangga menuju ke lantai atas berada di ruang makan. Kamar mandi luar berada di bagian belakang ruang tamu. Ada satu lagi tangga di samping rumah yang letaknya di luar dan menuju ke area jemuran. Kira-kira seperti itulah gambaran singkat rumah baruku saat itu.
Hari demi hari kami lewati seperti biasa di rumah tersebut. Tidak ada keganjilan sama sekali. Sampai suatu ketika, pada siang hari ketika ibuku pulang ke rumah, beliau memanggilku keluar dari dalam kamar. Begitu sampai di teras, ibuku menggerutu tak henti-henti ketika didapatinya beberapa butir telur bebek busuk yang sudah pecah dan mengotori pintu depan serta lantai teras. Ia menanyakan bagaimana bisa ada telur busuk di situ, seolah ada yang sengaja melemparkannya. Tapi apa tujuannya? Sekedar iseng untuk mengotori rumah orang lain? Tapi kenapa harus rumah keluarga kami sebagai penghuni baru? Entahlah, pertanyaan tersebut dan berbagai pertanyaan lainnya mengendap begitu saja. Aku pun tak bisa menjawab pertanyaan ibuku saat itu.
Baunya sungguh menyengat, aku pun tidak kuat menciumnya. Kakakku ikut membantu membersihkan pecahan telur bebek busuk tersebut sementara ibuku tak hentinya mengomel. Aku pun kembali ke kamar untuk kembali menyelesaikan PR. Walau sudah dibersihkan, bau busuknya masih dapat tercium dengan jelas sampai ke dalam ruang tamu hingga keesokan harinya. Benar-benar mengesalkan siapapun pelaku iseng yang melemparkan telur busuk itu ke rumahku.
Perlahan-lahan setelah kejadian itu, suasana di dalam rumah yang tadinya sejuk dan nyaman berubah menjadi panas dan pengap. Bukan karena saat itu sedang musim panas, tapi ketika malam menjelang pun tetap saja panas dan pengap. Bahkan saat hujan sedang turun dengan lebatnya pun, hawa dingin yang umumnya dirasakan orang pun tak lagi kami rasakan. Keadaan tersebut membuat suasana di dalam keluarga kami juga menjadi semakin memanas tiap harinya. Dalam artian yang sebenarnya.
Orang-orang di rumah menjadi lebih mudah emosi dan sering bertengkar satu sama lain. Mungkin tak ada hubungannya, tapi bagiku tetap saja, keadaan di dalam rumahku yang tiba-tiba begitu panas dan pengap sepanjang hari ini tentu mempengaruhi keadaan jiwa para penghuni di dalamnya. Kipas angin takkan mampu melenyapkan kepengapan di dalam rumah. Sampai pada akhirnya, kami semua pada akhirnya sudah menjadi terbiasa dengan keadaan itu.
Pada suatu siang ketika aku sedang menonton TV di ruang tamu sendirian, tiba-tiba aku merasa seperti ada sesuatu yang lain di sana. Ya, aku merasa tidak sedang sendirian. Entah perasaanku saja atau tidak, dari tadi aku merasa kalau melihat sekelebatan bayangan yang melintas ke sana – ke mari di dalam ruangan itu. Gerakannya sangat cepat, seperti melesat lalu kembali menghilang. Namun yang lebih membuatku merinding, gerakannya itu tidaklah seperti manusia, melainkan seperti gerakan seekor monyet yang sedang meloncat ke sana – ke mari. Gerakannya sangat acak, terkadang seperti meloncat ke atas TV, melompati meja ataupun loncat turun dari kursi. Berkali-kali aku merasakan adanya kelebatan bayangan tersebut sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke dalam kamar saja. Sore harinya, ketika aku mengadukan hal tersebut pada ibu, ia tidak percaya seperti biasanya.
