TS
simamats
[Orifict] Naqoyqatsi
Terinspirasi dari peristiwa Revolusi Prancis dan Lushan Rebellion di Dinasti Tang (plus science fiction time machine?), gw persembahkan *sound effect trompet* :
![[Orifict] Naqoyqatsi](https://s.kaskus.id/images/2017/05/09/3277891_20170509010516.jpg)
Sangat di mohon komentar, saran dan kritikannya karena penulis yang masih newbie ini sangat membutuhkan bimbingan kalian para pembaca/kawan penulis juga
Naqoyqatsi: Life as War
![[Orifict] Naqoyqatsi](https://s.kaskus.id/images/2017/05/09/3277891_20170509010516.jpg)
Genre: Seinen, Action, Psychological, Tragedy, Supranatural, Historical.
Spoiler for Sinopsis:
Lushan merupakan seorang pembrontak yang menjunjung tinggi kebebasan atas masyarakatnya yang tertindas dibawah kekuasaan dinasti Tang. Visinya semakin buyar dan di penuhi oleh tragedi yang membuatnya kehilangan banyak hal, istri, sahabat, dan semua hal yang disayanginya untuk meraih impian tersebut. Kehilangan pijakan, Lushan seperti api yang berkobar menghancurkan segala hal, bertranformasi menjadi monster. Ketika tinggal satu langkah lagi bagi Lushan untuk mendapatkan impiannya, dia terbunuh oleh orang terdekatnya, darah dagingnya sendiri yang menganggap ayahnya sudah dibutakan oleh ambisi. Ketika itu, dia diberi kesempatan oleh kekuatan misterius untuk memperbaiki kesalahannya dimasa lalu.
*Naqoyqatsi merupakan bahasa suku Hopi yang berarti Hidup sebagai perang (Qatsi-Hidup, Naqoy-Perang), terinspirasi dari dokumenter eksperimental Godfrey Reggio
*Naqoyqatsi merupakan bahasa suku Hopi yang berarti Hidup sebagai perang (Qatsi-Hidup, Naqoy-Perang), terinspirasi dari dokumenter eksperimental Godfrey Reggio
Spoiler for Index:
Prolog - There is No Liberty With Blood Below Your Feet :
Prouloge (part 1)
Prouloge part 2
Chapter 1 - A Land Without God
Chapter 1 (Part 1)
Chapter 1 (Part 2)
Chapter 1 (Part 2) Lanjutan
Chapter 1 (Part 3)
Chapter 2 - Roxanne (part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 3 - Roxanne (part 2)
Chapter 3 (Part 1)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 4 - The Devil
Chapter 4 (Part 1)
Chapter 4 (Part 2)
Chapter 5 - The Mirror
Chapter 5
Chapter 6 - In Balthiq Eyes part 1
Chapter 6
Chapter 7 - In Balthiq Eyes part 2
Chapter 7
Chapter 8 - Eating
Chapter 8
Chapter 9 - In Balthiq Eyes part 3
Chapter 9
Prouloge (part 1)
Prouloge part 2
Chapter 1 - A Land Without God
Chapter 1 (Part 1)
Chapter 1 (Part 2)
Chapter 1 (Part 2) Lanjutan
Chapter 1 (Part 3)
Chapter 2 - Roxanne (part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 2 (Part 1)
Chapter 3 - Roxanne (part 2)
Chapter 3 (Part 1)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 3 (Part 2)
Chapter 4 - The Devil
Chapter 4 (Part 1)
Chapter 4 (Part 2)
Chapter 5 - The Mirror
Chapter 5
Chapter 6 - In Balthiq Eyes part 1
Chapter 6
Chapter 7 - In Balthiq Eyes part 2
Chapter 7
Chapter 8 - Eating
Chapter 8
Chapter 9 - In Balthiq Eyes part 3
Chapter 9
Sangat di mohon komentar, saran dan kritikannya karena penulis yang masih newbie ini sangat membutuhkan bimbingan kalian para pembaca/kawan penulis juga

Diubah oleh simamats 09-05-2017 01:06
0
13.6K
Kutip
83
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•343Anggota
Tampilkan semua post
TS
simamats
#23

Spoiler for Chapter 4 : The Devil (part 1):
Chapter 4 : The Devil
Apa kau melihatnya tadi? Hei aku berbicara denganmu Lushan. Apa yang kau coba abaikan? Semua tindakan itu, segala tetek bengek perang yang kau lakukan demi mewujudkan impian kalian berdua, tidak, bahkan kau tidak sungguh-sungguh mengimpikannya.
