- Beranda
- Stories from the Heart
Claudya.
...
TS
kevinadr04
Claudya.
haloo.. kali ini ane mau nulis cerita baru, dan dengan gaya tulisan yang baru
setelah sebelumnya dengan cerita DIALOGUE (DIA, LO, GUE) yang nggak kelar, karena ada sesuatu, bukan bermasalah sama tokohnya tapi karena ane udah agak lupa cerita dan kisahnya, makanya nggak ane terusin
insyaAllah, kali ane tulis sampe kelar sambil ngisi liburan kuliah dan belajar nulis. Hehe
PROLOG:
INDEX
setelah sebelumnya dengan cerita DIALOGUE (DIA, LO, GUE) yang nggak kelar, karena ada sesuatu, bukan bermasalah sama tokohnya tapi karena ane udah agak lupa cerita dan kisahnya, makanya nggak ane terusin
insyaAllah, kali ane tulis sampe kelar sambil ngisi liburan kuliah dan belajar nulis. Hehe
PROLOG:
Spoiler for :
INDEX
Spoiler for :
Diubah oleh kevinadr04 01-10-2015 04:14
anasabila memberi reputasi
1
9.5K
61
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kevinadr04
#38
Puncak (Part 1)
Sabtu ini aku berjanji akan pergi dengan zarah, sesuai dengan yang aku bilang kemarin padanya. Sebenernya aku takut kalau pergi dengan zarah, selain takut ketauan oleh claudya, aku juga takut claudya cemburu buta padaku.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt..
Bergetar panjang handphoneku pertanda ada yang menelpon, “siapa si nih, pagi-pagi gini nelpon.” Pikirku.
saat kulihat, ternyata zarah yang menelponku.
Kevin : “hallo.. kenapa zar?”
Zarah : “vin, hari ini jadi kan?”
Kevin : “iya zarah, jadi. Mau kemana emang? Jalan jam berapa?”
Zarah : “hmm.. kemana yaa, yang enak kemana? Jam 10 aja.”
Kevin : “ehh.. gila kali, sekarang jam 9 berarti sejam lagi. yaa enggak tau, kan lu yang ngajak zar-__-“
Zarah : “iya, udah mandi kan lo? liat nanti aja yaa. eh.. iya, kirimin alamat rumah lu biar nanti gampang”
Kevin : “belom. Haha nanti gue bbm aja alamatnya.”
Zarah : “idihh.. jorok. udah jam berapa nih, masih belom mandi aja. Jorok.”
Kevin : “yaudah, gue mandi dulu dah. Lu mah gila, nggak bilang dulu sebelumnya tau-tau bilang jam 10 aja.”
Zarah : “haha. Sengaja, gue yakin pasti lu belom mandi. Yaudah, mandi buru. Gue sebentar lagi berangkat kesana nih.”
Kevin : “dasar gila.” Langsung tutup telpon dari zarah.
Langsung aku beranjak ke kamar mandi untuk cepat-cepat mandi daripada aku masih bersantai tiba-tiba ia sudah di dekat dengan daerah rumahku. Sebelum mandi, tidak lupa aku mengirimkan alamat lengkapku pada zarah,
Selesai mandi dan sudah rapi, benar seperti dugaanku sebelumnya kalau ia akan datang lebih awal dari yang ia janjikan tadi.
Drrtt.. Drrtt..
“halo, rumah lo dimana vin? Gue udah di deket rumah lu nih.” Ucap zarah dari seberang telpon.
“emang lu dimana?”
“gue di deket kampus nih, kampus IB* apa yaa namanya. Yang sekolah bank itu deh, dari sini kemana lagi?”
“lurus aja zar, gue tunggu di depan rumah kok.” Zarah langsung menutup telepon.
Tak lama zarah menutup telponnya, kulihat ada sedan berwarna abu-abu menuju ke arahku. Sudah bisa kutebak kalau ini adalah zarah. Tepat di sampingku, mobil itu berhenti dan membuka kacanya.
“kok lo belum rapi vin?” zarah melongokan kepalanya.
