- Beranda
- Stories from the Heart
You Are My Happiness
...
TS
jayanagari
You Are My Happiness

Sebelumnya gue permisi dulu kepada Moderator dan Penghuni forum Stories From The Heart Kaskus 
Gue akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan gue merasa sangat terinspirasi dari tulisan sesepuh-sesepuh sekalian
Karena itu gue memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata gue, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup gue.
Mohon maaf kalo tulisan gue ini masih amburadul dan kaku, karena gue baru pertama kali join kaskus dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini gue samarkan

Gue akhir-akhir ini banyak membaca cerita-cerita penghuni SFTH dan gue merasa sangat terinspirasi dari tulisan sesepuh-sesepuh sekalian

Karena itu gue memberanikan diri untuk berbagi kisah nyata gue, yang sampe detik ini masih menjadi kisah terbesar di hidup gue.
Mohon maaf kalo tulisan gue ini masih amburadul dan kaku, karena gue baru pertama kali join kaskus dan menulis sebuah cerita.
Dan demi kenyamanan dan privasi, nama tokoh-tokoh di cerita ini gue samarkan

Orang bilang, kebahagiaan paling tulus adalah saat melihat orang lain bahagia karena kita. Tapi terkadang, kebahagiaan orang itu juga menyakitkan bagi kita.
Gue egois? Mungkin.
Nama gue Baskoro, dan ini kisah gue.
Gue egois? Mungkin.
Nama gue Baskoro, dan ini kisah gue.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 11-08-2015 11:18
gebby2412210 dan 49 lainnya memberi reputasi
48
2.2M
5.1K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#2519
PART 99B – When The Summer is Gone, and The Roses Falling – Part 2
Mawar & Gue
Gue memandangi langit yang cerah, di pagi hari itu. Gue bergegas keluar dari apartemen dan menuju ke parkiran di basement. Mobil langsung gue arahkan ke sebuah jalan yang terdiri dari deretan toko-toko bunga. Disitu gue menghabiskan beberapa waktu untuk memilih bunga. Pilihan gue jatuh pada seikat bunga mawar merah yang mekar dengan indah, dan dibungkus dengan kain beserta pita.
Di mobil, mawar itu gue letakkan di kursi penumpang sebelah gue. Berulangkali gue melirik mawar yang tergeletak, dan tersenyum. Membayangkan senyum seseorang yang akan gue beri bunga itu. Hari itu cukup aneh, pagi di Jakarta terasa sepi, bahkan nyaris lengang. Seakan-akan gue memacu mobil di sebuah kota yang belum gue kenal. Gue memandangi langit yang cerah, dan mata gue menyipit karena silau.
Gue sampai di sebuah perumahan yang baru gue datangi beberapa kali. Setelah melewati beberapa pos penjagaan, sampailah gue di depan rumah yang gue tuju. Gue melangkahkan kaki masuk ke halaman rumah, dan mengetuk pintu kayu berwarna coklat terang yang menjulang tinggi. Setelah beberapa kali ketukan, akhirnya pintu dibuka, dan tampaklah wanita yang sudah sangat gue kenal.
Gue tersenyum, dan wanita di hadapan gue membalas dengan senyuman khasnya. Senyuman yang sudah menghiasi hidup gue selama beberapa tahun terakhir ini. Dia meminta gue untuk menunggu sebentar, dan tidak lama kemudian dia menggandeng gue keluar. Di dalam mobil, gue menyerahkan seikat mawar yang tadi gue beli. Dia menerima itu dengan sukacita, dengan senyum, dan tawa yang sampai hari ini masih sangat membekas di ingatan gue.
Gue menjalankan mobil dan mengarahkan ke sebuah café yang cukup mewah di daerah Jakarta Selatan. Gue sendiri entah kenapa yakin sekali dengan pilihan gue ini. Bahkan kali ini gue tanpa bertanya “mau kemana kita?” ke wanita di sebelah gue. Hari itu, seakan gue sudah tahu kemana akan melangkah. Seakan takdir sudah membimbing gue kesana.
Kami berdua masuk ke dalam café tersebut dengan saling bergandengan tangan, sementara wanita di samping gue ini menggenggam mawar tadi di tangan satunya. Sedikit gue becandain dia, dengan bertanya untuk apa bawa-bawa mawar masuk kesini. Dan gue ingat dia menjawab sambil sedikit bersungut-sungut, ingin menikmati indahnya mawar sambil makan, katanya.
Gue hanya tertawa mendengar itu, dan memilih meja di lokasi yang menurut gue terbaik dari yang ada. Sambil memandangi jalanan, gue dan wanita di hadapan gue bisa bercakap-cakap dan menikmati waktu bersama. Dan memang itu yang terjadi. Gue menikmati segalanya bersama dia. Segala candaan kami, segala tawa kami, segala obrolan kami. Segalanya. Waktu itu, rasanya gue ingin menghentikan waktu, dan menikmati lebih lama lagi.