Kau hanya melakukan ini demi dirinya bukan?
Manusia, diperdaya oleh ilusi, dan ah, kalian sebut apa aku sungguh lupa, yang otomatis menggerakan tubuh kalian, keputusan dan kehendak yang membuat kalian mengubah laju dengan sungguh drastis, mengubah jaman, mengubah nasib banyak orang, demi ego kalian itu, demi kesenangan yang kasat mata itu?
Ahh aku ingat, cinta, kalimat penuh kemuliaan yang sesungguhnya adalah kebutaan manusia yang sesungguhnya.
Budak cinta, aku lebih suka menyebutnya seperti itu. Kebutaan, dan ketidak pedulian atas nama ego, tuhan, kekasih, dan anak-anakmu. Kubilang sekali lagi, kalian adalah budak dari cinta sehingga kalian benar-benar terkekang olehnya.
Jika kusebut saja apa yang paling membahagiakan dari dunia ini, maka akan kusebut sebagai kebebasan sejati, kalian, manusia, adalah mahluk yang terkekang dari jasad hingga ruh oleh ilusi-ilusi tersebut. Nafsu, ambisi, cinta, kalian mahluk berakal bahkan tidak benar-benar waras karena tiga hal tersebut.
Tapi selamat Lushan, kau sudah terbebas dari itu semua. Kamu sudah menjadi manusia yang bebas dengan sesungguhnya, kini takdir ada di tanganmu. Ayo lushan, ubah dunia ini, kini waktu telah bergerak untukmu.
***
Tanpa sadar aku sudah berlari jauh dari kegilaan di aula tadi. Tanganku bergetar, suara bergema di dalam otakku, dan air mataku keluar tanpa bisa aku menahannya.
“Haha.. Iblis..”
Iblis, sudah sejak kapan mereka menyebutku seperti itu? Karakter mulia ataupun busuk adalah dua sudut pandang prespektif yang berbeda antara dimana diri kita berdiri. Tapi, satu hal yang kuketahui, jika saja muncul kedua prespektif tersebut maka tidak ada yang benar-benar salah, maka aku benar-benar seorang iblis, dan mata Roxanna dengan sangat jujur melihat hal tersebut.
Kini aku tak bisa menolak, mengabaikan, atau berpura-pura tidak peduli. Ya, aku telah membunuh banyak orang demi ambisi semata, kegilaan dan kebutaan yang timbul atas cinta, lebih tepatnya sakit hati, dan dendam atas kegilaan dunia ini. Kebutaan itu mengakibatkan aku telah kehilangan kemanusiaanku, kegilaan menelanku dan aku akan mengulanginya kembali, lagi, dan lagi.
“Roxanna..”
Kini hati hancur lebur, dia yang berkata bahwa akan menungguku, dan menerimaku kapan saja nyatanya orang yang mengutukku begitu mendalam atas perilaku yang telah kuperbuat. Bisa saja aku berpikir, Roxanna belum melihat sisiku yang sesungguhnya, api yang berkobar yang sering disebutnya dulu. Tapi aku tahu siapa Roxanna, matanya adalah kejujuran yang pernah kusaksikan dalam hidupku, dan dia tidak melihat cinta maupun ambisi dalam diriku.
Dia hanya melihat kegilaan yang timbul dari peristiwa-peristiwa tragis dan kematian jutaan orang ang timbul dari ambisi satu pria ini saja.
Maka aku adalah iblis, yang tak sadar tentang apa yang diperbuatnya, menganggap dirinya mulia namun lebih rendah dari binatang sekalipun, menganggap dirinya pantas namun sesungguhnya tidak.