Hari lepas hari, aku semakin sering merasakan bayangan itu. Tidak pagi, tidak siang ataupun malam, bayangan tersebut dapat muncul kapan saja. Bahkan ketika aku sedang tidak sendirian pun, bayangan tersebut masih dapat aku saksikan berseliweran di ruang tamu. Pernah waktu itu aku sedang menonton TV bersama ibuku saat bayangan tersebut muncul. “Bu, lihat barusan seperti ada yang loncat?” tanyaku saat itu. Namun ibuku malah menjawab, “Tidak, tuh. Sudah, jangan berhalusinasi terus.” Daripada dianggap tidak waras oleh anggota keluargaku, akhirnya aku lebih memilih untuk diam saja tiap kali melihat munculnya kelebatan bayangan itu. Namun ternyata keputusanku itu salah.
Frekuensinya kemunculannya malah menjadi semakin sering. Seolah tidak peduli dengan kehadiranku di sana, terkadang bayangan tersebut berlompatan di dekatku yang sedang menonton TV. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan, asal tidak iseng mengganggu saja, pikirku. Walau orang seisi rumah tidak percaya, aku tetap yakin bahwa tidak ada yang salah dengan penglihatanku. Bagaimana mungkin salah lihat jika ketika sedang asyik menonton TV, terkadang layarnya dilewati oleh bayangan hitam tersebut dan aku menjadi tidak jelas menyaksikan apa yang ada di layar TV pada saat itu. Dari yang awalnya merinding, kini aku sudah terbiasa ketika kelebatan bayangan tersebut muncul dan “bermain” di dekatku.
Pada suatu sore, seisi rumah dihebohkan oleh suara ibuku yang memanggil anak-anaknya dari ruang tamu. Pasalnya, uang yang terdapat di dalam dompetnya hilang beberapa ratus ribu ketika ditinggal memasak di dapur sedangkan dompet digeletakan begitu saja di atas meja di ruang tamu. Saat beliau menanyakan anaknya satu per satu, tak satu pun dari kami yang mengaku telah mengambilnya. Aku pun tidak, karena aku memang tidak pernah mengambilnya, apalagi itu adalah uang milik orang tuaku sendiri yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Karena tidak ada yang tahu, akhirnya disimpulkan kalau mungkin saja uang itu dicuri oleh orang dari luar rumah yang tiba-tiba masuk ke dalam ruang tamu saat keadaan di rumah bagian depan sedang kosong. Aku tidak dapat menerima begitu saja kesimpulan tersebut. Jika memang diambil orang luar, kenapa tidak sekalian sama dompetnya juga dibawa pergi? Bukannya akan lebih riskan dan memakan waktu bagi seorang pencuri jika harus membuka dompet dan mengambil sebagian isinya terlebih dahulu?
Rupanya kami harus terbiasa dengan hal baru tersebut. Tiap beberapa hari, ibuku pasti marah-marah karena uang demi uangnya terus hilang lembar per lembar. Dan selalu dengan pola yang sama, lembaran uang yang hilang selalu hanya pecahan seratus atau lima puluh ribu Rupiah. Awalnya mungkin percaya, namun lama kelamaan ibuku malah bergantian menuduh salah satu dari kami sebagai anak-anaknya sebagai pelaku yang mengambil uangnya selama itu. Dituduh oleh orang tua sendiri atas perbuatan yang tidak pernah dilakukan, keadaan di rumah kami pun kerap kali sengit.
Sampai pada akhirnya kakakku pun mengalami hal yang sama tersebut. Uangnya hilang beberapa ratus ribu dari dalam dompetnya yang diletakkan di atas almari di ruang tamu. Ia menuduhku, tentu aku tidak terima, dan keadaan pun memanas. Seringkali seperti itu, tiap ada uang yang hilang, kami jadi saling menuduh dan keadaan rumah yang panas pun kian jadi semakin panas. Kecuali ayahku yang hanya bisa pasrah tiap kali uangnya hilang seratus atau beberapa ratus ribu tiap beberapa malam. Adikku pun uang simpanannya hilang setengahnya dan menuduh kakak-ku yang tinggal selantai dengannya di lantai atas, mereka pun ribut. Sudah tak terhitung berapa banyak uang yang terus menghilang di dalam rumah itu dan masing-masing di antara kami tidak lagi dapat mempercayai siapapun.
