TS
muselimah
fïQɨʜ ωαηïтА ϻüŞLɨṃāH~
Quote:
FIQIH WANITA MUSLIMAH
ASSALAMU'ALAIKUM
newbie ingin mencoba membuat trit sederhana mbah puh..
trit ini berisi tentang segala sesuatu mengenai wanita dalam islam
karena ane sendiri seorang perempuan, yang juga ingin memperbaiki diri karena akhlak yang telah morat marit
dan berhubung ts nya jomblo, eh berhubung tsnya awam kagak terlalu ngarti tentang ginian..maka trit ini lebih ke arah diskusi dan semuanya saja yang lebih berilmu dipersilakan untuk share
Quote:
UPDATE
Perhiasan Untuk Wanita 1
Busana Wanita menurut Syari'at Islam
Problematique Wanita Shalat di Masjid
Berhias Bagi Wanita 2
Adab Berbicara
Hal yang patut untuk dicintai dalam diri wanita
kriteria lelaki yang tak patut untuk kita
Menjadi Istri Idaman
10 wasiat untuk istri 12
istri yang menyejukkan hati
5 aturan islam untuk wanita
adab seorang istri terhadap suami
PERNIKAHAN
pandangan materialistis
perbedaan antara aurat dalam shalat dan aurat dalam pandangan
jika terpaksa tidak sempurna menutup aurat dalam shalat
Shaf Wanita dalam Shalat
hukum shalat dan puasa bagi wanita haid
shalat yang terkena najis
rambut terkena kening ketika sujud
tidur dalam tatanan sunnah
keringanan berdzikir ketika haid
waspadai perbuatan zina dan sarananya
Taubatnya Seorang Pezina
mahrom bagi wanita
kedudukan wanita dalam kehidupan
pergi ke salon
hukum membuka aurat perempuan di depan perempuan
amalan penghapus dosa
Puasa Bagi Wanita
hukum ziarah bagi perempuan
membangun keluarga sakinah
hukum menyambung rambut dan tato
pandangan para imam tentang wanita bernyanyi
aturan islam tentang keuangan keluarga
wanita karir
sulam alis
5 pekerjaan yang cocok bagi wanita
upaya mencintai rasulullah
muslimah tidak bisa menikah dgn Non muslim
menjaga kesucian hati
3 penyebab azab kubur
cinta pemberi cahaya
jangan takut menatap masa depan
penyebab wanita masuk surga/neraka
jihadnya seorang bidadari
mujahidah tangguh masa Rasulullah
wanita penghuni neraka
menghormati suami dan membuatnya tentram
adab-adab HARI RAYA
WUDHUNYA WANITA YANG KUKUNYA MENGGUNAKAN KUTEK
hukum memakai sepatu ber hak tinggi
SUAMI YANG MENINGGALKAN SHALAT, GAK SAH NIKAHANNYA
hukum KB
celana panjang pada wanitahukum memajang foto bernyawa
1001 bisikan setan
nasehat untuk wanita
RENUNGAN
MENJADI IBU RUMAH TANGGA
kesalahan mandi jinabat
MENUTUP AURAT
cerita nenek
10 sifat bidadari dunia
ciri wanita penghuni surga
seorang ayah yang bertaubat
aku telah kehilangan kehormatanku
aku memaafkanmu suamiku
kutahan amarahku
terimakasih ibu
kisah cinta pemuda ahli ibadah
jangan menghalangi wanita menikah dengan pria pilihannya
menghadapi suami berperangai kasar
7 langkah membangun keluarga bahagia
tauladan cinta rasul kepada istri
durhaka istri kepada suami
adab menguap
BIODATA RASULULLAH SAW
junub
dandanan yang dilarang part xxx
amalan saat haid 1, 2, 3
perkara yang dilalaikan wanita muslimah
Jangan kau hanguskan amal ibadahmu
ingin tahu akhlak sebenarnya tentang seseorang?
menahan pandangan mata
Minum obat pencegah haid saat puasa
Wanita hamil dan menyusui saat puasa
Diubah oleh muselimah 10-06-2016 11:49
deadmanksih dan sikodik memberi reputasi
2
29.1K
Kutip
280
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.3KThread•2.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
muselimah
#15
Quote:
Original Posted By liangore►
ya gapapa juga sis tak perlulah keliling dunia Cukup dikamar n nikmati duniamu
ya gapapa juga sis tak perlulah keliling dunia Cukup dikamar n nikmati duniamu
heheh kamsudnya muter2 lewat gugel maps
Quote:
PERNIKAHAN
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Nikah termasuk salah satu di antara Sunnah para Rasul yang paling ditekankan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا من قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُريةً
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan." [Ar-Ra’d: 38]
Dimakruhkan meninggalkan Sunnah ini tanpa alasan, sebagaimana disebutkan dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata :
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوْتِ أَزْوَاجِ النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ يَسْأَلُوْنَ عَنْ عِبَادَةِ النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ ، فَلَما أُخْبِرُوْا كَأَنهُمْ تَقَالوْهَا، فَقَالُوْا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ رَسُوْلِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ؟ قَدْغُفِرَلَهُ مَاتَقَدمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَاتَأَخرَ. فَقَالَ أَحَدُهُمْ: أَما أَنَا، فَأَنَا أُصَلى الليْلَ أَبَدًا، وَقَالَ الآخَرُ: أَنَا أَصُوْمُ الدهْرَ وَلاَأُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النسَاءَ فَلاَ أَتَزَوجُ أَبَدًا. فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ، فَقَالَ: ((أَنْتُمُ الذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَما وَاللهِ إِنى َلأَخْشَاكُمْ ِللهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنى أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلى وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوجُ النسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنتِى فَلَيْسَ مِنى)).