Aku merasa begitu kosong, rapuh, dan bisa hancur kapan saja. Aku kembali bertanya, untuk apa aku disini? Apa aku memang peduli pada masyarakat? Apa memang aku peduli pada Roxanna, ibu, kakak, dan segala bentuk ketidakadilan dalam dunia ini. Apa aku memang benar-benar peduli atas kegilaan yang timbul dari manusia-manusia yang buta tersebut? Jika aku memang peduli, kenapa aku melakukan tindakan yang mencerminkan kegilaan itu sendiri?
...
“Lushan!”
Tiba-tiba seseorang berteriak dari kejauhan menyadarkanku dari renungan yang membuatku bertanya-tanya atas idealitasku. Aku baru tersadar bahwa kini aku berada di taman belakang kediaman keluarga An yang begitu sepi dan gelap, jauh dari kerumunan pesta pernikahan. Saat itu, salah satu penjaga Roxanna memanggilku dari kejauhan, dan aku bisa melihat sesuatu yang berbahaya dari matanya.
“Siapa kau Lushan? Bagaimana kau bisa tahu identitas tuan putri, dan bagaimana kau membuat tuan putri histeris seperti tadi!”
“Tunggu siapa namamu sebelumnya?”
“Xin Juan.”
“Aku mengenalmu, sepertinya.. Bagaimana mungkin kau memakaikan namamu pada tuan putrimu sendiri.”
“Diam dan jawab pertanyaanku Lushan!”
“...”
Aku hanya terdiam, dan wanita tersebut mengeluarkan pedang dari sarungnya.
“Kau ingin membunuhku? Kau tidak sadar di kediaman apa ini?”
“Kaisar mempercayaiku, dan kau bukan apa-apa selain seorang yang baru saja mendapat gelar bangsawan. Kerajaan tidak akan menganggapnya serius.”
“Jadi aku harus mati? Kau tidak ingin tahu dulu siapa diriku dan bagaimana aku terlibat dengan tuan putri? Bukankah barusan kau bertanya?”
“Aku berpikir untuk menyulik, menyiksamu, dan mengeluarkan kata-kata dari mulutmu. Tapi aku tidak pernah sekalipun melihat tuan putri sehisteris itu, kau benar-benar ancaman bagi tuan putri, atau mungkin... kerajaan ini.Iblis dia menyebutmu, aku tidak pernah mendengar tuan putri menyebut sebutan yang lebih buruk dari itu, dan instingku mengatakan bahwa aku harus membunuhmu Lushan.”
“...”
Dia memasang ancang-ancang, pedangnya sungguh mantap dipegangnya oleh kedua tangan tersebut. Xin Juan kalau tidak salah, merupakan wanita petarung yang menurut kebanyakan memiliki hormon lelaki. Badannya besar, dan zirah serta pedangnya merupakan perlengkapan yang dipakai oleh laki-laki yang sudah melatih badannya. Dari ancang-ancangnya, aku bisa membayangkan tubuhku bisa terbelah dua oleh satu tebasannya.
“Apa kau akan membunuh seseorang yang tidak memakai pedang? Bukankah itu menyalahi sumpahmu sebagai ksatria?”
“Aku bukanlah ksatria, dan tak ada sumpah untuk tidak membunuh seorang yang tidak berdaya, ataupun tidak bersenjata. Sumpahku adalah memusnahkan segala ancaman bagi tuan putri.. Hei!!”
Ketika bertanya, aku segera mengambil kayu di bawah kakiku dan berlari memutar.
Tapi untuk apa? Mengapa darah dan gejolak dalam tubuhku begitu merasakan sensasi menyegarkan dalam hal ini. Apa aku benar-benar merasakan kenikmatan dalam keadaan membunuh atau dibunuh?
“Kau ingin bertarung dengan kayu hah!”
Dia menebaskan pedangnya, dan aku segera melompat menjauh.
“Ahh..”