Keadaan menjadi semakin pelik tatkala saat itu ternyata tidak hanya uang saja yang dapat tiba-tiba menghilang. HP ibuku tiba-tiba hilang pada suatu siang ketika diletakan di atas meja di ruang tamu sambil di-charge. Orang rumah menganggap kalau mungkin ibuku lupa menaruh HPnya. Namun ketika dihubungi, HP tersebut tidak pernah aktif. Lagi-lagi, kami menganggapnya diambil oleh orang dari luar rumah saat ruang tamu sedang kosong. Tapi dengan singkatnya jeda waktu ketika HP tersebut ditinggalkan ibuku hanya untuk mengambil minum di dapur, rasanya pencuri pun tidak punya cukup waktu untuk melakukannya tanpa ketahuan.
Sejak saat itu, keluarga kami tidak lagi percaya baik orang dari dalam maupun luar rumah. Semua pintu depan rumah kami terkunci dan pintu pagar pun tergembok sepanjang hari. Tetangga dekat pun mulai menganggap keluarga kami tidak ingin bermasyarakat dengan baik saking tertutupnya. Ke depannya, keadaan mulai membaik. Ternyata kejadian hilangnya uang atau barang tidak lagi terjadi. Kami menjadi semakin yakin kalau selama ini pelakunya adalah orang dari luar rumah. Tidak peduli dengan anggapan tetangga terhadap keluarga kami yang semakin tidak enak didengar, hal tersebut harus terus kami lakukan demi keamanan finansial keluarga kami. Kelebatan bayangan tersebut juga sudah mulai jarang muncul.
Hingga pada suatu sore menjelang malam, kakak-ku panik dan mengomel ketika mengetahui bahwa kali ini HP miliknya yang hilang. Keadaan rumah saat itu sedang terkunci sehingga tidak mungkin ada orang luar yang masuk. Jadilah tuduhan ditujukan kembali pada orang-orang di dalam rumah. Tak peduli bagaimana kami saling bertengkar dengan hebat, HP tersebut tetap tidak dapat ditemukan. Berulang kali dihubungi pun tetap tidak aktif. Kakak-ku pun akhirnya menyerah dan mengikhlaskan kenyataan bahwa HP barunya kini telah lenyap entah ke mana.
Siang hari saat sedang asyik mengerjakan tugas kuliah, aku kembali dikagetkan dengan kemunculan bayangan itu. Ya, sekelebatan bayangan yang sudah agak lama tak pernah kulihat, kini terlihat kembali. Aku berusaha kembali tenang dan tidak menghiraukannya. Karena tidak nyaman, aku kembali masuk ke kamar dan melanjutkan tugasku.
Malam hari tiba, tugasku masih belum selesai sementara besok sudah harus dikumpulkan. Aku terpaksa bergadang. Karena di kamar tidak ada TV, aku menyalakan musik dari HP dengan volume kecil agar suasana tidak terlalu hening. Sekitar jam 01:00 pagi, tugasku sudah hampir selesai tatkala pintu kamarku yang menuju ke ruang makan diketuk-ketuk. “Siapa larut-larut begini?” gumamku. Ah, mungkin salah satu orang tuaku yang ingin menanyakan kenapa aku masih belum tidur tengah malam itu.
Pintu langsung kubuka. Lucunya, tidak kudapati siapapun di sana. Pintu ke arah kamar orang tuaku pun tertutup. Aku pikir mungkin kakak atau adikku yang iseng menakutiku, tapi mereka lebih penakut dariku, mana mungkin. Pintu kembali kukunci dan mp3 dari HP aku matikan. Tugasku belum selesai namun aku berencana untuk menyelesaikannya nanti pagi saja sebelum berangkat kuliah. Karena jujur, bulu kuduk-ku berdiri pada saat itu. Setelah membereskan buku, aku berdoa menjelang tidur. Ketika sedang berdoa, samar-samar aku mendengar ada suara seperti perempuan yang sedang bernyanyi dari arah teras depan. Hendak kuintip dari jendela kamar, namun nyaliku tidak ada saat itu. Aku lebih memilih untuk segera tidur namun senandung suaranya terdengar makin jelas. Siapapun itu, aku yakin bukan manusia. Dan tak lama setelah aku berpikir demikian, senandungnya berubah menjadi suara lirih seperti orang yang sedang menangis. Aku terus berdoa dalam hati, berupaya keras untuk dapat sesegera mungkin tertidur walau keringat dingin mulai bercucuran. Dan aku berhasil.