“lunya aja yang nggak waras. Tadi bilang jam 10, ini masih jam setengah 10 udah sampe sini. Ngebut lu yaa? Loh, kok lo sendiri?” aku menundukkan kepalaku dan berpegang pada pintu mobil zarah.
“emang mau sama siapa lagi? Haha. enggak, jalanan sepi banget vin, tumben. Gue muter dimana nih?” tanya zarah.
“muter dibawah aja zar, disitu agak lega buat muter balik. Kalo muter dirumah gue ribet.” Aku menunjuk arah jalan untuk memutar.
“yaudah, gue muterin dulu yaaa.”
“iya, nanti lu parkir didepan rumah itu aja yaa. Nggak ada orangnya, kosong.” Aku menunjuk depan rumahku yang kebetulan sudah lama kosong.
Aku berjalalan masuk ke dalam rumah meninggalkan zarah yang sedang memutar arah mobilnya, aku mengambil jaket dan memakai sepatu.
“mau kemana vin?” tanya ibuku heran melihatku sudah rapih.
“mau pergi mah. Hehe”
“pergi sama siapa?”
“sama temen mah, temen ada di depan.”
“nih..” ibuku memberikan uang berwarna merah selembar.
“….” Aku hanya terdiam heran melihat ibuku memberikan selembar uang merah.
“mamah tau, pasti kurang kalo cuma dikasih yang biasa mamah kasih. Makanya mamah lebihin.” Ucap ibuku dengan lembut.
“tapi ini kebanyakan mah, kevin masih ada uang simpenan kevin kok di dompet.” Aku mengembalikan uang yang diberikan ibuku.
“udah, gapapa. Buat besok sekalian kalo emang ada sisanya.” Ibuku melipat jariku.
“yaudah, makasih yaa mah.” Aku mencium pipi ibuku.
Aku berlari keluar menghampiri zarah, untuk ikut pamit dengan orang tuaku.
“zar, keluar lu. Saliman dulu sama bonyok gue, sekalian izin pergi.” Aku memberitahu zarah yang masih di dalam mobil.
“iya, vin.” Zarah menutup kaca mobil dan turun.
“gue malu vin, nggak enak gue sama bonyok lu.” Zarah mengikutiku dari belakang terlihat malu-malu.
“udah, gapapa. biar lebih sopan mau pergi izin dulu.” Ucapku.
“mah.. kenalin, ini zarah.” Aku memeperkenalkan zarah.
“hallo..tante.” sapa zarah pada ibuku yang sedang diteras.
“wahh, pacar kamu vin? Cantik yaa?” tanya ibuku.
“kevin bisa banget yaa mah, gamau ngaku.” Ayah keluar dan langsung meledekku.
“eh, om.” Zarah bersaliman pada ayahku.
“hmm..bukan. ini temen, mah.” aku berdua zarah saling menatap satu sama lain.
“ohh, temen kamu. Kalo pacar kamu juga ngga apa-apa.” Ucap ayahku sambil melirik ke arah ibuku.
“mau kemana vin?” tanya ibuku.
“mau jalan-jalan sama zarah.” Zarah kulihat hanya malu-malu.
“loh, naik apa?” ibuku terlihat heran, karena ia tidak tahu kalau zarah membawa mobil.
“naik mobil tante, aku parkir di depan. Hehe” zarah memotong.
“ohh, naik mobil. Hati-hati kalian, jangan ngebut-ngebut.”
“iya tante.”
“yaudah, kevin sama zarah pergi dulu yaa.” Aku berdua zarah bersaliman pada ibu dan ayahku.
Selesai pamit pergi kepada ibu dan ayahku, aku dengan zarah menghampiri mobilnya yang terparkir di depan rumah kosong tadi. Sebenernya aku paling malas berpergian dengan menggunakan mobil, selain macet, aku tidak suka berlama-lama di dalam mobil apalagi kalau ACnya membuat mual.
“bawa nihh vin.” Zarah memberikan kunci mobilnya.
“hmm..” aku menatapnya sinis.
“ngeliatinnya nggak usah kayak orang ngajak berantem.” Zarah terlihat bete.