Tanpa sadar kepalaku sudah berdarah, dan dia sudah memasang ancang-ancang seperti pedang tersebut tidak memiliki beban yang berarti baginya. Dalam hal ini, Xun Juan tidak sama dengan Bandit yang dulu menyerangku, serangan yang lambat dan penuh dengan peluang, Xun Juan memiliki kecepatan dan kekuatan yang mengerikan. Parahnya lagi, aku hanya memiliki kayu di tanganku.
“Beberapa inci lagi, otakmu mungkin sudah berceceran tadi.”
“...”
Ketika itu aku merasa bahwa jarak dari tebasannya lebih dari perkiraanku. Sekali melihatnya aku sudah tahu bahwa jarakku sudah cukup aman, tapi instingku mengatakan untuk meloncat menjauh, dan benar, hampir saja aku kehilangan kepalaku.
“Jarak tebasan yang melebihi jarak yang sesungguhnya.. Kau menebas pedang dan kemudian memegang pedang pada sisi ujung sehingga mendapatkan jarak yang lebih luas bukan? Genggaman yang sungguh kuat untuk seorang wanita!”
“Kau memang bukan anak biasa Lushan..”
Dalam kecepatan, teknik dan kekuatan yang sempurna seperti ini, bagaimana aku bisa mengalahkannya. Lalu sekali lagi, bagaimana aku bisa mengalahkannya dengan kayu maupun badan yang lemah ini?
Ketika itu kepalaku berdengung, aku kembali mendengar suara samar-samar dalam kepalaku.
“Tunjukan bahwa dirimu pantas...”
Suara tersebut sirna kembali, dan tiba-tiba dalam momen tersebut Xun Juan berlari dengan cepat sambil menebaskan pedangnya. Aku segera melompat dan berguling menjauhinya. Ketika itu aku tahu bahwa setiap serangannya, aku seperti melempar koin antara tebasan itu mengenaiku atau tidak, kesempatannya adalah lima puluh banding lima puluh, dan mungkin di serangan terakhir ini aku akan mati.
Kecuali dengan sihirku, yang dimana aku akan mati jika menggunakannya kini.
“Maafkan aku Lushan, serangan yang selanjutnya pasti akan mengenaimu. Aku jarang bertarung melawan bocah sepertimu.”
Bocah.. Apa maksudnya serangan yang lolos tadi karena dia tidak terbiasa menyerang bocah sepertiku? Ketika itu aku menyadari bahwa dia belum menggunakan serangannya dengan serius, dia berpikir dengan serangannya yang biasa mampu membunuhku seketika, yang sesungguhnya memang mampu membunuhku seketika. Lebihnya lagi, mungkin ini bisa menjadi kesempatanku untuk menyerangnya.
Pertama dia akan menebas dengan membabi buta seperti itu, tidak begitu cermat sehingga aku bisa masuk dengan kuda-kuda rendah, tapi satu kesalahan dan aku akan mati. Lalu jika saja aku memang berhasil masuk dalam jarak serangan, aku mungkin akan menyalurkan sedikit sihir pada batang kayu ini untuk menusuknya, tapi apakah hal tersebut mampu menembus baju zirahnya? Ada beberapa celah, namun satu kesalahan maka fatal bagiku, dia akan menaikan pertahanannya yang membuatku tidak memiliki kesempatan menang lagi.
“Lushan!!”
Disaat Xun Juan sedang mengambil ancang-ancang, dan aku berpikir keras untuk mengalahkannya, Balthiq meneriakiku dari kejauhan.
Ah, Xun Juan menengok, kesempatan!
Aku berlari mendekatinya, sedikit memakai tenaga dalamku di kaki sehingga melompat mendekatinya dan menusukan batang kayu yang sudah kuberi sihir tepat pada celah zirahnya.
“Ughh...”
“Ahh!!”
Saat itu juga tangan kirinya dengan cepat memegang tanganku, lalu dia melepas pedangnya dan mengangkat sambil mencekikku. Aku tidak bisa melawan, dan beberapa detik lagi tangannya akan meremukkan leherku. Saat itu aku melihat Balthiq membacakan mantra.
