- Beranda
- Stories from the Heart
ILLUSI
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
open.minded
#1359
The Debt Has Been Paid (Nina)
Satu minggu ini sekolah libur, akhirnya ada rehat juga dari kegiatan sekolah yang super ketat itu, gw pun sudah merasa cukup untuk menjalani UN, dan lebih memfokuskan diri untuk membeli perlengkapan untuk pergi nanti. Gw melihat tiket ditangan gw ini, Moscow, keberangkatan hari selasa tepat setelah UN. Gw alihkan pandangan gw ke depan, terpampang pandangan perumahan dan matahari yang telah meredupkan sinarnya. Gw pejamkan mata gw, mengingat 3 tahun massa gw di Jakarta ini, singkat memang, tapi gw bersyukur gw bisa bertemu Lena, Adul, Disti dan juga Nina, murid kebanggaan gw, gw berhutang kepada mereka, mereka telah membuat waktu 3 tahun ini menjadi sesuatu yang berharga untuk gw ingat. Dan sekarang gw akan melunaskan hutang terakhir gw.
Gw membalikan badan berjalan menuruni tangga dari atap kosan ini, gw nikmati langkah demi langkah kaki gw di lorong menuju kamar gw ini, gw bernostalgia saat pertama kali gw menelepon nenek dari padang, memberitahu beliau kalau gw ingin sekolah di Jakarta, alangkah senangnya Nenek mendengar kabar dari gw itu mengingat dialah yang paling khawatir disaat gw memilih tinggal sendiri ketimbang tinggal bersama mamah gw dan suami barunya, dan juga Ades, kakak tiri gw. Gw ingat pertama kali gw MOS, bertemu Disti dan Lena, dan juga Nina, 3 cewek yang berbeda sifat, watak, dan kepribadian. Gw tidak menyangka banyak yang berubah sejak hari pertama itu, gw terkekeh, mengingat sekarang Lena yang entah kenapa menghindari gw, padahal hampir setiap hari dia bermain ke kamar gw, entah itu sepulang sekolah, ataupun sepulang dia Les. Dan gak gw sangka betapa sepinya kamar gw setelah 3 minggu lamanya Lena tidak lagi berkunjung ke sini.
Pandangan gw teralihkan, teralihkan ke seorang sosok wanita yang sedang besandar di pagar pembatas itu, wanita yang aneh, yang suka menceramahi gw, wanita yang tidak pernah keluar dari kamarnya yang terletak di sebelah kamar gw ini. Safira. Entah sudah berapa bulan gw gak pernah melihatnya, dan sekarang, dia dengan santainya memandangi tanaman anggrek yang di pelihara nenek di bawah itu.
“hey” sapa gw
“hm? hey! Adi!” balas dia
“sudah bosan bertapa di dalam?” ejek GW
“ih! Apa sih! gw gak dikamar mulu tau!” protes Dia
“oh ya? kok gw ga pernah ngeliat lo diluar?”
“karena lo lagi gak membutuhkan gw” ucap Fira
Hah? Nih cewek ngomong apasih? Tidak bisa mencerna balasan Fira tadi gw pun hanya berdiri membeku seperti orang bego disamping Dia. Gw geleng gelengkan kepala gw sambil terkekeh, membuat Fira melirik gw bingung, gw lanjutkan langkah gw untuk menuruni tangga.
“lo yakin sama perasaan lo Di?” teriak Fira dari atas
“hah? Maksud lo apa?”
“Lo berpura pura gak merasakan apa apa, tapi jauh di dalam hati lo lo menyesal kan? nyia nyia in dia?”
“lo ngomong apa sih fir? Hahaha”
“inget Di, kalau lo salah langkah, lo gak akan pernah bahagia, lo akan menyesal” Ucap Fira membuat langkah gw berhenti dan menoleh ke arah dia
“Fir, gw gak tau kalau lo emang hobi menceramahi orang, tapi lo salah, ini semua bukan tentang gw, yang gw lakuin saat ini adalah buat mereka”
“lo tau di? mempunyai Ego bukanlah sesuatu yang tabu, karena Ego lah yang membuat kita menjadi manusia”
Ucap Fira tapi gw acuhkan, entah kenapa dia tau apa yang sedang gw pikirkan. Apa yang dia bicarakan tadi sangatlah cocok untuk apa yang sedang gw pikirkan saat ini. Fira. Cewek aneh. Gw membuka pager kosan dan berjalan 3 langkah untuk mebuka pagar rumah Disti. Ya. Gw mau mengajar Nina, sekaligus melunaskan hutang gw kepada Nina. Gw berjalan ke teras rumahnya dan melepaskan sandal gw, sampai gw sadar,ada sebuah sepatu hitam khas bapak bapak yang jarang kelihatan di rumah ini. Ah! Bokap mereka sudah pulang, dan disaat waktu yang tepat.
