Kaskus

Story

mikhaellafezyAvatar border
TS
mikhaellafezy
when its too late to regret
when its too late to regret
Quote:


Quote:


Quote:


Quote:




when its too late to regret


when its too late to regret


Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh mikhaellafezy 15-04-2015 16:38
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
35.7K
327
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
mikhaellafezyAvatar border
TS
mikhaellafezy
#162
confusing moment
Malam itu Nindo membawaku ke sebuah restoran italy di daerah kota bagian atas, dia sangat tau kalau aku suka dengan masakan italy. Restoran ini kesannya formal, sebagian besar yang datang kesini memakai pakaian formal dan kelihatannya ini memang bukan tempat nongkrong sebagaimana biasa kami datangi. Musik yang mengalun pun juga musik klasik mendayu dayu, bahakn ada seorang pemain biola yang berkeliling dari satu meja ke meja yang lain. Sebenarnya aku tidak terlalu nyaman dengan suasana seperti ini, tapi ya sudahlah, sesekali menyenangkan Nindo pikirku, kan selama ini dia yang selalu menuruti aku.

Kami kemudian duduk di meja yang terletak di teras belakang resto itu, dengan dua lilin di mejanya, dan pemandangan lampu lampu kota di sampingnya, apalagi malam itu cerah jadi bintang tampak berkerlip di atap langit, romantis sekali sebenarnya. Aku jadi berfikir ketika aku membaca cerita yang menjelaskan tentang suasana romantis seperti ini, aku selalu membayangkan betapa indahnya, namun ternyata saat aku merasakannya, yang kurasa sebenarnya tidak nyaman, karena bukan jiwaku berada di tempat yang seperti ini, aku lebih suka berada di tempat yang santai dan bebas, kalau disini rasanya lucu

Seertinya aku nampak kikuk dengan suasana ini, berkali kali aku coba membenahi tempat dudukku, atau melemparkan pandanganku ke sekitar, saat waitress datang pun aku hanya memberikan senyuman kecil aneh padahal biasanya aku selalu ramah pada waiterss dimanapun aku makan. Nindo tampaknya mengamatiku sedari tadi, di terkadang ersenyum sendiri namun au hanya membalasnya dengan mengangkat sebelah alisku.

“are you okay Mika ?” kata Nindo, kalimat pertama semenjak kami di mobil tadi, aku hanya emmbalasnya dengan anggukan sambil menggigit bibir bagian bawahku,,”kalo kamu ga nya,man kita bisa pindah aja”

“no no no no no, jangan, disini aja” jawabku buru buru

“tapi kayaknya kamu ga nyaman gitu dari tadi,”

‘all is okay, mungkin aku cuma ga terbiasa aja, all is okay, “
jawabku buru buru tadi, aku mencoba meyakinkan Nindo kalau aku baik baik saja, meskipun aku yakin mukaku pasti menjelaskan kalau aku lagi nggak okay

Mendengarkan jawabanku tadi Nindo cuma tertawa kecil sambil menahan kepalanya dengan tangan, dia memandangiku terus dan aku menjadi makin kikuk, aku tidak terlalu suka dipandangi seperti itu. Aku cuma menutupi mukaku dengan buku menu ketika aku tau Nindo selalu memandangiku

“Nindo, apaan sih ketawa mulu,” kataku lalu menutupi mukaku dengan buku menu lagi. Lalu Nindo tertawa makin keras dan akhirnya dia beranjak dari kursinya dan menarikku keluar tempat itu, “Nindo, kok gini, kita kayak lagi marahan aja”

“kalo kita disitu terus kita malah kayak orang marahan Mik, mukamu itu lho”
kata Nindo sambil tertawa dan membukakan pintu mobil untukku,”silahkan princess, aku bakal bawa kamu ke tempat dimana kamu bisa feel better”

Aku hanya cemberut sambil masuk ke mobil, aneh ya aku tak suka tempat itu tapi saat aku dibawa keluar aku juga marah. Sebenarnya bukan marah, cuma malu aja sih. Di dalam mobil Nindo cuma ketawa ketawa, tanpa memulai pembicaraan denganku, atau melihatku yang sedang cemberut. Kamudian dia berhenti di depan minimarket dan membeli sesuatu di gerobak burger di depanya, lalu masuk ke mobil lagi, dan dia membawaku ke suatu tempat, yang jalannya menuju ke daerah rumah Nindo. Jalannya gelap, tapi banyak orang disana, banyak yang berduaan diatas motor, atau hanya motornya saja entah orangnya kemana. Dan sesaat kemudian aku baru sadar kalau Nindo mengajakku ke tempat pacaran! Aku ingat ini malam minggu, pantes ramai sekali.

Dia menghentikan mobil di tempat yang ga ada motornya, yah disitu memang pemandangannya baguis, bisa melihat kota bagian bawah, temaram sama seperti restoran tadi. Kami hanya di dalam mobil dan nindo menyalakan lagu lagu klasik, menambah suasana sama seperti di resto tadi, hanya saja yang beda adalah aku merasa lebih nyaman disini hehehehe.