“Dewa petir, hancurkan musuhku!!”
Seketika petir menyambar Xun Juan dan anehnya tidak ikut menyambarku. Gosong, bau asap mengelilinginya, namun matanya masih berkobar kebencian. Dia berdiri dimana aku masih terkapar lemas di tanah mencoba mengambil nafas.
“Ahh...”
Balthiq ketakutan melihat wanita besar itu berjalan ke arahnya , lalu ketika aku sudah mampu berdiri, aku melihatnya. Wanita tersebut menggunakan sihirnya, dan membuat Balthiq terpental jauh.
“Balthiq..”
Aku tahu sihir tersebut, sihir yang cukup untuk meremukan tulang dan membuat seorang yang terkena mati seketika akibat dahsyatnya benturan.
“Lushan, kau selanjutnya. Sudah cukup dengan permainan pedang bodoh tadi, aku sudah muak dengan semua itu!”
“Ughh..”
Dia melukiskan simbol pada jarinya, dan aku terjebak dalam sebuah air yang mengelilingiku.
“Aku mematikan kakakmu seketika, itu lebih baik baginya yang mencoba menyelamatkan saudaranya. Tapi kau, aku ingin kau mati perlahan-lahan. Aku ingin melihat ekpresi bocah yang berani-beraninya menusukku dengan sebatang kayu!”
Saat itu aku sudah patah arang. Balthiq pada akhirnya bernasib sama, aku hanya menundanya sebentar. Roxanna, dia kini membenciku dan menghancurkan hatiku, kini aku tidak mungkin menyalamatkannya. Ibu, dia akan jatuh pada kegilaannya lagi, bayang-bayang masa depan yang sungguh mengerikan tanpa seorangpun yang mampu menghentikannya. Di momen-momen terakhir aku kehilangan idealitas hidupku, mengetahui bahwa aku hilang dalam kegilaan hidup ini, sungguh menyedihkan. Pada akhirnya aku kehilangan semuanya, ah, kini aku berpikir, untuk apa aku kembali lagi?
***
Apa kau melihatnya tadi? Hei aku berbicara denganmu Lushan. Apa yang kau coba abaikan? Semua tindakan itu, segala tetek bengek perang yang kau lakukan demi mewujudkan impian kalian berdua, tidak, bahkan kau tidak sungguh-sungguh mengimpikannya.
Kau hanya melakukan ini demi dirinya bukan?
Manusia, diperdaya oleh ilusi, dan ah, kalian sebut apa aku sungguh lupa, yang otomatis menggerakan tubuh kalian, keputusan dan kehendak yang membuat kalian mengubah laju dengan sungguh drastis, mengubah jaman, mengubah nasib banyak orang, demi ego kalian itu, demi kesenangan yang kasat mata itu?
Ahh aku ingat, cinta, kalimat penuh kemuliaan yang sesungguhnya adalah kebutaan manusia yang sesungguhnya.
Budak cinta, aku lebih suka menyebutnya seperti itu. Kebutaan, dan ketidak pedulian atas nama ego, tuhan, kekasih, dan anak-anakmu. Kubilang sekali lagi, kalian adalah budak dari cinta sehingga kalian benar-benar terkekang olehnya.
Jika kusebut saja apa yang paling membahagiakan dari dunia ini, maka akan kusebut sebagai kebebasan sejati, kalian, manusia, adalah mahluk yang terkekang dari jasad hingga ruh oleh ilusi-ilusi tersebut. Nafsu, ambisi, cinta, kalian mahluk berakal bahkan tidak benar-benar waras karena tiga hal tersebut.
Tapi selamat Lushan, kau sudah terbebas dari itu semua. Kamu sudah menjadi manusia yang bebas dengan sesungguhnya, kini takdir ada di tanganmu. Ayo lushan, ubah dunia ini, kini waktu telah bergerak untukmu.
***
Tanpa sadar aku sudah berlari jauh dari kegilaan di aula tadi. Tanganku bergetar, suara bergema di dalam otakku, dan air mataku keluar tanpa bisa aku menahannya.