Paginya, aku menanyakan pada ibuku perihal ketukan pintu semalam, ia bilang tidak tahu. Aku juga menceritakan suara perempuan yang kudengar tersebut, namun respon ibuku tentunya sudah dapat kalian tebak. Ya, ia hanya bilang kalau aku mungkin salah dengar atau mungkin ada tetangga yang sedang menyanyi tengah malam tadi. Jujur, aku agak kecewa dengan responnya.
Selang beberapa hari kemudian, adikku meminjam kamera digital untuk acara Study Tour sekolahnya. Aku meminjamkannya dengan berpesan agar menyimpannya dengan baik karena kamera tersebut merupakan benda kesayangan yang aku peroleh dengan susah payah. Ia pun berjanji untuk melakukan hal tersebut dan berangkat pada keesokan paginya. Sore itu di hari yang sama, aku mendapat kabar yang tidak mengenakkan. Sepupu yang sangat dekat denganku mengalami kecelakaan motor ketika pulang sekolah dan sekarang sedang koma di Rumah Sakit Pluit karena gegar otak.
Sore itu juga aku berangkat ke rumah sakit dan menginap di sana. Semalaman, sepupuku tidak sadarkan diri. Sebenarnya ia tidak sadarkan diri hingga seminggu dan mengalami lupa ingatan sebagian (partial amnesia) tapi itu bukan hal yang akan aku bahas di thread ini. Hari kedua aku di RS, aku mendapat panggilan telepon dari rumah dari nomor HP adikku. Setelah kuangkat, aku mendengar suaranya yang terdengar seperti antara sedang ketakutan dan setengah menangis. Dengan terbata-bata, ia memberitahukan jika kamera digital milikku yang dipinjamnya telah hilang. Bagai disambar petir di siang bolong, hatiku bertambah sedih saat itu.
Sore harinya aku kembali pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, aku terus mengumpat. Aku sama sekali tak dapat menerima kenyataan tersebut. Sesampainya di rumah, aku langsung menemui adikku dan memarahinya. Saat itu aku baru tahu kalau kameranya hilang bukan pada saat Study Tour, melainkan pada saat adikku sudah pulang ke rumah dan menyimpannya di dalam lemari baju di kamar orang tuaku. Bahkan ia memasukannya dengan disaksikan oleh ibu.
Namun pembelaannya tidak begitu saja dapat aku terima. Lantas aku malah menuduhnya telah mengambil kamera itu kembali diam-diam dan menjualnya untuk mendapatkan kembali sebagian uang simpanannya yang telah hilang entah ke mana di dalam rumah itu. Mendengar hal itu, ia menangis dan bersumpah bahwa tidak pernah sama sekali terbesit di pikirannya untuk melakukan hal sepicik tersebut. Bahkan ia berjanji untuk menyicil padaku uang sejumlah harga kamera yang hilang di luar kuasa walau sudah disimpannya dengan baik-baik itu. Malam itu, aku kembali melihat kelebatan bayangan hitam itu melompat ke sana – ke mari di ruang tamu beberapa kali.
Esok harinya, aku libur kuliah. Niat hati ingin sedikit beristirahat hari itu namun keadaan tidak mengizinkan. Pada pagi hari, adikku panik karena kali ini giliran HPnya yang hilang saat ditinggalkan di ruang tamu ketika ia sedang pergi mandi. Tuduhan lantas langsung ia tujukan kepadaku karena insiden pada hari sebelumnya. Namun hal berikutnya yang kami temukan membuktikan bahwa selama ini kami semua salah. Tidak pernah ada orang luar maupun orang dalam yang pernah mencuri uang ataupun barang di dalam rumah. Salah satu keanehan di rumah kami tersebut pada akhirnya terjawab.
Diubah oleh novelajualkomik 19-04-2015 21:56
0