“bukan gitu, gue nggak berani. Haha”
“emang kenapa? Haha”
“gue belum begitu lancar pas tanjakan, zar. Haha”
“ahh, payah. Yaudah, yuk masuk.” Zarah mengajakku masuk kedalam mobil.
Aku berdua zarah masuk ke dalam mobil, kulihat interiornya full berwarna merah dan aku cium, bau ac-nya tidak membuat mual, malah menurutku ini baunya begitu wangi.
“pergi kemana yaa yang enak? Puncak yuk vin.” Suara zarah mengagetkanku yang daritadi lagi melihat-lihat interiornya.
“hah? Puncak? Ngapain?” tanyaku.
“yaa jalan-jalan aja, bete nih gue. Pengen refreshing.”
“hmm..yaudah, terserah lu aja. Eh zar, ngomong-ngomong interior mobil lu cakep juga yaa. Lu suka warna merah yaa?” ucapku masih melihat-lihat interiornya.
“hehe. iya. Makanya gue ganti semua warna merah.”
“keren nih.”
“yaudah, yuk jalan. Pake tuh sabuk pengaman lo.” Zarah menyuruhku.
“iya, bawel. Nyalain dong lagunya, biar nggak bete.” aku menunjuk tempat memutar lagu.
“iya, bawel.”
“sialan, ucapan gue dibalikin.”
“haha.”zarah tertawa mendengar ucapanku.
Pagi itu aku langsung berangkat berdua dengan zarah, pastinya zarah yang membawa mobil, sementara aku hanya duduk manis menemaninya mengobrol agar ia tidak bosan membawa mobil. Sebenarnya aku sangat malu dengan zarah, sudah aku menumpang, dia juga yang membawa mobilnya bukan aku.
“kita ke puncak kemananya nih?” tanyaku.
“ke puncak pass yuk, abis itu ke curug, deh.” Ucapnya senang.
“curug?! Gue nggak bawa baju ganti, zar.”
“udah, gampang. Nanti beli aja.” Zarah terlihat santai dengan ucapanku.
“sembarangan, enak banget maen beli aja! Gue bawa duit ngepas.” Ucapku tidak enak hati.
“yaelah, vin. Masih ngomongin duit aja sama gue, udah gampang nanti.” Zarah masih terlihat santai.
“terserah lu aja.” Jawabku pasrah.
Setelah menempuh waktu yang cukup lama dan jalanan yang saat itu cukup padat, akhirnya aku sampai di puncak pass. Cukup membuat seluruh badanku terasa pegal, karena yang kulakukan hanya duduk saja daritadi.
“ke kebun teh sana yuk vin.” Ajak zarah.
“hmm..” aku hanya menaikkan alis.
“udah, ayuk. Nggak usah sok gitu.” Zarah menarik tanganku.
“hazz.. pemaksaan nih. Hih!” aku menggerutu.
“haha.” Zarah hanya tertawa.
Aku jalan berdua zarah menuju kebun teh, aku berdua zarah layaknya orang pacaran, zarah menggandeng tanganku. Aku hanya bisa pasrah saja ketika zarah menggandeng tanganku, awalnya aku menatap sinis zarah tapi dia tetap cuek aja selah-olah tidak menghiraukan tatapanku.
“vin, vin, fotoin dong.” Zarah memberikan handphonenya.
“ah, lu mah kurang ajar. Jauh-jauh kesini, gue malah disuruh motoin.” Aku menggerutu.
“gapapa, jarang-jarang gue nyuruh lu. Haha”
“baru kali ini gue disuruh-suruh sama cewek, songong bener.”
Ckrekk..
“udah nih fotonya.” Aku memberikan hapenya kembali.
“yahh.. kok jelek sih? Tangan gue keliatan gede, vin.”
“nggak dimana, nggak dimana yaa. Semua cewek pasti begitu, udah minta fotoin, minus cuma gara-gara tangan aja dipermasalahin” ucapku dalam hati.
“ulang dong, vin. Hehe” zarah memberikan handpgonenya sambil menyengir polos.