“Haha.. Iblis..”
Iblis, sudah sejak kapan mereka menyebutku seperti itu? Karakter mulia ataupun busuk adalah dua sudut pandang prespektif yang berbeda antara dimana diri kita berdiri. Tapi, satu hal yang kuketahui, jika saja muncul kedua prespektif tersebut maka tidak ada yang benar-benar salah, maka aku benar-benar seorang iblis, dan mata Roxanna dengan sangat jujur melihat hal tersebut.
Kini aku tak bisa menolak, mengabaikan, atau berpura-pura tidak peduli. Ya, aku telah membunuh banyak orang demi ambisi semata, kegilaan dan kebutaan yang timbul atas cinta, lebih tepatnya sakit hati, dan dendam atas kegilaan dunia ini. Kebutaan itu mengakibatkan aku telah kehilangan kemanusiaanku, kegilaan menelanku dan aku akan mengulanginya kembali, lagi, dan lagi.
“Roxanna..”
Kini hati hancur lebur, dia yang berkata bahwa akan menungguku, dan menerimaku kapan saja nyatanya orang yang mengutukku begitu mendalam atas perilaku yang telah kuperbuat. Bisa saja aku berpikir, Roxanna belum melihat sisiku yang sesungguhnya, api yang berkobar yang sering disebutnya dulu. Tapi aku tahu siapa Roxanna, matanya adalah kejujuran yang pernah kusaksikan dalam hidupku, dan dia tidak melihat cinta maupun ambisi dalam diriku.
Dia hanya melihat kegilaan yang timbul dari peristiwa-peristiwa tragis dan kematian jutaan orang ang timbul dari ambisi satu pria ini saja.
Maka aku adalah iblis, yang tak sadar tentang apa yang diperbuatnya, menganggap dirinya mulia namun lebih rendah dari binatang sekalipun, menganggap dirinya pantas namun sesungguhnya tidak.
Aku merasa begitu kosong, rapuh, dan bisa hancur kapan saja. Aku kembali bertanya, untuk apa aku disini? Apa aku memang peduli pada masyarakat? Apa memang aku peduli pada Roxanna, ibu, kakak, dan segala bentuk ketidakadilan dalam dunia ini. Apa aku memang benar-benar peduli atas kegilaan yang timbul dari manusia-manusia yang buta tersebut? Jika aku memang peduli, kenapa aku melakukan tindakan yang mencerminkan kegilaan itu sendiri?
...
“Lushan!”
Tiba-tiba seseorang berteriak dari kejauhan menyadarkanku dari renungan yang membuatku bertanya-tanya atas idealitasku. Aku baru tersadar bahwa kini aku berada di taman belakang kediaman keluarga An yang begitu sepi dan gelap, jauh dari kerumunan pesta pernikahan. Saat itu, salah satu penjaga Roxanna memanggilku dari kejauhan, dan aku bisa melihat sesuatu yang berbahaya dari matanya.
“Siapa kau Lushan? Bagaimana kau bisa tahu identitas tuan putri, dan bagaimana kau membuat tuan putri histeris seperti tadi!”
“Tunggu siapa namamu sebelumnya?”
“Xin Juan.”
“Aku mengenalmu, sepertinya.. Bagaimana mungkin kau memakaikan namamu pada tuan putrimu sendiri.”
“Diam dan jawab pertanyaanku Lushan!”
“...”
Aku hanya terdiam, dan wanita tersebut mengeluarkan pedang dari sarungnya.
“Kau ingin membunuhku? Kau tidak sadar di kediaman apa ini?”
“Kaisar mempercayaiku, dan kau bukan apa-apa selain seorang yang baru saja mendapat gelar bangsawan. Kerajaan tidak akan menganggapnya serius.”
“Jadi aku harus mati? Kau tidak ingin tahu dulu siapa diriku dan bagaimana aku terlibat dengan tuan putri? Bukankah barusan kau bertanya?”