“nih mik, pasti laper kan?” kata Nindo sambil memberikan sebungkus burger padaku, dia juga memberikan sebotol jus yang tampaknya dia beli waktu kita berhenti tadi.
“kok bawa aku kesini sih Ndo?” tanyaku sambil memakan burgerku, iya aku lapar. Lalu Nindo meletakkan burgernya di dashboard dan kemudian berpaling ke arahku, dia makin dekat makin dekat dan tangannya menyentuh pipiku, aku cuma membatu saat itu

“abisnya kamu oon sih” katanya lirih lalu dia tertawa, girang sekali aku hanya cemberut sambil mengrenyitkan dahi dan sambil tetap makan burgerku, “pasti barusan dah mikir macem macem kaaannnnn????”

“ih apaan” jawabku singkat sambil tetap makan

“kamu sih Mik, aku bawa ke resto tadi biar romantis, biar pas gitu sama momentnya”

“gue ngerasa aneh Ndoo”
kali ini aku sudah tidak sambil makan karena sudah habis

“hahaha, yaudah disini aja, toh sama aja” kata Nindo sambil mengganti playlist lagunya, dia memutar lagu Bila engkau nya Flanella “Mik, status kita apaan sih Mik ?” suasana mendadak berubah menjadi serius, lalu aku hanya menjawabnya dengan menunjukkan cincin yang pernah ia berikan padaku, “Mika, kamu siap serius ga sama aku? Kamu sayang ga sih sama aku Mik ?”

“kamu ga yakin sama aku Ndo?”

“Mik, aku yakin banget sama kamu, tapi orang lain justru ga yakin ngelihat kamu”
dan aku cuma diam,”kita tu ga kaya pacaran Mik, berasanya aku kayak wiraswasta deh, usaha sendirian”

“aku sayang sama kamu Nindo, but its different,” kataku sambil melihat ke mata Nindo

“Mik, aku gamau paksain ke kamu lagi soal ini, sekarang aku mau tanya sama kamu, kamu mau lanjut ga sama aku?”

‘pasti dong Ndo, kok kamu ngomong gitu sih?”

“yaudah, kalau gitu mau gak kamu jadi pacarku sekarang?”
tanya Nindo sambil memegang tanganku

“Kok gue jadi turun tahta sih Ndo, dari calon istri jadi pacar?” jawabku sedikit ketus

“hehe, kayaknya kamu belum siap sama ikatan itu, aku penegn kamu enjoy aja, kita pacaran dulu aja ya?” aku cuma diam, “gimana ? Mau ga jadi pacarku?”

“kok kamu mundur sih Ndo?” tanyaku, dan saat itu aku sedikit............kecewa

“kalo seseorang mau ngeloncat jauh kan dia perlu mundur sedikit biar loncatnya bisa jauh Mik,” aku tertunduk diam,” jadiin aku pacarmu yang semestinya mik, yang selalu kamu panggil sayang, yang selalu kamu bilang kangen, yang selalu kamu tunggu telponnya, yang selalu kamu tanyain kapan ketemu lagi, yang selalu kamu nantikan buat ngelamar kamu”

“kamu marah sama aku karena aku ga pernah kayak gitu?”

“nggak Mika, aku terlalu sayang sama kamu sampai aku bisa bertahan sejauh ini, sekarang aku mau kamu milih, kalau kamu mau lanjut, ya kita pacaran, aku pengen perasaan kamu matang ke aku, aku janji aku pasti akan tetap ada buat kamu, aku bakal nunggu kamu sampai kamu pulang, tapi kalau kamu mau pergi, yah aku bisa apa Mik,?”
kalimat Nindo terputus dan amtanya mulai berkaca kaca “i’ll let you go.....”

Melihat itu aku langsung memeluk Nindo, “
jangan bilang kayak gitu lagi, kalo kamu bilang gitu, aku marah sama kamu”

“aku sayang banget sama kamu Mika”

“aku ga akan Ninggalin kamu Ndo, maafin aku”


Mungkin memang iya, perasaan ini belum terlalu matang, tapi tak bisa ku pungkiri kalalu kehadiran Nindo mulai membuatku terbiasa dengan kehadirannya. Aku memang tak pernah menanti kedatangannya di depan pintu sebagaimana aku menunggu Yuidha dulu, tapi aku selalu gelisah kalau dia mulai lama membalas pesanku. Aku memang selalu cuek dan terlihat tidak istimewa di depannya, tapi sebenarnya aku juga menghabiskan waktu ber jam jam di depan kaca walalupun akhirnya penampilanku biasa saja. Ketika Nindo waktu itu bercerita tentang rekan sekerjanya yang menggoda dia, aku memang cuma berkata ‘oh’ saat mendengar ceritanya, tapi diam diam aku juga mengecek inbox handphonnenya untuk melihat apakah ada pesan dari cewek itu ke dia

Mungkin aku cuma terlalu munafik ya, aku terlalu cuek padahal sebenernya aku juga gak pengen dicuekin, egois sekali rasanya. Kalau dirunut ke belakang sudah lama aku merasa seperti ini, tapi kenapa aku tidak bisa berubah? Apa memang pribadiku yang sudah berubah? Atau Nindo yang terlalu dingin untukku??

“Mika, aku akan nunggu kamu sampai kamu benar benar siap buat aku”
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.