+++++
“mmm kak, hari ini gak usah belajar ya” ucap Nina
“loh?! Kenapa? lo sakit Nin?”
“mm mm” Nina geleng geleng
“kan kak Adi besok mau UN, sekarang giliran Nina yang nyemangatin kak Adi”
“hm? tapi kan lo juga mau ujian kenaikan kelas Nin”
“tenang aja kak, Nina udah siap se siap siap nya buat UKK besok hihihi”
“oow, terus. Kita mau ngapain dong? Kalau gitu gw mau ngomong ama om faisal dibawah dulu ya”
“ada urusan apa ama papah?”
“rahasia wee, eh. Gimana kalau lo masakin gw pasta yang kemarin itu Nin!” ide Gw
“wah! Ide bagus tuh kak!”
“kita makan bareng bokap lo, gimana?”
“hah?! Makan bareng papah? Aku gak tau papanya mau apa gak” bingung Nina
“ih kok pesimis gitu sih?! kan udah cita cita lo Nin mau ngasih bokap lo masakan hasil karya lo sendiri”
“sekarang kesempatan lo Nin, bokap lo lagi pulang, sekarang kesempatan lo ngebahagiain dia”
“mmm tapi kak Adi ikut makan juga ya” ucap Nina ragu
“iya yaudah sana, lo ngomong sama bokap lo, kamar lo ini, biar gw yang beresin, sana hush!”
“asyiiik makasiih kak” ucap Nina senang sekali
Nina beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan sambil loncat loncat seperti anak kecil yang sedang senang. Gw tersenyum melihat kelakuan anak didik gw satu ini, gw pun bergegas membereskan kamar Nina yang sudah terlanjur berantakan oleh persiapan mengajar yang tidak jadi ini. 10 menit kemudian, akhirnya kamar Nina sudah kembali rapih seperti sedia kala, gw mematikan lampu kamar Nina lalu bergegas turun menuruni tangga dan menuju ruang makan, disana sudah tampakOm Faisal, bokapnya meningga, sedang menunggu di meja makan, sepertinya Nina sudah memberi tahukan rencana dia, tidak, rencana Gw.
“hm? oh Adi! Sini sini duduk duduk” panggil Om Faisal dengan ramah
“makasih Om”
“Eh Nina sekarang lagi masak loh Di! hahaha! Om gak tau dia bisa masak”
Gw hanya tersenyum menanggapi tanggapan Om Faisal yang sangat ironis itu. kami pun akhirnya terlarut dalam obrolan singkat, biasa, gimana kabar gw, gimana kabar dia, gimana persiapan UN gw, kemana gw akan kuliah, diapun menawarkan membayarkan kuliah gw jika gw amsuk PTN disini, luar biasa. Gw tau Nina akan memakan waktu lama untuk memasak masakan specialnya sekarang ini, mungkin dia sekarang sedang memasak dengan hati hati sekali mengingat kali ini bokap nya lah yang akan mencicipi masakannya. Saat seperti ini gw manfaatkan untuk mengutarakan maksud gw, sebelum Nina kembali dari dapur.
“ini hari terakhir saya mengajar Nina om” ucap gw mengagetkan om faisal
“loh?! Kenapa Di?! bayarannya udah ga cukup?!” jawab dia
“gak om, masalah bayaran, itu sudah lebih dari cukup, mungkin saya gurup privat dengan bayaran termahal di jakarta hahaha” canda gw
“bisa aja kamu, oh mungkin karena masalah kuliah kamu ya? kamu mau kuliah diluar kota? Kan disini udah ada universitas bagus Di”
“lebih jauh dari luar kota Om”
“....” diam Om Faisal
“wah. Kemana?” ucap dia dengan serius
“kemana saya kuliah itu tidak relevan Om, sekarang saya ingin menyampaikan sesuatu ke Om dan saya mohon Om denger baik baik” ucap gw mengganti topik
“okay, Om mendegarkan”
“seseorang pernah berkata kepada saya, hal terindah yang bisa diterima seorang laki laki bukanlah Harta, Tanah, Air, dan Tahta, bukan juga untuk seluruh emas yang ada di dunia ini, hal terindah yang bisa diterima seorang laki laki adalah melihat anaknya, darah dagingnya, bisa tumbuh menjadi anak yang baik, dan juga bahagia” ucap Gw
“....”