“Aku berpikir untuk menyulik, menyiksamu, dan mengeluarkan kata-kata dari mulutmu. Tapi aku tidak pernah sekalipun melihat tuan putri sehisteris itu, kau benar-benar ancaman bagi tuan putri, atau mungkin... kerajaan ini.Iblis dia menyebutmu, aku tidak pernah mendengar tuan putri menyebut sebutan yang lebih buruk dari itu, dan instingku mengatakan bahwa aku harus membunuhmu Lushan.”
“...”
Dia memasang ancang-ancang, pedangnya sungguh mantap dipegangnya oleh kedua tangan tersebut. Xin Juan kalau tidak salah, merupakan wanita petarung yang menurut kebanyakan memiliki hormon lelaki. Badannya besar, dan zirah serta pedangnya merupakan perlengkapan yang dipakai oleh laki-laki yang sudah melatih badannya. Dari ancang-ancangnya, aku bisa membayangkan tubuhku bisa terbelah dua oleh satu tebasannya.
“Apa kau akan membunuh seseorang yang tidak memakai pedang? Bukankah itu menyalahi sumpahmu sebagai ksatria?”
“Aku bukanlah ksatria, dan tak ada sumpah untuk tidak membunuh seorang yang tidak berdaya, ataupun tidak bersenjata. Sumpahku adalah memusnahkan segala ancaman bagi tuan putri.. Hei!!”
Ketika bertanya, aku segera mengambil kayu di bawah kakiku dan berlari memutar.
Tapi untuk apa? Mengapa darah dan gejolak dalam tubuhku begitu merasakan sensasi menyegarkan dalam hal ini. Apa aku benar-benar merasakan kenikmatan dalam keadaan membunuh atau dibunuh?
“Kau ingin bertarung dengan kayu hah!”
Dia menebaskan pedangnya, dan aku segera melompat menjauh.
“Ahh..”
Tanpa sadar kepalaku sudah berdarah, dan dia sudah memasang ancang-ancang seperti pedang tersebut tidak memiliki beban yang berarti baginya. Dalam hal ini, Xun Juan tidak sama dengan Bandit yang dulu menyerangku, serangan yang lambat dan penuh dengan peluang, Xun Juan memiliki kecepatan dan kekuatan yang mengerikan. Parahnya lagi, aku hanya memiliki kayu di tanganku.
“Beberapa inci lagi, otakmu mungkin sudah berceceran tadi.”
“...”
Ketika itu aku merasa bahwa jarak dari tebasannya lebih dari perkiraanku. Sekali melihatnya aku sudah tahu bahwa jarakku sudah cukup aman, tapi instingku mengatakan untuk meloncat menjauh, dan benar, hampir saja aku kehilangan kepalaku.
“Jarak tebasan yang melebihi jarak yang sesungguhnya.. Kau menebas pedang dan kemudian memegang pedang pada sisi ujung sehingga mendapatkan jarak yang lebih luas bukan? Genggaman yang sungguh kuat untuk seorang wanita!”
“Kau memang bukan anak biasa Lushan..”
Dalam kecepatan, teknik dan kekuatan yang sempurna seperti ini, bagaimana aku bisa mengalahkannya. Lalu sekali lagi, bagaimana aku bisa mengalahkannya dengan kayu maupun badan yang lemah ini?
Ketika itu kepalaku berdengung, aku kembali mendengar suara samar-samar dalam kepalaku.
“Tunjukan bahwa dirimu pantas...”
Suara tersebut sirna kembali, dan tiba-tiba dalam momen tersebut Xun Juan berlari dengan cepat sambil menebaskan pedangnya. Aku segera melompat dan berguling menjauhinya. Ketika itu aku tahu bahwa setiap serangannya, aku seperti melempar koin antara tebasan itu mengenaiku atau tidak, kesempatannya adalah lima puluh banding lima puluh, dan mungkin di serangan terakhir ini aku akan mati.
Kecuali dengan sihirku, yang dimana aku akan mati jika menggunakannya kini.