Aku mengkrenyitkan dahi melihat tingkahnya yang daritadi membuatku sedikit kesal, benar-benar tidak dimengerti maunya apa wanita yang satu ini. Dengan pasrah aku memfoto zarah kembali, kali ini zarah mengajakku untuk berfoto, awalnya aku menolak karena aku bukan tipe orang yang pede di depan kamera, apalagi fotonya dengan seorang wanita.
Selesai berfoto-foto dengan zarah, kami berdua memutuskan untuk pergi ke curug, kami bertanya-tanya pada orang sekitar mengenai curug yang ada di daerah tersebut. jalan dari gang menuju ke curugnya cukup jauh, dan melewati tanjakan yang tingkat kemiringannya 70 derajat, kami sempat nyasar terlebih dahulu, setelah bertanya-tanya kembali dengan orang sekitar akhirnya kita sampai di curug yang kita tuju.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt..
Bergetar panjang handphoneku pertanda ada yang menelpon, “siapa si nih, pagi-pagi gini nelpon.” Pikirku.
saat kulihat, ternyata zarah yang menelponku.
Kevin : “hallo.. kenapa zar?”
Zarah : “vin, hari ini jadi kan?”
Kevin : “iya zarah, jadi. Mau kemana emang? Jalan jam berapa?”
Zarah : “hmm.. kemana yaa, yang enak kemana? Jam 10 aja.”
Kevin : “ehh.. gila kali, sekarang jam 9 berarti sejam lagi. yaa enggak tau, kan lu yang ngajak zar-__-“
Zarah : “iya, udah mandi kan lo? liat nanti aja yaa. eh.. iya, kirimin alamat rumah lu biar nanti gampang”
Kevin : “belom. Haha nanti gue bbm aja alamatnya.”
Zarah : “idihh.. jorok. udah jam berapa nih, masih belom mandi aja. Jorok.”
Kevin : “yaudah, gue mandi dulu dah. Lu mah gila, nggak bilang dulu sebelumnya tau-tau bilang jam 10 aja.”
Zarah : “haha. Sengaja, gue yakin pasti lu belom mandi. Yaudah, mandi buru. Gue sebentar lagi berangkat kesana nih.”
Kevin : “dasar gila.” Langsung tutup telpon dari zarah.
Langsung aku beranjak ke kamar mandi untuk cepat-cepat mandi daripada aku masih bersantai tiba-tiba ia sudah di dekat dengan daerah rumahku. Sebelum mandi, tidak lupa aku mengirimkan alamat lengkapku pada zarah,
Selesai mandi dan sudah rapi, benar seperti dugaanku sebelumnya kalau ia akan datang lebih awal dari yang ia janjikan tadi.
Drrtt.. Drrtt..
“halo, rumah lo dimana vin? Gue udah di deket rumah lu nih.” Ucap zarah dari seberang telpon.
“emang lu dimana?”
“gue di deket kampus nih, kampus IB* apa yaa namanya. Yang sekolah bank itu deh, dari sini kemana lagi?”
“lurus aja zar, gue tunggu di depan rumah kok.” Zarah langsung menutup telepon.
Tak lama zarah menutup telponnya, kulihat ada sedan berwarna abu-abu menuju ke arahku. Sudah bisa kutebak kalau ini adalah zarah. Tepat di sampingku, mobil itu berhenti dan membuka kacanya.
“kok lo belum rapi vin?” zarah melongokan kepalanya.
“lunya aja yang nggak waras. Tadi bilang jam 10, ini masih jam setengah 10 udah sampe sini. Ngebut lu yaa? Loh, kok lo sendiri?” aku menundukkan kepalaku dan berpegang pada pintu mobil zarah.
“emang mau sama siapa lagi? Haha. enggak, jalanan sepi banget vin, tumben. Gue muter dimana nih?” tanya zarah.
“muter dibawah aja zar, disitu agak lega buat muter balik. Kalo muter dirumah gue ribet.” Aku menunjuk arah jalan untuk memutar.
“yaudah, gue muterin dulu yaaa.”
“iya, nanti lu parkir didepan rumah itu aja yaa. Nggak ada orangnya, kosong.” Aku menunjuk depan rumahku yang kebetulan sudah lama kosong.