Akhirnya tiba waktunya kami mengakhiri saat-saat yang indah itu, karena hari mulai beranjak sore. Kami berdua keluar dari café tersebut, dan menyeberang ke mobil, karena sebelumnya parkiran cukup penuh. Sesampai di mobil, dia berkata ke gue, bahwa ada sesuatu yang ketinggalan. Sejenak gue mengingat-ingat, dan ternyata memang ada yang tertinggal. Mawar itu.
Dia bilang mau mengambilnya ke dalam, dan gue mengangguk, kemudian menunggu di mobil. Gue melihat dia berlari kecil menyeberang masuk ke dalam café tersebut, dan beberapa saat kemudian dia keluar dengan seikat mawar merah di tangannya, dan senyuman yang mengembang di wajahnya. Gue memperhatikan dia menyeberang, sebelum gue berkedip sesaat.
Saat gue membuka mata kembali, gue melihat mawar itu melayang di udara, dan kemudian terhempas ke jalan. Bersamaan dengan itu, gue merasa hidup dan segala hal yang gue miliki ikut melayang ke atas dan tak kembali.
Mawar & Gue
Gue memandangi langit yang cerah, di pagi hari itu. Gue bergegas keluar dari apartemen dan menuju ke parkiran di basement. Mobil langsung gue arahkan ke sebuah jalan yang terdiri dari deretan toko-toko bunga. Disitu gue menghabiskan beberapa waktu untuk memilih bunga. Pilihan gue jatuh pada seikat bunga mawar merah yang mekar dengan indah, dan dibungkus dengan kain beserta pita.
Di mobil, mawar itu gue letakkan di kursi penumpang sebelah gue. Berulangkali gue melirik mawar yang tergeletak, dan tersenyum. Membayangkan senyum seseorang yang akan gue beri bunga itu. Hari itu cukup aneh, pagi di Jakarta terasa sepi, bahkan nyaris lengang. Seakan-akan gue memacu mobil di sebuah kota yang belum gue kenal. Gue memandangi langit yang cerah, dan mata gue menyipit karena silau.
Gue sampai di sebuah perumahan yang baru gue datangi beberapa kali. Setelah melewati beberapa pos penjagaan, sampailah gue di depan rumah yang gue tuju. Gue melangkahkan kaki masuk ke halaman rumah, dan mengetuk pintu kayu berwarna coklat terang yang menjulang tinggi. Setelah beberapa kali ketukan, akhirnya pintu dibuka, dan tampaklah wanita yang sudah sangat gue kenal.
Gue tersenyum, dan wanita di hadapan gue membalas dengan senyuman khasnya. Senyuman yang sudah menghiasi hidup gue selama beberapa tahun terakhir ini. Dia meminta gue untuk menunggu sebentar, dan tidak lama kemudian dia menggandeng gue keluar. Di dalam mobil, gue menyerahkan seikat mawar yang tadi gue beli. Dia menerima itu dengan sukacita, dengan senyum, dan tawa yang sampai hari ini masih sangat membekas di ingatan gue.
Gue menjalankan mobil dan mengarahkan ke sebuah café yang cukup mewah di daerah Jakarta Selatan. Gue sendiri entah kenapa yakin sekali dengan pilihan gue ini. Bahkan kali ini gue tanpa bertanya “mau kemana kita?” ke wanita di sebelah gue. Hari itu, seakan gue sudah tahu kemana akan melangkah. Seakan takdir sudah membimbing gue kesana.
Kami berdua masuk ke dalam café tersebut dengan saling bergandengan tangan, sementara wanita di samping gue ini menggenggam mawar tadi di tangan satunya. Sedikit gue becandain dia, dengan bertanya untuk apa bawa-bawa mawar masuk kesini. Dan gue ingat dia menjawab sambil sedikit bersungut-sungut, ingin menikmati indahnya mawar sambil makan, katanya.
Gue hanya tertawa mendengar itu, dan memilih meja di lokasi yang menurut gue terbaik dari yang ada. Sambil memandangi jalanan, gue dan wanita di hadapan gue bisa bercakap-cakap dan menikmati waktu bersama. Dan memang itu yang terjadi. Gue menikmati segalanya bersama dia. Segala candaan kami, segala tawa kami, segala obrolan kami. Segalanya. Waktu itu, rasanya gue ingin menghentikan waktu, dan menikmati lebih lama lagi.
Akhirnya tiba waktunya kami mengakhiri saat-saat yang indah itu, karena hari mulai beranjak sore. Kami berdua keluar dari café tersebut, dan menyeberang ke mobil, karena sebelumnya parkiran cukup penuh. Sesampai di mobil, dia berkata ke gue, bahwa ada sesuatu yang ketinggalan. Sejenak gue mengingat-ingat, dan ternyata memang ada yang tertinggal. Mawar itu.
Dia bilang mau mengambilnya ke dalam, dan gue mengangguk, kemudian menunggu di mobil. Gue melihat dia berlari kecil menyeberang masuk ke dalam café tersebut, dan beberapa saat kemudian dia keluar dengan seikat mawar merah di tangannya, dan senyuman yang mengembang di wajahnya. Gue memperhatikan dia menyeberang, sebelum gue berkedip sesaat.
Saat gue membuka mata kembali, gue melihat mawar itu melayang di udara, dan kemudian terhempas ke jalan. Bersamaan dengan itu, gue merasa hidup dan segala hal yang gue miliki ikut melayang ke atas dan tak kembali.
chanry dan 5 lainnya memberi reputasi
6