“Maafkan aku Lushan, serangan yang selanjutnya pasti akan mengenaimu. Aku jarang bertarung melawan bocah sepertimu.”
Bocah.. Apa maksudnya serangan yang lolos tadi karena dia tidak terbiasa menyerang bocah sepertiku? Ketika itu aku menyadari bahwa dia belum menggunakan serangannya dengan serius, dia berpikir dengan serangannya yang biasa mampu membunuhku seketika, yang sesungguhnya memang mampu membunuhku seketika. Lebihnya lagi, mungkin ini bisa menjadi kesempatanku untuk menyerangnya.
Pertama dia akan menebas dengan membabi buta seperti itu, tidak begitu cermat sehingga aku bisa masuk dengan kuda-kuda rendah, tapi satu kesalahan dan aku akan mati. Lalu jika saja aku memang berhasil masuk dalam jarak serangan, aku mungkin akan menyalurkan sedikit sihir pada batang kayu ini untuk menusuknya, tapi apakah hal tersebut mampu menembus baju zirahnya? Ada beberapa celah, namun satu kesalahan maka fatal bagiku, dia akan menaikan pertahanannya yang membuatku tidak memiliki kesempatan menang lagi.
“Lushan!!”
Disaat Xun Juan sedang mengambil ancang-ancang, dan aku berpikir keras untuk mengalahkannya, Balthiq meneriakiku dari kejauhan.
Ah, Xun Juan menengok, kesempatan!
Aku berlari mendekatinya, sedikit memakai tenaga dalamku di kaki sehingga melompat mendekatinya dan menusukan batang kayu yang sudah kuberi sihir tepat pada celah zirahnya.
“Ughh...”
“Ahh!!”
Saat itu juga tangan kirinya dengan cepat memegang tanganku, lalu dia melepas pedangnya dan mengangkat sambil mencekikku. Aku tidak bisa melawan, dan beberapa detik lagi tangannya akan meremukkan leherku. Saat itu aku melihat Balthiq membacakan mantra.
“Dewa petir, hancurkan musuhku!!”
Seketika petir menyambar Xun Juan dan anehnya tidak ikut menyambarku. Gosong, bau asap mengelilinginya, namun matanya masih berkobar kebencian. Dia berdiri dimana aku masih terkapar lemas di tanah mencoba mengambil nafas.
“Ahh...”
Balthiq ketakutan melihat wanita besar itu berjalan ke arahnya , lalu ketika aku sudah mampu berdiri, aku melihatnya. Wanita tersebut menggunakan sihirnya, dan membuat Balthiq terpental jauh.
“Balthiq..”
Aku tahu sihir tersebut, sihir yang cukup untuk meremukan tulang dan membuat seorang yang terkena mati seketika akibat dahsyatnya benturan.
“Lushan, kau selanjutnya. Sudah cukup dengan permainan pedang bodoh tadi, aku sudah muak dengan semua itu!”
“Ughh..”
Dia melukiskan simbol pada jarinya, dan aku terjebak dalam sebuah air yang mengelilingiku.
“Aku mematikan kakakmu seketika, itu lebih baik baginya yang mencoba menyelamatkan saudaranya. Tapi kau, aku ingin kau mati perlahan-lahan. Aku ingin melihat ekpresi bocah yang berani-beraninya menusukku dengan sebatang kayu!”
Saat itu aku sudah patah arang. Balthiq pada akhirnya bernasib sama, aku hanya menundanya sebentar. Roxanna, dia kini membenciku dan menghancurkan hatiku, kini aku tidak mungkin menyalamatkannya. Ibu, dia akan jatuh pada kegilaannya lagi, bayang-bayang masa depan yang sungguh mengerikan tanpa seorangpun yang mampu menghentikannya. Di momen-momen terakhir aku kehilangan idealitas hidupku, mengetahui bahwa aku hilang dalam kegilaan hidup ini, sungguh menyedihkan. Pada akhirnya aku kehilangan semuanya, ah, kini aku berpikir, untuk apa aku kembali lagi?
***
Diubah oleh simamats 13-05-2015 19:06
0
Kutip
Balas