Aku berjalalan masuk ke dalam rumah meninggalkan zarah yang sedang memutar arah mobilnya, aku mengambil jaket dan memakai sepatu.
“mau kemana vin?” tanya ibuku heran melihatku sudah rapih.
“mau pergi mah. Hehe”
“pergi sama siapa?”
“sama temen mah, temen ada di depan.”
“nih..” ibuku memberikan uang berwarna merah selembar.
“….” Aku hanya terdiam heran melihat ibuku memberikan selembar uang merah.
“mamah tau, pasti kurang kalo cuma dikasih yang biasa mamah kasih. Makanya mamah lebihin.” Ucap ibuku dengan lembut.
“tapi ini kebanyakan mah, kevin masih ada uang simpenan kevin kok di dompet.” Aku mengembalikan uang yang diberikan ibuku.
“udah, gapapa. Buat besok sekalian kalo emang ada sisanya.” Ibuku melipat jariku.
“yaudah, makasih yaa mah.” Aku mencium pipi ibuku.
Aku berlari keluar menghampiri zarah, untuk ikut pamit dengan orang tuaku.
“zar, keluar lu. Saliman dulu sama bonyok gue, sekalian izin pergi.” Aku memberitahu zarah yang masih di dalam mobil.
“iya, vin.” Zarah menutup kaca mobil dan turun.
“gue malu vin, nggak enak gue sama bonyok lu.” Zarah mengikutiku dari belakang terlihat malu-malu.
“udah, gapapa. biar lebih sopan mau pergi izin dulu.” Ucapku.
“mah.. kenalin, ini zarah.” Aku memeperkenalkan zarah.
“hallo..tante.” sapa zarah pada ibuku yang sedang diteras.
“wahh, pacar kamu vin? Cantik yaa?” tanya ibuku.
“kevin bisa banget yaa mah, gamau ngaku.” Ayah keluar dan langsung meledekku.
“eh, om.” Zarah bersaliman pada ayahku.
“hmm..bukan. ini temen, mah.” aku berdua zarah saling menatap satu sama lain.
“ohh, temen kamu. Kalo pacar kamu juga ngga apa-apa.” Ucap ayahku sambil melirik ke arah ibuku.
“mau kemana vin?” tanya ibuku.
“mau jalan-jalan sama zarah.” Zarah kulihat hanya malu-malu.
“loh, naik apa?” ibuku terlihat heran, karena ia tidak tahu kalau zarah membawa mobil.
“naik mobil tante, aku parkir di depan. Hehe” zarah memotong.
“ohh, naik mobil. Hati-hati kalian, jangan ngebut-ngebut.”
“iya tante.”
“yaudah, kevin sama zarah pergi dulu yaa.” Aku berdua zarah bersaliman pada ibu dan ayahku.
Selesai pamit pergi kepada ibu dan ayahku, aku dengan zarah menghampiri mobilnya yang terparkir di depan rumah kosong tadi. Sebenernya aku paling malas berpergian dengan menggunakan mobil, selain macet, aku tidak suka berlama-lama di dalam mobil apalagi kalau ACnya membuat mual.
“bawa nihh vin.” Zarah memberikan kunci mobilnya.
“hmm..” aku menatapnya sinis.
“ngeliatinnya nggak usah kayak orang ngajak berantem.” Zarah terlihat bete.
“bukan gitu, gue nggak berani. Haha”
“emang kenapa? Haha”
“gue belum begitu lancar pas tanjakan, zar. Haha”
“ahh, payah. Yaudah, yuk masuk.” Zarah mengajakku masuk kedalam mobil.
Aku berdua zarah masuk ke dalam mobil, kulihat interiornya full berwarna merah dan aku cium, bau ac-nya tidak membuat mual, malah menurutku ini baunya begitu wangi.
“pergi kemana yaa yang enak? Puncak yuk vin.” Suara zarah mengagetkanku yang daritadi lagi melihat-lihat interiornya.
“hah? Puncak? Ngapain?” tanyaku.
“yaa jalan-jalan aja, bete nih gue. Pengen refreshing.”