“.. terkadang kamu lupa, betapa sayangnya kamu terhadap anak kamusendiri. kamu tidak mau mereka hidup susah, kamu tidak mau mereka sengsara, kamu ingin agar senyum mereka itu tidak akan pudar. kamu terus menerus menggali Emas, Tanah, dan Air hanya demi mempertahankan senyum mereka. Sampai ketika seluruh Emas sudah kamu dapatkan, seluruh Tanah sudah kamu kuasai, dan semua mata air terbuka, kita baru sadar, senyum mereka sudah terlanjur hilang..”
“Stop”
“?!”
“saya tau maksud kamu menceritakan ini ke saya”
“oh ya?!”
“Ya. kamu ingin saya untuk menyenggangkan waktu lebih untuk anak anak saya bukan?!”
“hahh. Denger saya om. Om mempunyai 2 anak perempuan, 2 anak perempuan yang sangat kuat dan tegar sekali. Dan saya kasih tau ke Om, anak perempuan seperti mereka itu langka Om temukan di tengah kota yang terkutuk ini”
“......”
“saya tidak meminta Om untuk menelantarkan pekerjaan Om, saya meminta Om untuk memikirkan mereka. Kenapa saya sampai berkata sejauh ini? karena saya tidak ingin mereka berakhir seperti saya”
“.....”
“mereka butuh seorang sosok, dan sosok itu biasanya adalah seorang ibu, namun itu tidak mungkin terwujud kan Om? Mengingat Om sudah berpisah dengan Ibu mereka”
“Stop”
“....?!”
“kamu tau apa tentang anak anak saya?! Kamu tau ap tentang ibu hah?! Kamu jagan asal sembarangan ngomong”
“saya tau karena saya lah yang membawa anak om kerumah sakit 2 tahun yang lalu karena overdosis obat depresan. saya tau kalau Nina bercita cita ingin menjadi dokter. Saya tau karena saya ada di sekitar mereka setiap minggu di hidup mereka selama 3 tahun ini”
“......”
“dan terakhir, saya tau, karena saya sendiri pernah mencoba untuk membunuh mamah saya sendiri”
“hah?!”
“gila bukan?! Om pasti tidak mau anak Om menjadi anak setan seperti saya ini”
“bukan itu maksud saya”
“jika uang yang om pikirkan, saya tidak sungkan untuk mengembalikan upah saya selama 3 tahun ini, saya juga tidak sungkan memberikan kontak saya kepada om supaya om bisa mencari kerja yang lebih dekat disini”
“cukup. Saya mengerti” ucap Om Faisal
“maaf kalau saya sudah menceramahi Om seperti ini, tapi ini tugas terakhir saya sebagai guru dan pembimbing, karena om membayar saya untuk ini”
“ya om mengerti”
“....” gw hanya membalas ucapan Om faisal dengan senyuman
“kasih tau saya Di, kenapa kamu berbicara sejauh ini sampai berbohong kamu pernah ingin membunuh ibumu sendiri”
“saya tidak berbohong. Itu kebenaran. Saya mencoba membunuh ibu saya sendiri karena di mata saya ibu saya telah mengkhianati ayah saya dengan menceraikannya dan menikah dengan orang lain.”
“masa hanya masalah seperti itu”
“ya om benar masalah seperti itu gak mungkin membuat saya bertindak senekat itu. tapi saya kasih tau om. Orang akan berubah ketika mereka telah melihat kematian orang yang paling dia sayangi di dunia ini. dan ini lah sebabnya saya bertindak sejauh ini, saya tidak ingin kematian menampakkan dirinya ke hadapan Disti dan Lena, karena jika itu terjadi, mereka akan rusak seperti saya”
“terima kasih Di, terima kasih sudah mau bertindak sejauh in buat keluarga saya”
“gak usah dipikirin om haha”
“setidaknya kamu bisa kasih tau saya, kemana kamu akan pergi?”