“Ada tiga laki-laki datang ke rumah isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menanyakan tentang ibadah beliau, setelah diceritakan kepada mereka, maka mereka merasa bahwa ibadah mereka itu sedikit, kemudian mereka berkata, “Di manakah posisi kami dibanding Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan beliau telah diampuni segala dosanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Maka salah seorang di antara mereka berkata, ‘Aku akan shalat malam selamanya.’ Seorang lagi berkata, ‘Aku akan berpuasa sepanjang tahun tanpa berbuka,’ dan yang lain berkata, ‘Aku akan menghindari wanita dan tidak akan menikah selamanya.’ Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang dan bersabda, ‘Kaliankah yang telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa membenci Sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.’” [1]
Bagi orang yang telah mampu dan takut dirinya terjatuh ke dalam perbuatan keji, maka nikah adalah wajib hukumnya, karena zina dan segala sesuatu yang mendorong seseorang kepada perbuatan tersebut adalah haram. Orang yang takut dirinya akan terjerumus kepada perbuatan zina, maka ia harus mengantisipasinya. Dan apabila hal itu tidak dapat tercapai kecuali dengan menikah, maka wajib baginya untuk menikah.[2]
Adapun bagi yang belum mampu untuk menikah sedangkan ia sudah sangat berhasrat, maka hendaknya ia berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami:
يَامَعْشَرَ الشبَابِ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوجْ، فَإِنهُ أَغَض لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصوْمِ، فَإِنهُ لَهُ وِجَاءٌ.
“Wahai kaum muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab ia dapat mengekangnya.” [3]
Siapakah Wanita Pilihan ?
Barangsiapa yang ingin menikah, maka hendaknya ia mencari seorang wanita yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Taat beragama, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ: لِمَالِـهَا، وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِـهَا، وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الديْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu beruntung.” [4]
2. Masih gadis, kecuali jika ada mashlahat baginya untuk menikahi wanita janda, karena telah disebutkan dalam satu riwayat bahwasanya Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu berkata:
تَزَوجْتُ امْرَأَةً فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ ، فَلَقِيْتُ النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ ، فَقَالَ: يَاجَابِرُ، تَزَوجْتَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ : بِكْرٌ أَمْ َثيبٌ؟ قُلْتُ: ثَيبٌ. فَهَلا بِكْرًا تُـلاَعِبُهَا؟ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله إِن لِيْ أَخَوَاتٌ، فَخَشِيْتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِيْ وَبَيْنِهِن. قَالَ: فَذَاكَ إِذَنْ. إِن الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِيْنِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا، فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الديْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Aku telah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bertanya, ‘Wahai Jabir, apakah engkau telah menikah?’ aku menjawab, ‘Ya.’ Kemudian beliau bertanya, ‘Dengan gadis atau janda?’ Aku menjawab, ‘Seorang janda.’ Beliau bersabda, ‘Mengapa engkau tidak memilih seorang gadis sehingga engkau dapat bercanda dengannya?’ Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku me-miliki beberapa saudara perempuan sehingga aku takut akan terjadi kesalahpahaman.’ Maka beliau bersabda, ‘Jika demikian adanya, maka tidak masalah. Sesungguhnya wanita itu dinikahi karena agama, harta dan kecantikannya, maka nikahilah wanita yang taat beragama niscaya engkau akan bahagia.” [5]
3. Wanita yang subur, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda :
(تَزَوجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإنيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمُ).
“Nikahilah wanita yang subur peranakannya dan penyayang, sebab aku akan berbangga di hadapan umat lain dengan jumlah kalian yang banyak.” [6]
Siapakah Lelaki Pilihan?
Apabila seorang lelaki dianjurkan untuk mencari wanita berkriteria seperti yang telah kami sebutkan di atas, maka bagi wali wanita juga berkewajiban untuk mencari lelaki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Abu Hatim al-Muzani Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَكُـمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ، إِلا تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.