“hmm..yaudah, terserah lu aja. Eh zar, ngomong-ngomong interior mobil lu cakep juga yaa. Lu suka warna merah yaa?” ucapku masih melihat-lihat interiornya.
“hehe. iya. Makanya gue ganti semua warna merah.”
“keren nih.”
“yaudah, yuk jalan. Pake tuh sabuk pengaman lo.” Zarah menyuruhku.
“iya, bawel. Nyalain dong lagunya, biar nggak bete.” aku menunjuk tempat memutar lagu.
“iya, bawel.”
“sialan, ucapan gue dibalikin.”
“haha.”zarah tertawa mendengar ucapanku.
Pagi itu aku langsung berangkat berdua dengan zarah, pastinya zarah yang membawa mobil, sementara aku hanya duduk manis menemaninya mengobrol agar ia tidak bosan membawa mobil. Sebenarnya aku sangat malu dengan zarah, sudah aku menumpang, dia juga yang membawa mobilnya bukan aku.
“kita ke puncak kemananya nih?” tanyaku.
“ke puncak pass yuk, abis itu ke curug, deh.” Ucapnya senang.
“curug?! Gue nggak bawa baju ganti, zar.”
“udah, gampang. Nanti beli aja.” Zarah terlihat santai dengan ucapanku.
“sembarangan, enak banget maen beli aja! Gue bawa duit ngepas.” Ucapku tidak enak hati.
“yaelah, vin. Masih ngomongin duit aja sama gue, udah gampang nanti.” Zarah masih terlihat santai.
“terserah lu aja.” Jawabku pasrah.
Setelah menempuh waktu yang cukup lama dan jalanan yang saat itu cukup padat, akhirnya aku sampai di puncak pass. Cukup membuat seluruh badanku terasa pegal, karena yang kulakukan hanya duduk saja daritadi.
“ke kebun teh sana yuk vin.” Ajak zarah.
“hmm..” aku hanya menaikkan alis.
“udah, ayuk. Nggak usah sok gitu.” Zarah menarik tanganku.
“hazz.. pemaksaan nih. Hih!” aku menggerutu.
“haha.” Zarah hanya tertawa.
Aku jalan berdua zarah menuju kebun teh, aku berdua zarah layaknya orang pacaran, zarah menggandeng tanganku. Aku hanya bisa pasrah saja ketika zarah menggandeng tanganku, awalnya aku menatap sinis zarah tapi dia tetap cuek aja selah-olah tidak menghiraukan tatapanku.
“vin, vin, fotoin dong.” Zarah memberikan handphonenya.
“ah, lu mah kurang ajar. Jauh-jauh kesini, gue malah disuruh motoin.” Aku menggerutu.
“gapapa, jarang-jarang gue nyuruh lu. Haha”
“baru kali ini gue disuruh-suruh sama cewek, songong bener.”
Ckrekk..
“udah nih fotonya.” Aku memberikan hapenya kembali.
“yahh.. kok jelek sih? Tangan gue keliatan gede, vin.”
“nggak dimana, nggak dimana yaa. Semua cewek pasti begitu, udah minta fotoin, minus cuma gara-gara tangan aja dipermasalahin” ucapku dalam hati.
“ulang dong, vin. Hehe” zarah memberikan handpgonenya sambil menyengir polos.
Aku mengkrenyitkan dahi melihat tingkahnya yang daritadi membuatku sedikit kesal, benar-benar tidak dimengerti maunya apa wanita yang satu ini. Dengan pasrah aku memfoto zarah kembali, kali ini zarah mengajakku untuk berfoto, awalnya aku menolak karena aku bukan tipe orang yang pede di depan kamera, apalagi fotonya dengan seorang wanita.
Selesai berfoto-foto dengan zarah, kami berdua memutuskan untuk pergi ke curug, kami bertanya-tanya pada orang sekitar mengenai curug yang ada di daerah tersebut. jalan dari gang menuju ke curugnya cukup jauh, dan melewati tanjakan yang tingkat kemiringannya 70 derajat, kami sempat nyasar terlebih dahulu, setelah bertanya-tanya kembali dengan orang sekitar akhirnya kita sampai di curug yang kita tuju.
0