“tidak usah repot repot memikirkan saya om, saya pikir ini akan menjadi pertemuan terakhir kita”
“oh, kamu akan terkejut akan betapa salahnya kamu kalau kamu berpikir kita tidak akan pernah bertemu lagi haha”
‘itu maksud saya om, nanti om malah nyari nyari saya lagi haha”
“hahaha”
“oh ya Om. Tolong om luangkan banyak waktu buat ngobrol bersama Disti dan Nina di meja makan ini ya. dan jangan lupa selalu puji masakan Nina bagaimanapun rasa masakannya”
“iya iya. Sudah cukup kamu memikirkan anak anak saya. Sekarang tolong kasih giliran saya untuk mengurus mereka”
“hahaha seseorang pernah berkata kepada saya kalau meja makan adalah salah satu tempat dimana sejarah ditentukan”
“saya ingin bertanya, siapa sih ‘seseorang’ yang kamu ceritakan ini?”
“ayah saya”
“Hayooo pada ngomongin apa sih serius banget, ngomongin Nina yah?” teriak Nina sambil membawa dua piring besar yang tertutupi tudung berwarna silver di kedua tangannya
Kami berdua pun tertawa mendengar pertanyaan Nina yang kegeeran itu. Nina ternyat tidak membuat pasta yang tadi gw rencanakan, dia memasak oseng kacang panjang, ayam goreng madu, dan nasi goreng, yang belakangan gw tau kalau itu adalah menu favorit Om Faisal. Hati gw lega melihat Nina yang begitu senang melihat bokapnya lahap sekali memakan masakannya, seorang anak yang baik, dan gw harap dia berakhir dengan orang yang baik nantinya.
“gimana kak masakan Nina?” tanya Nina berdiri tepat dibelakang gw yang sedang bersiap memakai sendal
“mantap Nin, enak banget”
“hihihi”
“mmm kak..”
“hm? ada apa?”
“makasih ya udah nemenin Nina masakin makanan buat papah tadi, Nina seneng banget”
“ jangan terima aksih ke gw Nin, terima aksih ke diri lo sendiri, lo yang masak, lo yang berusaha, gw mah tinggal makan aja hahah”
“dasar!”
“semangat UN nya ya kak, nanti habis itu ngajar Nina les lagi” lanjutnya
Gw pun terdiam mendengar perkataan Nina itu, tampak seorang gadis yang sangat cantik, gadis yang kuat, pintar, rambut hitam nya yang menjulur panjang di kedua pipinya, terlihat beberapa helai rambut menutupi mata kanannya, terlihat juga kunciran rambutnya yang mulai terlihat lebih panjang dari sebelumnya. Betapa cepatnya seseorang tumbuh menjadi besar dan sedewasa ini. gw pun tersenyum dan mengatakan ucapan terakhir gw ke Nina.
“Waktu kita bersama sama telah berakhir”
Gw membalikan badan berjalan menuruni tangga dari atap kosan ini, gw nikmati langkah demi langkah kaki gw di lorong menuju kamar gw ini, gw bernostalgia saat pertama kali gw menelepon nenek dari padang, memberitahu beliau kalau gw ingin sekolah di Jakarta, alangkah senangnya Nenek mendengar kabar dari gw itu mengingat dialah yang paling khawatir disaat gw memilih tinggal sendiri ketimbang tinggal bersama mamah gw dan suami barunya, dan juga Ades, kakak tiri gw. Gw ingat pertama kali gw MOS, bertemu Disti dan Lena, dan juga Nina, 3 cewek yang berbeda sifat, watak, dan kepribadian. Gw tidak menyangka banyak yang berubah sejak hari pertama itu, gw terkekeh, mengingat sekarang Lena yang entah kenapa menghindari gw, padahal hampir setiap hari dia bermain ke kamar gw, entah itu sepulang sekolah, ataupun sepulang dia Les. Dan gak gw sangka betapa sepinya kamar gw setelah 3 minggu lamanya Lena tidak lagi berkunjung ke sini.
Pandangan gw teralihkan, teralihkan ke seorang sosok wanita yang sedang besandar di pagar pembatas itu, wanita yang aneh, yang suka menceramahi gw, wanita yang tidak pernah keluar dari kamarnya yang terletak di sebelah kamar gw ini. Safira. Entah sudah berapa bulan gw gak pernah melihatnya, dan sekarang, dia dengan santainya memandangi tanaman anggrek yang di pelihara nenek di bawah itu.