‘Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak wanita kalian), jika tidak maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” [7]
Dan tidaklah mengapa apabila seorang wali menawarkan puteri atau saudara wanitanya kepada orang-orang yang shalih, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar Radhiyallahu anhuma ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah pada saat sekarang.’ ‘Umar berkata, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku nikahkan engkau dengan Hafshah binti ‘Umar.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun dan pada saat itu aku merasa lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Beberapa hari berlalu sampai kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meminangnya, maka aku nikahkan ia dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata, ‘Engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan Hafshah akan tetapi aku tidak berkomentar apa-apa?’ ‘Umar menjawab ‘Ya’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu kecuali karena aku tahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutnya (Hafshah). Aku tidak ingin menyebarluaskan rahasia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau meninggalkannya, maka niscaya aku akan menerimanya.’”[8]
Melihat Wanita Yang Dipinang
Barangsiapa yang hatinya berhasrat ingin meminang seorang wanita, maka disyari’atkan baginya untuk melihatnya sebelum ia meminang. Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi dan mengintip wanita tersebut sehingga aku dapat melihatnya.” Kemudian dikatakan kepadanya, “Bagaimana engkau melakukan hal ini sedangkan engkau adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam?” Ia menjawab, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَلْقَى اللهُ فِيْ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَبَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا.
"Jika Allah menaruh hasrat kepada hati seorang laki-laki untuk melamar seorang wanita, maka tidak mengapa jika ia melihat wanita tersebut.’” [9]
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan kepada beliau bahwasanya aku melamar seorang wanita, maka beliau bersabda :
اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا.
"Pergi dan lihatlah wanita tersebut, karena dengan melihatnya dapat lebih mengekalkan kasih sayang di antara kalian berdua.’” [10]
Khitbah (Meminang)
Khitbah artinya melamar seorang wanita untuk dijadikan isterinya dengan cara yang telah diketahui di kalangan masyarakat. Jika telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut hanyalah satu janji kesepakatan untuk menikah, lelaki yang melamar tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan apa pun terhadap wanita yang dilamarnya karena statusnya masih orang lain sampai ia diikat dengan tali pernikahan.
Dan tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk melamar seorang wanita yang telah dilamar saudaranya, sebagaimana perkataan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma :
نَهَى النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُـمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبُ الرجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتى يَتْرُكَ الخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.
“Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang sebagian dari kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh orang lain. Dan janganlah seseorang melamar wanita yang masih dilamar oleh saudaranya sampai orang tersebut meninggalkannya atau mengizinkannya.” [11]
Demikian juga tidak boleh melamar wanita yang sedang dalam ‘Iddah thalaq Raj’i (masa penantian seorang wanita setelah ditalak dan masih dapat rujuk kembali-penj), karena statusnya masih sebagai isteri orang lain, sebagaimana ia juga tidak diperbolehkan untuk tashrih (secara terang-terangan) melamar wanita yang masih dalam ‘iddah thalaq ba’in (masa penantian seorang wanita setelah talak yang tidak dapat rujuk kembali-pent) atau karena meninggalnya suami, akan tetapi tidak mengapa baginya untuk ta’ridh (dengan sindiran). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النسَاءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu." [Al-Baqarah: 235]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari dan ini adalah lafazhnya (IX/104, no. 5063), Shahiih Muslim (II/1020, no. 1401), Sunan an-Nasa-i (VI/60).
[2]. As-Sailul Jarraar (II/243)
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/112, no. 5066), Shahiih Muslim (II/1018, no. 1400), Sunan Abi Dawud (VI/39, no. 2031), Sunan at-Tirmidzi (II/272, no. 1087), Sunan an-Nasa-i (VI/56), Sunan Ibni Majah (I/592, no. 1845).
[4]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/132, no. 5090), Shahiih Muslim (II/1086, no. 1466), Sunan Abi Dawud (VI/42, no. 2032), Sunan Ibni Majah (I/597, no. 1858), Sunan an-Nasa-i (VI/68)
[5]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih Muslim (II/1087, no. 715) dan ini adalah lafazh-nya, dan dengan lafazh yang semisalnya tanpa kalimat yang terakhir, diriwayatkan dalam Shahiih al-Bukhari (IX/121, no. 5079), Sunan Abi Dawud (VI/43, no. 2033), Sunan at-Tirmidzi (II/280, no. 1106), Sunan Ibni Majah (1/598, no. 1860), Sunan an-Nasa-i (VI/65) dengan lafazh Muslim dan sedikit tambahan.
[6]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2940)], [Irwaa-ul Ghaliil (no. 1784)], Sunan Abi Dawud (VI/47, no. 2035), Sunan an-Nasa-i (VI/65).
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 866)], Sunan at-Tirmidzi (II/ 274, no. 1091)
[8]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3047)], Shahiih al-Bukhari (IX/ 175, no. 5122), Sunan an-Nasa-i (VI/77). Lihat kitab Fat-hul Baari (IX/ 83) terbitan Daar ar-Rayyan.
[9]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 151)], Sunan Ibni Majah (I/599, no. 1864).
[10]. Shahih: [Shahiih as-Sunan at-Tirmidzi (no. 868)], Sunan an-Nasa-i (VI/ 69) dan ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (II/275, no. 1093) dan dalam riwayatnya dengan lafazh “فَإِنهُ أَحْرَى”
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3037)], Shahiih al-Bukhari (IX/198, no. 5142), Sunan an-Nasa-i (VI/73)
Diubah oleh muselimah 07-04-2015 22:49
0
Kutip
Balas