“hey” sapa gw
“hm? hey! Adi!” balas dia
“sudah bosan bertapa di dalam?” ejek GW
“ih! Apa sih! gw gak dikamar mulu tau!” protes Dia
“oh ya? kok gw ga pernah ngeliat lo diluar?”
“karena lo lagi gak membutuhkan gw” ucap Fira
Hah? Nih cewek ngomong apasih? Tidak bisa mencerna balasan Fira tadi gw pun hanya berdiri membeku seperti orang bego disamping Dia. Gw geleng gelengkan kepala gw sambil terkekeh, membuat Fira melirik gw bingung, gw lanjutkan langkah gw untuk menuruni tangga.
“lo yakin sama perasaan lo Di?” teriak Fira dari atas
“hah? Maksud lo apa?”
“Lo berpura pura gak merasakan apa apa, tapi jauh di dalam hati lo lo menyesal kan? nyia nyia in dia?”
“lo ngomong apa sih fir? Hahaha”
“inget Di, kalau lo salah langkah, lo gak akan pernah bahagia, lo akan menyesal” Ucap Fira membuat langkah gw berhenti dan menoleh ke arah dia
“Fir, gw gak tau kalau lo emang hobi menceramahi orang, tapi lo salah, ini semua bukan tentang gw, yang gw lakuin saat ini adalah buat mereka”
“lo tau di? mempunyai Ego bukanlah sesuatu yang tabu, karena Ego lah yang membuat kita menjadi manusia”
Ucap Fira tapi gw acuhkan, entah kenapa dia tau apa yang sedang gw pikirkan. Apa yang dia bicarakan tadi sangatlah cocok untuk apa yang sedang gw pikirkan saat ini. Fira. Cewek aneh. Gw membuka pager kosan dan berjalan 3 langkah untuk mebuka pagar rumah Disti. Ya. Gw mau mengajar Nina, sekaligus melunaskan hutang gw kepada Nina. Gw berjalan ke teras rumahnya dan melepaskan sandal gw, sampai gw sadar,ada sebuah sepatu hitam khas bapak bapak yang jarang kelihatan di rumah ini. Ah! Bokap mereka sudah pulang, dan disaat waktu yang tepat.
+++++
“mmm kak, hari ini gak usah belajar ya” ucap Nina
“loh?! Kenapa? lo sakit Nin?”
“mm mm” Nina geleng geleng
“kan kak Adi besok mau UN, sekarang giliran Nina yang nyemangatin kak Adi”
“hm? tapi kan lo juga mau ujian kenaikan kelas Nin”
“tenang aja kak, Nina udah siap se siap siap nya buat UKK besok hihihi”
“oow, terus. Kita mau ngapain dong? Kalau gitu gw mau ngomong ama om faisal dibawah dulu ya”
“ada urusan apa ama papah?”
“rahasia wee, eh. Gimana kalau lo masakin gw pasta yang kemarin itu Nin!” ide Gw
“wah! Ide bagus tuh kak!”
“kita makan bareng bokap lo, gimana?”
“hah?! Makan bareng papah? Aku gak tau papanya mau apa gak” bingung Nina
“ih kok pesimis gitu sih?! kan udah cita cita lo Nin mau ngasih bokap lo masakan hasil karya lo sendiri”
“sekarang kesempatan lo Nin, bokap lo lagi pulang, sekarang kesempatan lo ngebahagiain dia”
“mmm tapi kak Adi ikut makan juga ya” ucap Nina ragu
“iya yaudah sana, lo ngomong sama bokap lo, kamar lo ini, biar gw yang beresin, sana hush!”
“asyiiik makasiih kak” ucap Nina senang sekali
Nina beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan sambil loncat loncat seperti anak kecil yang sedang senang. Gw tersenyum melihat kelakuan anak didik gw satu ini, gw pun bergegas membereskan kamar Nina yang sudah terlanjur berantakan oleh persiapan mengajar yang tidak jadi ini. 10 menit kemudian, akhirnya kamar Nina sudah kembali rapih seperti sedia kala, gw mematikan lampu kamar Nina lalu bergegas turun menuruni tangga dan menuju ruang makan, disana sudah tampakOm Faisal, bokapnya meningga, sedang menunggu di meja makan, sepertinya Nina sudah memberi tahukan rencana dia, tidak, rencana Gw.
“hm? oh Adi! Sini sini duduk duduk” panggil Om Faisal dengan ramah
“makasih Om”
“Eh Nina sekarang lagi masak loh Di! hahaha! Om gak tau dia bisa masak”
Gw hanya tersenyum menanggapi tanggapan Om Faisal yang sangat ironis itu. kami pun akhirnya terlarut dalam obrolan singkat, biasa, gimana kabar gw, gimana kabar dia, gimana persiapan UN gw, kemana gw akan kuliah, diapun menawarkan membayarkan kuliah gw jika gw amsuk PTN disini, luar biasa. Gw tau Nina akan memakan waktu lama untuk memasak masakan specialnya sekarang ini, mungkin dia sekarang sedang memasak dengan hati hati sekali mengingat kali ini bokap nya lah yang akan mencicipi masakannya. Saat seperti ini gw manfaatkan untuk mengutarakan maksud gw, sebelum Nina kembali dari dapur.
“ini hari terakhir saya mengajar Nina om” ucap gw mengagetkan om faisal
“loh?! Kenapa Di?! bayarannya udah ga cukup?!” jawab dia
“gak om, masalah bayaran, itu sudah lebih dari cukup, mungkin saya gurup privat dengan bayaran termahal di jakarta hahaha” canda gw
“bisa aja kamu, oh mungkin karena masalah kuliah kamu ya? kamu mau kuliah diluar kota? Kan disini udah ada universitas bagus Di”
“lebih jauh dari luar kota Om”
“....” diam Om Faisal
“wah. Kemana?” ucap dia dengan serius
“kemana saya kuliah itu tidak relevan Om, sekarang saya ingin menyampaikan sesuatu ke Om dan saya mohon Om denger baik baik” ucap gw mengganti topik
“okay, Om mendegarkan”
“seseorang pernah berkata kepada saya, hal terindah yang bisa diterima seorang laki laki bukanlah Harta, Tanah, Air, dan Tahta, bukan juga untuk seluruh emas yang ada di dunia ini, hal terindah yang bisa diterima seorang laki laki adalah melihat anaknya, darah dagingnya, bisa tumbuh menjadi anak yang baik, dan juga bahagia” ucap Gw
“....”
“.. terkadang kamu lupa, betapa sayangnya kamu terhadap anak kamusendiri. kamu tidak mau mereka hidup susah, kamu tidak mau mereka sengsara, kamu ingin agar senyum mereka itu tidak akan pudar. kamu terus menerus menggali Emas, Tanah, dan Air hanya demi mempertahankan senyum mereka. Sampai ketika seluruh Emas sudah kamu dapatkan, seluruh Tanah sudah kamu kuasai, dan semua mata air terbuka, kita baru sadar, senyum mereka sudah terlanjur hilang..”
“Stop”
“?!”
“saya tau maksud kamu menceritakan ini ke saya”
“oh ya?!”
“Ya. kamu ingin saya untuk menyenggangkan waktu lebih untuk anak anak saya bukan?!”
“hahh. Denger saya om. Om mempunyai 2 anak perempuan, 2 anak perempuan yang sangat kuat dan tegar sekali. Dan saya kasih tau ke Om, anak perempuan seperti mereka itu langka Om temukan di tengah kota yang terkutuk ini”
“......”
“saya tidak meminta Om untuk menelantarkan pekerjaan Om, saya meminta Om untuk memikirkan mereka. Kenapa saya sampai berkata sejauh ini? karena saya tidak ingin mereka berakhir seperti saya”
“.....”
“mereka butuh seorang sosok, dan sosok itu biasanya adalah seorang ibu, namun itu tidak mungkin terwujud kan Om? Mengingat Om sudah berpisah dengan Ibu mereka”
“Stop”
“....?!”
“kamu tau apa tentang anak anak saya?! Kamu tau ap tentang ibu hah?! Kamu jagan asal sembarangan ngomong”
“saya tau karena saya lah yang membawa anak om kerumah sakit 2 tahun yang lalu karena overdosis obat depresan. saya tau kalau Nina bercita cita ingin menjadi dokter. Saya tau karena saya ada di sekitar mereka setiap minggu di hidup mereka selama 3 tahun ini”
“......”
“dan terakhir, saya tau, karena saya sendiri pernah mencoba untuk membunuh mamah saya sendiri”
“hah?!”
“gila bukan?! Om pasti tidak mau anak Om menjadi anak setan seperti saya ini”
“bukan itu maksud saya”
“jika uang yang om pikirkan, saya tidak sungkan untuk mengembalikan upah saya selama 3 tahun ini, saya juga tidak sungkan memberikan kontak saya kepada om supaya om bisa mencari kerja yang lebih dekat disini”
“cukup. Saya mengerti” ucap Om Faisal
“maaf kalau saya sudah menceramahi Om seperti ini, tapi ini tugas terakhir saya sebagai guru dan pembimbing, karena om membayar saya untuk ini”
“ya om mengerti”
“....” gw hanya membalas ucapan Om faisal dengan senyuman
“kasih tau saya Di, kenapa kamu berbicara sejauh ini sampai berbohong kamu pernah ingin membunuh ibumu sendiri”
“saya tidak berbohong. Itu kebenaran. Saya mencoba membunuh ibu saya sendiri karena di mata saya ibu saya telah mengkhianati ayah saya dengan menceraikannya dan menikah dengan orang lain.”
“masa hanya masalah seperti itu”
“ya om benar masalah seperti itu gak mungkin membuat saya bertindak senekat itu. tapi saya kasih tau om. Orang akan berubah ketika mereka telah melihat kematian orang yang paling dia sayangi di dunia ini. dan ini lah sebabnya saya bertindak sejauh ini, saya tidak ingin kematian menampakkan dirinya ke hadapan Disti dan Lena, karena jika itu terjadi, mereka akan rusak seperti saya”
“terima kasih Di, terima kasih sudah mau bertindak sejauh in buat keluarga saya”
“gak usah dipikirin om haha”
“setidaknya kamu bisa kasih tau saya, kemana kamu akan pergi?”
“tidak usah repot repot memikirkan saya om, saya pikir ini akan menjadi pertemuan terakhir kita”
“oh, kamu akan terkejut akan betapa salahnya kamu kalau kamu berpikir kita tidak akan pernah bertemu lagi haha”
‘itu maksud saya om, nanti om malah nyari nyari saya lagi haha”
“hahaha”
“oh ya Om. Tolong om luangkan banyak waktu buat ngobrol bersama Disti dan Nina di meja makan ini ya. dan jangan lupa selalu puji masakan Nina bagaimanapun rasa masakannya”
“iya iya. Sudah cukup kamu memikirkan anak anak saya. Sekarang tolong kasih giliran saya untuk mengurus mereka”
“hahaha seseorang pernah berkata kepada saya kalau meja makan adalah salah satu tempat dimana sejarah ditentukan”
“saya ingin bertanya, siapa sih ‘seseorang’ yang kamu ceritakan ini?”
“ayah saya”
“Hayooo pada ngomongin apa sih serius banget, ngomongin Nina yah?” teriak Nina sambil membawa dua piring besar yang tertutupi tudung berwarna silver di kedua tangannya
Kami berdua pun tertawa mendengar pertanyaan Nina yang kegeeran itu. Nina ternyat tidak membuat pasta yang tadi gw rencanakan, dia memasak oseng kacang panjang, ayam goreng madu, dan nasi goreng, yang belakangan gw tau kalau itu adalah menu favorit Om Faisal. Hati gw lega melihat Nina yang begitu senang melihat bokapnya lahap sekali memakan masakannya, seorang anak yang baik, dan gw harap dia berakhir dengan orang yang baik nantinya.
“gimana kak masakan Nina?” tanya Nina berdiri tepat dibelakang gw yang sedang bersiap memakai sendal
“mantap Nin, enak banget”
“hihihi”
“mmm kak..”
“hm? ada apa?”
“makasih ya udah nemenin Nina masakin makanan buat papah tadi, Nina seneng banget”
“ jangan terima aksih ke gw Nin, terima aksih ke diri lo sendiri, lo yang masak, lo yang berusaha, gw mah tinggal makan aja hahah”
“dasar!”
“semangat UN nya ya kak, nanti habis itu ngajar Nina les lagi” lanjutnya
Gw pun terdiam mendengar perkataan Nina itu, tampak seorang gadis yang sangat cantik, gadis yang kuat, pintar, rambut hitam nya yang menjulur panjang di kedua pipinya, terlihat beberapa helai rambut menutupi mata kanannya, terlihat juga kunciran rambutnya yang mulai terlihat lebih panjang dari sebelumnya. Betapa cepatnya seseorang tumbuh menjadi besar dan sedewasa ini. gw pun tersenyum dan mengatakan ucapan terakhir gw ke Nina.
“Waktu kita bersama sama telah berakhir”
Diubah oleh open.minded 20-03-2015 22:54
itkgid dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Tutup
